Berbagi pengalaman best practices in education dari Ibu Elizabeth Tjahjadarmawan - Zainal Abidin

Page 1

BERBAGI PENGALAMAN oleh ELIZABETH TJAHJADARMAWAN, S.SI, M.PD SMA XAVERIUS 1 JAMBI PEMENANG BEST PRACTICE GURU 2013 P2TK DIKMEN 19-21 NOV 2013 - Grand Prioritas Puncak Bogor

Pemenang Best Practice Guru 2013 P2TK Dikmen

Pemenang Best Practice Guru 2013 Bersama Bapak Aldi Mawardi, M.Pd dan Ibu Nurmaini, M.Si

1


Bersama Ibu Tati (pengawas) dari Prop Kalteng (sebelum acara Pembukaan) (miss you Maam..)

Bersama rekan-rekan guru dari Aceh; Sumbagsel, dan Kalbar (miss you all)

BEST PRACTICE PENGAWAS DAN GURU 2013 dalam Kegiatan: REVIEW DAN DISEMINASI HASIL PENULISAN BEST PRACTICE PENGAWAS SEKOLAH DALAM PELAKSANAAN TUGAS KEPENGAWASAN DAN BEST PRACTICE GURU DALAM PELAKSANAAN TUGAS PEMBELAJARAN DI SEKOLAH - 2013 Kegiatan Best Practice 2013 yang diadakan oleh Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Menengah Dirjen Pendidikan Menengah Kemendikbud Tahun 2013 dibuka pada hari Selasa, 19 Nov 2013 di Aula Hotel Grand Prioritas Puncak Bogor pada pukul 19.00 WIB. Kegiatan diikuti oleh 104 guru dan 96 pengawas yang lolos seleksi administrasi dari ribuan makalah best practice dari seluruh Indonesia. Diawali oleh sosialisasi singkat tentang best practice yang dibawakan oleh mantan Direktur P2TK Dikmen Bapak Prof Surya Darma, M.Pd, PhD

2


beliau memaparkan inti dari kegiatan dan penulisan terkait Best Practice. Berikut inti seminar singkatnya:

Bersama Prof. Surya Darma, M.Pa, M.Pd Best Practice adalah pelayanan / fungsi / proses yang sudah cocok untuk menghasilkan superior result. Dalam hal ini dampaknya sudah ada, bersifat efektif, efisien, lestari, kolaborasi, dan interaktif. Best Practice juga merupakan bestmaker yaitu metode yang konsisten yang menunjukkan hasil yang bermanfaat dan significant lalu dapat dipakai sebagai benchmark (tolok ukur). Mengapa Best Practice penting? Best Practice akan menghasilkan hal-hal sebaga berikut: 1. Longlife education 2. Perkembangan Era terkini: Digital Learning 3. Terkait keefektifan strategi pembelajaran 4. Dampak positifnya ada. Ciri khas Best Practice adalah dapat diihat dari: 1. Mudah dideteksi sejak guru masuk kelas, apakah siswa suka atau tidak. 2. Partisipasi siswa dominan 3. Increase Students Achievement terlihat jelas. 4. Adanya keberlanjutan/sustainability 5. Rasionalisasi/obyektivitas/hasil ada 6. Adanya kolaborasi dengan pihak lain 7. Tingkat kekiniannya ada (sebaiknya hindari metode yang sudah ada atau yang sudah pernah dilakukan oleh orang lain. Jadi keunikannya apa. Invention nya apa. Bagaimana kriteria untuk melihat apakah makalah yang kita tulis tergolong Best Practice? Perlu digarisbawahi bahwa best practice bukanlah action research atau PTK/PTS. Best practice adalah praktik proses pembelajaran terbaik yang telah dilakukan oleh guru dan menghasilkan hasil yang nyata dan lestari bagi siswanya. Ciri best practice sbb: 1. Inovatif 2. Bukti siswa sukses: ada 3. Bisa dilakukan oleh sekolah yang ada di daerah 4. Bisa dilakukan oleh mata pelajaran lain.

3


Bagaimana menilai best practice? Sekedar informasi, cara menilai best practice menurut informasi dari Prof. Surya Darma yaitu: A.Penilaian Administrasi a. Kerapihan ketikan: Kata Pengantar, Daftar Isi b. Ciri Khas Best Practice: inovatif, ekonomis, lestari. B.Penilaian Presentasi: Kesesuaian isi naskah dan presentasi Sistematika Penyajian Penguasaan isi tulisan yang disajikan berdasar naskah tulisan (content) Metode dan alat bantu power point yang digunakan dalam peyajian Kemampuan penalaran dan ketepatan menjawab pertanyaan dari tim penilai Sikap, percaya diri, ketepatan waktu

10 10 30 15 20 15

Jika Bapak/Ibu Guru/Pengawas ingin menulis makalah Best Practice silakan tinjau apakah point-point penting yang dirujuk di atas memenuhi atau tidak. Semoga informasi ini bermanfaat. Bagaimana cara memresentasikan makalah Anda jika Anda terpilih sebagai finalis Best Practice?

1. Buatlah power point dengan singkat padat jelas. Fokuskan pada latar belakang dan pemecahan masalah (metode) serta hasil nyata yang jelas dari best practice Anda. 2. Power point jangan melebihi 15 slide. 3. Bicara singkat padat jelas dan alur yang runut karena waktu yang disediakan bagi Anda hanyalah 15 menit termasuk tanya jawab dengan dewan juri. Jika Anda berlama -lama hingga menghabiskan 15 menit untuk presentasi maka dewan juri tidak sempat bertanya kepada Anda dan Anda akan kehilangan point penting pada bagian ini. 4. Selamat bereksplorasi melakukan Best Practice.

4


Pembelajaran Aktif yang Kaku vs yang Fleksibel Friday, 6 September 2013 (09:56) | 395 views | Print this Article

Oleh: Drs. Darliana, M.Si. Mantan Widyaiswara Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA) Kemdikbud

Darliana

Pada tahun 2001 Jepang mengadakan reformasi sistem pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikannya, agar kompetensi yang ditingkatkan pada siswa sesuai dengan yang diperlukan di abad-21. Hasil dari reformasi itu diantaranya adalah pembelajaran aktif yang kaku, seperti model-model pembelajaran dan pembelajaran dengan LKS, ditinggalkan dan diganti dengan pembelajaran aktif yang fleksibel. Pembelajaran aktif yang kaku kualitasnya rendah, sehingga tidak mampu meningkatkan kompetensi siswa yang diperlukan di abad21. Karena itu, diganti dengan pembelajaran aktif fleksibel yang kualitasnya tinggi untuk meningkatkan kompetensi siswa sesuai dengan yang diperlukan di abad-21. Banyak negara-negara lain di luar Jepang yang datang mempelajari hasil reformasi tersebut dan menggunakannya sesuai dengan keperluannya masing-masing. Dengan hasil reformasi itu, Jepang memasuki abad-21 dengan pembelajaran aktifnya yang baru. Di Indonesia pengajaran ceramah dikenal sebagai pengajaran yang berpusat pada guru, sedangkan model-model pembelajaran dan kegiatan kelompok dengan LKS sebagai pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa. Jika dikaji lebih dalam, model-model pembelajaran dan kegiatan kelompok dengan LKS itu bukan pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa, melainkan pembelajaran aktif yang berpusat pada guru. Dalam model-model pembelajaran, perubahan situasi belajar siswa (langkah-langkah pembelajaran) ditentukan oleh guru, siswa harus mengikuti perubahan situasi belajar yang telah ditentukan guru. Sedangkan dalam kegiatan kelompok dengan LKS, walaupun siswa tampak aktif belajar sendiri dalam kelompoknya dan guru tampak sebagai fasilitator, siswa harus berpikir mengikuti jalan pikiran penyusun LKS melalui sederetan pertanyaan atau titik-titik yang dituliskan dalam LKS. Karena siswa harus mengikuti guru/penyusun LKS, model-model pembelajaran dan kegiatan kelompok yang menggunakan LKS merupakan pembelajaran aktif yang berpusat pada guru. Dalam pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa, guru harus mengikuti perubahan situasi belajar yang diperlukan siswa dan mengikuti jalan pikiran siswa. Itulah paradigma pembelajaran aktif yang fleksibel. Ditinjau dari teori konstruktivis, pembelajaran dengan LKS tidak tepat dalam menerapkan teori konstruktivis. Dalam teori konstruktivis siswa harus mengkonstruk konsep (pengetahuan) sendiri, bukan dikonstrukan oleh orang lain. Dalam pembelajaran dengan LKS, penyusun LKS ikut serta mengkonstruk konsep dalam pikiran siswa melalui sederetan pertanyaan atau titik-titik isian, yang menggiring siswa untuk berpikir mengikuti jalan pikiran penyusun LKS. Dengan pertanyaan-pertanyaan atau titik-titik isian itu, siswa

