Kaya Proyek Miskin Kebijakan : Membongkar Kegagalan Pembangunan Desa

Page 121

Pembangunan yang Meminggirkan Desa

202

di bawah kabupaten sehingga ada kecenderungan pemindahan sentralisasi dari pusat ke kabupaten. Kewenangan desayang tercantum dalam UU No. 22/1999 mereka nilai sebagai “kewenangan kering” atau “kewenangan air mata” yang hanya memberikan beban berat kepada desa. Karena itu, kepala desa dan Badan Perwakilan Desa (BPD) masing-masing membentuk asosiasi untuk menyuarakan tentang revisi UU No. 22/1999 yang berorientasi pada pemberian otonomi yang lebih besar serta pembagian kewenangan dan keuangan kepada desa yang lebih berimbang. Aksi kolektif para pemimpin desa kian diperkuat oleh dukungan advokasi para akademisi, NGO maupun lembagalembaga donor internasional. Melalui proses pembelajaran dan pengorganisasian, kerja-kerja kelompok intermediary ini semakin memperluas dan mengeraskan “suara desa” untuk memperkuat otonomi desa. Mereka yakin betul bahwa penguatan otonomi desa mempunyai beberapa tujuan: memberikan pengakuan terhadap lokalitas yang eksistensinya jauh lebih tua ketimbang NKRI; membawa negara lebih dekat pada rakyat desa; membangkitkan potensi dan prakarsa lokal; menciptakan pemerataan dan keadilan; memberdayakan kekuatan rakyat pada level grass root; memperbaiki kualitas layanan publik yang relevan dengan preferensi lokal; dan lain-lain. Arah dan substansi revisi UU No. 22/1999 telah lama diperdebatkan namun tidak terbangun visi bersama untuk memperkuat otonomi daerah, karena fragmentasi kepentingan. Pemerintah mempunyai kehendak kuat untuk merevisi karena UU No. 22/1999 dinilai melenceng jauh dari prinsip NKRI. Pemerintah kabupaten/kota sangat risau dengan intervensi Jakarta dan kontrol yang berlebihan oleh DPRD. Pihak desa (kepala desa dan BPD) telah lama mengusulkan revisi karena UU No. 22/1999 tidak memberikan ruang bagi desentralisasi kewenangan dan keuangan untuk mendukung otonomi desa. Pihak LSM terus-menerus melakukan kajian dan kritik terhadap UU No. 22/1999, tetapi yang paling krusial di mata mereka

Desentralisasi, Otonomi & Demokratisasi Desa

adalah lemahnya jaminan legal partisipasi masyarakat dan lemahnya komitmen pada pembaharuan desa. Tahun 2002 pemerintah, khususnya Depdagri, telah menyiapkan naskah revisi UU No. 22/1999. Tetapi naskah itu ditentang keras oleh daerah, LSM dan akademisi karena tidak punya semangat memperkuat desentralisasi, bahkan lebih bernuansa resentralisasi. Rencana itu akhirnya gagal. Mulai pertengahan 2003 rencana revisi muncul kembali. DPR telah mengambil inisiatif menyusun naskah revisi, tetapi fokus mereka hanya pemilihan kepala daerah secara langsung serta posisi dan peran DPRD. Pemerintah, melalui Depdagri, menyiapkan naskah yang jauh lebih lengkap untuk melakukan perombakan total terhadap UU No. 22/1999. Tahun 2004 upaya pemerintah dan DPR melakukan revisi semakin intensif. Tetapi proses kelahiran RUU dan pembahasannya sangat tertutup. Pansus DPR-RI memang membuka konsultasi publik untuk membicarakan RUU, tetapi proses ini sangat terbatas, elitis, oligarkhis, dan dijadikan sebagai alat justifikasi bahwa RUU sudah dikonsultasikan dengan publik. Perumusan RUU ternyata tidak ditempuh melalui perdebatan pemikiran yang mendalam dan komprehensif yang melibatkan partisipasi masyarakat secara luas, yang memungkinkan terjadi proses akomodasi antara suara pusat dengan suara lokal. Berbagai pihak di luar pemerintah pusat dan DPR (LIPI, koalisi NGO, APKASI, ADEKSI, Asosiasi BPD, Asosiasi Kepala Desa, FPPM, FPPD, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, kalangan akademisi, dan lain-lain) terusmenerus menyampaikan usulan perbaikan baik langsung maupun melalui media, tetapi DPR tidak memberikan respons secara serius dan tidak mengakomodasi suara mereka. DPR sama sekali juga tidak memiliki kepekaan terhadap dinamika lokal dan suara desa yang perlu diakomodasi. Secara empirik DPR dan Presiden mengambil keputusan yang sangat strategis, yaitu mengesahkan UU No. 32/2004, dalam tempo yang singkat, tergesa-gesa, di saat masa kerja mereka hampir habis.

203


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.