Gifted Review 2

Page 1

ISSN : 1978-2489

Jurnal Keberbakatan & Kreativitas

Vol. 01. no. 02, Agustus 2007

ADVERSITY QUOTIENT PADA SISWA SMU YANG MENGIKUTI KURIKULUM KELAS PROGRAM PERCEPATAN BELAJAR DAN KELAS REGULER (Studi deskriptif di SMUN 81 dan SMUN 8 Jakarta)

PENGARUH MOTIVASI BERPRESTASI DAN KONSEP DIRI TERHADAP SIKAP KREATIF GURU TK

STRESS DAN PERILAKU COPING PADA SISWA SMU PROGRAM PERCEPATAN BELAJAR

KAITAN KEMANDIRIAN DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL TERHADAP SIKAP KREATIF PADA SISWA SLTP FULL DAY SCHOOL DAN NON-FULL DAY SCHOOL DI JAKARTA SELATAN

IKLIM KELAS BELAJAR AKTIF, GAYA BELAJAR DAN KREATIVITAS

Gifted Review

Tahun 01

Nomor 2

Hlm. 76 -

Depok Februari 2007

140

Diterbitkan Oleh :

PUSAT KEBERBAKATAN

Fakultas Psikologi

UNIVERSITAS INDONESIA

1

ISSN:1978-2489


ADVERSITY QUOTIENT PADA SISWA SMU YANG MENGIKUTI KURIKULUM KELAS PROGRAM PERCEPATAN BELAJAR DAN KELAS REGULER (Studi deskriptif di SMUN 81 dan SMUN 8 Jakarta) Urip Budicahyadi dan Evita E. Singgih Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah melihat bagaimana gambaran respon siswa kelas III SMU program akselerasi dan juga siswa kelas III program regular ketika menghadapi berbagai situasi sulit dan penuh tekanan sekaligus membandingkan skor AQ dan dimensi-dimensinya pada kedua macam kelas tersebut. Subyek penelitian diperoleh dari dau SMU di Jakarta yang menyelenggarakan program percepatan belajar yakni SMUN 8 dan SMUN 81. Alat ukur yang digunakan adalah Adversity Respone Profile (ARP) yang dibuat oleh Diah Rini Lesmawati (2001) yang merupakan adaptasi ARP dari Stoltz dengan menyesuaikan pada konteks siswa kelas III SMU. Penelitian ini mnggunakan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa kelas akselerasi memiliki mean skor AQ (167,16), dimensi Ownership (44,52) yang tergolong tinggi. Dan untuk dimensi control (42,88), dimensi reach (36,88) dan dimensi endurance (42,86) tergolong sedang. Sementara untuk siswa kelas regular, hanya pada dimensi reach yang tergolong sedang (38,61). Mean skor AQ (175,05), dimensi control (45,17), ownership (45,17), dan endurance (46,05) tergolong tinggi. Dari hasil analisa lebih lanjut ditemukan perbedaan yang signifikan antara siswa kelas akselerasi dan kelas regular pada mean skor AQ (p=0.019), dimensi control (p=0.030) dan dimensi endurance (p=0.004) pada level signifikansi 0.05. Sementara untuk dimensi ownership dan dimensi reach tidak diperoleh perbedaan yang bermakna. Kata Kunci/Keywords : Adversity Quotient, program percepatan belajar

Pendahuluan

kemampuan dan kecerdasan intelektual luar

Anak berbakat menurut Munandar (1999)

ialah

mereka

yang

kemampuan-kemampuannya

yang

biasa atau anak berbakat. Tujuannya agar

karena

anak/ siswa berbakat intelektual tersebut

unggul

mampu

mengembangkan

dan

mampu memberi prestasi yang tinggi. Anak-

mengoptimalisasi keberbakatan intelektualnya.

anak

Kelas akselerasi bisa diikuti oleh siswa yang

ini

membutuhkan

program-program

pendidikan yang berdiferensiasi dan program

memenuhi

pelajaran yang diluar jangkauan program

Setelah melalui proses identifikasi dan seleksi,

pendidikan

dapat

mereka dikumpulkan dalam satu kelas khusus

secara

dengan kurikulum yang berbeda dengan kelas

optimal baik bagi pengembangan diri maupun

biasa (reguler). Diantara perbedaan kurikulum

bagi kemajuan masyarakat

akselerasi dengan reguler adalah lamanya

biasa

mewujudkan

(reguler)

bakat-bakat

Beberapa

tahun

agar

mereka

belakangan

ini,

waktu

syarat

yang

penyelesaian

telah

kurikulum

ditetapkan.

pendidikan

banyak muncul sekolah-sekolah dari tingkat

yakni hanya selama dua tahun, setahun lebih

dasar

cepat dari kelas reguler. Karena singkatnya

sampai

menyelenggarakan

menengah Program

yang

Percepatan

waktu

pendidikan

menyebabkan

banyak

Belajar (PPB) atau yang sering disebut

materi pelajaran yang tidak disampaikan

sebagai

dalam

Keberadaan

program

tatap

muka

dan

juga

pelayanan

esensial (Depdiknas, 2001). Karena mereka

pendidikan bagi anak/ siswa yang memiliki

dianggap anak-anak pandai, maka banyak

satu

usaha

di

bentuk

mengurangi meteri-materi pelajaran yang tidak

salah

akselerasi

akselerasi. sekolah

merupakan

kelas

kelas

2


pelajaran

tidak

juga oleh pihak sekolah memiliki prestasi yang

mendetail. Dengan demikian siswa dituntut

lebih baik dari siswa kelas reguler. Siswa

untuk bisa belajar mandiri di rumah agar

akselerasi juga bisa mendapati hambatan

memahami seluruh materi pelajaran secara

dalam interaksi sosial dengan lingkungannya.

menyeluruh.

Sikap lingkungan (guru dan temen sebaya)

pada

yang

diajarkan

secara

Kurikulum akselerasi yang diberikan

bersifat ambivalen terhadap anak berbakat.

siswa-siswa

Mereka dikagumi tapi juga dicemburui, bahkan

berbakat

memberikan

banyak tuntutan dan konsekuensi. Agar siswa

sering

akselerasi

bisa

berhasil

dipercaya.

kurikulum

hingga

tamat,

menyelesaikan

terisolasikan

Bahkan

di

dan

dalam

kurang

lingkungan

harus

keluaraga sendiri mereka dicemburui kerena

memenuhi standar nilai yang ditetapkan pada

sering sekali diistimewakan di dalam berbagai

setiap tes evaluasi catur wulan. Jika nilai yang

kesempatan seperti pembagian tugas dan

diperoleh di bawah standar nilai yang telah

pembagian barang tertentu (Semiawan, 1997).

ditetapkan, mereka tidak bisa meneruskan

Anak berbakat juga memiliki potensi masalah

belajar di kelas akselerasi lagi atau dengan

mengenai konsep diri

kata lain mereka dikembalikan ke kelas

Semiawan, 1997).

reguler.

Hal

ini

mereka

juga

menimbulkan

tekanan

(Colangelo,

Masalah-masalah

yang

dalam

tersebut

tersendiri bagi siswa bahwa mereka harus

diatas, baik yang berasal dari dalam diri anak

berhasil mencapai standar nilai yang telah

berbakat

ditetepkan jika tidak ingin kembali ke kelas

lingkungannya termasuk tuntutan kurikulum

reguler. Jika mereka dikembalikan ke kelas

akselerasi,

reguler bisa menimbulkan gangguan emosi

negatif

dan akademis di kelas karena dianggap siswa

Kenyataan

yang gagal di kelas akselerasi. Permasalahan

menimbulkan kesulitan bisa dianggap sebagai

lain adalah masalah yang terkait dengan

tekanan, beban sekaligus tantangan tersendiri

labeling pada diri mereka sebagai siswa

bagi

berbakat

kecerdasan dan kualitas diri yang baik untuk

intelektual,

berpisahnya

mereka

maupun

bisa

jika

yang

mengakibatkan

tidak dan

siswa

berasal

diatasi

dampak

dengan

baik.

yang

bisa

keadaan

berbakat.

dari

Diperlukan

dengan teman sebayanya dan perasaan

menyikapi

terisolasi dan dicemburui oleh siswa reguler.

sehingga

Harapan dari orangtua agar anaknya sukses

menyelesaikan

dan berprestasi juga bisa dianggap dorongan

Karena

tapi bisa juga suatu beban tersendiri. Pihak

inteligensi saja tidaklah cukup. Stoltz (1997)

sekolahpun tentunya berkeinginan sekolahnya

memandang

sukses

khusus

dipengaruhi dan dapat diramalkan melalui

tersebut sehingga seringkali memberi tekanan

cara seseorang berespon dan menjelaskan

agar para akseleran bisa menyelesaikan

kesulitan. Yang disebut sebagai Adversity

pendidikannya selama dua tahun karena hal

Quotient (AQ). AQ yang dimiliki seseorang

ini berkaitan dengan reputasi, peringkat dan

lebih signifikan daripada IQ, pendidikan atau

mutu sekolah di banding dengan sekolah-

ketrampilan sosial. AQ adalah peramal global

sekolah lainnya. Siswa akselerasi diharapkan

terhadap kesuksesan (Stoltz, 1997).

menyelenggarakan

kelas

3

masalah-masalah

suatu

mendapati

kesuksesan

pendidikan

dalam

kondisi

bahwa

tersebut, dalam

akademisnya. yang

kesuksesan

demikian

sangat


Dari hal-hal diatas, penulis tertarik

merupakan

terobosan

baru

dan

penting

untuk melakukan penelitian tentang AQ pada

tentang pemahaman apa yang dibutuhkan

siswa kelas III yang mengikuti program

untuk menuju kesuksesan dalam hidup. Stoltz

percepatan belajar dan siswa kelas III reguler.

(1997) mendefinisikan AQ dalam 3 bentuk :

Siswa kelas III akselerasi dan kelas III reguler

pertama, suatu konsep baru untuk memahami

dipilih

dalam

dan meningkatkan semua segi kesuksesan.

karakteristik siswa, lingkungan dan tuntutan

Kedua, suatu alat ukur untuk mengetahui

kurikulum. Hal ini menyebabkan kedua jenis

respon seseorang terhadap kesulitan. Ketiga,

siswa tersebut memiliki tuntutan, tekanan, dan

seperangkat alat yang memiliki dasar ilmiah

tingkat kesulitan yang berbeda. Menurut Stoltz

untuk

(1997) AQ juga dipengaruhi oleh lingkungan.

terhadap kesulitan.

karena

adanya

perbedaan

Lingkungan yang berbeda akan memiliki

memperbaiki

respon

seseorang

Stoltz juga menyatakan bahwa IQ dan

individu yang berbeda pula.

EQ berpengaruh pada kesuksesan seseorang pada kondisi dan situasi normal, namun tidak

Rumusan Masalah Permasalahan

yang

terlalu berperan pada kondisi krisis atau dikemukakan

dalam

situasi penuh kesulitan. Pada saat kondisi ini

penelitian ini adalah : 1. Bagaimana

AQ dianggap lebih penting pengaruhnya dari

deskripsi

atau

gambaran

kedua

konsep

sebelumnya.

AQ

adalah

umum Adversity Quotient pada siswa

prediktor umum terhadap kesuksesan dan

SMU kelas III yang mengikuti kurikulum

hadir menjembatani konsep IQ dan EQ.

kelas akselarasi atau program percepatan

Adversity quotient memberitahukan seberapa

belajar?

baik seseorang dapat bertahan dan mampu

2. Bagaimana

deskripsi

atau

gambaran

mengatasi kesulitan, dapat meramalkan siapa

umum Adversity Quotient pada siswa

yang dapat bertahan dengan kesulitan atau

SMU kelas III yang mengikuti kurikulum

siapa yang akan hancur, dapat meramalkan

kelas reguler?

siapa yang dapat melebihi harapan dari

3. Apakah ada perbedaan yang bermakna

performance dan potensinya dan siapa yang

pada Adversity Quotient antara siswa

akan gagal, memprediksikan siapa yang akan

SMU kelas III yang mengikuti kelas

menyerah dan siapa yang akan menang

akselarsi dan siswa SMU yang mengikuti

(Stoltz, 2000).

kelas reguler? Dimensi AQ Tinjauan Teoritis

AQ memiliki beberapa dimensi (Stoltz, 2000)

Adversity Quotient

yakni yang disingkat dengan CORE. Dimensi-

Adversity Quotient (AQ) diperkenalkan oleh

Paul

penelunya

G.Stoltz, adalah

PhD. riset

AQ

penting

dimensi ini merupakan kombinasi dari teori

menurut

keteguhan, locus of control, resilience, self

lusinan

efficacy, dan teori atribusi. Dimensi-dimensi itu

ilmuwan kelas atas dan lebih dari 500 kajian di

adalah :

seluruh

1. C = Control (kontrol)

dunia

penerapannya

selama selama

19 10

tahun

dan

tahun.

AQ

4


Dimensi ini mempertanyakan seberapa

membuat kesulitan merembes ke bagian-

besar kendali yang seseorang rasakan

bagian lain dari kehidupan seseorang.

pada suatu peristiwa sulit. Kata kuncinya

Sebaliknya akan menganggap peristiwa

adalah

karena

kontrol

yang baik sebagai sesuatu yang kebetulan

peristiwanya

sendiri

dan terbatas jangkauannya. Akibat yang

sangat sulit diukur. Kontrol atau kendali

lainnya akan merusak kebahagiaan dan

diawali

ketenangan pikiran ketika berhadapan

terhadap

merasakan, suatu

dengan

pemahamn

bahwa

sesuatu, apapun itu, dapat dilakukan.

dengan peristiwa sulit.

Contoh respon orang yang skor dimensi

4. E = Endurance (daya tahan)

kontrolnya rendah misalnya ini diluar

Dimensi ini mempertanyakan dua hal yang

jangkauan saya, tak ada yang bisa saya

berkaitan, yakni : berapa lama kesulitan

lakukan sama sekali. Sedangkan contoh

akan berlangsung dan berapa lamakah

respon orang dengan dimensi kontrol yang

penyebab kesulitan ini akan berlangsung.

tinggi misalnya : wow! Ini sulit! Tapi saya

Skor rendah pada dimensi ini

pernah menghadapi yang lebih sulit lagi,

membuat

selalu ada jalan.keuletan dan tidak kenal

peristiwa sulit akan berlangsung lama atau

menyerah muncul dari AQ yang tinggi.

bahkan selamanya. Beberapa pikiran dan

Sementara individu dengan AQ rendah

ucapan yang sering muncul diantaranya :

merasakan ketidakmampuan mengubah

ini akan terus terjadi, segala sesuatunya

situasi.

tidak akan menjadi lebih baik, hidup saya

2. O = Ownership Dimensi

ini

menganggap

hancur, dll. mengandung

pertanyaan, Tipe-tipe individu

sejauh manakah seseorang mengakui akibat-akibat dari kesulitan. Dimensi ini menyatakan

seseorang

akan

sejauh

mana

Hidup ini seperti mendaki gunung, kepuasan

seseorang

dicapai melalui usaha tak kenal lelah untuk

bertanggung jawab dari suatu peristiwa,

terus mendaki meskipun langkah-langkahnya

apapun penyebabnya dan berfokus pada

terasa sulit dan menyakitkan . Terkait dengan

usaha mencari solusi. Individu dengan AQ

pendakian

tinggi pada dimensi ini kemungkinan akan

kehidupannya, ada tiga tipe manusia, yaitu :

memandang

a. Quitter : mereka menolak untuk mendaki,

sukses

menjadi

seseorang

mundur,

menjalani

pekerjaannya dan kegagalan berada di

lebih

luar dirinya. Mereka menghindari perilaku

menghindari

menyalahkan diri sendiri yang tidak perlu

Menyikapi perubahan secara aktif dengan

tetapi tetap bertanggung jawab secara

menghindarinya.

tepat dan proporsional.

yang sangat rendah dalam mengahadapi

3. R = Reach (Jangkauan)

memilih

dalam

tugas

dan

Memiliki

berhenti, kewajiban.

kemampuan

kesulitan bahkan lebih sering menyerah.

Dimensi ini mempertanyakan sejauh mana

Mereka menghindari kesulitan dan sama

kesulitan akan menjangkau bagian-bagian

sekali tidak berniat melakukannya.

lain dari kehidupan individu. Respon-

b. Camper : mereka mendaki tidak terlampau

respon dengan AQ yang rendah akan

jauh dan ketika mendapati kemah terdekat

5


mereka

c.

merasa

sudah

dan

bulan November 1981, bahwa yang dimaksud

menghentikan pendakian. Mereka bosan

dengan anak berbakat ialah mereka yang

dan mencari tempat rata dan nyaman

karena

untuk

unggul mampu memberi prestasi yang tinggi.

menghindari

cukup

pendakian.

Takut

memiliki

kehilangan kenyamanan dengan hadirnya

Anak-anak

perubahan sehingga tidak mendukung

pendidikan yang berdiferensiasi dan atau

usaha-usaha yang vital bagi perubahan

pelayanan yang diluar jangkauan program

tersebut.

sudah

sekolah biasa agar dapat mewujudkan bakat-

menghadapi kesulitan, tapi sayangnya

bakat mereka secara optimal, baik bagi

kesulitan

pengembangan

Sedikit

banyak

tersebut

menjadi

bahan

ini

kemampuan-kemampuan

membutuhkan

diri

program

maupun

untuk

pertimbangan untuk melakukan usaha

memberikan sumbangan yang bermakna bagi

lebih jauh lagi.

kamajuan masyarakat dan Negara (dalam

Climbers : Individu ini memberikan seluruh

Munandar,1992). Anak berbakat intelektual

umurnya untuk pendakian. Mereka adalah

mampu memberikan prestasi yang tinggi,

pemikir

mampu dalam arti ada yang sudah terwujud

yang

kemungkian,

selalu

tidak

memikirkan

membiarkan

umur,

dan ada yang belum. Ada anak-anak yang

jenis kelamin, ras, cacat fisik, atau mental

sudah dapat mewujudkan bakat mereka yang

atau hambatan lainnya sebagai perintang

unggul,

menuju

memerlukan pendidikan dan latihan agar

pendakian.

terhadap

Dalam

perubahan,

menyambut

secara

berespon

bukan positif

hanya

tapi

tetapi

ada

yang

belum.