5


tidak tahu mengapa ia harus mengamati sesuatu seperti yang diinstruksikan dalam LKS, tidak tahu mengapa ia harus memikirkan jawaban pertanyaan yang dituliskan dalam LKS. Yang siswa tahu hanya disuruh mengamati sesuatu seperti yang diinstruksikan dalam LKS dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam LKS. Karena itu, konsep yang terbentuk dalam pikiran siswa merupakan konsep yang dangkal dan keterampilan berpikirnya kurang ditingkatkan. Dalam pembelajaran aktif fleksibel, guru dengan pertanyaan utamanya yang terbuka dan pertanyaan-pertanyaan lisannya yang mengikuti jawaban siswa, hanya membantu siswa dalam mengungkapkan segenap pengetahuan dan wawasan yang dimiliki siswa, agar siswa dapat mengkonstruk konsep sendiri. Dengan cara itu, siswa harus menentukan sendiri apa yang harus diamatinya, mengapa harus diamatinya, apa yang harus dipikirkannya, mengapa harus dipikirkannya, dan bagaimana dipikirkannya. Karena itu, konsep yang terbentuk dalam pikiran siswa merupakan konsep yang mendalam dan keterampilan berpikirnya ditingkatkan lebih tinggi daripada yang menggunakan LKS. Dalam pembelajaran aktif fleksibel, kegiatan pembelajaran terdiri atas kegiatan klasikal dialog mendalam, kegiatan kelompok tanpa LKS, dan kegiatan individual. Masing-masing jenis kegiatan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri. Kegiatan klasikal dialog mendalam efektif dalam meningkatkan sikap-sikap tertentu, minat belajar, keterampilan berpikir tingkat tinggi, dan penguasaan konsep yang mendalam, tetapi tidak meningkatkan psikomotor dan sikap kolaboratif atau kooperatif siswa. Kegiatan kelompok siswa tanpa LKS efektif dalam meningkatkan sikap kolaboratif atau kooperatif siswa, psikomotor, dan keterampilan berpikir, tetapi kurang efektif dalam meningkatkan minat belajar siswa dan penguasaan konsep yang mendalam. Karena setiap jenis kegiatan pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan dalam meningkatkan kompetensi siswa, kegiatan pembelajaran aktif fleksibel divariasikan antara tiga jenis kegiatan tersebut. Perbedaan pembelajaran aktif yang kaku dengan pembelajaran aktif fleksibel antara lain sebagai berikut. Pembelajaran Aktif yang Kaku

Pembelajaran Aktif yang Fleksibel

Kegiatan kelompok dengan LKS

Kegiatan kelompok tanpa LKS, kegiatan klasikal

dan model-model pembelajaran.

dialog mendalam, dan kegiatan individual.

Siswa harus mengikuti perubahan situasi belajar

Guru harus mengikuti perubahan situasi belajar yang

(langkah-langkah pembelajaran) yang telah

diperlukan siswa.

ditetapkan guru. Guru/Penyusun LKS ikut serta mengkonstruk

Guru tidak boleh ikut serta mengkonstruk konsep

konsep dalam pikiran siswa melalui sederetan

dalam pikiran siswa. Guru hanya membantu siswa

pertanyaan atau titik-titik isian dalam LKS yang

dalam mengungkapkan segenap pengetahuan dan

menggiring siswa berpikir mengikuti proses berpikir wawasan yang dimiliki siswa melalui pertanyaanpenyusun LKS.

pertanyan yang mengikuti jawaban siswa, agar siswa dapat mengkonstruk konsep sendiri.

Rencana pembelajaran merupakan rencana yang

Rencana pembelajaran hanya merupakan perkiraan

pasti, karena siswa harus mengikuti perubahan

mengenai situasi pembelajaran yang riil yang akan

situasi belajar yang telah ditetapkan guru dan

dilaksanakan guru, karena guru harus mengikuti

proses berpikir yang telah ditetapkan dalam LKS.

perubahan situasi belajar yang diperlukan siswa dan proses berpikir yang digunakan siswa.

Pelaksanaan pembelajaran harus sama dengan

Jika diperlukan siswa, pelaksanaan pembelajaran

yang direncanakan dalam RPP, tidak boleh diubah. boleh diubah, walaupun tidak sama dengan yang direncanakan dalam RPP.

6


Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang

Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang

kompleks dan kaku.

fleksibel.

Sulit disesuaikan dengan berbagai kondisi sekolah

Mudah disesuaikan dengan berbagai kondisi sekolah

dan siswa di Indonesia.

dan siswa di Indonesia.

Relatif sulit dilaksanakan dalam pembelajaran

Relatif mudah dilaksanakan dalam pembelajaran

sehari-hari di sekolah, karena berbeda jauh dengan sehari-hari di sekolah, karena dekat dengan kebiasaan guru mengajar dan harus menggunakan kebiasaan guru mengajar dan dapat menggunakan alat/media tertentu.

alat/media apa saja yang ada di sekolah atau di lingkungan sekolah.

Perbedaan Mindset pada Pembelajaran Aktif Antara Indonesia dengan Jepang Sunday, 8 December 2013 (16:41) | 332 views | Print this Article

Oleh: Drs. Darliana, M.Si. Mantan Widyaiswara Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA) Kemdikbud

Darliana

Pandangan tentang pembelajaran aktif yang efektif dan berkualitas antara Indonesia dan Jepang terbentuk berdasarkan pada perbedaaan pandangan terhadap siswa. Dalam pandangan umumnya pakar pembelajaran di Indonesia, termasuk tim pengembang kurikulum 2013, siswa itu seperti barang. Barang yang sama jika diproses dengan cara yang sama akan menghasilkan produk yang sama. Pemrosesan yang sama yang dilaksanakan terhadap barang yang sama itu di hari ini, besok atau tahun depan, di kota atau di desa akan menghasilkan produk yang sama. Dalam pandangan ini, rencana dan pelaksanaan pembelajaran untuk siswa di setiap kelas yang sama dapat dibuat sama. Misalnya rencana pembelajaran untuk kelas 7 di suatu SMP di suatu kota dapat digunakan di kelas 7 SMP yang lain di kota tersebut, dapat digunakan di kelas 7 SMP di pedesaan, dan dapat digunakan untuk tahun ini atau untuk tahun depan. Pandangan tersebut tampak pada buku wajib untuk guru kurikulum 2013. Buku wajib untuk guru berisi cara membelajarkan siswa untuk setiap topik yang wajib diajarkan.

