25
Dengan tertatih-tatih, sejak tahun 1990 Eman berupaya mewujudkan pesantren. Berbahan seadanya, satu demi satu lokal didirikan. Jadilah beberapa bangunan yang hampir semuanya berbahan kayu dan bambu.
www.pppa.or.id
Daqu Utama
sederhana yang digunakan untuk kepentingan segala rupa. Ya untuk belajar murid madrasah kelas 1 dan 2 bergantian, juga belajar para san tri; Ya untuk pengajian Majelis Taklim; Ya untuk kegiatan seremonial. Dan hanya lokal inilah yang paling lumayan dibanding bangunan di komplek Al Sabily, karena sudah berdinding tembok. Ponpes Al Sabily tampaknya dirintis akibat tuntutan keadaan. Rumah Eman maupun mertuanya, Haji Juwaeni, sudah tidak muat lagi untuk menampung anak dan remaja mengaji. Sedangkan di situ belum ada pondok pesan tren. Haji Juwaeni lalu mewakafkan sebagian tanahnya untuk dikelola sang menantu guna mewadahi semangat belajar para santri. Dengan tertatih-tatih, sejak tahun 1990 Eman berupaya mewujudkan pesantren. Berbahan seadanya, satu demi satu lokal didirikan. Jadilah beberapa bangunan yang hampir semuanya berbahan kayu dan bambu. Santri Al Sabily bisa berganti-ganti, ber kurang atau bertambah, karena memang tidak ada ikatan. Santri bebas mondok dan mengikuti pelajaran secara gratis, asalkan mau menghidupi dirinya sendiri untuk makan dan sebagainya. Kalau kehabisan uang, ya numpang makan di rumah Ustadz, atau mencabut singkong di kebun. ‘’Pesantren ini memang untuk anak dhuafa. Anak orang kaya mana mau tinggal di kandang ayam kayak gitu,’’ seloroh Eman sambil menunjuk asrama santri putra. Selain mengajar santri, Ustadz Eman juga membimbing majelis taklim. Bila ada warga yang hajatan, dia pun dipanggil untuk memim pin prosesi do’a. Ia nyaris tak sempat untuk mencari nafkah yang layak buat istrinya Juanah beserta tiga anak mereka. D Edisi: 003 Tahun V/Juli 2012/Ramadhan 1433