Bakat

dapat tampil dalam prestasi yang unggul.

ikut

mendorong adanya perubahan. Mereka

Masalah-masalah yang terjadi pada siswa

memahami kesulitan sebagai tantangan

berbakat intelektual

dan bagian dari hidup. Sudah terbiasa

Anak-anak

berbakat

intelektual

melalui hidupnya dengan kesulitan dan

memerlukan suatu lingkungan dan pendidikan

terus melakukan pendakian. Bagi mereka

khusus agar bisa mengoptimalkan potensi

menghindari

unggulnya. Apabila mereka tidak mendapati

pendakian

sama

dengan

menghindari kehidupan.

pendidikan yang sesuai dengan kemampuan mereka,

bisa

menimbulkan

beberapa

Anak Berbakat dan Program Percepatan

masalah. Misalnya pengabaian perhatian oleh

Belajar

guru, karena dianggap tidak memerlukan Seseorang

mempunyai

bakat

dapat intelektual

dikatakan ia

diberikan oleh guru kurang mengandung

mempunyai inteligensi tinggi atau kemampuan

tantangan, akibatnya malah motivasi anak

di atas rata-rata dalam bidang intelektual

menjadi

(yang antara lain meliputi daya abstraksi,

menjadi tidak muncul (Stanley, 1974 dalam

kemampuan

Hawadi

penalaran,

apabila

bantuan lagi, menyebabkan belajar yang

kemampuan

turun

bahkan

keberbakatannya

et.al, 2001). Selain itu hal yang

memecahkan masalah). Sementara menurut

mungkin terjadi terkait dengan pendidikan

perumusan pada seminar Nasional Alternatif

yang tidak sesuai dengan kebutuhan anak

Program Pendidikan bagi Anak Berbakat

berbakat intelektual, maka terjadi gangguan

6


psikologis

seperti

buruk,

sistem pembelajaran yang dapat memacu dan

perilaku

mewadahi integrasi antara pengembangan

terhambat yang berlebihan, sikap menarik diri

spiritual, logika, etika, dan estetika serta dapat

dari pergaulan sosial, rasa cemas, rasa tidak

mengembangkan kemampuan berpikir holistik,

aman, serta terlibat penggunaan obat-obatan

kreatif, sistemik dan sistematis, linear dan

bahkan

konvergen untuk memenuhi tuntutan masa kini

konformitas

konsentrasi

yang

sampai

berlebihan,

pada

gejala

membolos,

berprestasi jauh dibawah potensi intelektual

dan

masa

yang dimiliki dan putus sekolah (Green, 1962;

(jumlah jam setiap mata pelajaran) sama

Amstrong, 1967; Schmidt, 1977; Gowan,

dengan kelas reguler, bedanya terletak pada

1979, Whimore, 1980, dalam Hawadi et.al.,

waktu penyelesaian kurikulum tersebut lebih

2001).

dipercepat berdasarkan kemampuan siswa dalam

mendatang.

memahami

Struktur

isi

program

kurikulum

dan

Percepatan Belajar dan Kurikulum Program

mengefektifkan sistem pembelajaran dengan

Percepatan Relajar

mengurangi materi-materi yang tidak esensial.

Presley

mendefinisikan

percepatan

Masalah-masalah

pada

percepatan

2001)

an

dengan teman sebaya, masalah dengan guru

educational program at retes master or ages

dan orang tua, masalah dalam mengambil

younger

ini

keputusan karena banyaknya minat pada anak

bahwa

program

berbakat, masalah kerjasama kerena anak

memberi

layanan

berbakat

cenderung

cepat

dibanding

kompetisi

dan

than

memberi

progress

conventional .

keterangan

percepatan pendidikan

through

belajar yang

lebih

Definisi

antara

terakhir

lain

program

relajar (dalam Southern & Jones, dalam Sari, sebagai

belajar

siswa

masalah

menonjolkan adalah

sisi

masalah

program biasa. Para siswa berbakat yang

perasaan (merasa terisolasi dan kesepian

mengikuti program percepatan belajar di

akibat adanya gaya belajar mereka yang non

tingkat SMU menyelesaikan pendidikannya

konformitas dan mandiri).

selama dua tahun. Siswa yang memenuhi persyaratan untuk masuk program percepatan

Kurikulum reguler

belajar di kelompokkan dalam kelas khusus

Kurikulum

kelas

dengan

pengayaan

kurikulum

umum

yang

belajar seperti kursus singkat, studi bahasa

Kurikulum

umum

bertujuan

asing,

lapangan,

memenuhi kebutuhan pendidikan anak didik

kunjungan, mengundang tokoh masyarakat

secara umum (Munandar, 1999). Lama waktu

setempat, pengalaman eksplorasi, pelayanan

penyelesaian kurikulum kelas reguler di SMU

masyarakat, dan lain-lain (Depdiknas, 2001)

adalah tiga tahun.

penambahan

program

aktivitas

seni,

Menurut

studi

buku

reguler

Metode Penelitian

(Depdiknas,

Hipotesisi Penelitian

kurikulum

berlaku

nasional.

untuk

dapat

Pedoman

Penyelenggaraan Program Percepatan Belajar 2001)

menggunakan

program

percepatan belajar adalah kurikulum nasional

1. Ada perbedaan yang bermakna pada

dan kurikulum lokal, dengan penekanan pada

mean total AQ antara siswa SMU kelas III

materi esensial dan dikembangkan melalui

yang mengikuti kurikulum kelas akselerasi

7


atau program percepatan belajar

Alat Ukur

dan

siswa SMU kelas III yang mengikuti

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini

kurikulum kelas reguler.

adalah alat ukur Adversity Quotient yang

2. Ada perbedaan yang bermakna pada

disusun oleh Diyah Rini Lesmawati (2001)

mean skor dimensi control antara siswa

yang merupakan

SMU kelas III yang mengikuti kurikulum

Respone Profile (ARP) yang di buat oleh

kelas akselerasi atau program percepatan

Stoltz. Alat ukur ini terdiri dari 40 item

belajar

pemasalahan (situasi). Masing-masing situasi

dan siswa SMU kelas III yang

mengikuti kurikulum kelas reguler.

adaptasi

dari

Adversity

diikuti oleh dua pernyataan yang menguji dua

3. Ada perbedaan yang bermakna pada

dimensi yang berbeda, yaitu pasangan control

mean skor dimensi Ownership antara

dengan

siswa SMU kelas III yang mengikuti

dengan endurance. Karena dianggap jumlah

kurikulum kelas akselerasi atau program

item pertanyaan terlalu banyak dan bisa

percepatan belajar dan siswa SMU kelas

menimbulkan

III yang mengikuti kurikulum kelas reguler.

pengurangan item. Alat yang sudah direvisi

4. Ada perbedaan yang bermakna pada

memiliki komposisi sebagai berikut : 11 butir

mean skor dimensi Reach antara siswa

pasangan C dengan O, 11 butir pasangan R

SMU kelas III yang mengikuti kurikulum

dengan E dan 6 butir pasangan C-O dan R-E

kelas akselerasi atau program percepatan

pengecoh.

belajar

ownership

dan

pasangan

kejenuhan,

reach

dilakukan

dan siswa SMU kelas III yang Kategorisasi skor total AQ adalah sebagai

mengikuti kurikulum kelas reguler.

berikut :

5. Ada perbedaan yang bermakna pada mean skor dimensi endurance antara

Sangat Tinggi

: 177- 220

siswa SMU kelas III yang mengikuti

Cukup Tinggi

: 133-176

kurikulum kelas akselerasi atau program

Sedang

: 89-132

percepatan belajar dan siswa SMU kelas

Cukup Rendah :45- 88

III yang mengikuti kurikulum kelas reguler.

Sangat Rendah : kurang dari 44 Sedangkan

Subyek Penelitian

skor

tiap

dimensi

dikategorisasi sebagai berikut :

Subyek pada penelitian ini adalah

Tinggi : 44- 55

siswa SMU kelas III yang terdiri dari 53 siswa

Sedang : 22- 43

kelas akselerasi dan 78 siswa kelas reguler.

Rendah : 11- 21

Sehingga total subyek penelitian sebanyak 131 siswa. Subyek berasal dari 2 SMU Negeri penyelenggara program akselerasi di Jakarta.

8

AQ


Hasil Penelitian Gambaran Statistik Skor AQ siswa akselerasi dan siswa Reguler dapat dilihat dari tabel-tabel berikut Tabel 1. Gambaran statistik skor AQ kelas akselerasi Aspek

N

Minimum

Maksimum

Mean

Std. Deviasi

Control

53

24,00

53,00

42,8868

6,2440

Ownership

53

28,00

54,00

44,5283

5,6317

Reach

53

23,00

49,00

36,8868

7,0701

Endurance

53

23,00

54,00

42,8679

6,6305

AQ

53

117,00

198,00

167,1698

19,3299

Dari data tabel diatas menunjukkan bahwa

sedang.

Sementara

mean

skor

dimensi

mean skor control tergolong sedang yakni

ownership subyek kelas akselerasi tergolong

sebesar 42,88. Begitu juga mean skor reach

tinggi yakni sebesar 44,52. Untuk mean total

(36,88) dan endurance (42,86) juga tergolong

AQ juga tergolong tinggi yaitu sebesar 167,16.

Tabel 2. Gambaran statistik skor AQ kelas reguler Aspek

N

Minimum

Maksimum

Mean

Std. Deviasi

Control

78

27,00

54,00

45,2051

5,7102

Ownership

78

18,00

55,00

45,1795

6,7857

Reach

78

21,00

55,00

38,6154

8,1992

Endurance

78

27,00

55,00

46,0513

5,8463

AQ

78

137,00

205,00

175,0513

18,1551

Dari tabel dapat dilihat bahwa mean skor

skor dimensi reach (38,61) masih tergolong

dimensi control (45,20), ownership (45,17).

pada kategori sedang. Sedangkan mean skor

Dan

AQ subyek kelas reguler tergolong tinggi yakni

dimensi

endurance

(46,05)

subyek

penelitian tergolong tinggi. Tetapi untuk mean

175,05.

Tebel 3. T-test mean skor AQ siswa akselerasi dan reguler Aspek

T

Sig (2-tailed)

Control

2,196

0,030

Ownership

0,576

0,565

Reach

1,251

0,213

Endurance

2,896

0,004

AQ

2,376

0,019

9


Dengan menggunakan t-test akan didapatkan

reach perbedaan antara kelas akselerasi

hasil bahwa tedapat perbedaan mean skor AQ

dengan kelas reguler ternyata tidak cukup

dan beberapa dimensinya jika dibandingkan

signifikan. Nilai t-testnya 1,251 dengan nilai

pada kedua kelompok subyek. Pada dimensi

signifikansi sebesar 0,213. Pada dimensi yang

control antara kelas akselerasi dan kelas

ke-4 yakni dimensi endurance, ditemukan

reguler

yang

adanya perbedaan yang signifikan antara

siginifikan dengan t-test = 2.196 dan nilai

kelas reguler dan kelas akselerasi (t-test =

signifikansi p = 0,030. Dengan kata lain skor

2,896; p = 0.004), dimana mean skor siswa

dimensi control antara siswa akselerasi dan

reguler lebih tinggi daripada siswa akselerasi.

siswa

signifiikan

Terakhir ditemukan pula perbedaan mean skor

dimana mean skor dimensi control siswa

AQ yang signifikan (t-test = 2,376; p = 0,019).

reguler lebih besar daripada kelas akselerasi.

Hal ini berarti terdapat perbedaan antara

Pada mean skor dimensi ownership tidak

siswa kelas reguler dengan kelas akselerasi

ditemukan adanya perbedaan yang signifikan

dalam merespom atau menghadapi situasi

antara kelas akselerasi dengan kelas reguler.

atau kejadian sulit dalam kehidupan sehari-

Nilai t-testnya 0,576 dengan signifikansi p =

harinya.

terdapat

reguler

perbedaan

berbeda

mean

secara

0,565. Begitu juga untuk mean skor dimensi

Hasil Tambahan

signifikan

Berdasarkan jenis kelaminnya, pada

pada

kelompok

dimensi

kelas

ownership

akselerasi

pada

(F=2,616;

kelas reguler terdapat perbedaan mean yang

p=0,047). Mean dimensi ownership tertinggi

signifikan hanya pada dimensi reach (t-test -

dimiliki oleh siswa dengan ibu tamatan SMP

2,107;

(48,33)

p=0,038)

dimana

mean

subyek

begitu

pula

untuk

skor

AQ-nya

perempuan (40,57) lebih tinggi daripada laki-

(184,66). Sementara pada kelas reguler mean

laki (36,75). Mean AQ dan ketiga dimensi

skor AQ tertinggi dimiliki oleh siswa dengan

lainnya

ibu berpendidikan S3.

tidak

memiliki

perbedaan

yang

bermakna. Untuk kelompok kelas akselerasi

Terkait dengan jenis pekerjaan ayah

tidak ditemukan perbedaan mean AQ dan

tidak dijumpai perbedaan yang signifikan pada

keempat dimensi-dimensinya antara subyek

kedua kelompok subyek. Namun pada data

laki-laki dan perempuan. Berdasarkan data

kontrol pekerjaan ibu ditemukan perbedaan

kontrol suku, tidak ditemukan perbedaan

mean skor AQ yang signifikan pada kelompok

mean yang signifikan pada AQ dan semua

kelas akselerasi (F=2,473; p=0,048) dimana

dimensi-dimensinya baik pada kelas reguler

skor mean AQ tertinggi(186,00) dimiliki oleh

maupun kelas akselerasi. Begitu pula pada

siswa dengan ibu berwiraswasta, sementara

data

pada kelas reguler mean AQ tertinggi (172,00)

subyek

pendidikan

agama ayah

yang

juga

dianut

tidak

dan

memiliki

dijumpai

perbedaan yang signifikan pada mean skor

bekerja.

AQ dan semua dimensinya.

pada

siswa

yang

ibunya

tidak

Sementara itu diperoleh perbedaan

Pada data kontrol pendidikan ibu, dari

mean yang signifikan pada kelas reguler untuk

hasil perhitungan ditemukan perbedaan yang

dimensi

10

endurance

(F=

2,573;

p=0,033)


dengan mean tertinggi dimiliki siswa dengan

statistik juga tidak menemukan perbedaan

urut lahir ke-4 (49,33). Tetapi perbedaan

yang signifikan baik di kelas akselarasi

tersebut

maupun kelas reguler.

tidak

ditemukan

pada

kelas

akselerasi. Pada kedua kelompok kelas juga tidak

ditemukan

signifikan

jika

perbedaan dikaitkan

mean

dengan

Diskusi

yang jumlah

Dari hasil pengolahan data diperoleh

saudara kandung dalam keluarga. Terkait

pada

pada kategori cukup tinggi. Hal ini berarti

ditemukan

mereka cukup mampu menyikapi secara

perbedaan yang signifikan untuk mean skor

positif berbagai situasi sulit yang dihadapi

AQ (F= 4,231; p= 0,045) dan pada dimensi

terutama tuntutan akademik untuk sukses

ownership (F= 6,813; p= 0,012). Pada kelas

mengikuti kurikulum kelas akselerasi sekaligus

tersebut mean AQ tertinggi dan mean skor

bersaing dan berprestasi di kelas. Mereka

dimensi ownership tertinggi dimiliki oleh siswa

berhasil

yang berasal dari SMP negeri. Sedangkan

gagal dalam menyelesaikan pendidikannya di

pada kelompok siswa reguler tidak ditemukan

kelas akselerasi dan harus kembali ke kelas

adanya perbedaan yang signifikan.

reguler. Hal ini sesuai dengan pernyataan

kelompok

dengan

kelas

Perbedaan

asal

bahwa AQ siswa program akselerasi berada

SMP,

akselerasi

yang

bermakna

untuk

Stoltz

bertahan

(1997)

dikala

bahwa

teman-temannya

ketika

berhadapan

kategori tempat tinggal keluarga hanya muncul

dengan kondisi yang semakin sulit, maka

pada dimensi control (t-test= -2,595; p= 0,012)

individu yang mampu bertahan akan semakin

dikelompok kelas akselerasi dengan mean

sedikit.

skor dimensi control tertinggi dimiliki oleh

keniscayaan

siswa yang tinggal di luar kota Jakarta.

mereka sudah terpilih menjadi akseleran di

Sementara pada kelompok kelas reguler tidak

sekolah unggulan di Jakarta. Keyakinan dan

didapatkan perbedaan apapun.

bekal potensi akademik ini yang mungkin

Kesuksesan karena

dianggap pada

sebuah

kenyataannya

Dari perhitungan t-test dengan data

menjadi motivator untuk mencapai sukses.

kontrol tinggal bersama keluarga pada kelas

Stoltz (1997) menyatakan bahwa diantara

reguler ditemukan perbedaan mean yang

yang mempengaruhi kesuksesan adalah bakat

signifikan pada dimensi reach (t= 2,21; p=

dan kecerdasan yang dimiliki seseorang. Para

0,03), endurance (t= 2,56; p=0,012) dan mean

siswa akselerasi berpandangan bahwa adalah

AQ (t=2,58; p= 0,012) dengan mean AQ

sebuah kebanggaan bagi diri, orang tua dan

tertinggi dimiliki oleh siswa yang tinggal

sekolah bisa menyelesaikan pendidikannya

bersama

pada

dan berprestasi di kelas khusus tersebut dan

subyek siswa akselerasi tidak ditemukan

berkesempatan mengenyam pendidikan di

perbedaan yang signifikan.

perguruan

keluarganya.