7


Dalam pandangan para pakar pembelajaran di Kemdikbud cara membelajarkan siswa pada buku itu dapat digunakan di kota, di desa, dan di mana saja di seluruh wilayah Indonesia, dapat digunakan hari ini, minggu depan, dan kapan saja guru mau mengunakannya, hasil belajar siswanya akan sama. Pandangan tersebut tidak membedakan karakteristik dan kompetensi setiap siswa, semua siswa dianggap sama karakteristik dan kompetensinya. Walaupun dalam teori pembelajaran kita mengenal adanya perbedaan karakteristik dan kompetensi setiap individu siswa, sehingga harus ada perlakuan yang berbeda, tetapi dalam praktiknya teori itu tidak pernah digunakan. Buktinya adalah cara membelajarkan siswa pada buku wajib untuk guru yang harus digunakan oleh setiap guru, bukti lainnya adalah RPP yang kita buat yang harus ditandatangani kepala sekolah dan disimpan untuk digunakan lagi di tahun depan atau untuk digunakan oleh guru yang lain. LKS yang sama untuk setiap siswa dalam satu kelas juga merupakan bukti bahwa teori perbedaan karakteristik individu siswa itu dalam pelaksanaannya tidak pernah digunakan. Dalam pandangan para pakar pembelajaran di Jepang, siswa adalah makhluk hidup yang senantiasa berubah dari waktu ke waktu, dari hari ke hari kompetensi siswa akan meningkat. Karakteristik dan kompetensi siswa pada kelas yang berbeda, walaupun tingkat kelasnya sama, akan berbeda. Karena itu pembelajaran untuk siswa kelas 7A di suatu SMP harus berbeda dengan untuk siswa kelas 7B SMP tersebut, apalagi jika berbeda SMP atau berbeda daerah, karena harus disesuaikan dengan karakteristik dan kompetensi yang sudah dimiliki siswa. Dengan demikian, rencana pembelajaran tidak dapat dibuat oleh seorang guru atau sekelompok pakar pembelajaran untuk digunakan di setiap sekolah di kota atau di desa, karena akan berbeda karakteristik dan kompetensi siswanya. Dalam pandangan ini hanya guru yang dapat merencanakan dan melaksanakan pembelajaran untuk kelas yang menjadi tanggung-jawabnya, karena hanya guru itulah yang mengetahui karakteristik dan kompetensi siswa pada kelas tersebut. Guru yang lain yang tidak mengenal karakteristik dan kompetensi siswa kelas tersebut tidak dapat membuatkan rencana pembelajaran bagi guru tersebut. Rencana pembelajaran yang telah digunakan untuk membelajarkan siswa di suatu kelas tidak akan dapat digunakan lagi, karena siswa yang akan dihadapinya nanti akan memiliki karakteristik dan kompetensi yang berbeda dengan siswa yang telah dibelajarkannya. Hal itu mengindikasikan bahwa guru-guru di Jepang sangat memperhatikan perbedaan karakteristik dan kompetensi siswa di setiap kelas. Teori mengenai perbedaan karakteristik dan kompetensi individu siswa benar-benar diterapkan dalam pembelajarannya, bukan hanya sekedar teori yang hanya dibaca dan diajarkan pada saat diklat guru-guru. Di Indonesia, RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran) harus disusun mengikuti format yang kompleks yang telah ditentukan oleh Kemdikbud, jika tidak mengikuti format dari Kemdikbud atau jika tidak menggunakan tata-bahasa RPP yang baik dan benar, RPP itu akan dianggap salah. Kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, dan berbagai item lainnya harus dituliskan dalam RPP. RPP wajib dibuat oleh guru dan ditandatangani oleh Kepala sekolah, serta akan diperiksa oleh pengawas. Karena itu, RPP yang telah dibuatnya harus disimpan baik-baik untuk dilaporkan, digunakan oleh guru yang lain, atau untuk digunakan pada tahun depan. Di Jepang, guru tidak diwajibkan untuk membuat rencana pembelajaran, tetapi setiap guru di Jepang akan selalu membuat rencana pembelajarannya. Dalam menyusun rencana pembelajarannya, guru di Jepang hanya menuliskan tujuan pembelajaran dan apa yang akan dilaksanakannya dalam pembelajarannya nanti. Rencana pembelajaran itu hanya untuk diingatnya sendiri, kemudian dilaksanakan di kelas atau di luar kelas. Selesai melaksanakan pembelajaran, rencana pembelajaran itu dimasukkan ke kotak sampah, karena tidak akan dapat digunakan lagi di kelas yang lain atau pada waktu yang akan datang. Kepala sekolah dan pengawas tidak akan memeriksa rencana pembelajaran guru, tetapi yang akan diperiksanya adalah bagaimana guru itu melaksanakan pembelajaran di kelas dan bagaimana hasil belajar siswanya.

8


Dalam menuliskan kegiatan inti pembelajaran pada RPP, tim pengembang kurikulum 2013 dan guru-guru di Indonesia hanya akan menuliskan garis besar pembelajaran dengan beberapa langkah pembelajaran, tetapi bagaimana guru mengisi setiap langkah pembelajaran itu tidak dijelaskan. Berbeda dengan di Indonesia, jika guru di Jepang diminta menuliskan kegiatan inti pembelajaran akan dituliskannya fenomena apa yang akan ditampilkannya, pertanyaan yang akan diajukannya, pada bagian mana pembelajaran akan sulit dipahami siswa dan pada bagian mana yang akan mudah dipahami siswa, jika jawaban siswa menyimpang dari dugaannya apa yang harus dilakukannya, bagaimana membelajarkan siswa yang lebih dan bagaimana membelajarkan siswa yang lemah, dan lain-lain. Dalam pelaksanaannya guru di Indonesia akan dianggap berhasil melaksanakan pembelajaran dengan baik, jika pembelajaran yang dilaksanakannya tepat sama dengan yang dituliskan pada RPP. Guru di Jepang tidak akan terlalu mengikuti rencana pembelajarannya. Jika di tengah pembelajaran itu guru memandang perlu untuk mengubah pembelajarannya sesuai yang dibutuhkan siswa, guru itu akan mengubah pembelajarannya, walaupun tidak sesuai dengan yang dituliskan pada rencana pembelajarannya. Pandangan umumnya pakar dan tim pengembang kurikulum 2013 di Indonesia adalah keberhasilan pembelajaran sangat bergantung pada administrasi (rencana) pembelajaran. Jika pembelajaran sudah dibuat dengan baik dan benar, maka pelaksanaan pembelajarannya akan berhasil. Karena itu, Diklat-diklat guru, termasuk diklat implementasi kurikulum 2013 akan dipenuhi dengan teori, pendalaman materi, dan penyusunan administrasi pembelajaran, sedangkan praktiknya cukup satu atau dua kali saja. Pandangan para pakar di Jepang adalah keberhasilan pembelajaran bergantung pada keterampilan guru membelajarkan siswanya. Karena itu, Lesson Study digalakkan di Jepang. Dalam Lesson Study, seorang guru model dari sekelompok guru membuat rencana pembelajaran, melaksanakan pembelajaran untuk diamati oleh guru-guru yang lain, dan merefleksi pembelajarannya. Lesson study lebih menekankan pada bagaimana guru harus meningkatkan keterampilan melaksanakan pembelajarannya, bukan pada bagaimana guru harus meningkatkan keterampilan menyusun administrasi pembelajarannya. Karena mindset para pakar pembelajaran di Kemdikbud dan tim pengembang kurikulum 2013 seperti itu, Kemdikbud mengeluarkan buku wajib yang harus digunakan oleh semua guru di negeri ini. Dengan buku itu, setiap guru di kota, di desa, atau di manapun guru itu berada harus melaksanakan pembelajaran yang sama yang telah disusun oleh Kemdikbud. Melalui buku wajib untuk guru, Kemdikbud mengendalikan semua guru di negeri ini dalam melaksanakan pembelajarannya. Di Jepang buku wajib untuk guru seperti itu tidak ada, karena setiap guru harus merencanakan pembelajarannya yang harus disesuaikan dengan karakteristik dan kompetensi siswa yang akan dibelajarkannya. Guru-guru di Jepang jauh lebih apik dan lebih teliti dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajarannya dibandingkan dengan di Indonesia. Dengan pembelajaran yang disusun dan dilaksanakan seperti itu, guru-guru di Jepang mampu menempatkan siswa-siswanya dalam peringkat lima terbaik di dunia dalam TIMMS dan PISA. Bagaimana dengan di Indonesia yang guru-gurunya harus melaksanakan pembelajaran yang tertulis pada buku wajib untuk guru? Jika Kemdikbud ingin berhasil mengimplementasikan kurikulum 2013, tim pengembang kurikulum 2013 harus mengubah mindset-nya sebelum mengubah mindset guru.

