Majalah Rangkang Demokrasi #7

Page 10

OPINI

semata,- namun hal itu lazim dalam panggung Pemilukada. Mungkin cara seperti itu yang bisa dilakukan oleh para timses maupun pendukung caloncalon tapi yang tidak sedap adalah ketika visi dan misi itu tidak sepenuhnya dijalankan alias pepesan kosong belaka. Bek gara-gara peng seritoh ribee meunyeusai limong thon (jangan karena uang seratus Ribu sesal selama lima tahun) hal itu tidak berarti sama sekali karena siapapun yang terpilih sebagai seorang pemimpin akan dapat membawa Aceh kearah yang lebih baik. Pencitraan Politik Panggung politik bukanlah ajang untuk kompetisi elite namun lebih kepada pengambilan kebijakan terhadap publik. Banyak dari Pemimpin setelah terpilih tidak menyadari bahwa terlalu “lebay� menjadikan masyarakat kecewa dan muak terhadap cara dan sikap politik tanpa adanya realisasi. Sebenarnya masyarakat hanya ingin kepastian politik bukan keputusasaan masal sehingga menjurus kepada kekecewaan terhadap pemimpin. Masyarakat cuma mengharapkan terlaksananya janji-janji masa kampanye. Namun, kenyataannya malah menjadi nihil semata. Apa lagi Pemimpin yang membanggabanggakan keberhasilan dalam progress pembangunan yang hanya menyentuh prasarana fisik. Masyarakat sebenarnya sudah jenuh dengan ketidakpastian pemimpin dalam merealisasikan janji politik masa kampanye. Ada kandidat yang pada saat kampanye mengeluarkan Air mata politiknya dan menunjukkan bahwa mereka perhatiaan kepada

10

masyarakat, namun itu hanya terjadi pada saat kampanye. Setelah terpilih pemimpin tersebut hanya mewujudkan kepentingan kelompok serta pendukungnya. Hal ini yang sebenarnya tidak demokratis karena pembangunan berjalan tidak sepenuhnya dan mungkin tidak mempunyai makna bagi masyarakat secara umum Pemimpin lupa bahwa programprogram yang dilaksanakan karena adanya pendanaaan bersumber dari APBA (Anggaran Pendapatan Belanja Aceh) atau APBK (Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten atau Kota) yang merupakan kepunyaan rakyat. Namun, kandidat yang pernah menjadi Incumben membanggakan hal tersebut sebagai pencitraan atau sebuah suksesi keberhasilan yang sebenarnya merupakan program yang mesti dijalankan oleh mereka selama menjabat sebagai

Rangkang Demokrasi | Edisi 7 | Tahun 2 | April 2012

kepala daerah di propinsi atau kabupaten/kota. Seharusnya kebanggan itu dapat dilakukan jika seorang pemimpin kreatif dengan membuat program dari hasil inovasi dan kreatifitasnya “mengail� sumber pendanaan dari sumber sumber lain tanpa harus selalu mengandalkan APBA maupun APBK. Mewujudkan Pilkada Damai Intimidasi yang selama ini terjadi merupakan sebuah rumusan bahwa demokrasi Aceh sarat dengan kekerasan serta karakter politik yang terbentuk pasca perdamaian. Padahal jelas bahwa pemaksaan pilihan politik itu mencidrai proses demokrasi yang berjalan di Aceh. Cerminan ini menggambarkan bahwa Aceh belum mampu berdemokrasi karena masih ada yang belum siap untuk menerima kekalahan maupun kemenangan. Kontes demokrasi ini sebenarnya

Ikrar pilkada damai yang dilakukan akan sia-sia jika munculnya praktik intimidasi yang selama ini sering diberitakan diberbagai media Massa dan hal ini, tidak mencerminkan sikap yang demokratis.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.