Sedangkan

Berkaitan dengan data kontrol NEM,

apapun.

Begitu

pula

lebih

dahulu

dibanding

dengan teman-teman sebayanya.

pada kedua kelompok subyek tidak ditemukan perbedaan

tinggi

Gambaran AQ pada siswa kelas

dengan

reguler

juga

tergolong

mereka

yang

juga

bisa

ranking yang diperoleh di kelas. Sementara

dipahami

untuk data kontrol indeks prestasi, perhitungan

termotivasi untuk meraih sukses. Dengan

11

bahwa

tinggi

sangat


potensi kecerdasan dan segala keuntungan

melelahkan dan membuat bosan. Belum lagi

fasilitas

mereka

yang

mereka

dimiliki

mampu

sekolah

dituntut

untuk

memenuhi

target

tantangan-

penilaian yang lebih tinggi dari kelas reguler.

memanfaatkan

Hal ini mungkin menyebabkan mereka harus

potensinya untuk berkembang setiap saat.

berkonsentrasi penuh dengan belajar dan

Walaupun sama-sama memiliki AQ yang

tidak terlalu ingin terlibat aktif pada aktivitas

tergolong tinggi, namun dari perhitungan

lainnya.

statistik mean AQ siswa reguler lebih besar

mendapatkan pengalaman yang lebih sedikit

dan berbeda secara signifikan dengan kelas

dalam hal aktivitas yang beragam di sekolah

akselerasi. Perbedaan ini diperkirakan karena

maupun di luar sekolah. Perlu diakui bahwa

dari sisi pengalaman siswa kelas reguler

pelaksanaan penerapan program percepatan

mendapat

belajar di sekolah belum sesuai dengan apa

tantangan

menembus

unggulan,

akademis

dan

tantangan

yang

lebih

banyak,

Hal

ini

memungkinkan

beragam dan lebih lama yakni selama tiga

yang

tahun di SMU. Mungkin peristiwa-peristiwa

diberikannya pengalaman belajar baru yang

sulit yang lebih banyak membuat mereka

tidak ada dalam kurikulum umum. Dan juga

terbiasa menghadapinya secara positif dan

pengalaman belajar berdasarkan keterlibatan

dapat mengantisipasi untuk kejadian sulit

masyarakat sekelilingnya yang sarat kegiatan

lainnya. Pengalaman yang lebih beragam dan

bermanfaat

sulit menjadi guru yang berharga untuk tetap

(Depdiknas, 2001).

berjuang dalam upaya meraih sukses sehari-

diinginkan,

misalnya

mereka

dan

Untuk

kemungkinan

penuh

gambaran

pengalaman

dimensi

control,

harinya. Stoltz (1997) mengatakan bahwa

siswa kelas akselerasi yang termasuk kategori

individu yang terbiasa berada pada lingkungan

sedang bisa diartikan bahwa mereka merasa

yang sulit akan memiliki AQ yang lebih besar.

memiliki kendali akan peristiwa-peristiwa sulit

Kesempatan mendapatkan pengalaman yang

tergantung

lebih ini karena kurikulum reguler memiliki

demikian mereka tidak mudah putus asa dan

target

tahun,

berkecil hati untuk tetap semangat berjuang

sehingga siswa relatif memilki waktu untuk

agar sukses di kelas akselerasi. Mungkin

mengikuti aktivitas lain di luar jam pelajaran.

karena aktivitas keseharian mereka yang

Selain

terlalu

banyak tugas, sulit dan cenderung monoton,

tugas-tugas

adakalanya muncul perasaan bosan dan lelah,

penyelesaiannya

itu,

mereka

dibebankan

dengan

mandiri

di

rumah,

selama

juga banyak

3

tidak

kesulitannya.

Meskipun

menjadi

namun tidak melepaskan kendali mereka

tuntutan tugas siswa akselerasi, sehingga

menghadapi kesulitan yang dijumpai. Skor

mereka bisa menjalankan aktivitas sehari-

kontrol yang sedang dimungkinkan karena

harinya lebih normal sebagai siswa SMU

adanya

maupun sebagai remaja.

kurikulum yang terlalu padat dan cenderung

Siswa

sebagaimana

kadar

kelas

akselerasi

peraturan

sekolah

dan

tuntutan

yang

mengatur aktivitas demi aktivitas di sekolah.

mengalami pemadatan materi pelajaran akibat

Hal ini menyebabkan siswa merasa kurang

lebih sempitnya target waktu penyelesaiannya

memilki

yang hanya 2 tahun, mengalami konsekuensi

mengatur

mendapat tugas-tugas mandiri yang bisa

sehari-hari. Meskipun demikian mereka tetap

12

pilihan dan

atau

kemandirian

merencanakan

dalam

aktivitasnya


yakin akan bisa mengatasi kesulitan dan

Skor dimensi ownership yang tinggi di

hambatannya, terlebih jika mereka memahami

kedua

kelompok

kelas

potensi

secara

umum

mereka

keberbakatan yang ada dalam diri

menggambarkan merasa

ikut

mereka. Faktor keyakinan ini juga sangat

bertanggung jawab terhadap apapun yang

mempengaruhi bagaimana respon individu

terjadi pada diri mereka. Siswa akselerasi

terhadap kesulitan (Stoltz, 1997).

jelas merasa harus konsiten terhadap apa

Kemampuan

sedang

yang menjadi tugas mereka sebagai seorang

pada siswa akselerasi bisa juga disebabkan

akseleran karena semuanya telah sejak awal

kurangnya

memberikan

menjadi pilihan mereka secara sadar dan

penjelasan yang lebih detil, padahal mungkin

tanpa paksaan mengikuti program percepatan

siswa masih ada yang belum memahami

belajar. Mereka memilih untuk menerima

secara lebih utuh. Selain itu peranan guru

tantangan tersebut sekaligus bertanggung

bimbingan konseling yang mungkin belum

jawab terhadap kesulitan dan konsekuensi

memberikan bantuan secara maksimal dalam

yang dihadapi. Siswa kelas reguler pun

mencari penyelesaian akan masalah-masalah

kemungkinan

khas siswa akselerasi yang notabene adalah

bahwa menjadi siswa di sekolah unggulan

anak-anak berbakat. Kurangnya informasi dan

sarat dengan perjuangan dan pengorbanan

pengetahuan

bagaimana

karena ketatnya persaingan di kelas dan

memperlakukan siswa berbakat, sepertinya

tingginya standar nilai dan evaluasi yang

bisa menjadi alasan ketidakoptimalan ini.

diberlakukan. Hal ini membuat mereka tidak

Dengan adanya konseling diharapkan akan

memiliki kesempatan untuk lari menghindar

membantu

siswa

dari tanggung jawab atas pilihan mereka

berbakat intelektual dan membantu mengatasi

kecuali meninggikan motivasi untuk sukses

kendala emosional dan kendala lingkungan.

dan berprestasi, terlebih lagi ketika menyadari

(Semiawan, 1997).

bahwa langkah mereka tinggal satu catur

guru

kontrol

yang

membantu

tentang

perkembangan

pribadi

memiliki

kesadaran

serupa

Sementara siswa reguler memiliki skor

wulan lagi untuk menyelesaikan pendidikan di

yang tinggi untuk dimensi control. Hal ini

SMU. Semangat yang tetap tumbuh untuk

berarti mereka merasa memiliki kontrol atau

sukses

kemampuan mengatasi setiap kesulitan baik di

rendahnya AQ (Stoltz, 1997).

sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari

ini

Untuk

akan

memperngaruhi

tinggi

skor dimensi reach kedua

di luar sekolah. Kemampuan ini dimungkinkan

kelompok termasuk ke dalam kategori sedang.

karena mereka lebih banyak menghadapi

Hal ini berarti siswa kelas akselerasi dan kelas

berbagai peristiwa sulit sehingga terbiasa

reguler terkadang mengalami pengaruh dari

mengatasinya dengan tenang, proaktif dan

akibat kehadiran kesulitan dan hambatan pada

penuh kepercayaan. Mereka merasa sudah

aspek-aspek lain dari dirinya. Hal ini mungkin

berhasil melalui tiga tahun masa sekolahnya di

disebabkan karena para siswa yang berhasil

SMU dan tinggal satu catur wulan lagi akan

duduk di sekolah unggulan adalah siswa yang

menuntaskannya, sehingga tidak ada kata

memiliki motivasi belajar dan prestasi yang

putus asa untuk meraih harapannya yang

tinggi. Bagi mereka pendidikan adalah nomor

tinggal di depan mata.

satu dan harus diprioritaskan. Akibatnya,

13


apabila mereka tidak berhasil meraih prestasi

bahwa

apapun

peristiwa,

kejadian

dan

sesuai dengan yang diharapkan, seakan-akan

tuntutan sulit yang dihadapi, pasti semuanya

mengalami kegagalan secara keseluruhan.

akan segera berakhir dan sukses yang

Tuntutan tugas di sekolah begitu

diimpikan akan segera terwujud. Mungkin hal

sering bisa membuat tugas-tugas penting

ini disebabkan karena mereka bisa melakukan

lainnya terabaikan. Hal ini terutama mungkin

kegiatan

dialami

yang

kesehariannya, serta dilakukan dengan tidak

menganggap antara kewajiban dan tuntutan

terburu oleh waktu yang akhirnya dapat

kurikulum program percepatan belajar dengan

menyelesaikannya dengan cermat. Semua

waktu yang tersedia tidaklah mencukupi. Dari

kesulitan akan segera berakhir sebagaimana

hasil wawancara dengan beberapa siswa

mereka telah hampir berhasil menyelesaikan

akselerasi diketahui bahwa seringkali mereka

pendidikan di sekolah unggulan selama tiga

harus mengerjakan tugas harian mereka pada

tahun lamanya. Pengalaman keberhasilan

saat istirahat jam pelajaran sehingga mereka

yang dimiliki individu dianggap mempengaruhi

tidak cukup waktu untuk berinteraksi secara

sikap dan respon ketika menghadapi sebuah

lebih leluasa dengan teman-teman sebaya

tantang baru (Stoltz, 1997).

oleh

siswa

akselerasi

mereka. Namun demikian siswa-siswi tersebut mampu

membatasi

semua

yang

lebih

bervariatif

dalam

Berdasarkan penjelasan diatas dan

problematika

berdasarkan skor AQ yang didapatkan pada

kesehariannya sehingga tidak dipersepsikan

kedua kelompok subyek, siswa kelas reguler

akan menghancurkan harapan-harapan dan

dan siswa kelas akselerasi tergolong pada tipe

menjadi bencana besar bagi kesuksesan

camper. Hal ini berarti mereka memandang

mereka.

kesulitan dan tuntutan pendidikan di sekolah

Selanjutnya pada dimensi endurance

sebagai sesuatu yang harus dihadapi saja,

ditemukan perbedaan yang signifikan antara

sikap mereka ini agar bisa memenuhi tuntutan

siswa kelas reguler dengan siswa kelas

akademik

akselerasi. Siswa kelas reguler tergolong

mereka merasa nyaman dan tidak khawatir

tinggi

akselerasi

tidak dapat naik kelas atau untuk siswa

tergolong sedang. Pada siswa akselerasi bisa

akselerasi tidak dikembalikan ke kelas reguler.

digambarkan bahwa seringkali mereka melihat

Mungkin

kesulitan dan tuntutan sebagai sesuatu yang

kesuksesan

berlangsung lama dan terkadang membuat

dikendalikan dari dalam dirinya, melainkan

mereka lelah. Hal ini bisa disebabkan karena

karena ada tuntutan akademik yang harus

pemberian tugas-tugas mandiri yang seakan-

dicapai. Mereka telah berjuang dan berusaha

akan

memberikan

untuk belajar meskipun usahnya tersebut

penjelasan pelajaran dan bimbingan psikologis

belum sampai pada titik maksimal sesuai

yang optimal. Tapi meskipun demikian, siswa

dengan kemampuan akademik yang ada pada

berbakat intelektual ini tetap melihat peluang

diri

kesuksesan yang akan segera muncul walau

berorientasi

terkadang

memperoleh kenyamanan dalam hidup (Stoltz,

sedangkan

terus

siswa

menerus,

terasa

lama

kelas

tanpa

dan

melelahkan.

Sementara siswa reguler memiliki persepsi

dipersyaratkan

motivasi

mereka.

1997).

14

yang

tidak

Tipe pada

sehingga

belajar

dan

selalu

barasal

camper

ini

keinginan

meraih dan

masih untuk


12. Terdapat perbedaan yang signifikan pada Kesimpulan

mean skor dimensi control antara siswa

Dari penelitian ini dapat disimpulkan beberapa

SMU kelas III program akselerasi dengan

hal, yaitu :

siswa SMU kelas III program reguler.

1. Adversity Quotient pada siswa SMU kelas

13. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan

III yang mengikuti kurikulum akselerasi

pada mean skor dimensi ownership antara

tergolong pada kategori cukup tinggi

siswa SMU kelas III program akselerasi

(167,16)

dengan siswa SMU kelas III program

2. Mean skor dimensi control, siswa SMU kelas

III

akselerasi

tergolong

reguler

pada

14. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan

ketegori sedang (42,88).

pada mean skor dimensi reach antara

3. Mean skor dimensi Ownership, siswa

siswa SMU kelas III program akselerasi

SMU kelas III akselerasi tergolong pada

dengan siswa SMU kelas III program

ketegori tinggi (44,52).

reguler.

4. Mean skor dimensi reach siswa SMU kelas

III

akselerasi

tergolong

15. Terdapat perbedaan yang signifikan pada

pada

mean skor dimensi endurance antara

ketegori sedang (36,88).

siswa SMU kelas III program akselerasi

5. Mean skor dimensi endurance siswa SMU kelas

III

akselerasi

tergolong

dengan siswa SMU kelas III program

pada

reguler.

ketegori sedang (42,86). Saran

6. Adversity Quotient pada siswa SMU kelas III reguler tergolong pada kategori cukup

Berikut adalah saran-saran bagi penelitian

tinggi (175,05)

selanjutnya

dan

juga

bagi

penyusunan

7. Mean skor dimensi control, siswa SMU

kebijakan dan penerapan kurikulum program

kelas III reguler tergolong pada ketegori

percepatan belajar yang saat ini mulai banyak

tinggi (45,20).

dilakukan di sekolah-sekolah :

8. Mean skor dimensi ownership, siswa SMU

1. Jika ingin mengukur AQ siswa akselerasi,

kelas III reguler tergolong pada ketegori

hendaklah dibuat alat ukur AQ dengan

tinggi (45,17).

memperhatikan konteks khusus kurikulum

9. Mean skor dimensi reach siswa SMU

akselerasi dan mempertimbangkan akan

kelas III reguler tergolong pada ketegori

adanya ciri-ciri khas yang dimiliki anak-

sedang (38.61).

anak berbakat intelektual.

10. Mean skor dimensi endurance siswa SMU

2. Jumlah item-item alat ukur AQ di buat

kelas III reguler tergolong pada ketegori

lebih banyak sehingga mewakili segala

tinggi (46,05).

permasalahan,

11. Terdapat perbedaan yang signifikan pada

sampel

mean skor AQ antara siswa SMU kelas III

yang

kondisi akan

dan

dijadikan

konteks subyek

penelitian.

program akselerasi dengan siswa SMU

3. Selain melihat gambaran AQ, hendaknya

kelas III program reguler.

penelitian

selanjutnya

juga

mengkorelasikannnya dengan kinerja atau

15


prestasi yang menjadi standar evaluasi

belajar dan kelas reguler. Skripsi.

khusus kurikulum akselerasi.

Tidak dipublikasikan.

4. Selain pendekatan kuantitatif penting juga menambahkannya

dengan

Departemen

pendekatan

Nasional

(2001).

Pedoman penyelenggaraan program

kualitatif. 5. Selain

Pendidikan

percepatan belajar (SD, SLTP, dan

menggunakan

standar

seleksi

SMU). Jakarta : Direktorat Pendidikan

siswa untuk masuk kelas akselerasi yang

Luar Biasa.

telah digunakan selama ini, mungkin perlu Hawadi,

juga ditambah dengan pengukuran AQ

R.A,

et.al.,(2001).

Keberbakatan

Intelektual. Jakarta : Grasindo.

guna mendapatkan gambaran bagaimana ketahanan mereka menghadapi kesulitan

Lesmawati, D.R. (2001). Hubungan antara

dan tantangan yang akan muncul selama

Adversity

mengikuti program percepatan belajar ini.

learning dan kinerja saat ujian pada

6. Selain itu bagi para siswa akselerasi

Quotient,

non

AQ

dipublikasikan.

tetap

menjaga

reguleted

siswa kelas III SMUN plus dan SMUN

diberikan pelatihan-pelatihan peningkatan untuk

self

semangat,

kemampuan dan motivasi mereka agar

plus.

Skripsi.

Tidak

Munandar, U. (1992). Mengembangkan bakat

sukses mencapai prestasi.

dan

7. Karena dari hasil penelitian ini secara

kreativitas

anak

sekolah.

Jakarta

:

Grasindo.

umum skor AQ siswa akselerasi masih dibawah

skor

sebaiknya

reguler,

maka

Munandar,

tidak

hanya

kreativitas anak berbakat. Jakarta : Rineka

sekolah

mempersepsikan sebagai

siswa

kurikulum

pemadatan

(1999).