9


Kamis, 24 Oktober 2013

Pengantar Pembelajaran Aktif Abad 21 Oleh: Darliana

Pembelajaran aktif abad 21 adalah pembelajaran aktif yang bersifat dinamik dan fleksibel. Di Jepang pembelajaran aktif ini merupakan hasil reformasi dari pembelajaran aktif yang kaku, yaitu pembelajaran aktif yang menggunakan langkah-langkah pembelajaran (model-model pembelajaran) dan pertanyaanpertanyaan prosedural (pertanyaan-pertanyaan pada LKS). Pembelajaran aktif yang kaku kurang dapat meningkatkan kompetensi siswa lebih tinggi, karena kegiatan belajar siswa ditetapkan oleh guru melalui langkah-langkah pembelajaran dan pertanyaan-pertanyaan prosedural. Siswa kurang diberi kebebasan untuk berpikir dan berbuat menurut jalan pikiran dan kemampuannya sendiri. Akibatnya siswa kurang mampu untuk berinisiatif sendiri dan mengarahkan dirinya sendiri, serta pembelajarannya kurang meningkatkan keterampilan berpikir, penguasaan konsep yang mendalam, dan psikomotor siswa. Dua aspek penting dari perubahan pembelajaran aktif itu (pergeseran paradigma pembelajaran abad 21) adalah sebagai berikut. 1. Perubahan pembelajaran aktif dari pembelajaran yang statik (yang mengharuskan siswa mengikuti langkah-langkah pembelajaran yang ditentukan guru) ke pembelajaran aktif yang dinamik (guru mengikuti perubahan situasi belajar yang diperlukan siswa). 2. Perubahan pembelajaran aktif dari pembelajaran yang kaku (yang mengharuskan siswa berpikir mengikuti pertanyaan-pertanyaan prosedural yang telah ditetapkan guru) ke pembelajaran aktif yang fleksibel (guru mengikuti proses berpikir siswa). Pergeseran Paradigma Pembelajaran Aktif Abad 21 Pembelajaran Aktif Abad 20 Kegiatan pembelajaran mengikuti modelmodel pembelajaran dan pembelajaran yang menggunakan LKS. Perubahan situasi belajar siswa ditetapkan oleh guru melalui langkah-langkah pembelajaran. (Pembelajaran yang statik) Pertanyaan-pertanyaan prosedural menuntun siswa untuk berpikir mengikuti jalan pikiran guru atau penyusun LKS. Siswa mengkonstruk konsep dengan bantuan guru atau penyusun LKS. (Pembelajaran yang kaku)

Pembelajaran Aktif Abad 21 Kegiatan pembelajaran terdiri dari kegiatan klasikal dialog (tanya-jawab) mendalam, kegiatan kelompok praktik tanpa LKS, dan kegiatan individual. Perubahan situasi belajar siswa ditentukan oleh siswa, guru harus mengikuti perubahan situasi belajar yang diperlukan siswa. (Pembelajaran yang dinamik) Pertanyaan-pertanyaan susulan setelah siswa menjawab pertanyaan hanya membantu mengungkapkan segenap pengetahuan dan wawasan yang dimiliki siswa, agar siswa dapat mengkonstruk konsep sendiri. (pembelajaran yang fleksibel)

10


Melalui instruksi dan pertanyaan dari guru, siswa diberitahu mengenai variabel yang harus diamati, cara merangkaikan alat, cara melakukan percobaan, sampai pengolahan datanya. Efektivitas dan kualitas pembelajaran diyakini lebih bergantung pada rencana pelaksanaan pembelajaran dan teknik pembelajaran (langkah-langkah pembelajaran dan penggunaan LKS). (Pembelajaran yang statik)

Melalui pertanyaan dialog pra-praktik, siswa dilatih untuk mampu menentukan sendiri variabel yang harus diamatinya, cara merangkaikan alat, melakukan percobaan, sampai cara mengolah datanya. Efektivitas dan kualitas pembelajaran diyakini lebih bergantung pada kegiatan autentik antara guru dan siswa selama pembelajaran berlangsung. (Pembelajaran yang dinamik)

Rencana pembelajaran merupakan rencana yang pasti, karena harus mengikuti langkahlangkah pembelajaran dan proses berpikir yang ditetapkan guru.

Rencana pembelajaran hanya merupakan perkiraan mengenai situasi pembelajaran yang riil yang akan dilaksanakan guru.

Pelaksanaan pembelajaran harus tepat sama dengan rencana pembelajaran.

Dalam pelaksanannya guru boleh mengubah pembelajaran sesuai dengan keperluan siswa, walaupun tidak sama dengan yang direncanakan.

11


Minggu, 13 Oktober 2013

Model-model Pembelajaran vs Pembelajaran yang Dinamik dan Fleksibel Oleh: Darliana 1. Pandangan Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas Umumnya para pendidik (di perguruan tinggi, sekolah, dan lembaga lain) di Indonesia memiliki keyakinan bahwa pembelajaran yang efektif dan berkualitas adalah pembelajaran yang menggunakan model-model pembelajaran dan LKS (Lembar Kerja Siswa). Karena begitu banyaknya model-model pembelajaran, banyak para pendidik yang menyarankan agar pembelajaran sehari-hari bervariasi dari suatu model pembelajaran ke model pembelajaran yang lainnya. Variasi tersebut disesuaikan dengan bahan pelajaran yang akan diajarkan dan faktorfaktor lainnya. Di samping itu sebagian pendidik di Indonesia meyakini bahwa setiap pembelajaran aktif harus selalu menggunakan LKS, sehingga LKS dianggap sebagai bagian dari RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Sebenarnya LKS bukan bagian dari RPP, melainkan hanya merupakan perangkat pembelajaran yang dapat digunakan dan dapat juga tidak digunakan dalam pembelajaran. Guruguru di Jepang tidak menggunakan LKS, tetapi pembelajarannya mampu menempatkan siswa-siswanya dalam peringkat lima terbaik di dunia dalam TIMMS dan PISA. Hal itu mengindikasikan bahwa pembelajaran tanpa LKS jauh lebih efektif dan berkualitas daripada pembelajaran yang menggunakan LKS. Karena pembelajaran aktif yang dikenal di Indonesia adalah model-model pembelajaran dengan pembelajaran yang selalu menggunakan LKS, peningkatan kompetensi siswa mengandalkan langkah-langkah pembelajaran dan LKS. Berbeda dengan di Indonesia, di Jepang peningkatan kompetensi siswa tidak mengandalkan langkah-langkah pembelajaran. Pendapat mengenai pembelajaran yang efektif di Jepang dapat kita ketahui dari pernyataan JICA (2009) sebagai berikut. Banyak guru di Indonesia, dan kemungkinan besar semua tenaga pengajar universitas, memiliki berbagai pengetahuan mengenai “model mengajar” tertentu yang penuh dengan “langkah” atau “format”. Sebenarnya, kemampuan untuk memperkirakan situasi pembelajaran yang riil merupakan konsep yang lebih penting daripada “model-model” khusus tersebut. Pembelajaran di Jepang umumnya terbagi dalam 2 bagian, yaitu pembelajaran klasikal dialog mendalam pada setengah pertemuan pertama dan kegiatan praktik kelompok pada kira-kira setengah pertemuan berikutnya. Walaupun terbagi dalam dua bagian, tetapi masing-masing bagian umumnya digunakan untuk mengajarkan konsep yang berbeda atau bagian kedua digunakan untuk memperkuat pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajarinya di setengah pertemuan pertama. Pembelajaran ini tidak dapat disebut sebagai model pembelajaran, karena tidak ada langkah-langkah pembelajarannya seperti yang kita jumpai dalam model-model pembelajaran. Di samping itu, pembelajaran tersebut selalu digunakan dalam pembelajaran sehari-hari. Jadi tidak ada variasi pembelajaran seperti yang disarankan di Indonesia. Pembelajaran tanpa langkahlangkah pembelajaran ini, tentu saja keefektifannya tidak mengandalkan langkahlangkah pembelajaran, melainkan pada keterampilan guru dalam melaksanakan pembelajaran. 2. Model-model Pembelajaran vs Pembelajaran Aktif Dinamik dan Fleksibel

