Menggugat Pasal-pasal Pencemaran nama baik

Page 40

MENGGUGAT PASAL-PASAL PENCEMARAN NAMA BAIK

memutuskan masalah-masalah ketatanegaraan hakim harus membatasi diri untuk menegakkan norma-norma, baik yang dinyatakan secara eksplisit maupun secara implisit dalam konstitusi tertulis. Pendukung aliran ini berpendapat bahwa dalam keadaaan apa pun teks tidak boleh ditinggalkan kecuali teks itu benar-benar telah bertentangan dengan tujuan negara yang dianut oleh konstitusi. Selain itu, aliran ini juga meyakini bahwa kelebihan aliran ini terletak pada kemampuannya mencegah terjadinya peristiwa dimana hakim memutuskan suatu perkara berdasarkan ideologi atau kepercayaan yang dianutnya dan mengabaikan obyektivitas. Kelompok kedua melihat bahwa para hakim harus berpikir di atas apa yang tertera dalam teks-teks konstitusi dan menegakkan norma-norma yang tidak ditemukan di dalamnya.49 Aliran ini meyakini bahwa konstitusi harus dilihat sebagai dokumen yang hidup (living document). Dalam aliran ini, hakim memahami asas-asas moral yang diletakkan oleh perancang konstitusi secara sangat longgar sehingga tidak tersandera oleh kebakuan teks. Kelebihan aliran ini terletak pada kemampuannya dalam memberikan jawaban saat asas-asas moral dalam konstitusi berhadapan dengan keadaan-keadaan kekinian (today’s circumstances).50 Hakim melihat konstitusi bukan sebagai cetak biru yang kaku (rigid blueprint) dan juga bukan pernyataan yang lengkap (exhaustive statement) dari pembuatnya, tetapi sebagai seperangkat asas-asas umum yang dibuat sebagai kerangka dasar suatu pemerintahan.51 Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam proses penafsiran. Pertama, asas utama dalam aktivitas penafsiran teks konstitusi adalah praduga konstitusionalitas (presumption of constitutionality). Artinya, setiap peraturan di bawah konstitusi harus dianggap tidak bertentangan dengan konstitusi (konstitusional) kecuali telah ditemukan bukti-bukti sebaliknya dalam proses persidangan. Dengan demikian, apabila hakim yang akan melakukan penafsiran mengalami keragu-raguan tentang konstitusionalitas suatu peraturan, maka peraturan itu dianggap konstitusional selama belum ada keyakinan sebaliknya dari hakim. Asas ini dibangun sesuai dengan maksim in ambigua voce legis ea potius accipienda est significatio, quae vitio caret (jika peraturan ambigu, maka menghindari ketidakabsahan peraturan yang bersifat ambigu itu menjadi pilihan).52 49 50

Ibid. Lebih Linda Greenhouse, “Sentencing Tops Justices’ Agenda as Term Begins”, <http:// www.nytimes.com/2004/10/04/politics/04scotus.html> 51 Mason A., ‘Trends in Constitutional Interpretation’, University of New South Wales Law Journal, Volume 237, 1995, hlm. 18. 52 Ibid., hlm. 37.

31


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.