Pengembangan

Cipta.

akselerasi percepatan

Sari, A.P.M (2001). Hubungan antara tingkat

materi pelajaran, tetapi juga memberikan

kematangan karir dengan persepsi

semacam aktivitas-aktivitas yang terkait

terhadap peran guru bimbingan dan

dengan pengembangan dan aktualisasi

konseling

diri siswa baik dari sisi wawasan sosial,

pendidikan dan karir pada siswa

intelektual,

program

percepatan

program

reguler.

emosi

dan

U.

dan

ketrampilan-

ketrampilan lain. 8. Hendaknya para guru diberikan semacam pelatihan

bagaimana

dalam

perencanaan

belajar Skripsi.

dan Tidak

dipublikasikan.

memperlakukan

Semiawan, C. (1997). Perspekstif pendidikan

siswa-siswi berbakat intelektual baik untuk

anak berbakat. Jakarta : Grasindo.

pengembangan kognitif, emosi dan sosial. Stoltz, P.G. (1997). Adversity Quotient : turning obstacle into opportunities. New York : John wiley & Sons Inc.

Daftar Pustaka Budicahyadi, U. (2003). Adversity Quotient pada siswa SMU yang mengikuti kurikulum kelas program percepatan

16


PENGARUH MOTIVASI BERPRESTASI DAN KONSEP DIRI TERHADAP SIKAP KREATIF GURU TK Sri Ismayati, Tjut Rifameutia, dan Wahyu Indianti Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh motivasi berprestasi terhadap sikap kreatif guru Taman Kanak-kanak (TK), pengaruh konsep diri terhadap sikap kreatif guru TK serta pengaruh kedua variabel tersebut secara bersama-sama terhadap sikap kreatif guru TK. Subyek pada penelitian ini adalah 118 orang guru TK Islam yang berasal dari 24 sekolah TK yang berada di wilayah Kota Bekasi. Metode pengambilan sampelnya adalah dengan menggunakan accidental sampling. Sedangkan metode analisis data yang digunakan sesuai dengan tujuan penelitian ini adalah regresi berganda (multiple regresion) dan Pearson Correlation. Alat ukur yang digunakan adalah skala motivasi berprestasi yang disusun berdasarkan teori yang dikemukakan oleh David McClelland (1987). Skala konsep diri disusun berdasarkan teori yang dikemukakan oleh William H. Fitts (1971). Sementara skala sikap kreatif disusun berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Utami Munandar (1977). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan dari motivasi berprestasi terhadap sikap kreatif guru TK, begitu juga ada pengaruh yang positif dan signifikan dari konsep diri terhadap sikap kreatif guru TK. Secara bersama-sama motivasi berprestasi dan sikap guru memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap sikap kreatif guru TK. Kata Kunci/ Keywords : motivasi berprestasi, konsep diri, sikap kreatif Pendahuluan

persamaannya

Pengembangan kreativitas sejak dini merupakan

hal

yang

sangat

penting.

Penelitian-penelitian menunjukkan

berkembang

tentang

optimal

perilaku

yang

ditemukan pada pribadi yang kreatif.

Kreativitas membutuhkan dukungan agar bisa dengan

dengan

(Utami

bahwa

kreativitas

pengetahuan anak,

pentingnya

kreativitas

(1999), guru dapat melumpuhkan rasa ingin

proses pembelajaran untuk mengembangkan

tahu alamiah, merusak motivasi, harga diri dan

potensi kreatif saat ini masih sangat kurang.

dapat

memungkinkan

kreativitas

Dari

perlunya

guru

Munandar, 1999). Menurut Utami Munandar

kreativitas anak. Namun disisi lain, guru juga

dan

tersebut,

beberapa

mengembangkan

penelitian

yang

seorang

dilakukan terhadap guru, diperoleh kesimpulan

siswa muncul, memupuknya dan merangsang

bahwa salah satu ciri guru yang ideal adalah

pertumbuhannya.

kreatif (Winkel, 2005). Kreativitas seorang

Beberapa hasil penelitian, antara lain

guru dibutuhkan untuk merancang sebuah

dari Getzels dan Jackson (1962, dalam Utami

sistem pembelajaran yang tidak berorientasi

Munandar, 1999) menemukan bahwa guru

kepada produk semata tetapi berorientasi

lebih menyukai siswa dengan kecerdasan

kepada proses belajar itu sendiri. Studi kasus

tinggi daripada siswa yang kreatif. Studi dari

yang dilakukan oleh Henson & Eller (1999)

Bachtold dan Utami Munandar (1977, dalam

menunjukkan dengan tegas bahwa pengaruh

Utami Munandar 1999) terhadap persepsi

guru

guru mengenai siswa yang ideal hanya sedikit

menumbuhkan bakat kreatif siswa.

17

dan

lingkungan

pendidikan

dapat


Motivasi yang dimiliki oleh guru akan Rumusan Masalah

mendorongnya untuk selalu memberikan yang terbaik bagi anak-anak didiknya. Guru tersebut akan

meningkatkan

mengajar.

performanya

dalam

Munandar

(2001),

Menurut

Permasalahan dalam penelitian ini adalah menguji pengaruh motivasi berprestasi dan konsep diri terhadap sikap kreatif guru.

performa merupakan hasil dari interaksi antara

Permasalahan

motivasi, kemampuan dan peluang.

tersebut

dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

Dengan memiliki motivasi berprestasi

1. Apakah motivasi berprestasi memberikan

yang tinggi, guru akan mencari berbagai

pengaruh

macam alternatif cara dalam mendidik siswa-

terhadap sikap kreatif guru?

siswanya. Dengan selalu berusaha untuk

yang

positif

dan

pengaruh

siswanya,

terhadap sikap kreatif guru?

berarti

guru

signifikan

2. Apakah konsep diri guru memberikan

mencari alternatif cara untuk mendidik siswamaka

dijabarkan

akan

menggunakan kreativitasnya.

yang

positif

dan

signifikan

3. Apakah motivasi berprestasi dan konsep

Hasil penelitian tentang hubungan

diri

guru

secara

bersama-sama

antara motivasi dan kreativitas menunjukkan

memberikan pengaruh yang positif dan

adanya hubungan yang positif antara motivasi

signifikan terhadap sikap kreatif guru?

dan kreativitas. Tinjauan Teoritis

Berdasarkan uraian di atas, pada

Sikap Kreatif

penelitian ini penulis akan meneliti pengaruh motivasi berprestasi terhadap sikap kreatif

Kreativitas

antara

hasil

dari

individu

dan

guru taman kanak-kanak (TK). Selain itu

proses

penulis juga tertarik untuk meneliti pengaruh

lingkungannya (Utami Munandar, 1999).

konsep diri terhadap sikap kreatif guru TK.

interaksi

merupakan

Sarnoff (1996 dalam Fishbein & Ajzen,

Menurut Fitts (1971), konsep diri

1975)

mendefinisikan

sikap

sebagai

individu akan berpengaruh terhadap tingkah

kecenderungan untuk bereaksi senang atau

lakunya. Dengan demikian konsep diri guru

tidak senang terhadap sebuah objek. Sikap

akan berpengaruh terhadap tingkah lakunya.

kreatif tersebut akan memberikan dorongan

Individu dengan konsep diri positif akan

untuk menghasilkan prestasi kreatif atau

memandang positif terhadap kemampuannya

produk kreatif.

(Calhoun, 1993) dan memiliki rasa percaya diri

Dimensi sikap kreatif yang disusun

yang tinggi (Burn, 1993). Sedangkan pribadi

oleh Utami Munandar (1977), adalah sebagai

kreatif merupakan individu yang mandiri,

berikut:

memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, percaya

1. Keterbukaan terhadap pengalaman baru

diri,

2. Kelenturan dalam sikap

ulet

dan

pekerjaannya

selalu

bersibuk

(Torrance,

dengan

dalam

Utami

3. Kebebasan dalam ungkapan diri

Munandar, 1999). Jadi konsep diri individu

4. Menghargai fantasi

yang

5. Minat terhadap kegiatan kreatif

positif

tersebut

akan

untuk

mengarahkan

melakukan

individu

tindakan

atau

6. Kepercayaan terhadap gagasan-gagasan

aktivitas kreatif.

sendiri

18


7. Penilaian bebas dari pengaruh orang lain.

seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi melakukan suatu pekerjaan lebih baik

Guru dan Pendidikan Taman Kanak-kanak

dibandingkan dengan mereka yang memiliki

Menurut pasal 1 ayat 14 Undang-

motivasi berprestasi rendah.

Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

2. Berespon pada tantangan sedang

Pendidikan Nasional, Pendidikan Anak Usia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Dini adalah: Suatu upaya pembinaan yang

orang yang memiliki motivasi berprestasi yang

ditujukan kepada anak sejak lahir sampai

tinggi

dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui

tingkat

pemberian

kemungkinan untuk sukses adalah antara 30%

rangsangan

pendidikan

untuk

lebih

kesulitan

membantu pertumbuhan dan perkembangan

sampai 50%.

jasmani

3. Tekun

dan

rohani

agar

anak

memiliki

menyukai

pekerjaan

dengan

sedang,

dimana

kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih

Penelitian French dan Thomas (dalam

lanjut. Pada usia 4 6 tahun anak mengalami

McClelland, 1987) menemukan bahwa 47%

masa peka, dimana anak mulai sensitif dalam

orang dengan motivasi berprestasi tinggi tetap

menerima

untuk

tekun sampai batas waktu yang ditentukan

Pada

untuk menyelesaikan tugas, sedangkan orang

masa ini anak mengalami pematangan fungsi

dengan motivasi berprestasi rendah hanya 2%

fisik maupun psikis untuk siap merespon

yang menyelesaikan tugas sulit sampai batas

stimulasi yang diberikan oleh lingkungannya.

waktu yang ditentukan.

berbagai

pengembangan

upaya

seluruh

potensinya.

4. Memiliki tanggung jawab pribadi terhadap

Mengajar adalah sebuah proses yang

kinerja

kompleks. Guru harus menggunakan berbagai

Individu

cara dan memainkan berbagai peran untuk

seorang

guru

untuk

5. Membutuhkan

dapat

Individu Motivasi Berprestasi Menurut Woolfolk (1995), motivasi

untuk

yang

berprestasi

tinggi

pekerjaan

dimana

Orang berprestasi

Ciri orang yang memiliki motivasi

memiliki

lebih ia

motivasi

menyukai

akan

suatu

mendapatkan

yang

tinggi

memiliki

akan

selalu

motivasi mencari

informasi untuk menemukfan cara yang lebih

berprestasi yang tinggi menurut David C.

baik untuk mengerjakan sesuatu. Mereka akan

McClelland (1987) adalah:

lebih inovatif dan efisien.

1. Memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan perbaikan kinerja. dan

dari

6. Inovatif dan Efisien

mencapai

keberhasilan atau kesuksesan.

Karabenick

balik

umpan balik terhadap apa yang dikerjakannya.

berprestasi adalah hasrat untuk berhasil; bekerja keras

umpan

pekerjaannya

melaksanakan tugasnya dengan baik.

dorongan

motivasi

jawab pribadi terhadap hasil kinerjanya.

siswanya. Memiliki pengetahuan saja tidaklah bagi

memiliki

berprestasi tinggi lebih menyukai tanggung

meningkatkan pengetahuan dan pemahaman

cukup

yang

Yousseff

Konsep Diri

(dalam

McClelland, 1987) mengungkapkan bahwa

19


Konsep diri menurut Wiiliam James adalah

pandangan

seseorang

mengaktualisasikan kemampuan baru

mengenai

tersebut

dirinya pada saat ini, termasuk di dalamnya persepsi

yang

kemampuan,

muncul, peran

pengakuan

Konsekuensi

internal akan memperkuat tingkah laku.

atas

c.

Diri

sebagai

penilai

dan

pengamat

(Judging Self). Interaksi antara Identity

kehidupan, nilai-nilai, keyakinan dan aspirasi

Self dan Behavioral Self, dan integrasi

(Hurlock, 1976). Fitts (1971) mengatakan

keduanya

bahwa konsep diri mempengaruhi perilaku

total, ternyata melibatkan unsur ketiga

manusia dan merupakan hasil belajar atau

yaitu

interaksi dengan orang lain atau lingkungan.

berperan sebagai pemantau, pembuat

memiliki

status

henti.

dalam

Guru

dan

tanpa

konsep

diri

mempengaruhi tingkah lakunya dan laku

murid-muridnya.

ke dalam konsep diri yang

Judging

Self.

Judging

Self

yang

standar, pembanding dan evaluator.

tingkah

Judging Self juga menjadi mediator

Perilaku

murid

antara Identity Self dan Behavioral Self.

merupakan respon pada cara guru dalam

2. Dimensi eksternal konsep diri

menciptakan situasi belajar (Ryans dalam

Bagian-bagian eksternal konsep diri tersebut

Burns, 1993).

adalah (Fitts, 1971):

Trowbridge

(dalam

Burns

1993)

a. Physical self, yaitu diri yang menyangkut

mengadakan sebuah studi untuk menyelidiki

keadaan

hubungan antara konsep diri guru dan gaya

penampilan seseorang.

mengajar.

fisik,

kesehatan

dan

Guru dengan konsep diri yang

b. Moral ethical self , yaitu diri yang

lebih tinggi cenderung untuk menggunakan

dihubungkan dengan moral, etika, dan

waktu yang lebih sedikit pada aktivitas rutin

aspek agama.

yang tidak menggunakan pikiran dibandingkan

c.

Personal self, yaitu menjelaskan tentang

dengan mereka yang mempunyai konsep diri

penilaian individu terhadap

yang lebih rendah.

apakah sudah memadai sebagai pribadi

Menurut

Fitts

(1971)

konsep

diri

dirinya

tertentu, dan kepercayaan diri.

seseorang bisa dipahami dari dua dimensi,

d. Family

self,

yaitu

menjelaskan

yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal,

hubungan individu dengan keluarga dan

serta keduanya saling

temen-teman dekatnya.

berhubungan

dan

membentuk kekhususan bagi diri seseorang.

e. Social self, yaitu penilaian seseorang

Kedua dimensi tersebut adalah:

tentang

1. Dimensi internal konsep diri

dengan bermacam orang di dalam

a. Identity self merupakan aspek yang paling

dasar

merupakan

dari

refleksi

konsep dari

dirinya

dalam

berinteraksi

lingkungan sosial.

diri, Metode Penelitian

bentuk

Hipotesis Penelitian

pertanyaan siapakah saya? . b. Behavioral sel;f Ketika seorang anak

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

belajar berjalan, ia akan mendapatkan

1. Ada pengaruh yang positif dan signifikan

penguatan internal atau kepuasan dari

motivasi berprestasi terhadap sikap kreatif

mengalami

guru.

suatu

kemajuan,

dan

20


2. Ada pengaruh yang positif dan signifikan

Setiap

variabel

diukur

dengan

konsep diri terhadap sikap kreatif guru.

menggunakan skala Likert dengan 4 alternatif

3. Ada pengaruh yang positif dan signifikan

jawaban, yaitu SS = Sangat Sesuai, S =

motivasi secara

berprestasi

dan

bersama-sama

konsep

diri

Sesuai, TS = Tidak Sesuai dan STS = Sangat

terhadap sikap

Tidak Sesuai. Untuk pernyataan positif, skor

kreatif guru.

tertinggi diberikan pada jawaban SS = 4,

Variabel Penelitian

kemudian S = 3, TS = 2 dan STS = 1.

Variabel-variabel dalam penelitian ini

Sedangkan untuk pernyataan negatif skor

adalah:

tertinggi diberikan untuk jawaban STS = 4,

a. Variabel bebas, yaitu motivasi berprestasi

kemudian TS = 3, S = 2 dan SS = 1.

dan konsep diri Prosedur Penelitian

b. Variabel terikat, yaitu sikap kreatif Definisi operasional masing-masing

Setelah alat ukur tersusun selanjutnya

variabel tersebut adalah sebagai berikut:

dilakukan content validity alat ukur oleh empat

a. Motivasi berprestasi

orang ahli dalam bidang psikologi pendidikan.

Motivasi

berprestasi

dioperasionalkan

Selanjutnya dilakukan pengujian reliabilitas

sebagai skor total yang didapat dari nilai

dan validitas alat ukur kepada 66 orang guru

jawaban

TK Islam yang berasal dari 12 TK. Uji coba

pada

skala

nilai

motivasi

berprestasi.

dilakukan pada tanggal 12

b. Konsep diri

c.

16 Juni 2006.

Karena terbatasnya waktu yang tersedia dan

Konsep diri dioperasionalkan sebagai skor

kesibukan guru-guru TK pada akhir tahun

total yang didapat dari nilai jawaban pada

ajaran,

skala nilai konsep diri.

pengisian kuesioner secara klasikal,

Sikap kreatif

secara individual.

Sikap kreatif dioperasionalkan sebagai

maka

subyek

Berdasarkan

hasil

terhadap

alat

tidak

uji

melakukan tetapi

coba

ukur

yang

skor total yang didapat dari nilai jawaban

dilakukan

motivasi

pada skala nilai sikap kreatif.

berprestasi, peneliti mengeliminasi 9 item dari 33 item yang diuji cobakan. Koefisien alpha ( )

Alat Ukur Penelitian

alat ukur motivasi berprestasi setelah peneliti

Motivasi berprestasi diukur dengan

mengeliminasi butir-butir item yang tidak valid

mengacu pada ciri-ciri orang yang memiliki

adalah sebesar 0,7605.

motivasi berprestasi tinggi menurut David C.

Setelah dilakukan uji coba terhadap

McClelland (1987).

pada

38 item alat ukur konsep diri, maka terdapat 5

Konsep diri diukur dengan mengacu

item yang tidak valid. Sedangkan koefisien

dimensi-dimensi

alpha ( ) alat ukur konsep diri setelah peneliti

konsep

diri

yang

dikemukakan oleh William H. Fitts (1971).

mengeliminasi item-item yang tidak valid

Sikap kreatif diukur dengan mengacu pada

dimensi-dimensi

sikap

kreatif

adalah sebesar 0,8904

yang

Pada alat ukur sikap kreatif dari 34

dikemukakan oleh Utami Munandar.

butir soal yang diujicobakan jumlah item yang tidak valid adalah 6 item sehingga item

21


terpakai adalah 28. Koefisien alpha setelah peneliti mengeliminasi item-item yang tidak valid adalah 0,7900.