12


Pada model-model pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran umumnya berupa perubahan kegiatan belajar yang melibatkan kegiatan fisik siswa. Perubahan pembelajaran yang berupa langkah-langkah pembelajaran itu sudah ditetapkan, sehingga membentuk model pembelajaran. Pada pembelajaran ini waktu pembelajaran sudah dibagi-bagi dalam langkah-langkah pembelajaran dan siswa harus mengikuti langkah-langkah itu dari awal sampai akhir. Walaupun dalam pembelajaran ini ada perubahan kegiatan belajar siswa, tetapi perubahan tersebut bukanlah perubahan alami yang mengikuti perubahan situasi belajar siswa, melainkan perubahan yang sudah ditetapkan oleh guru. Dengan demikian pembelajaran tersebut bukan merupakan pembelajaran yang dinamik, melainkan pembelajaran yang statik, karena itu siswa tidak memiliki kebebasan dalam menentukan perubahan situasi belajarnya. JICA (2009) menyatakan bahwa “Pembelajaran yang baik saat ini tidak lagi bergantung pada teknik pengajaran, namun lebih membutuhkan kemampuan guru untuk menerima siswa sebagai seorang manusia yang bebas, dan juga kepekaan guru terhadap situasi pembelajaran siswa yang terus menerus berubah waktu demi waktu selama kelas berlangsung. Tidak seperti teknik pengajaran, hal-hal tersebut tidak mudah untuk dipenuhi�. Dalam pembelajaran aktif yang dinamik dan fleksibel, langkah-langkah pembelajaran tidak ditetapkan seperti pada model-model pembelajaran, karena harus dinamik, yaitu mengikuti perubahan situasi belajar yang diperlukan siswa selama pembelajaran berlangsung. Umumnya perubahan kegiatan belajar dalam pembelajaran aktif yang dinamik tidak berupa kegiatan fisik, melainkan kegiatan mental (pikiran). Dalam pembelajaran aktif yang dinamik siswa memiliki kebebasan untuk mengubah situasi belajarnya. Namun seperti yang dikemukakan oleh JICA, tidak mudah untuk dapat mengikuti perubahan situasi belajar siswa itu. Karena itu, Lesson studydigunakan untuk meningkatkan kompetensi guru dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Referensi: JICA. 2009. Panduan untuk Lesson Study Berbasis MGMP dan Lesson Study Berbasis Sekolah. Kemendiknas, Depag, dan Internasional Development Center of Japan.

Minggu, 29 September 2013

Kompetensi Siswa Abad 21 dan Kegiatan Pembelajaran Aktifnya Oleh: Darliana

Pada abad-21 ini pembelajaran aktif sudah selayaknya beralih ke pembelajaran aktif yang sesuai dengan kompetensi yang harus ditingkatkan pada siswa di abad21. Sudah bukan zamannya lagi membimbing dan mengarahkan siswa dengan langkah-langkah pembelajaran atau pertanyaan-pertanyaan prosedural. Di abad-21 ini siswa harus belajar berinisiatif dan mengarahkan dirinya sendiri. Berikut ini kegiatan-kegiatan pembelajaran aktif dan fungsinya dalam meningkatkan kompetensi siswa di abad-21.

13


Menurut Partnership for 21st Century Skills (2013) kompetensi yang perlu ditingkatkan pada siswa di abad-21 adalah sebagai berikut. 1. Materi inti, yang antara lain adalah kesadaran global, literasi kesehatan, dan literasi lingkungan. Catatan: Karena materi ini merupakan bahan pelajaran yang terkait langsung dengan konsep-konsep yang terdapat pada kompetensi dasar. Peningkatan kompetensi ini tidak dibahas dalam kegiatan pembelajaran aktif berikut ini. 2. Keterampilan Belajar dan Berinovasi, yaitu keterampilan berkreasi dan berinovasi, berpikir kritis dan menyelesaikan masalah, berkomunikasi dan berkolaborasi. 3. Keterampilan teknologi informasi dan media, yaitu literasi informasi, literasi media, dan literasi ICT. 4. Keterampilan hidup dan karir, yaitu kemampuan untuk bersikap fleksibel dan beradaptasi, inisiatif dan mengarahkan diri sendiri, keterampilan sosial dan antar budaya, akuntabel dan produktif, kepemimpinan dan tanggung jawab. Berdasarkan kompetensi yang dibutuhkan siswa tersebut, kegiatan pembelajaran aktifnya adalah sebagai berikut. Kegiatan Pembelajaran Kegiatan Individual: Siswa mempelajari informasi dari media cetak atau elektronik.

Kompetensi Abad 21  keterampilan teknologi informasi dan media;  berpikir kritis  inisiatif dan mengarahkan diri sendiri.

Kegiatan klasikal dialog mendalam  (antara guru dengan setiap siswa):  Siswa belajar menyelesaikan masalah secara  nalar.  

berpikir kritis dan menyelesaikan masalah; bersikap fleksibel dan beradaptasi; inisiatif dan mengarahkan diri sendiri; keterampilan sosial dan antar budaya. Berkomunikasi

Kegiatan klasikal dialog mendalam pra praktik (antara guru dengan setiap kelompok siswa):  Siswa belajar membentuk gagasan mengenai apa yang akan dilakukannya dengan alat dan bahan untuk menjawab masalah 

berpikir kritis dan menyelesaikan masalah; berkreasi dan berinovasi akuntabel dan produktif; bersikap fleksibel dan beradaptasi; kepemimpinan dan tanggung jawab berkomunikasi dan berkolaborasi

Kegiatan Kelompok Praktik Tanpa LKS:  Siswa belajar menyelesaikan masalah secara  empirik    

berpikir kritis dan menyelesaikan masalah; bersikap fleksibel dan beradaptasi; inisiatif dan mengarahkan diri sendiri; keterampilan sosial dan antar budaya; kepemimpinan dan tanggung jawab. berkomunikasi dan berkolaborasi.

Kegiatan pembelajaran yang dituliskan pada matriks di atas baru merupakan kegiatan pembelajaran yang dapat memberi peluang pada guru untuk meningkatkan kompetensi siswa yang dituliskan pada kolom di sampingnya.

14


Dalam praktiknya bergantung pada keterampilan guru dalam memanfaatkan peluang-peluang yang muncul untuk meningkatkan kompetensi siswa tersebut. Penting bagi guru untuk terampil mengidentifikasi interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa, kegiatan siswa, respon siswa, dan jenis aktivitas guru dan siswa yang lainnya yang memberi peluang pada guru untuk meningkatkan kompetensi siswa sesuai dengan peluang yang muncul. Walaupun dari jenis-jenis kegiatan pada matriks di atas ada kompetensi yang ditingkatkan pada dua atau tiga jenis kegiatan, tetapi jenis dan kualitas kompetensi itu berbeda, karena masing-masing kegiatan memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Karena itu, semua jenis kegiatan itu diperlukan untuk meningkatkan kompetensi siswa. Contohnya peningkatan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan mendalam ditingkatkan lebih tinggi pada kegiatan klasikal dialog mendalam dibandingkan dengan kegiatan kelompok. Disamping keperluan tersebut, susunan kegiatan pembelajaran dari kegiatan mempelajari media cetak atau elektronik sampai kegiatan praktik kelompok membuat siswa memahami bahwa ada pengetahuan yang harus dicari dari informasi orang lain, ada masalah yang dapat diselesaikan secara nalar, dan ada masalah yang penyelesaiannya memerlukan data empirik. Dengan cara itu mereka memahami bagaimana kegiatan belajar sebaiknya dilaksanakan. Referensi: Partnership for 21st Century Skills.2013. Framework for 21st Century Learning. (http://www.p21.org/overview/skills-framework) diakses tanggal 21 September 2013.

