Mandar Nol Kilometer

Page 62

tampil bersama dengan perempuan yang merupakan “harta” berharga Mandar, Ibu Cammana’. Kejadian malam adalah sejarah yang pertama dan mungkin sekaligus yang terakhir: tiga maestro di atas satu panggung. Uniknya, untuk menyaksikannya tidak perlu bayar, bertanda mereka bertiga, saya dan jamaah yang lain dipertemukan oleh nilai-nilai spritual, bukan semangat kapitalisme. Acara diawali penampilan salah satu kelompok pengajian di Yogyakarta. Mereka melantunkan shalawat dan pesan-pesan agama lewat nyanyian yang menggunakan bahasa Jawa. Setelah itu kegembiraan yang diliputi semangat spritual ditampilkan Kyai Kanjeng dengan musiknya yang khas. Ah, alunan shalawat dan ayat-ayat Allah begitu indah dilantungkan Cak Nun dan kru Kyai Kanjeng. Salah satu suaranya sangat tipis, menyayat hati. Berikutnya, Cak Nun mempersilahkan Rendra menyampaikan sepatah-dua kata akan kesannya menghadiri pengajian malam ini. Meski Cak Nun dan Rendra sering terlibat diskusi pribadi di Yogya dan Cak Nun merupakan salah satu guru spritual Rendra, namun Rendra baru pertama kali hadir di pengajian Mocopat Syafaat. Rendra kaget sebab nuansanya sangat berbeda. Rendra yang juga akrab dipanggil Mas Willy kemudian menyampaikan kesannya dan rasa syukurnya bisa hadir di acara pengajian ini bersama jamaah lain. Setelah Rendra, berikutnya giliran penampilan parrabana tobaine dari Mandar, Ibu Cammana’ yang didampingi keponakannya, Ibu Mina, dan kedua anaknya, Hatijah dan Tasriani. Di bagian belakang duduk Kak Ila bersama Novia Kolopaking, di sisi kanan panggung Rendra dan Pak Khalid, dan di sisi kiri Cak Nun. Di bagian panggung yang lain kru Kyai Kanjeng bersama alat-alat musiknya. Mataku berkaca sambil mengarahkan kamera ke mereka menyaksikan momen bersejarah itu dan hatiku bergetar ketika telapak lembut Ibu Cammana’ mulai menabuh rebananya; ketika suara khasnya mengumandangkan shalawat dalam bahasa Mandar di tengah masyarakat Jawa. Jamaah terkesima. Ya, mereka tidak sepenuhnya memahami kata-kata yang dikumandangkan oleh Ibu Cammana’ dan lainnya, tetapi apa yang terdengar mempunyai nilai-nilai universal, baik itu isi shalawat yang sebagian dimengerti oleh jamaah (berbahasa Arab) maupun musik yang bersumber dari rebana. Rendra pun begitu serius menyaksikan kejadian yang berlangsung disisinya. Ada apa dengan Ibu Cammana’ dan tabuhan rebana dan suaranya sehingga Cak Nun begitu mati-matian mencintainya, sehingga Cak Nun mendatangkannya ke Yogya?

49


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.