Metode analisis data yang digunakan sesuai

Berdasarakan hasil uji coba alat ukur

dengan tujuan penelitian ini adalah regresi

di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ketiga

berganda (multiple regresion) dan Pearson

alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini

Correlation. Semua perhitungan statistik ini

tergolong reliabel.

menggunakan program SPSS.

Subyek yang diambil dalam penelitian ini adalah guru TK Islam yang ada di wilayah

Hasil Penelitian

Kota Bekasi.

Gambaran Subyek Penelitian Jumlah subyek pada penelitian ini

Metode pengambilan sampel adalah

adalah 118 orang guru-guru TK yang berasal

dengan menggunakan accidental sampling.

dari 24 sekolah TK yang berada di Wilayah

Selanjutnya peneliti melakukan pengambilan data dari tanggal 19

Kota Bekasi.

27 Juni 2006. Waktu

pengisian seluruh kuesioner kurang lebih selama 25 menit.

Berikut ini adalah gambaran dari subyek penelitian: Data Subyek Berdasarkan Jenis Kelamin Subyek

No

Jenis Kelamin

Jumlah

Persentase

117

99,15 % 0,85 %

1

Perempuan

2

Laki-laki

1

Jumlah

118

Hampir seluruh subyek dalam penelitian ini adalah perempuan, hanya 0,85 % laki-laki. Data Subyek Berdasarkan Tingkat Pendidikan No

Tingkat Pendidikan

Jumlah

Persentase (%)

1

SMU dan sederajat

14

12%

2

Pendidikan Guru Taman Kanak-

88

75%

16

13%

Kanak (PGTK) 3

Sarjana (S1) berbagai disiplin ilmu Jumlah

118

Dari data di atas tampak bahwa 88

(S1) dari berbagai disiplin ilmu dan sisanya

orang atau 75% subyek berpendidikan PGTK

SMU atau sederajat, yaitu

dan 16 orang atau 13% berpendidikan sarjana

22


Data Subyek Berdasarkan Pengalaman Mengajar No

Pengalaman Mengajar (dalam

Jumlah

Persentase %

tahun) 1

1

19

16,10

2

2

24

20,34

3

3

19

16,10

4

4

11

9,32

5

5

11

9,32

6

6

9

7,63

7

7

4

3,39

8

8

6

5,08

9

9

4

3,39

10

10

5

4,24

11

11

3

2,54

12

12

1

0,85

13

13

1

0,85

14

16

1

0,85

Jumlah

118

Dari tabel di atas tampak bahwa 49% subyek memiliki pengalaman mengajar minimal 4 tahun.

Gambaran Motivasi Berprestasi dan Konsep Diri Subyek Dimensi Motivasi Berprestasi No 1

Dimensi

Mean

Memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan perbaikan

2,9

kinerja. 2

Berespon pada resiko sedang setiap saat

2,7

3

Tekun

2,9

4

Memiliki tanggung jawab pribadi terhadap kinerja

2,5

5

Membutuhkan umpan balik atas pekerjaannya

2,8

6

Inovatif dan efisien

3

Total

2,8

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan

tinggi. Skor tertinggi terdapat pada dimensi

bahwa subyek cukup memiliki motivasi yang

23


Inovatif

dan

efisien

dan

terendah

pada

tanggung jawab pribadi.

Gambaran Konsep Diri Subyek No

Konsep Diri

Mean

Dimensi Internal 1

Identity Self

2,91

2

Judging Self

2,92

3

Behavior Self

2,96 Total

2,93

Dimensi Eksternal 1

Physical Self

2,87

2

Moral Ethical Self

3,08

3

Personal Self

4

Family Self

2,96

5

Social Self

2,64

3

Total

2,91

Dari tabel di atas, tampak subyek

dilihat dari dimensi internal maupun dimensi

memiliki konsep diri yang cukup tinggi, baik

eksternal.

Hasil Penelitian Hasil Uji Korelasi dan Regresi Variabel Motivasi Berprestasi dengan Sikap Kreatif.

Variabel

R

R2

F

Sig

Motivasi Berprestasi

0,631

0,398

76,813

0,000

Dari

hasil

uji

statistik

diperoleh

menunjukkan

bahwa

variabel

motivasi

koefisien korelasi Pearson (R) sebesar 0,631.

berprestasi signifikan untuk memprediksi sikap

Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan

kreatif guru.

yang

positif

antara

motivasi

berprestasi

Berdasarkan analisis di atas, maka

dengan sikap kreatif sebesar 0,631. Nilai

dengan demikian hipotesis pertama yang

2

koefisien determinasi (R ) yang diperoleh

menyatakan bahwa ada pengaruh yang positif

sebesar 0,398. Hal ini berarti 39,8% dari

dan

faktor-faktor yang mempengaruhi sikap kreatif

terhadap sikap kreatif guru, diterima.

guru

dapat

dijelaskan

oleh

signifikan

dari

motivasi

berprestasi

motivasi

Hasil uji korelasi dan regresi antara

berprestasi. Dari uji regresi diperoleh nilai

variabel konsep diri dengan sikap kreatif

probabilitas sebesar 0,000 (p<0,05) hal ini

adalah sebagai berikut:

24


Hasil Uji Korelasi dan Regresi antara Variabel Konsep Diri dengan Sikap Kreatif. Variabel

R

R2

F

Sig

Konsep Diri

0,536

0,287

46,662

0,000

Pada tabel 4.7 menunjukkan koefisien

yang positif antara motivasi berprestasi dan

korelasi Pearson (R) sebesar 0,536. Hal ini

konsep diri secara bersama-sama dengan

berarti ada hubungan yang positif antara

sikap kreatif sebesar 0,690. Pada tabel

konsep diri dengan sikap keatif sebesar 0,536.

tersebut juga tampak bahwa terdapat korelasi

Nilai

koefisien

determinasi

2

adalah

yang lebih besar ketika variabel motivasi

0,287yang berarti sebanyak 28,7% dari faktor

berprestasi dan konsep diri secara bersama-

yang mempengaruhi sikap kreatif guru dapat

sama dikorelasikan dengan variabel sikap

dijelaskan oleh variabel konsep diri. Dari uji

kreatif. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar

regresi diperoleh nilai probabilitas sebesar

0,476. Hal ini berarti bahwa sebanyak 47,6%

0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa variabel

faktor-faktor yang mempengaruhi sikap kreatif

konsep diri signifikan untuk memprediksi

guru dapat dijelaskan oleh kedua variabel

variabel sikap kreatif guru.

bebas

Dengan

demikian

(R )

tersebut.

Nilai

probabilitas

yang

berdasarkan

diperoleh adalah 0,000 (p<0,05). Hal ini berarti

analisis diatas, maka hipotesis kedua yang

variabel motivasi berprestasi dan konsep diri

menyatakan bahwa ada pengaruh yang positif

signifikan untuk memprediksi sikap kreatif

dan signifikan dari konsep diri terhadap sikap

guru.

kreatif guru, diterima.

antara

Berdasarkan analisis di atas, maka

Hasil uji korelasi dan regresi berganda

hipotesis

variabel

dan

hubungan yang positif dan signifikan dari

sikap kreatif adalah

motivasi berprestasi dan konsep diri terhadap

motivasi

konsep diri terhadap

berprestasi

ketiga

yang

menyatakan

ada

sikap kreatif guru, diterima.

sebagai berikut: Hasil Uji Korelasi dan Regresi Berganda

Diskusi

antara Variabel Motivasi Berprestasi dan Konsep Diri terhadap Sikap Kreatif Guru.

Hasil bahwa

2

R

R

F

Sig

0,690

0,476

52,231

0,000

penelitian

motivasi

ini

berprestasi

menunjukkan memberikan

pengaruh yang positif dan signifikan terhadap sikap kreatif guru. Secara umum motivasi berprestasi yang dimiliki oleh guru-guru TK yang menjadi subyek

Nilai koefisien korelasi Pearson (R)

pada

penelitian

ini

menunjukkan

motivasi berprestasi yang cukup tinggi.

sebesar 0,690. Hal ini berarti ada hubungan

25


Jika dilihat dari pengalaman mengajar,

permainan atau kegiatan yang dilakukan.

sebagian besar responden telah memiliki jam

Sehingga, tidak mengherankan ketika hasil

terbang mengajar yang cukup lama (empat

penelitian ini menunjukkan bahwa dimensi

tahun atau lebih) sebanyak 49%. Pengalaman

motivasi

mengajar yang cukup lama memungkinkan

pengaruhnya

guru untuk lebih mengenali tugasnya. Menurut

dimensi ketekunan.

berprestasi

yang

pada

sikap

paling

tinggi

kreatif

adalah

Lewin (dalam Pintrich & Schunk, 1996),

Pada penelitian ini terbukti pula bahwa

pengalaman yang dimiliki dan pengenalan

konsep diri memberikan pengaruh yang positif

tugas akan meningkatkan level of aspiration.

dan signifikan terhadap sikap kreatif guru.

Stipek (2002) juga memperkuat pendapat

Secara umum responden guru TK

tersebut. Seseorang akan memiliki motivasi

pada penelitian ini memiliki konsep diri yang

yang

prestasi

cukup baik, baik ditinjau dari dimensi internal

pengalaman-pengalaman

maupun eksternal. Guru yang memiliki konsep

keberhasilan maupun kegagalan yang pernah

diri positif akan menerima diri apa adanya,

diterimanya.

mengajar,

mencintai dirinya dan juga dapat menerima

akan membuat guru lebih mengenal medan

dan mencintai orang lain (Erich Fromm, dalam

kerjanya, dan akan mendorong guru tersebut

Calhoun 1990). Guru yang memiliki konsep

untuk melakukan perbaikan atau perubahan

diri positif akan mencintai siswa-siswanya.

cara mengajar ke arah yang lebih efektif dan

Kecintaannya ini akan mendorong guru untuk

efisien. Dalam usaha pengembangan cara-

lebih

cara

Melalui kreativitasnya, ia

kuat

untuk

berdasarkan

mencapai

Pengalaman

pengajaran

guru

tersebut,

guru

mencari

memahami

keunikan

setiap

siswa.

akan berusaha

alternatif dari berbagai cara yang juga tidak

memenuhi kebutuhan setiap siswa, dalam hal

tertutup kemungkinan melalui usaha-usaha

ini adalah anak-anak di TK nya.

kreatifnya.

Data penelitian ini juga menunjukkan

Responden guru pada penelitian ini memiliki

ketekunan

Ketekunan

yang

yang

cukup

tinggi.

tingkat pendidikan minimal PGTK.

Dengan

diperkirakan

memiliki kualifikasi pendidikan yang sesuai

mendorong guru untuk tidak mudah menyerah

dengan yang dipersyaratkan bagi guru TK, hal

ketika menghadapi kesulitan dalam usaha-

ini akan meningkatkan harapan guru untuk

usaha pengajaran (Pintrich & Schunk, 1996).

berhasil dalam menjalankan tugasnya. Bila

Individu yang memiliki ketekunan yang tinggi

individu

sanggup bekerja dalam waktu yang lebih lama

melaksanakan suatu tugas, maka individu

dan

tersebut cenderung untuk sukses (Calhoun,

memiliki

rasa

dimiliki

bahwa sebagian besar responden memiliki

percaya

diri

dalam

berpikir

1996). Ketika berhadapan dengan anak TK

memberikan keyakinan pada diri guru bahwa

yang berada pada tahap praoperasional,

ia mampu melaksanakan tugas sebagai guru

dibutuhkan ketekunan guru yang luar biasa

TK. Keyakinan seperti ini akan meningkatkan

agar siswa bisa memahami isi kegiatan yang

konsep diri guru (Aronson & Mettee, dalam

dilakukan. Ia akan menggunakan berbagai

Calhoun, 1993). Maracek dan Mettee (dalam

cara

Calhoun, 1993) menyatakan bahwa seseorang

dapat

memahami

26

lain,

hal

mampu

1993).

anak-anak

kata

ia

menjalankan tugasnya (Pintrich & Schunk,

agar

Dengan

bahwa

ini

turut


yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi

1993). Jadi individu yang memiliki motivasi

akan menggunakan seluruh potensi yang

berprestasi yang tinggi dan konsep diri positif

dimilikinya

akan memiliki keinginan yang lebih kuat untuk

dan

akan

memandang

tinggi

terhadap kemampuannya.

mencapai keberhasilan. Pendapat di atas

Hasil penelitian ini juga menunjukkan

memperkuat

bahwa motivasi berprestasi dan konsep diri

penelitian ini.

hasil

yang

ditemukan

pada

secara bersama-sama memberikan pengaruh

Penulis menyadari bahwa penelitian

yang lebih besar terhadap sikap kreatif guru

ini terlalu berfokus pada faktor internal guru,

dibandingkan jika sendiri-sendiri.

dan kurang membahas faktor eksternal seperti

Motivasi berprestasi mendorong guru

lingkungan

yang

kemungkinan

turut

untuk bekerja keras menghasilkan prestasi

mempengaruhi variabel sikap kreatif guru.

yang lebih baik. Disamping itu, konsep diri

Faktor sekolah, seperti aturan yang berlaku,

yang tinggi akan meningkatkan rasa percaya

sistem renumerasi, kesiapan fisik sekolah

diri, dan keyakinan diri. Dorongan untuk

(umpamanya dalam sarana dan prasarana)

sukses ditambah dengan percaya diri yang

diperkirakan dapat turut mempengaruhi sikap

tinggi akan menghasilkan kinerja yang tinggi.

kreatif guru.

Orang

yang

memiliki

berprestasi tinggi menyukai resiko

motivasi

Selain itu penelitian ini hanya terbatas

sedang

untuk menguji sikap kreatif yang mendorong

dalam menjalankan tugasnya (McClelland,

prilaku kreatif.

Sikap kreatif guru hanya

1987). Ia akan menetapkan target-target yang

berupa

ingin dicapainya. Sedangkan orang yang

tindakan

memiliki konsep diri positif akan mengerahkan

dilakukan penelitian lebih lanjut yang tidak

seluruh potensi yang dimiliki untuk mencapai

hanya terbatas pada sikap kreatif tetapi juga

tujuan atau target yang telah ditetapkan

meneliti mengenai perilaku kreatif atau produk

(Maracek dan Mettee, dalam Calhoun, 1993).

kreatif guru.

dorongan

dan

belum

kreatif.

Oleh

karena

merupakan itu

dapat

Dengan demikian motivasi berprestasi yang

Penggunaan laporan diri (self report)

tinggi ditambah dengan konsep diri yang

pada penelitian ini juga dapat menimbulkan

positif akan menghasilkan kinerja yang lebih

bias. Hal ini terjadi mungkin saja karena

baik. Artinya, guru yang memiliki motivasi

subyek

berprestasi yang tinggi dan konsep diri yang

sebenarnya. Oleh karena itu pada penelitian

positif akan memiliki sikap kreatif yang tinggi

selanjutnya,

pula.

kuesioner, gunakan juga teknik pengumpulan Individu dengan motivasi berprestasi

tidak

menyatakan keadaan

selain

dengan

yang

menggunakan

data seperti wawancara atau observasi.

yang tinggi memiliki dorongan bekerja keras Kesimpulan

dan hasrat yang tinggi untuk mencapai keberhasilan

atau

kesuksesan.

Individu

Berdasarkan uji hipotesis yang telah

dengan konsep diri positif memiliki harapan

dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan

untuk mencapai keberhasilan dan keinginan

sebagai berikut:

untuk meningkatkan harga diri (Moss dan

1. Hipotesis

Kagan, 1961; Weiner, 1974 dalam Calhoun,

yang

menyatakan

ada

pengaruh yang positif dan signifikan

27


dari motivasi berprestasi terhadap

dilakukan

sikap kreatif guru dapat diterima.

subyek dan observasi terhadap sekolah.

Artinya,

ada

berprestasi

pengaruh

terhadap

motivasi

sikap

d.

kreatif

juga

wawancara

terhadap

Penelitian selanjutnya diharapkan tidak hanya sebatas meneliti sikap kreatif guru

guru.

tetapi lebih jauh lagi meneliti perilaku atau

2. Hipotesis

yang

menyatakan

ada

produk kreatif guru.

pengaruh yang positif dan signifikan

Daftar Pustaka

dari konsep diri guru terhadap sikap

Calhoun, J.F dan Acocella, J.S. (1990).

kreatif guru dapat diterima. Artinya,

Psikologi Tentang Penyesuaian dan

ada pengaruh konsep diri terhadap

Hubungan Kemanusiaan Edisi ke

sikap kreatif guru.

Tiga. IKIP Semarang Press.

3. Hipotesis

yang

menyatakan

ada

Burns,

R.B.

pengaruh yang positif dan signifikan

(1993).

Konsep

Pengukuran,

dari motivasi berprestasi dan konsep

Diri

Teori,

Perkembangan

dan

Perilaku. Penerbit Arcan.

diri secara bersama-sama terhadap Fitts, W. H. (1971). The Self Concept and Self

sikap kreatif guru dapat diterima. Artinya,

ada

pengaruh

Actualization. Western Psychological

motivasi

Services.

berprestasi dan konsep diri secara bersama-sama terhadap sikap kreatif

Fitts,

guru.

W.

H.

(1972).

Self

Concept

&

Performance. Western Psychological Services.

Saran

Henson, K. T & Eller, B. F. (1999). Educational Penelitian

keterbatasan

dan

ini

tidak

terlepas

kekurangan.

dari

Psychology for Effenctive Teaching.

Untuk

Wads Worth Publishing Company.

penelitian selanjutnya, penulis mengajukan Hurlock,

saran-saran berikut:

E.

B.

Development.

a. Dilakukan pengkajian yang lebih mendalam

(1976).