Selasa, 01 Oktober 2013

Kualitas Pembelajaran Aktif yang Berpusat pada Guru dan pada Siswa Oleh: Darliana Dari teori-teori pembelajaran, seperti teori konstruktivis, dapat kita ketahui bahwa salah satu penentu tinggi-rendahnya kualitas pembelajaran aktif adalah tingkat aktivitas siswa dalam belajarnya. Tinggi-rendahnya kompetensi yang ditingkatkan pada siswa bergantung pada kualitas pembelajaran. Makin tinggi kualitas pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran, makin tinggi kompetensi yang ditingkatkan pada siswa. A. Pembelajaran Aktif yang Berpusat pada Guru Pembelajaran aktif yang berpusat pada guru adalah pembelajaran yang menuntun siswa untuk berbuat atau berpikir mengikuti sederetan langkah pembelajaran atau pertanyaan prosedural dari guru. Dalam pembelajaran ini, siswa tidak diberi kebebasan untuk menentukan langkah-langkah belajarnya sendiri atau berpikir mengikuti jalan pikirannya sendiri, melainkan harus belajar mengikuti langkahlangkah pembelajaran yang ditetapkan guru dan berpikir mengikuti jalan pikiran guru atau penyusun LKS (Lembar Kerja Siswa). Pembelajaran aktif tersebut kurang meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, metakognisi, kemampuan

15


mengarahkan dirinya sendiri, dan penguasaan konsep yang mendalam, karena selalu diarahkan dan dituntun oleh guru. Karena itu, pembelajaran aktif yang berpusat pada guru kualitasnya rendah. Dalam model-model pembelajaran, siswa diharuskan belajar mengikuti langkahlangkah pembelajaran (perubahan situasi belajar siswa) yang sudah ditetapkan guru. Sedangkan pembelajaran dengan LKS mengharuskan siswa untuk berpikir mengikuti jalan pikiran penyusun LKS melalui sederetan pertanyaan prosedural dalam LKS. Karena harus selalu mengikuti guru atau penyusun LKS, model-model pembelajaran dan pembelajaran yang menggunakan LKS merupakan pembelajaran aktif yang berpusat pada guru dan merupakan pembelajaran aktif yang kualitasnya rendah. Tim akhli JICA (2009) menyatakan bahwa banyak guru di Indonesia, dan kemungkinan besar semua tenaga pengajar universitas, memiliki berbagai pengetahuan mengenai “model mengajar” tertentu yang penuh dengan “langkah” atau “format”. Sebenarnya, kemampuan untuk memperkirakan situasi pembelajaran yang riil merupakan konsep yang lebih penting daripada “modelmodel” khusus tersebut. Ditinjau dari teori konstruktivis, pembelajaran yang menggunakan LKS tidak tepat dalam menerapkan teori konstruktivis. Dalam teori konstruktivis siswa harus mengkonstruk konsep (pengetahuan) sendiri, bukan dikonstrukan oleh orang lain. Dalam pembelajaran dengan LKS, penyusun LKS ikut serta mengkonstruk konsep dalam pikiran siswa melalui sederetan pertanyaan atau titik-titik isian, yang menggiring siswa untuk berpikir mengikuti jalan pikiran penyusun LKS. Dengan pertanyaan-pertanyaan atau titik-titik isian itu, siswa tidak tahu mengapa ia harus mengamati sesuatu seperti yang diinstruksikan dalam LKS, tidak tahu mengapa ia harus memikirkan jawaban pertanyaan yang dituliskan dalam LKS. Yang siswa tahu hanya disuruh mengamati sesuatu seperti yang diinstruksikan dalam LKS dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam LKS. Karena itu, konsep yang terbentuk dalam pikiran siswa merupakan konsep yang dangkal dan keterampilan berpikirnya kurang ditingkatkan. B. Pembelajaran Aktif yang Berpusat pada Siswa Pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa adalah pembelajaran aktif yang memberi kebebasan pada siswa untuk mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri, menentukan langkah-langkah pembelajarannya sendiri, dan berpikir mengikuti jalan pikirannya sendiri, tidak diarahkan dan dituntun oleh guru. Guru hanya membantu siswa dalam mengungkapkan segenap pengetahuan dan wawasan yang dimiliki siswa, agar siswa dapat mengarahkan dirinya sendiri dan mengkonstruk konsep sendiri. Pembelajaran aktif itu merupakan pembelajaran aktif yang dinamik dan fleksibel, karena pembelajarannya luwes, mengikuti perubahan situasi belajar yang diperlukan siswa dan mengikuti jalan pikiran siswa, tidak serba ditentukan dan diarahkan guru. Dalam pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa, guru dengan pertanyaan awalnya yang terbuka dan pertanyaan-pertanyaan susulannya yang mengikuti jawaban siswa, hanya membantu siswa dalam mengungkapkan segenap pengetahuan dan wawasan yang dimiliki siswa, agar siswa dapat mengkonstruk konsep sendiri. Dengan cara itu, siswa harus menentukan sendiri apa yang harus diamatinya, mengapa harus diamatinya, apa yang harus dipikirkannya, mengapa

16


harus dipikirkannya, dan bagaimana dipikirkannya. Karena itu, konsep yang terbentuk dalam pikiran siswa merupakan konsep yang mendalam dan keterampilan berpikir dan metakognisinya ditingkatkan lebih tinggi daripada yang menggunakan LKS.

Referensi: JICA. 2009. Panduan untuk Lesson Study Berbasis MGMP dan Lesson Study Berbasis Sekolah. Kemendiknas, Depag, dan Internasional Development Center of Japan. Rabu, 25 September 2013

Kegiatan Pembelajaran Aktif yang Dinamik dan Fleksibel Oleh: Darliana

A. Jenis Kegiatan PADF (Pembelajaran Aktif yang Dinamik dan Fleksibel) PADF merupakan pembelajaran aktif yang diadaptasi dari pembelajaran aktif di Jepang. Pembelajaran aktif ini cocok untuk digunakan di Indonesia, karena pembelajaran aktif ini luwes (fleksibel) mudah disesuaikan dengan berbagai kondisi sekolah, siswa, dan guru di Indonesia, memenuhi tuntutan kurikulum 2013, dan memenuhi peningkatan kompetensi yang dibutuhkan siswa pada abad21. Kegiatan PADF terdiri atas empat jenis kegiatan pembelajaran, yaitu kegiatan individual (diskusi antara 2 siswa), kegiatan klasikal dialog (tanya-jawab) antara guru dengan semua siswa dalam satu kelas, kegiatan klasikal dialog pra-praktik, dan kegiatan kelompok (3 atau 4 siswa per kelompok). Jenis-jenis kegiatannya adalah sebagai berikut. 1. Kegiatan Individual Kegiatan individual merupakan kegiataan masing-masing siswa, agar kegiatan itu berjalan lebih baik dapat dilaksanakan dengan dialog antara 2 siswa. Bentuk kegiatan: Siswa mencari dan mempelajari informasi dari media cetak atau elektronik. Pelaksanaan: Siswa diminta mencari informasi dari media cetak atau elekrtonik mengenai konsep-konsep yang tertentu yang harus dipelajarinya berdasarkan kata kunci dari guru. 2. Kegiatan Klasikal Dialog Mendalam Kegiatan klasikal dialog mendalam merupakan kegiatan tanya-jawab antara guru dengan semua siswa dalam satu kelas. Bentuk kegiatan: Siswa menyelesaikan masalah secara nalar Pelaksanaan:  Guru mendemonstrasikan atau menayangkan fenomena.

17


Guru mengajukan masalah awal.  Guru melaksanakan tanya-jawab yang mendalam dengan seluruh siswa, sampai masalah awal terjawab oleh siswa dengan benar dan mendalam, 

