Bukan Menggantang Asap : Laporan Tahunan & Kondisi HAM Jawa Tengah 2009

Page 16

6. Gugatan Pembatalan HGU PT. Pagilaran Batang Posisi Kasus : Para petani 5 desa di Kecamatan Blado Kabupaten Batang Jawa Tengah telah membuka hutan sebelum pemerintah kolonial Belanda datang ke desa mereka. Sekitar tahun 1890, pengusaha swasta Belanda menyewa lahan para petani dengan cara paksa untuk ditanami tanaman kina, dan kemudian teh. Tanah itu lalu dijadikan hak erfpacht selama 75 tahun. Kemudian, mereka menjualnya kepada P & T Lands, perusahaan swasta Inggris. Hak erfpacht itu seluas 663 hektar. Setelah Indonesia merdeka, kolonial Belanda kembali menguasai P & T Lands dan membakar buktibukti kepemilikan tanah yang dimiliki warga. Pada 1964, pemerintah Indonesia memberikan tanah bekas P & T Lands tersebut kepada Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada dalam bentuk hibah. Karena tak berbentuk badan hukum, Fakultas Pertanian lalu membuat Yayasan untuk memperoleh sertifikat HGU. Yayasan Pembina Fakultas Pertanian, mendirikan PT Pagilaran untuk mengelola perkebunan teh bekas P & T Lands. Pada saat dilimpahkan kepada UGM, luas tanahnya bertambah menjadi 836 hektar. Pada waktu itu, para petani masih menggarap lahan diluar yang diberikan pemerintah kepada UGM. Pada 1965, PT Pagilaran mengusir para petani penggarap dari lahan dengan surat pengusiran. Mereka dituduh terlibat G 30 S. Para petani kemudian keluar dari lahan. Mulai saat itu petani kehilangan lahan garapan seluas 450 hektar. Sebagian dari mereka beralih menjadi buruh perkebunan teh yang berupah rendah. Pada Januari 2009, BPN memperpanjang HGU PT Pagilaran yang berakhir 31 Desember 2008. Bantuan Hukum Yang Diberikan: LBH Semarang menjadi salah satu kuasa hukum petani untuk menggugat Kepala BPN RI di PTUN Jakarta. Pada 8 Mei 2009, 20 (dua puluh) petani (Duri dkk) melalui LBH Jakarta dan LBH Semarang sebagai kuasa hukum, mengajukan gugatan Tata Usaha Negara ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Gugatan tersebut diajukan untuk

19

membatalkan Surat Keputusan Badan Pertanahan Nasioanal Republik Indonesia Nomor : 17 HGU-BPN RI – 2009 yang dikeluarkan pada 27 Januari 2009 tentang Pemberian Perpanjangan Jangka Waktu Hak Guna Usaha PT. Pagilaran. PTUN Jakarta mencatatnya dengan perkara Nomor : 75/G/2009/PTUN-JKT. Gugatan pembatalan Surat Keputusan Badan Pertanahan Nasional ini diajukan oleh petani karena penerbitan surat keputusan ini dinilai janggal, melanggar syarat administratif serta melanggar asas-asas pemerintahan yang baik (good governance). Pelanggaran itu antara lain: 1. Melanggar keputusan Kepala BPN No. 12 tahun 1992, dimana seharusnya panitia B melakukan penelitian apakah ada tanaman masyarakat disekitar wilayah yang akan diajukan permohonan Hak Guna Usaha (HGU); 2. Pelanggaran pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha; 3. Pelanggaran pasal 53 ayat (2) huruf b Undang-Undang No.9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.5 tahun 1986 tentag Peradilan Tata Usaha Negara; Pada tanggal 29 Oktober 2009 keluar putusan Pengadilan Tata Usaha Negara No. 75/G/2009/PTUN-JKT yang intinya: Dalam eksepsi Menerima eksepsi Tergugat dan Tergugat dan Tergugat II Intervensi Dalam pokok perkara Menyatakan gugatan Para Pengugat tidak diterima; Menghukum Para Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 458.000.00 (Empat); Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan bahwa oleh karena hubungan hukum antara pewaris dan Para Pengugat dengan tanah obyek sengketa tidak jelas. Majelis hakim berpendapat Para penggugat

20


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.