Personality

Tata

McGraw-Hill

Publishing Company LTD New Delhi.

terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sikap kreatif guru, sehingga

Hurlock, E. B. (1978). Perkembangan Anak

dapat diperoleh faktor-faktor lain yang

Edisi ke-6. Erlangga.

secara lebih komprehensif berpengaruh

Ismayati,

terhadap sikap kreatif guru;

S.

(2006).

Pengaruh

Motivasi

Berprestasi dan Konsep Diri Terhadap

b. Pengambilan data dilakukan pada wilayah

Sikap Kreatif Guru TK. Tesis. Tidak

yang lebih luas, tidak hanya pada satu

Dipublikasikan.

wilayah, sehingga hasilnya dapat lebih merepresentasikan

variabel

McClelland,

yang

David

Motivation.

mempengaruhi sikap kreatif guru;

C.

(1987).

Cambridge

Human University

Press.

c. Untuk melengkapi data, selain mengambil data dengan menggunakan kuesioner,

Munandar, S.C Utami. (1977). Creativity and Education

28

A

Study

of

The


Printich, P.R.

Relationships Between Measures of

&

Schunk, D.H. (1996).

Cretive Thinking and A Number of

Motivation

Educational Variabels in Indonesian

Research & Application. New Jersey:

Primery

and

Prentice Hall.

Schools.

University of Amsterdam.

Junior

Secondary

Integrating Theory and Practice Fourth

S.C

Utami.

Mengembangkan

(1992).

Bakat

Edition. Allyn and Bacon.

dan

Winkel, W.S. (1999). Psikologi Pengajaran.

Kreativitas Anak Sekolah. Petunjuk

Cetakan

Bagi Para Guru dan Orang Tua. PT Gramedia

Widiasarana

kelima.

Anita

E.

(1995). th

Psychology. 6 Munandar, S.C Utami. (1999) Kreativitas dan

Bacon USA.

Keberbakatan Strategi Mewujudkan dan

Gramedia.

Jakarta. Woolfolk,

Kreatif

PT

Indonesia.

Jakarta.

Potensi

Education: Theory,

Stipek, Deborah. (2002). Motivation to Learn

Disertasi. Munandar,

in

Bakat.

PT

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Munandar, A.S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. UI Press.

29

Educational

edition. Allyn and


STRESS DAN PERILAKU COPING PADA SISWA SMU PROGRAM PERCEPATAN BELAJAR Erina Indriasari dan Lydia Freyani Hawadi Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran stres dan perilaku coping pada siswa SMU program percepatan belajar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan alat pengumpul data berupa kuesioner stres yang disusun berdasarkan teori dan kuesioner perilaku coping yang merupakan adaptasi dari Cope Scale yang dikembangkan oleh Carver dkk. Sampel penelitian ini terdiri dari 35 orang siswa SMU program percepatan belajar kelas 1 dan kelas 2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari ketiga jenis stres yang ada, yaitu konflik, frustrasi, dan tekanan, jenis stres yang lebih menonjol adalah konflik. Sedangkan dari kedua jenis perilaku coping yang ada, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa coping terpusat masalah merupakan jenis coping yang cenderung dipergunakan siswa program percepatan belajar dalam menghadapi situasi atau kondisi sekolah yang menimbulkan stres. Kata kunci/keywords : Stress, Coping, siswa, percepatan belajar

Pendahuluan

suatu ketrampilan dasar yang sebenarnya cukup penting. Selain itu dengan tuntutan

Program percepatan belajar adalah

akademis untuk berprestasi yang terlalu besar

salah satu bentuk pelayanan pendidikan yang

seringkali

diberikan bagi siswa dengan kecerdasan dan kemampuan

luar

biasa

untuk

berkonsentrasi

dapat

saja

waktu yang telah ditentukan (Depdiknas, Hawadi,

program

2001).

belajar

berbakat

akademik

ternyata

negatif

di

bidang

antara

juga

mengurangi

lain

berdampak

akademis,

penolakan

siswa

terlalu

tinggi

pada

penyesalan

siswa

di

oleh

teman-teman

yang

lebih

antara lain timbulnya rasa frustasi akibat tekanan dan tuntutan akademis (Southern &

dengan tuntutan-tuntutan berprestasi yang oleh

untuk

emosi dampak negatif yang mungkin muncul

lain

ketidakmampuan siswa menyesuaikan diri

dirasakan

waktu

dewasa. Sedangkan di bidang penyesuaian

Dampak negatif yang mungkin muncul antara

berkurangnya

orang lain, dan juga kemungkinan terjadinya

1991).

akademis

untuk

kemudian hari, kesulitan berhubungan dengan

kegiatan ekstrakurikuler (Southern & Jones,

bidang

kesempatan

beraktivitas dengan teman sebaya sehingga

penyesuaian sosial, penyesuaian emosi, dan

di

dengan

sosial, dampak negatif yang mungkin muncul

berpeluang menimbulkan permasalahan dan potensi

pelajaran

berpikir divergen. Di bidang penyesuaian

selain

memberikan manfaat dan keuntungan bagi siswa

harus

mengembangkan kreativitas dan kemampuan

Penyelenggaraan

percepatan

pada

mereka

menggunakan pola pikir konvergen yang tentu

menyelesaikan pendidikan lebih awal dari

dalam

membuat

Jones, 1991). Berbagai hal tersebut baik yang

dan

disebabkan oleh aspek emosi, sosial maupun

kurangnya kemampuan dalam menampilkan

akademis

30

berpotensi

menimbulkan

stress


pada siswa

program

belajar.

menggunakan sejumlah perilaku yang disebut

Menurut Feldhusen (1985) jika seorang anak

sebagai strategi coping (Cooper&Davidson,

diketahui memiliki bakat intelektual, banyak

1991; Feldman, 1997; Lazarus, 1976). Rutter

orang yang mengharapkan anak tersebut

(1983) menyatakan bahwa coping merupakan

dapat menunjukkan kemampuannya pada

respon individu terhadap keadaan, kejadian,

tingkat yang lebih tinggi. Jika tuntutan tersebut

atau peristiwa yang menimbulkan stres. Siswa

dinilai

yang

program percepatan belajar akan mengalami

dimiliki oleh siswa untuk berespon, maka

stres jika situasi atau kondisi dan tuntutan

mereka akan mengalami stres.

yang ada melebihi kemampuan coping yang

melebihi

percepatan

batas

kemampuan

Stres merupakan bagian yang normal

dimilikinya. Selain itu stres yang berlebihan

dalam kehidupan manusia yang tidak bisa

tanpa adanya kemampuan coping yang efektif

dihindari sepenuhnya. Stres dapat berdampak

akan mempunyai implikasi jangka panjang

positif maupun negatif. Dampak positifnya

pada

antara lain dapat memuaskan kebutuhan yang

mereka di kemudian hari (Feldman, 1997).

berasal dari dalam diri melalui tingkat stres

Menurut Santrock (dalam Suntari, 1997) pada

yang optimal dan mengurangi akibat-akibat

umumnya remaja ketika menghadapi situasi

psikologis pada kesulitan-kesulitan di masa

yang menimbulkan stres mempergunakan

mendatang. Sedangkan dampak negatif dari

lebih dari satu macam strategi coping pada

stres

saat

antara

lain

monculnya

berbagai

kesehatan

psikologis

bersamaan.

Remaja

dan

juga

fisiologis

memiliki

gangguan fisik, rentan terhadap penyakit,

kecenderungan untuk menggunakan perilaku

menurunnya

coping terpusat emosi pada saat menghadapi

daya

tahan

tubuh,

dan

menurunnya efektifitas pekerjaan (Feldman,

masalah.

dalam Powell, 1983).

dilakukannya tindakan aktif individu untuk

Sebagai mengalami

manusia,

situasi

dan

saat kondisi

remaja

Coping

jenis

ini

menghambat

mangatasi masalahnya secara langsung. Hal

yang

ini

dikhawatirkan

menimbulkan stres, secara alamiah mereka

perkembangan

akan berusaha untuk mengatasinya dengan

selanjutnya.

akan

mereka

mempengaruhi pada

tahap

Indonesia dibatasi pada dua hal yaitu, pertama Rumusan Masalah

adalah mereka yang memiliki taraf inteligensi

Bagaimana gambaran stres dan perilaku

di atas 140 atau kedua mereka yang oleh

coping pada siswa SMU yang mengikuti

psikolog dan/atau guru diidentifikasi sebagai

program percepatan belajar?

peserta didik yang telah mencapai prestasi yang memuaskan dan memiliki kemampuan

Tinjauan Teoritis

umum yang berfungsi pada taraf cerdas, dan keterikatan terhadap tugas yang tergolong

Anak Berbakat dan Program Percepatan

baik serta kreativitas yang memadai (Hawadi,

Belajar

2001). Dengan demikian pihak sekolah yang Pengertian mengenai keberbakatan

ingin mengadakan program percepatan belajar

sangat beraneka ragam, saat ini pengertian

harus mengacu pada pengertian tersebut

anak berbakat dalam program percepatan

untuk kepentingan rekrutmen dan seleksi

belajar yang dikembangkan oleh pemerintah

31


calon

akseleran.

Dalam

pedoman

yang disebut sebagai stressor (Kaplan,dkk.,

penyelenggaraan program percepatan belajar

1993; Baron, 1995). Sumber stres tidak hanya

(depdiknas, 2001) indikator dari siswa yang

berasal dari lingkungan saja, tetapi bisa juga

memiliki prestasi yang memuaskan diperoleh

berasal dari dalam diri individu. Haber dan

dari tiga sumber, yaitu NEM dari sekolah

Runyon (1984) mennyebutkan ada 3 kondisi

sebelumnya, dengan rata-rata di atas 7.00; tes

yang secara umum seringkali menimbulkan

kemampuan akademis, khusus untuk bidang

stres, yaitu :

studi matematika dan Bahasa Indonesia nilai

1. Frustasi : situasi yang terjadi jika individu

sekurang-kurangnya 7.00; Rapor, nilai rata-

dalam usahanya untuk mencapai tujuan

rata seluruh bidang studi tidak kurang dari

mengalami hambatan, baik fisik, sosial

7.00.

maupun pribadi. Program

buku

percepatan

yang

2. Konflik : situasi dimana terdapat dua atau

diselenggarakan di Indonesia saat ini masih

lebih hal/ tindakan/ keinginan/ pilihan yang

terbatas pada tipe telescoping curriculum,

bertentangan yang muncul pada saat

yaitu siswa menggunakan waktu yang kurang

bersamaan. Konflik sendiri diklasifikasikan

dari waktu yang biasa digunakan untuk

dalam 4 tipe, yaitu approach-approach

menyelesaikan

conflict,

studi.

belajar

Kurikulum

untuk

avoidance-approach

conflict,

program percepatan belajar dikembangkan

avoidance-avoidance conflict, dan multiple

dari kurikulum nasional (standar) yang dapat

approach-avoidance conflict.

memenuhi kebutuhan perkembangan siswa

3. Tekanan ; dapat berasal dari dalam

yang memiliki kemampuan dan kecerdasan

mapun dari luar individu

luar biasa dengan pengalaman yang berbeda dalam

arti

kedalaman,

keluasan,

Stres

yang

dialami

individu

dan

dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal

kecepatan. Siswa SMU yang biasa menempuh

baik dari dalam maupun dari luar individu.

studi selam 3 tahun menjadi hanya dua tahun.

Faktor

yang

berasal

dari

dalam

(faktor

internal) antara lain pengalaman terdahulu, Stres dan Coping

banyak dan lamanya stres, kontrol personal,

Stres secara psikologis adalah proses

karakteristik individu yang meliputi tahap

dimana situasi/ kejadian/ peristiwa yang terjadi

perkembangan,

atau terdapat di dalam lingkungan yang

mekanisme

menyebabkan

eksternal antara lain dukungan sosial dan

tertentu,

timbulnya

yang

dinilai,

tuntutan-tuntutan dirasakan,

atau

coping

faktor

Saat

menghadapi

situasi

yang

menimbulkan stres secara wajar individu akan

berespon atau bereaksi (Gatchel,dkk., 1989;

berusaha untuk mengatasi situasi tersebut

Lazarus dan Folkman, 1984; Morgan,dkk.,

melalui perilaku-perilaku tertentu yang disebut

1986; Baum,dkk., 1981).

sebagai perilaku coping. Lazarus dan Folkman

menyebabkan

dalam timbulnya

dimilikinya

Sedangkan

dan

untuk

Situasi

yang

coping.

kepribadian

faktor yang terkait dengan situasi.

dipersepsikan individu sebagai sesuatu yang melebihi

motivasi,

lingkungan

yang

(dalam Kaplan,dkk., 1993) menyatakan bahwa

tuntutan-tuntutan

ada dua macam kategori coping, yaitu :

tersebut berperan sebagai sumber stres atau

32


1. Coping

terpusat

masalah

(problem-

diarahkan

untuk

mengatur

atau

focused coping) : jenis perilaku coping

memodifikasi fungsi emosional individu

yang dikarakteristikkan dengan adanya

saat

tindakan-tindakan yang diarahkan untuk

menimbulkan stres tanpa berusaha untuk

mengontrol sumber stres. Tujuan dari

mengubah situasi yang menjadi sumber

tindakan-tindakan tersebut adalah untuk

stres secara langsung (Feldman, 1997;

memecahkan masalah atau mengubah

Kaplan,dkk.,

situasi

bertujuan

untuk

mengurangi

tekanan

yang

(Carver,dkk.,

menjadi 1989;

sumber

Feldman,

stres 1997;

menghadapi

1993).

situasi

Jenis

yang

coping

mengatur

ini atau

emosional

yang

Kaplan,dkk., 1993). Carver, dkk.(1989)

dialami individu (Carver,dkk., 1989). Jenis

membagi

menjadi

coping ini di bagi dalam beberapa kategori

beberapa tindakan, yaitu Active coping,

tindakan, yaitu Seeking social support for

Planning,

emotional

reasons,

activities, Restraint coping, dan Seeking

reinterpretation

and

sosial support for instrumental reasons.

Acceptance, Turning to religion, Focusing

2. Coping terpusat emosi (emotion-focused

on and venting of emotions, behavioral

jenis

coping

Suppression

ini

of

competing

coping) : jenis perilaku coping yang

disengagement,

ditandai

disengagemnent

oleh

tindakan-tindakan

yang

Positive

growth,

dan

Denial,

mental

ini terdiri dari 53 item yang mencakup 14 aspek perilaku coping yang dikelompokkan

Metode Penelitian

dalam dua ketegori yaitu coping terpusat Subyek

masalah dan coping terpusat emosi. Dalam kuesioner ini subyek diminta seberapa sering

Dalam penelitian ini subyek yang digunakan sebanyak 35 orang siswa SMU

dirinya

melakukan

perilaku

coping

kelas 1 dan kelas 2 yang mengikuti program

tercantum dalam pernyataan tersebut.

yang

percepatan belajar. Hasil Penelitian Gambaran stres subyek

Alat Pengumpul Data Bentuk alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam

Skor stres subyek pada penelitian ini

penelitian ini

berkisar antara 1.93 sampai dengan 5.63

adalah kuesioner. Pada kuesioner stres terdiri

dengan mean 3.72 dan standar deviasi 0.73.

atas 40 item yang mewakili tiga jenis stres,

Berdasarkan nilai mean dan standar deviasi

yaitu frustrasi, konflik dan tekanan. Dalam

subyek penelitian dibagi dalam 3 kelompok

kuesioner ini subyek diminta memberikan

subyek, yaitu subyek dengan tingkat stres

gambaran seberapa jauh kesesuain antara

rendah sebanyak 17.1%, subyek dengan stres

pernyataan dengan kondisi kehidupannya di

sedang 85.7%, dan subyek dengan tingkat

sekolah. Kuesioner bagian kedua kuesioner

stres tinggi 17.1%.

perilaku coping yang merupakan adaptasi dari Dengan pengujian menggunakan t-

Cope Scale yang dikembangkan oleh Carver,

test untuk melihat perbedaan nilai mean skor

Scheier dan Weintraub tahun 1989. kuesioner

stres pada kelompok subyek tingkat stres

33


tinggi dan tingkat stres rendah didapatkan hasil

adanya

perbedaan

yang

dengan nilai signifikansi 0.02.

signifikan

Jika melihat mean dari setiap jenis stres akan didapatkan gambaran sebagai berikut : Tabel 1. Skor rata-rata dari setiap jenis stres Jenis Stres

Skor Min

Skor Maks

Mean

Std. Deviasi

Frustrasi

2.20

5.50

3.62

0.86

Konflik

1.20

6.00

3.78

1.00

Tekanan

2.15

5.50

3.73

0.71

Dari tabel 1 diatas terlihat bahwa konflik

dibandingkan

merupakan jenis stres yang lebih menonjol

lainnya.

dengan

kedua

jenis

stres

Gambaran Perilaku Coping Subyek Tabel 2 Skor rata-rata perilaku coping subyek Jenis Coping

Skor Min

Skor Maks

Mean

Std. Deviasi

Coping terpusat masalah

2.05

3.85

2.85

0.38

Coping terpusat emosi

1.85

2.85

2.32

0.27

Dari tabel 2 diatas terlihat bahwa jenis coping

instrumental reason merupakan aspek dari

terpusat masalah merupakan jenis coping

jenis perilaku coping terpusat masalah yang

yang cenderung digunakan subyek penelitian

cenderung

saat menghadapi masalah atau situasi yang

menghadapi

menimbulkan stres di sekolah.

dengan aspek-aspek lain dari peilaku coping

akan

didapatkan

jika

saat

dibandingkan

coping terpusat emosi aspek yang cenderung

aspek yang terdapat dalam setiap jenis coping

masalah

subyek

terpusat masalah. Sedangkan untuk perlaku

Selain itu jika dilihat mean dari aspek-

perilaku

dipergunakan

digunakan adalah positive reinterpretation and

bahwa

growth.

planning and seeking social support for

Diskusi

menimbulkan stres, tetapi persentase subyek yang tergolong pada tingkat stres tinggi tidak

Ada beberapa hal dari penelitian ini

terlalu banyak. Hal ini mungkin disebabkan

yang menarik untuk didiskusikan. Dalam penelitian

ini

ditemukan

hasil

oleh adanya perbedaan penilaian individu

yang

terhadap

menunjukkan bahwa meskipun situasi dan

hal

yang

menimbulkan

stres.