3. Kegiatan Klasikal Dialog Pra-praktik Kegiatan ini merupakan kegiatan tanya-jawab antara guru dengan setiap kelompok siswa Bentuk kegiatan: Siswa mengkonstruk gagasan untuk penyelesaian masalah secara empirik. Pelaksanaan:  Guru atau siswa menyediakan alat dan bahan praktik  Guru mengajukan masalah yang harus dijawab siswa dari hasil praktiknya.  Tanya-jawab antara guru dan siswa mengenai apa yang akan dilakukan siswa dengan alat dan bahan praktik, sampai setiap kelompok siswa memiliki cara melaksanakan praktik untuk menjawab masalah. 4. Kegiatan Kelompok Praktik Tanpa LKS Kegiatan ini merupakan kegiatan setiap kelompok melaksanakan praktik tanpa menggunakan LKS. Bentuk kegiatan: Siswa menyelesaikan masalah secara empirik. Pelaksanaan: Setiap kelompok siswa melaksanakan praktik dan mengolah data hasil praktik untuk menjawab masalah. B. Pelaksanaan Kegiatan PADF 1. Kegiatan Individual (Belajar dari Informasi Media Cetak atau Elektronik) Dalam kegiatan pembelajaran kita membelajarkan siswa melalui pertanyaan dan tugas. Tinggi rendahnya kompetensi yang kita tingkatkan pada siswa bergantung pada kualitas pertanyaan dan tugas yang kita berikan pada siswa. Pertanyaanpertanyaan yang kita ajukan dijawab oleh siswa dari hasil pengamatan serta pengetahuan dan wawasan yang telah dimiliki siswa. Karena itu, pengetahuan dan wawasan yang telah dimiliki siswa merupakan prasyarat pengetahuan yang diperlukan siswa untuk mempelajari konsep yang akan dipelajarinya. Kegiatan individual mempelajari informasi digunakan untuk siswa mempelajari prasyarat pengetahuan yang belum dimiliki siswa yang diperlukan untuk mempelajari konsep baru yang akan dipelajari siswa pada kegiatan berikutnya (kegiatan klasikal dialog dan kegiatan kelompok). Prasyarat pengetahuan tersebut merupakan pengetahuan yang hanya dapat dipelajari siswa dari informasi, tidak dapat diperoleh siswa dari mempelajari obyek dan fenomena, misalnya istilah dan konsep hasil pemikiran para ilmuwan yang tidak mungkin diperoleh siswa dari percobaan atau pengamatan di sekolah, contohnya pengertian enzim dan rumus dari hukum Bernouli. Prasyarat pengetahuan tambahan itu dipelajari siswa dari catatan ringkas (handout) yang dibuat oleh guru, media cetak yang lain, atau media elektronik. Kegiatan individual dapat juga dilaksanakan dengan diskusi antara 2 siswa dalam mempelajari informasi baru. Kegiatan ini tidak selalu harus ada pada setiap pembelajaran. Suatu waktu mungkin diperlukan, tetapi pada waktu yang lain mungkin tidak diperlukan.

18


Pelaksanaannya bergantung pada kebutuhan siswa terhadap prasyarat pengetahuan yang diperlukan untuk mempelajari konsep atau menyelesaikan masalah yang akan dihadapinya dalam kegiatan pembelajaran selanjutnya. 2. Kegiatan Klasikal Dialog Mendalam (Penyelesaian Masalah secara Nalar ) Jika sebelumnya kita melaksanakan kegiatan individual, hendaknya kita tidak mengasumsikan siswa memahami konsep-konsep yang telah dipelajarinya dari media cetak atau media elektronik. Dalam dialog mendalam, konsep-konsep yang harus dipahami siswa itu kita susun dalam pertanyaan awal dan pertanyaan susulan. Jika pertanyaan-pertanyaan yang akan kita ajukan akan dijawab siswa dari hasil pengamatan dan konsep-konsep yang dibacanya dari buku, pertanyaanpertanyaan itu hendaknya tidak merupakan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya ada di buku, tetapi harus merupakan pertanyaan-pertanyaan yang lain, tetapi jawabannya melibatkan konsep-konsep yang dibacanya. a. Pelaksanaan Kegiatan Klasikal Dialog Mendalam 1) Menampilkan Obyek dan Fenomena yang Harus Diamati Siswa Kegiatan pembelajaran ini diawali dengan menampilkan obyek dan fenomena yang harus diamati siswa. Tampilan obyek dan fenomena dapat kita laksanakan dengan demonstrasi percobaan, model 3 dimensi, gambar dinding, gambar di papan tulis, atau gambar di buku siswa. Pemilihannya bergantung konsep yang akan diajarkan dan bergantung pada kemampuan kita untuk mengadakannya. Sebaiknya sesuaikan dengan fasilitas yang tersedia di sekolah. Jika di sekolah tersedia alat praktik, sebaiknya obyek dan fenomena itu ditampilkan melalui demontrasi. 2) Mengajukan Masalah Kegiatan dialog mendalam diawali dengan guru mengajukan masalah yang meminta siswa menjelaskan sesuatu yang diamatinya atau menyelesaikan masalah. Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya setelah siswa menjawab pertanyaan hanya merupakan pertanyaan-pertanyaan susulan yang mengikuti jawaban siswa. Pertanyaan-pertanyaan susulan harus mengikuti jawaban siswa, karena pertanyaan-pertanyaan tersebut hanya membantu mengungkapkan segenap pengetahuan dan wawasan yang dimiliki siswa, sehingga siswa dapat mengkonstruk konsep sendiri. 3) Melaksanakan Dialog Mendalam Dialog mendalam adalah tanya-jawab yang dilaksanakan dengan satu atau dua, paling banyak tiga, pertanyaan awal dan beberapa pertanyaan susulan yang mengikuti jawaban siswa. Pertanyaan awal merupakan pertanyaan terbuka, misalnya dengan kata mengapa atau bagaimana, yang meminta siswa berpikir tingkat tinggi. Pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang meminta siswa menjelaskan sesuatu obyek dan fenomena yang diamatinya. Siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan gurunya dengan menggunakan hasil pengamatannya dan menggunakan pengetahuan serta wawasan yang dimilikinya. Pertanyaanpertanyaan susulan, yang diajukan setelah pertanyaan awal, merupakan pertanyaan-pertanyaan yang membantu mengungkapkan segenap pengetahuan dan wawasan yang dimiliki siswa, agar siswa dapat menjelaskan (mengkonstruk konsep) sendiri mengenai obyek dan fenomena yang diamatinya. Karena itu, pertanyaan-pertanyaan susulan merupakan pertanyaan-pertanyaan yang mengikuti jawaban siswa.

19


D. Kegiatan Klasikal Dialog Mendalam Pra-praktik (Merencanakan Kegiatan Praktik) Kegiatan ini diawali dengan guru mengajukan satu atau dua pertanyaan yang hanya dapat dijawab oleh siswa dengan menggunakan data empirik dari hasil praktiknya. Pertanyaan tersebut bukan untuk dijawab oleh siswa saat itu, melainkan untuk membantu siswa mengajukan gagasan mengenai cara melaksanakan praktik untuk menjawab masalah tersebut. Selanjutnya dialog antara guru dengan setiap kelompok siswa dilaksanakan sampai setiap kelompok siswa memiliki gagasan mengenai cara melaksanakan praktik yang akan dilakukannya untuk menjawab masalah itu. E. Kegiatan Kelompok Praktik Tanpa LKS (Penyelesaian Masalah secara Empirik) Kegiatan kelompok digunakan untuk meningkatkan kompetensi siswa dalam menyelesaikan masalah secara empirik dari percobaan yang dilaksanakannya. Umumnya merupakan kegiatan yang membelajarkan siswa untuk mempelajari konsep hubungan korelasi, sedangkan konsep hubungan sebab-akibat umumnya dipelajari siswa pada kegiatan klasikal dialog. Kegiatan kelompok ini dapat merupakan kegiatan siswa untuk mempelajari konsep yang selanjutnya dari yang telah didialogkan atau pemantapan konsep yang telah didialogkan. Dalam kegiatan kelompok sebaiknya guru hanya mengajukan satu atau dua pertanyaan yang dapat dijawab siswa dari kegiatan praktik atau kegiatan empirik yang lain. Tujuan utama pembelajaran dengan kegiatan kelompok bukan hanya untuk memperoleh jawaban yang benar saja, tetapi yang terutama untuk membuat semua siswa dalam masing-masing kelompok terlibat dalam dialog antara siswa dengan siswa dan berkolaborasi atau berkooperasi dalam belajarnya. Kulitas pembelajaran dengan kegiatan kelompok bergantung jenis pertanyaanpertanyaan yang diajukan guru. Jika kegiatan kelompok itu menggunakan pertanyaan-pertanyaan prosedural, kualitas pembelajarannya rendah (kompetensi yang ditingkatkan pada siswa rendah). Tetapi jika kegiatan kelompok itu hanya menggunakan satu atau dua pertanyaan terbuka yang menuntut siswa berpikir tingkat tinggi, kualitas pembelajarannya tinggi (kompetensi yang ditingkatkan pada siswa tinggi). Kegiatan kelompok yang kualitasnya tinggi dilaksanakan tanpa menggunakan LKS, karena siswa hanya menjawab satu atau dua pertanyaan saja.

20


Rabu, 23 Oktober 2013

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keinginan dan Kemampuan Siswa Menjawab Pertanyaan Oleh: Darliana

A.

Cara Menjawab Pertanyaan

Secara sederhanya cara siswa menjawab pertanyaan adalah sebagai berikut. Guru menampilkan obyek dan fenomena melalui demonstrasi, model, minimal gambar untuk diamati siswa. Kemudian guru mengajukan pertanyaan. Berdasarkan pertanyaan yang diajukan guru siswa mengamati obyek atau fenomena tertentu sesuai dengan yang ditanyakan gurunya. Pada obyek dan fenomena yang ditampilkan guru akan terdapat beberapa obyek dan fenomena, tetapi tidak semua obyek dan fenomena akan diperhatikan siswa. Siswa akan mengamati obyek atau fenomena yang menurut perkiraannya berkaitan dengan pertanyaan. Dari obyek atau fenomena yang diamatinya siswa akan memilih variabel dan konsep (prinsip, teori, rumus) yang sudah ada dalam memorinya. Dengan menggunakan keterampilan berpikirnya siswa memproses variabel dan konsep itu untuk menjawab pertanyaan. B. Faktor Internal 1. Konsep IPA dalam Memori siswa Kemampuan siswa menjawab masalah bergantung pada keutuhan konsep IPA yang sudah ada dalam memorinya, yaitu konsep yang telah dipelajarinya pada pertemuan yang lalu atau yang diperoleh siswa dari sumber informasi yang lain. Contohnya jika siswa mengetahui prinsip atau rumusnya saja, tetapi tidak mengetahui prinsip atau rumus itu untuk obyek atau fenomena apa, prinsip atau rumus itu akan tetap tinggal di memorinya tanpa dapat digunakannya. Karena itu,

21


dalam mempelajari variabel dan konsepnya siswa harus mengetahui obyek dan fenomenanya, prinsip, teori, atau rumusnya, syarat keberlakuan konsep, kadangkadang dengan aturan penerapan konsepnya. Dalam pembelajaran fisika semua komponen-komponen konsep tersebut harus dipelajari dengan baik, jangan ada yang tertinggal. Penyelesaian masalah yang sering dijumpai di Indonesia dalam fisika adalah siswa diminta menuliskan diketahui, ditanyakan, dan jawab. Cara itu seringkali mengaburkan siswa dalam menyelesaikan masalah, karena siswa fokus pada variabel-variabel yang dituliskan pada diketahui. Padahal siswa tidak akan dapat menentukan hubungan variabel-variabel dan konsep-konsep dari variabel-variabel yang diketahui nilainya. Variabel-variabel dan konsep-konsep yang diperlukan untuk menjawab masalah hanya dapat diketahui dari obyek dan fenomena yang dipermasalahkan. Karena itu, cara tradisional dalam penyelesaian masalah fisika sudah seharusnya ditinggalkan. Berdasarkan uraian di atas, salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan siswa menjawab masalah adalah konsep yang utuh yang sudah tersimpan di memori siswa. Konsep-konsep tersebut merupakan prasyarat pengetahuan untuk dapat menjawab pertanyaan. 2. Keterampilan Berpikir Ilmiah Keterampilan siswa menjawab pertanyaan bergantung pada keterampilan menggunakan pengetahuan mengenai cara menggunakan konsep dan pengalaman siswa dalam menggunakan konsep tersebut. Penulis pernah beberapa kali menuliskan mengenai beberapa prinsip pada papan tulis. Kemudian penulis mendemonstrasikan suatu percobaan dan mengajukan pertanyaan yang jawabannya menggunakan prinsip-prinsip yang tertulis di papan tulis. Dari sekian banyak rekan yang hadir hanya ada dua rekan yang dapat menjawab pertanyaan itu dengan menggunakan prinsip-prinsip itu. Rekan-rekan yang lainnya keliru dalam menjawab masalah. Hal itu mengindikasikan bahwa kemampuan menjawab masalah memerlukan keterampilan berpikir dalam menggunakan prinsip atau teori. Karena itu, penting bagi guru untuk melatih keterampilan berpikir siswanya dalam menerapkan konsep-konsep IPA. Keterampilan menerapkan konsep tidak hanya digunakan dalam menyelesaikan masalah, tetapi juga dalam mengkonstruk suatu konsep. Konsep yang baru dikonstruk oleh siswa dengan menerapkan konsep-konsep yang sudah dimilikinya pada obyek dan fenomena, serta masalah yang dihadapinya. Ketidakmampuan siswa dalam memikirkan jawaban pertanyaan dapat dikarenakan konsep yang sudah ada dalam memorinya tidak utuh atau dan keterampilan berpikirnya kurang tinggi. Bagi siswa tersebut harus mempelajari kembali konsep yang sudah pernah dipelajarinya yang kurang dipahami dan meningkatkan latihan keterampilan berpikir ilmiahnya.

22


Keterampilan berpikir ilmiah dalam menerapkan konsep, dan juga dalam menggunakan langkah-langkah metode ilmiah, merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi kemampuan siswa menjawab pertanyaan. Keterampilan tersebut merupakan prasyarat keterampilan yang harus sudah dimiliki siswa untuk menjawab pertanyaan. 3. Keyakinan Siswa Terhadap Kebenaran Jawabannya Jawaban yang dimiliki siswa tidak selamanya diyakini siswa sebagai jawaban yang benar, kadang-kadang siswa meragukan jawaban yang akan diajukannya. Siswa seperti itu seringkali tampak pada saat mengacungkan tangannya. Tangan yang diacungkannya kadang-kadang dinaikturunkan, dan kadang-kadang hanya setengah mengacungkan tangan. Jika di antara semua siswa yang mengacungkan tangan ada seorang siswa yang mengacungkan tangannya dengan ragu, siswa itulah yang seharusnya ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan, karena siswa itulah yang benar-benar memerlukan bantuan guru. Ada juga siswa yang begitu yakin dengan jawaban yang telah dibuatnya, setelah jawabannya diajukan dan ditanggapi oleh guru, barulah siswa itu sadar bahwa jawabannya salah. Kesalahan dalam menyusun jawaban dapat terjadi karena kesalahan dalam menggunakan konsep-konsep yang telah diketahuinya untuk menjawab pertanyaan itu atau konsep-konsep yang digunakannya merupakan konsep-konsep yang keliru dipahami siswa.

C. Faktor Eksternal 1. Sikap Guru Terhadap Siswa Setiap siswa ingin diperhtikan, dihargai, dipuji, dan memperlihatkan kemamapuannya di depan teman-teman dan gurunya. Pada saat siswa mengajukan pertanyaan pada saat itu, ia ingin didengarkan oleh guru dan semua temannya. Karena itu, jika pada saat siswa menjawab pertanyaan, guru memalingkan wajah atau memandang pada siswa dengan pandangan yang kurang menyenangkan akan menyebabkan siswa menjawab pertanyaan dengan jawaban yang dangkal. Karena itu, penting bagi guru untuk menaruh perhatian pada siswa yang menjawab pertanyaan. Wajah yang ramah dan anggukan kepala akan membuat siswa berusaha sebaik-baiknya untuk menjawab pertanyaan. 2. Sikap Teman Siswa Pada kelas konvensional jika kita mengajukan pertanyaan, siswa yang mau menjawab pertanyaan paling-paling hanya tiga atau empat siswa. Umumnya siswa enggan untuk menjawab pertanyaan. Keengganan siswa menjawab pertanyaan dapat dikarenakan oleh kekhawatiran dimarahi atau ditegur guru jika jawabannya salah, kekhawatiran diolok-olok atau ditertawakan oleh temannya jika jawabannya salah, atau merasa malu karena harus menjawab di depan semua temannya.

23


Ketidakberanian siswa menjawab karena khawatir ditegur gurunya dan diolok-olok temannya dapat diatasi dengan menggunakan tata-tertib belajar yang melarang siswa untuk menertawakan atau mengolok-olok temannya yang menjawab salah. Guru juga memberitahu siswa bahwa apa pun jawaban dari siswa dan walaupun salah, guru akan tetap menghargai usaha siswa itu untuk menjawab pertanyaan. Siswa yang tidak mau menjawab karena malu dikarenakan tidak biasa berbicara di depan teman-temannya dan gurunya. Guru dapat memotivasi siswa tersebut untuk menghilangkan rasa malu berbicara di depan siswa yang lain dan guru.

24


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.