Sebagian besar subyek merasa bahwa situasi

kondisi program percepatan belajar dapat

34


dan kondisi sekolah tidak menimbulkan stres

muncul

pada

(Haber&Runyon,

mereka,

sedangkan

sebagian

lain

pada

saat 1984).

Siswa

percepatan

menimbulkan stres. Hal ini menunjukkan

konflik

bahwa cara siswa menilai situasi yang ada di

Misalnya keinginan siswa untuk memiliki lebih

sekolah

dengan

banyak waktu luang bersama teman atau

bervariasinya skor subyek. Fakta ini sesuai

keluarga namun terbentur dengan padatnya

dengan pendapat para ahli bahwa suatu

waktu belajar atau keinginan-keinginan lain

situasi yang dinilai sebagai penyebab stres

yang sulit dilaksanakan karena terbentur

pada individu belum tentu mandapat penilaian

dengan kesibukan di sekolah dapat menjadi

yang sama oleh individu lain. Karena penilaian

konflik sehingga menimbulkan stres pada diri

yang dilakukan individu terhadap situasi dan

siswa.

terbukti

reaksinya terhadap situasi tersebut sangat dipengaruhi

oleh

faktor

internal

yang

seringkali

program

meresakan hal itu sebagai sesuatu yang

berbeda-beda,

belajar

bersamaan

dapat

mengalami

menyebabkan

stres.

Berkaitan dengan tekanan sebagai

seperti

situasi

yang

dapat

menimbulkan

stres,

pengalaman, kontrol personal, kepribadian,

tekanan yang dialami siswa dapat bersumber

dan mekanisme coping individu serta faktor-

dari dalam diri sendiri dan dari luar diri.

faktor eksternal yaitu dukungan sosial dan

Tekanan yang bersumber dari dalam diri

faktor yang berkaitan dengan situasi (Baron,

biasanya menyangkut hal-hal yang berkaitan

1995; Sarafino, 1990)

dengan harga diri, komitmen pribadi serta nilai

Kemungkinan lain adalah subyek saat

individu.

Sedangkan

tekanan

dari

luar

menghadapi masalah yang menimbulkan stres

biasanya menyangkut hal-hal yang berkaitan

cenderung

dan

dengan waktu dan tuntutan dari orang lain

yang

(Haber&Runyon, 1984). Pada siswa program

dianggap dapat memberikan bantuan. Dengan

percepatan belajar tekanan yang muncul

cara ini mereka mendapatkan dukungan sosial

antara lain banyaknya tugas yang harus

dari orang lain, yang telah diketahui dapat

dikerjakan, tuntutan dari orang tua serta guru.

mengurangi akibat-akibat yang ditimbulkan

Rasa frustrasi siswa muncul karena usahanya

oleh stres dan meringankan stres yang

untuk mencapai suatu tujuan mengalami

dirasakan individu. Sebagaimana juga terlihat

hambatan. Misalnya siswa yang berkeinginan

dalam hasil penelitian bahwa hampir seluruh

untuk menjadi juara kelas tidak berhasil

subyek (97.1%) mencari dukungan sosial dari

karena

orang lain saat menghadapi masalah di

berkemampuan di atas rata-rata, sehingga

sekolah.

pada akhirnya siswa tersebut frustrasi.

mambaginya

untuk

menceritakan

dengan

Berkaitan

orang

siswa

lain

yang

Berkenaan dengan perilaku coping,

penelitian ini mendapatkan bahwa konflik

dimana siswa program percepatan belajar

memiliki mean yang lebih besar dibandingkan

cenderung

frustrasi dan tekanan meskipun perbedaan

berpusat masalah pada saat menghadapi

ketiganya

permasalahan, berbeda dengan pendapat

terlalu

jenis

banyaknya

stres,

tidak

dengan

lain

besar.

Konflik

menggunakan

merupakan situasi dimana terdapat dua pilihan

Santrock

atau lebih yang saling bertentangan yang

mengemukakan

35

(dalam

perilaku

Suntari, bahwa

1997) remaja

coping

yang pada


umumnya

memiliki

kecenderungan

saja

tanpa

didukung

keinginan

sendiri,

menggunakan coping terpusat emosi pada

frekuensi subyek dengan tingkat stres tinggi

saat menghadapi masalah. Hal ini dapat

lebih banyak daripada subyek dengan tingkat

dipahami dengan merujuk pada karakteristik

stres rendah. Sebaliknya jika faktor yang

yang

percepatan

mendorong siswa untuk mengikuti program

belajar sebagai siswa berbakat intelektual.

percepatan belajar adalah karena keinginan

Sesuai dengan observasi Terman (dalam

diri sendiri yang juga didukung oleh orang tua,

Reksodipuro, 2000) anak berbakat intelektual

frekuensi subyek dengan tingkat stres tinggi

memilki karakteristik sebagai anak yang cepat

lebih sedikit. Hasil ini menunjukkan bahwa

memahami, cepat dalam mengingat, memiliki

motivasi

pengetahuan yang luas, dan fleksibel dalam

percepatan

berpikir,

sangat

dimiliki

siswa

yang

program

kesemuanya

merupakan

diri

dalam

mengikuti

program

memegang

peranan

Reksodipuro

(2000)

belajar

penting.

prasyarat untuk tampilnya suatu perilaku

mengemukakan

pemecahan

percepatan belajar yang harus diperhatikan

masalah

yang

sempurna.

program

tidak

pada

mungkin

pengembangan aspek kognitif saja. Faktor lain

menyebabkan adanya perbedaan perilaku

yang dapat menjadi penentu dari tampilnya

coping. Seperti diketahui perilaku coping

prestasi

terpusat emosi cenderung digunakan saat

diperhatikan, salah satunya adalah aspek

individu

merasa

motivasi belajar. Motivasi merupakan faktor

sesuatu

untuk

inilah

tidak

yang

dapat

mengubah

melakukan

siswa

yang

pendidikan

unggul

juga

atau

harus

yang

penentu dalam melihat hubungan antara

menyebabkan stres, dalam hal ini individu

keberbakatan anak di masa kecil dengan

tidak memiliki sumber daya untuk mengatasi

prestasi unggul yang dapat dicapai pada masa

masalah (Feldman, 1997; Kaplan, dkk., 1993).

dewasa.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

percepatan belajar yang diperlukan tidak

siswa program percepatan belajar cenderung

hanya kemampuan inteligensi tingkat tinggi,

mempunyai sumber daya untuk mengatasi

namun juga diperlukan motivasi diri dari calon

masalah.

akseleran agar kelak dapat menampilkan

Adanya

sumber

kondisi

faktor

dalam

Karakteristik yang berbeda dari siswa remaja umumnya

hanya

bahwa

daya

dapat

menyebabkan stres berkurang. Hal ini sesuai

Jadi

untuk

mengikuti

program

prestasinya secara lebih optimal.

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli bahwa kemampuan individu untuk

Kesimpulan

mengontrol suatu sumber stres yang akan

1. Sebagian

besar

siswa

yang

menjadi

dihadapi merupakan variabel penting dalam

responden dalam penelitian ini tergolong

mengatasi stres (Bieliauskas, 1982). Hal ini

dalam kelompok dengan tingkat stres

sekaligus menjelaskan mengapa hanya sedikit

yang sedang.

siswa yang tergolong ke dalam kelompok

2. Berdasarkan mean yang diperoleh pada

dengan tingkat stres tinggi.

setiap jenis stres, konflik merupakan jenis

Hasil tambahan yang menunjukakn bahwa

jika

siswa

mengikuti

stres yang menonjol jika dibandingkan

program

dengan kedua jenis stres lainnya.

percepatan belajar atas keinginan orang tua

36


3. Jenis coping perilaku yang cenderung

membantu

siswa

untuk

mengatasi

digunakan siswa yang menjadi responden

kemungkinan stres yang timbul secara

dalam penelitian ini adalah jenis perilaku

positif.

coping terpusat masalah.

7. Sekolah terus berupaya agar siswa tetap

4. Aspek yang menonjol dari jenis perilaku

mempertahankan dan terbiasa dengan

coping terpusat masalah adalah aspek

perilaku coping terpusat masalah misalnya

planning and seeking social support for

dengan cara :

instrumental reason. Sedagkan pada jenis

Memberikan

perilaku coping yang terpusat emosi aspek

masalah.

yang

Membantu

siswa

agar

mengurangi

rasa

frustrasi

menonjol

adalah

positive

reinterpretation and growth. 5. Jika faktor yang mendorong siswa untuk

pelatihan

menghadapi

pemecahan

dapat saat

perubahan-perubahan

mengikuti program percepatan belajar

dalam kehidupan dengan membantu

karena keinginan orang tua saja tanpa

siswa untuk mengembangkan sikap

didukung keinginan diri sendiri, frekuensi

positif terhadap diri sendiri.

subyek yang tergolong dalam tingkat stres

8. Pihak sekolah secara bijak mengambil

tinggi lebih banyak. Sedangkan jika faktor

langkah tertentu yang dianggap perlu

pendorong siswa karena keinginan diri

berkaitan dengan pentingnya motivasi diri

sendiri dan juga didukung orang tua,

dalam menyaring siswa yang akan masuk

frekuensi subyek yang tergolong dalam

kelas akselerasi.

tingkat stres tinggi lebih sedikit.

9. Sekolah mengadakan layanan bimbingan dan konseling agar potensi siswa dapat berkembang secara optimal.

Saran

10. Sekolah

1. Subyeknya diperluas tidak hanya satu

meningkatkan

sekolah saja.

program

reguler,

hal

ini

guru,

kesadarannya

lebih akan

kebutuhan-kebutuhan siswa, mengenali

2. Penelitian hendaknya juga dilakukan pada siswa

dalam

masalah yang umum terjadi pada remaja,

untuk

dan juga mengenali ciri-ciri siswa yang

mendapatkan perbandingannya.

mengalami

3. Alat ukur dibuat tidak hanya berdasar teori

stres

sehingga

bisa

tapi juga berdasarkan elisitasi terhadap

mengantisipasi stres yang semakin parah

siswa dan pihak lain yang terkait.

pada siswa.

4. Pengumpulan dilakukan

data

secara

handaknya kualitatif

juga

dengan

melakukan wawancara. 5. Alat

ukur

hendaknya

melibatkan

pertanyaan terbuka. 6. Pihak sekolah hendaknya menyediakan sarana dan prasarana yang memadai serta memberdayakan semua komponen yang ada termasuk guru dalam rangka

37


Daftar Pustaka

Graw Hill Company.

Baron, R.A (1995). Psychology. (3rd ed). Boston : Allyn & Bacon

International

Book

Powell, D. (1983). Understanding Human Adjusment : Normal Adaptation Through The Life Cycle. (1st ed). Boston : Little, Brown & Company Limited.

Bieliauskas, L.A. (1982). Stress and Its Relationships to Health and Illness. (1st ed.). Colorado : Westwives Press, Inc.

Reksodiputro, S. H. S (2000) Dampak Program Akselerasi Terhadap Aspek Perkembangan Kognitif Siswa. Simposium Program Akselerasi Dalam Pendidikan Bagi Siswa Berbakat Akademik.

Carver, C.S., Scheier, M.F., & Weintraub, J.K. (1989). Assessing Coping Strategies : A Theoretically Based Approach. Journal of Personality and Social Pschology.

Sarafino, E. P. (1990). Heath Psychology : Biopsychosocial Interactions. (2nd ed.). Singapore : John Wiley & Sons, Inc.

Departemen Pendidikan Nasional. (2001). Pedoman Peneyelenggaraan Program Percepatan Belajar (SD, SLTP, SMU). Jakarta : Direktorat PLB Ditjen Dikdasmen.

Southern, T & Jones, E.D. (1991). The Academic Acceleration of Gifted Children. New York : Teacher Collage Press.

Feldhusen, J. (ed). (1985). Toward Excellence in Gifted Education. London : Love Publishing Company.

Suntari, P.L. (1997). Stress dan Perilaku Coping pada Siswa SMU Unggulan : Studi Eksploratif pada Siswa SMU 70 Jakarta. Skripsi. Jakarta : Program S1 Universitas Indonesia.

Feldman, R.S. (1997). Understanding Psychology. (3rd ed.) New York : The McGraw-Hills Publishing Companies, Inc. Gatchel, R.J., Baum A., & Krantz, D.S. (1989). An Introduction to Health Psychology. (2nd ed.). Singapore : The McGrawHills, Inc. Haber & Runyon, R. P. (1984). Psychology of Adjusment. (1st ed.). IIIinois : The Dorsey Press. Hawadi, R. A. (2001). Program Percepatan Belajar Bagi Anak Berbakat Intelektual Ditinjau dari Sisi Psikologis. Seminar dan Temu Konsultasi : Informasi Penyelenggaraan Program Percepatan Belajar Bagi Anak Berbakat Intelektual . Indriasari, E. (2003) Stres dan Perilaku Coping Pada Siswa SMU Program Percepatan Belajar. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Kaplan, R. M., Sallis, J.F., & Patterson, T.L. (1993). Health and Human Behavior. (1st ed). Singapore : The McGrawHills, Inc. Lazarus, R. S. (1976). Pattern of Adjusment. (3rd ed). Auckland : Mc-Graw Hill International Book Company. Morgan, C.T., King, R.A., Weisz, J.R & Schopler, J. (1986). Introduction to Psychology. (7th ed). Auckland : Mc-

38


KAITAN KEMANDIRIAN DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL TERHADAP SIKAP KREATIF PADA SISWA SLTP FULL DAY SCHOOL DAN NON-FULL DAY SCHOOL DI JAKARTA SELATAN Merry Hotma Ria Sitanggang, S.C. Utami Munandar, dan Puji L. Prianto

Abstrak Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui hubungan kemandirian dan kompetensi interpersonal dengan sikap kreatif pada siswa full day school dan non-full day school (2) untuk mengetahui peran kemandirian dan kompetensi interpersonal terhadap sikap kreatif pada siswa full day school dan non-full day school (3) untuk mengetahui perbedaan kemandirian, kompetensi interpersonal dan sikap kreatif yang dimiliki oleh siswa full day school maupun non-full day school. Sampel penelitian adalah siswa kelas I SMP yang berjumlah 160 orang. Sebanyak 72 orang berasal dari SLTP Tirta Marta, yang mewakili sekolah dengan sistem full day school dan 88 orang dari SLTP Charitas, mewakili non-full day school. Alat ukur yang digunakan adalah skala kemandirian yang dimodifikasi dari Farida (2001) dan Ritandiyono (2002), skala kompetensi interpersonal merupakan hasil konstruksi peneliti sendiri, serta skala sikap kreatif dari Utami Munandar (1977) dan ditambah beberapa item oleh peneliti, serta pengubahan dalam menjawab kuesioner, dari pola jawaban benar, menjadi setuju sampai sangat tidak setuju. Analisis data yang digunakan adalah ttest dan Pearson Product Moment Correlation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kemandirian antara siswa full day school dan non-full day school, namun terdapat perbedaan kompetensi interpersonal dan sikap kreatif pada kedua kelompok siswa tersebut. Hasil lain menunjukkan pada siswa full day school tidak ada hubungan antara kemandirian dengan sikap kreatif, tapi terdapat hubungan antara kompetensi interpersonal dengan sikap kreatif. Sementara itu, pada siswa non-full day school terdapat hubungan antara kemandirian dan kompetensi interpersonal dengan sikap kreatif siswa. Pada kedua kelompok siswa tidak tampak peran kemandirian terhadap sikap kreatif siswa, tetapi ada peran kompetensi interpersonal terhadap sikap kreatif siswa. Kata kunci/keywords : kemandirian, kompetensi interpersonal, sikap kreatif, full day school, non full day school.

Pendahuluan Salah

untuk

di sekolah hampir sepanjang hari, yakni

daya

hingga pukul 15.30 atau pukul 16.00 Wib.

adalah melalui pengembangan

Sementara di sekolah reguler, para siswa

mengoptimalkan manusia sistem

sabtu mereka libur. Siswa belajar dan berada satu

strategi

potensi

pendidikan

sumber

nasional.

Upaya

mengikuti kegiatan belajar dari senin sampai

pengembangan sistem pendidikan nasional itu

sabtu mulai pagi sampai siang, hanya sampai

dilakukan dengan cara menyelenggarakan

pukul 13.00 atau pukul 14.00 Wib.

sekolah-sekolah unggul atau disebut juga

Menurut Christianto (dalam Kompas,

sekolah plus. Menurut Hardiono (2003), salah

Oktober 2003), latar belakang diterapkannya

satu

biasanya

sistem full day school lebih pada upaya

menerapkan sistem full day school atau

memberikan pelayanan yang memuaskan bagi

sekolah lima hari. Full day school adalah

stake holder-nya, yaitu siswa, orang tua siswa,

sekolah

guru dan karyawan, serta masyarakat pada

ciri

dari

yang

sekolah

dalam

plus

penyelenggaraannya

berlangsung sepanjang hari dari pagi sampai

umumnya.

sore. Pada siswa mengikuti kegiatan sekolah

meningkatkan kepuasan stake holder adalah

dari hari senin sampai hari jumat, dan hari

dengan memikirkan pelaksanaan sistem full

39

Salah

satu

upaya

untuk


day school. Selain itu ada juga keinginan

seperti tawuran, mengganggu orang di jalan,

untuk mewujudkan tercapainya keseimbangan

dll.

emosi,

intelektual

dan

kerohanian

siswa

Bila ditinjau dari segi teknis edukatif,

melalui sistem ini.

pengurangan waktu atau hari belajar dapat

Melalui sistem full day school, para

mengakibatkan merosotnya mutu pendidikan,

siswa diharapkan mempunyai satu hari luang

karena kurikulum sekolah sudah ditata untuk

untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang

enam hari sekolah (Ahmad, dalam Kompas,

bersifat mandiri dan menumbuhkan sikap

Juli 2002).

kreatif pada anak. Mereka dapat lebih banyak

Menanggapi pendapat

luar sekolah, atau mengikuti kegiatan sosial

pendidikan full day school mengemukakan

kemasyarakatan. Waktu belajar di full day

bahwa dampak negatif dari sistem ini dapat

school, juga dapat membantu siswa, guru dna

dihilangkan atau dikurangi dengan berbagai

manajemen sekolah meningkatkan efektivitas

upaya

kegiatan belajar dan mengajar (Christianto,

penyelenggara sekolah. Selain itu, dengan

dalam Kompas, Oktober 2003)

sekolah sepanjang hari, pemanfaatan waktu

yang

masyarakat, dimana sistem ini mempersingkat

pengawasan

hari

Sarbiran, 2001)

memperpanjang

sistem

oleh

pihak

anak-anak lebih optimal karena diisi dengan aktifitas

dan

dengan

dilakukan

menimbulkan pro dan kontra yang luas di

sekolah

setuju

tersebut,

berinteraksi dengan keluarga, teman-teman di

Sistem pendidikan full day school

yang

pendapat

waktu

yang

bermanfaat pihak

dna

sekolah

dibawah

(Febriana

&

belajar dan keberadaan anak di sekolah. Rumusan Masalah

Pendapat yang tidak setuju menyatakan baru selain mahal, sistem ini juga merampas masa

Permasalahan umum dari penelitian

kecil dan kebahagiaan anak karena anak

ini

adalah

dituntut untuk terus belajar sehingga dapat

perbedaan

menyebabkan kejenuhan dan kelelahan fisik.

interpersonal dengan sikap kreatif pada siswa

Bukan itu saja, setelah pulang sekolah anak

yang berada di full day school dan non-full day

terkadang masih harus mengikuti les sehingga

school. Selain itu juga diteliti apakah ada

beban belajar pun semakin bertambah. Begitu

peran

pula, guru dituntut lebih keras mempersiapkan

interpersonal terhadap sikap kreatif siswa

pelajaran, mulai dari penjabaran kurikulum

pada kedua sistem sekolah itu.

dari

bagaimana

hubungan

kemandirian,

kemandirian

dan

dan

kompetensi

kompetensi

hingga metodologi pembelajaran. Selain itu, anak yang pulang sekolah sudah terlalu sore,

Tinjauan Teoritis

mengakibatkan anak menjadi terlalu lelah dan

Masa Remaja

tidak mendapat kesempatan untuk bermain.

Pengertian Remaja

Ada juga yang mengemukakan argumentasi

Masa remaja merupakan suatu masa

bahwa tidak bersekolah pada hari sabtu akan

perkembangan transisi antara masa kanak-

menyebabkan anak berkeliaran di luar rumah

kanak, yang meliputi perubahan pada aspek-

dan akan menimbulkan hal-hal yang negatif,

aspek biologis, kognitif dan sosioemosional (Santrock, 2001). Masa remaja merupakan

40


masa yang sangat penting dimana individu

konsep

tersebut harus membuktikan bahwa ia tidak

masyarakat

selamanya sebagai anak kecil (Adler, 1998).

Mencapai kemandirian (otonomi) dengan

Pada

tidak tergantung secara emosional pada

masa

ini

merupakan

banyak

hasil

remaja

keinginan

menunjukkan persamaan

perilaku

untuk

orang

ketidaktergantungan, dengan

orang

dewasa

yang

tua

perlu

dan

sebagai

orang-orang

anggota

dewasa

lainnya

dan

Kemandirian merupakan salah satu

tindakan-tindakan yang dicapai oleh laki-laki

tugas perkembangan yang paling penting

maupun wanita dewasa.

pada masa remaja (Baltes dan Silverbergm

Menurut Sarwono (2000), batasan

dalam Featherman, Lerner, da Perlmutter,

usia remaja Indonesia adalah usia antara 11

1994). Hal yang sama juga dikemukakan oleh

tahun sampai 24 tahun dan belum menikah.

Papalia dan Olds (1998) bahwa masa remaja

Usia remaja awal diberi batasan mulai dari 11

merupakan tahapan pencarian identitas diri,

atau 12 tahun dna remaja akhir mulai dari usia

dimana kemandirian merupakan aspek yang

16 atau 17 tahun (dalam APA New Release,

penting.

2002). Di Indonesia usia 10- 13 tahun berada

Selain

pada tingkat pendidikan lanjutan pertama. Hal

perkembangan

itu juga dikemukakan oleh Stewart

dan

interpersonal juga merupakan yang penting

Friedman (1987) bahwa siswa kelas I SLTP

pada masa remaja, karena pada masa itu

telah mencapai tahap perkembangan remaja

mereka lebih banyak menghabiskan waktunya

awal, yang dimulai sejak usia 11 atau 12

dalam lingkungan teman sebaya daripada

tahun.

dengan orang tua (Rogers, 1985). Maka

kemandirian, sosial

seperti

aspek kompetensi

Dari batasan usia remaja awal yang

diperlukan pula kemampuan interpersonal

dikemukakan di atas, maka subyek yang

agar mereka dapat diterima dan membina

digunakan dalam peneliti ini para remaja awal

hubungan yang baik dengan teman-temannya

dengan rentang usia antara 11 tahun sampai

(Buhrmester,

13 tahun.

Dengan

Furman

adanya

dan

Reis,

kemampuan

1988).

berinteraksi

dengan orang lain, maka dalam diri remaja Tugas-Tugas Perkembangan Remaja

akan timbul perasaan saling memberi dan

Menurut semiawan, Munandar Utami

menerima, simpati dan empati, rasa setia

(1984), tugas-tugas yang penting pada remaja

keawan dan sebagainya.

adalah :

Pada

masa

remaja,

sekolah

Membentuk hubungan yang baru dan

merupakan hal yang penting, bukan hanya

lebih matang dengan teman sebaya dari

karena memberikan pendidikan, tetapi juga

kedua jenis kelamin

karena beberapa hal penting lainnya, misalnya

Keinginan

dan

mencapai

perilaku

untuk

sekolah menggambarkan masyarakat remaja,

bertanggung

yaitu keadaan sosial dimana tiap individu

kemampuan yang

berada

jawab secara sosial Mengembangkan keterampilan

intelektual

tahap

perkembangan

yang

sama, dapat berbagi pengalaman dan minat.

keterampilandan

pada

Sekolah juag dapat membentuk kepribadian

konsep-

41


dan perkembangan sosial remaja (Mullis,

3. Alat Ukur Sikap Kreatif

Mullis, & Normandin, dalam Turner & Helms,

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian

1995)

ini adalah alat ukur yang di susun oleh Selain itu sekolah cenderung untuk

meningkatkan

hubungan

Utami

Munandar

(1977)

dengan

interpersonal

memodifikasi berupa perubahan alternatif

termasuk kepekaan dan hubungan dengan

jawaban, dimana pada awalnya hanya ada

orang lain pada umumnya (Frenzel, Blyth, &

2 pilihan jawaban ya atau tidak menjadi

Simmons, 1991 dalam Turner & Helms, 1995)

empat alternatif jawaban dari Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Setuju, Sangat

Metode Penelitian

Setuju.

Subjek penelitian

menambahkan beberapa item. Item-item

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas

alat ukur kreatif ini terdiri atas beberapa

1 SLTP full day school dan non fullday school.

aspek,

Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak

pengalaman

160 siswa yang terdiri dari 72 siswa SLTP full

kelenturan dalam berpikir, kebebabasan

day school dan 80 siswa SLTP non full day

dalam

school.

menghargai fantasi, minat dalam aktivitas

Selain

yaitu:

itu

peneliti

keterbukaan baru

dan

juga

terhadap

luar

mengekspresikan

biasa,

sesuatu,

yang kreatif, kepercayaan terhadap ideAlat Ukur Penelitian

ide, dan penilain bebas dari pengaruh

Dalam penelitian ini ada 3 alat ukur yang

orang lain.

diguanakan, yaitu : Metode Pengujian Hipotesis

1. Alat ukur Kemandirian Alat ukur kemandirian yang digunakan

Uji-t (Independent Samples test)

dalam penelitian ini adalah modifikasi dari

Untuk

mengetahui

perbedaan

alat ukur kemandirian yang di susun oleh

kemandirian, kompetensi interpersonal dan

Farida (2001) dan Ritandiyono (2002). Alat

sikap kreatif pada siswa full day school dan

ukur ini di susun berdasarkan aspek-

non-full day school, maka digunakan teknik

aspek kemandirian dari Laman, Avery dan

statistik

Frank

perhitungan dilakukan dengan cara :

(1988),

yaitu

:

kebebasan,

uji-t

(independent

samples

test).

pengambilan keputusan, kontrol diri, sikap

Membandingkan kemandirian pada siswa

asertif/ ketegasan diri, dan tanggung

full day school dan non-full day school

jawab.

Membandingkan kompetensi interpersonal

2. Alat Ukur Kompetensi Interpersonal

pada siswa full day school dan non-full

Alat ukur ini di susun berdasarkan aspek-

day school

aspek kompetensi interpersonal, yaitu :

Membandingkan sikap kreatif pada siswa

inisiatif,

full day school dan non-full day school

dukungan

keterbukaan, emosional,

asertivitas,

dan pengaturan

Taraf signifikansi yang digunakan adalah X

konflik.

0.05

42


Hasil Penelitian Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian

Tabel 1. Hubungan Antara Kemandirian, Kompetensi Interpersonal dan Sikap Kreatif pada siswa Full Day School dan Non-full Day School Siswa Full Day School

Siswa Non-Full Day School

Sikap Kreatif

Sikap Kreatif Pearson

.283

Correlation

Kamandirian

Sig (2-tailed)

.016

N

Pearson Correlation

Kemandirian

Sig (2-tailed)

72

Pearson

N

.404

Kompetensi

Correlation

Interpersonal

Sig (2-tailed) N

.000

.334

88

Pearson Kompetensi

Correlation

Interpersonal

Sig (2-tailed)

72

.001

N

.515

.000 88

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa pada

school terdapat hubungan yang signifikan

siswa full day school hubungan antara

antara kemandirian dengan dan sikap

kemandirian dengan sikap kreatif sebesar

kreatif dengan tingkat signifikansi 0.001.

0.283 dengan niali signifikansi 0.016. Hal

Ada hubungan yang signifikan antara

ini berarti bahwa ada hubungan yang

kompetensi interpersonal dengan sikap

signifikan antara kemandirian dan sikap

kreatif baik pada siswa full day school

kreatif pada siswa SLTP full day school.

maupun siswa non full day school dengan

Begitu juga pada sekolah non full day

tingkat

signifikansi

0.000

.

Tabel 2. Hubungan Antara Kemandirian, Kompetensi Interpersional dengan Sikap Kreatif pada Keseluruhan Siswa (N = 160) Sikap Kreatif

Kemandirian

Kompetensi Interpersonal

Jika

dilihat

secara

Pearson Correlation

.316

Sig (2-tailed)

.000

N

160

Pearson Correlation

.414

Sig (2-tailed)

.000

N

160

keseluruhan

tanpa

kemandirian dengan sikap kreatif begitu pula

membedakan antara siswa full day school dan

antara kompetensi interpersonal dengan sikap

non full day school hasilnya menunjukkan

kreatif.

bahwa ada hubungan yang signifikan antara

43


Tabel 3. Peranan Kemandirian, Kompetensi Interpersonal Terhadap Sikap Kreatif Pada Siswa Full Day School Unstandardized

Standardized

Coefficients

Coefficients

Sig

B

Std Error

Beta

T

Kemandirian

.142

.108

.154

1.319

.192

Kompetensi Interpersonal

.380

.128

.347

2.962

.004

Dari tabel 3 terlihat bahwa nilai signifikansi

school. Sebaliknya kompetensi interpersonal

peranan kemandirian terhadap sikap kreatif

memiliki peranan yang signifikan terhadap

adalah 0,192 sehingga dapat dikatakan bahwa

sikap kreatif siswa full day school dengan

kemandirian tidak mempunyai peranan yang

tingkat signifikansi 0,004.

signifikan terhadap sikap kreatif siswa full day

Tabel 4. Peranan Kemandirian, Kompetensi Interpersonal Terhadap Sikap Kreatif Pada Siswa Non-full Day School

Unstandardized

Standardized

Coefficients

Coefficients

Sig

B

Std Error

Beta

t

Kemandirian

.178

.107

.164

1.665

.100

Kompetensi Interpersonal

.438

.096

.453

4.587

.000

Dari tabel 4 dapat terlihat bahwa kemandirian

kompetensi interpersonal mempunyai peranan

tidak mempunyai peranan yang signifikan

yang signifikan terhadap sikap kreatif siswa

terhadap sikap kreatif siswa non full day

non full day school dengan tingkat signifikansi

school karena nilai signifikansinya 0,100 lebih

0,000.

besar

dari

0,005.

sebaliknya

variabel

Tabel 5. Peranan Kemandirian, Kompetensi Interpersonal Dan Sistem Pendidikan FDS dan NFDs Terhadap Sikap Kreatif Pada Seluruh Subyek Penelitian (N = 160) Unstandardized

Standardized

Coefficients

Coefficients

Sig

B

Std Error

Beta

T

Kemandirian

.196

.075

.197

2.601

.010

Kompetensi Interpersonal

.357

.078

.346

4.571

.000

44


Pada subyek secara keseluruhan (gabungan

yang signifikan terhadap sikap kreatif siswa.

antara FDS dan NFDS) baik kemandirian dan

Dengan nilai signifikansi masing-masing 0.010

kompetensi interpersonal mempunyai peranan

dan 0.000.

Tabel 6. Gambaran Hasil Uji-t Kamandirian, Kompetensi Interpersonal dan sikap Kreatif pada siswa Full Day School dan Non-Full Day School Variabel

Sig

Mean

SD

t

df

FDS

69.04

12.04

1.343

122.051

.182

Kemandirian

NFDS

66.80

8.31

Kompetensi

FDS

76.76

10.10

2.187

158

.030

Interpersonal

NFDS

80.11

9.33

Sikap Kreatif

FDS

85.18

11.08

-2.176

158

.031

NFDS

81.70

9.03

Keterangan :

FDS

(2-tailed)

= Full Day School

NFDS = Non-Full Day School

Tabel 7. Hubungan Antara Kemandirian dan Kompetensi Interpersonal Pada Siswa Full Day School Kompetensi Interpersonal Kamandirian

Pearson Corelation

.371

Sig. (2-tailed)

.001

N

72

Kemandirian

Kompetensi

Pearson Corelation

.371

Interpersonal

Sig. (2-tailed)

.001

N

72

Dari tabel 7 dapat dilihat bagaimana hubungan

dengan tingkat signifikansi 0,001. Hal ini

antara

kompetensi

menunjukkan bahwa ada hubungan yang

interpersonal. Nilai antara kemandirian dan

signifikan antara kemandirian dan kompetensi

kompetensi

interpersonal.

kemandirian

dan

interpersonal

sebesar

0,371

45


B. Rangkuman Hasil Uji Statistik Terhadap Hipotesis Alternatif No.

Hipotesis Alternatif

Hasil Uji Statistik

1.

Ada hubungan antara kemandirian dengan sikap kreatif pada

Diterima

siswa full day school 2.

Ada hubungan antara kemandirian dengan sikap kreatif pada

Diterima

siswa non-full day school 3.

Ada hubungan antara kompetensi interpersonal dengan sikap

Diterima

kreatif pada siswa full day school 4.

Ada hubungan antara kompetensi interpersonal dengan sikap

Diterima

kreatif pada siswa non-full day school 5.

Ada peran kemandirian terhadap sikap kreatif pada siswa full

Ditolak

day school 6.

Ada peran kompetensi interpersonal terhadap sikap kreatif

Diterima

pada siswa full day school 7.

Ada peran kemandirian terhadap sikap kreatif pada siswa

Ditolak

non-full day school 8.

Ada peran kompetensi interpersonal terhadap sikap kreatif

Diterima

pada siswa non-full day school 9.

Ada perbedaan kemandirian antara siswa full day school dan

Ditolak

non-full day school 10.

Ada perbedaan kompetensi interpersonal antara siswa full

Diterima

day school dan non-full day school 11.

Ada perbedaan sikap antara siswa full day school dan non-full

Diterima

day school

Diskusi

kebebasannya, Dari

hasil

analisis

data

terhadap

kemampuanya

kemandiriannya, mengarahkan

diri

dan sendiri.

kemandirian siswa, didapatkan bahwa ada

Hampir sama dengan Maslow, Rogers (dalam

hubungan antara kemandirian dengan sikap

Tannenbaum, 1983) juga menegaskan bahwa

kreatif pada siswa full day school. Artinya

kebebasan dan daya tahan individu terhadap

bahwa kemandirian pada siswa dipengaruhi

kontrol sosial yang berlebihan merupakjan

oleh sikap kreatif siswa itu sendiri. Pada

kondisi-kondisi

kelompok

school,

kreatif. Kondisi-kondisi tersebut menyiratkan

kemandirian siswa juga dipengaruhi oleh sikap

bahwa kemandirian merupakan syarat yang

kreatifnya. Hal ini sesuai dengan pendapat

diperlukan untuk mengembangkan kreativitas

Maslow (Dalam Tannenbaum, 1983) yang

individu.

siswa

non-

menyatakan

bahwa

dorongan

untuk

kreativitas

diantara

full

yang

day

untuk

tumbuhnya

aktivitas

membedakan

Adanya hubungan antara kompetensi

mengaktualisasikan

interpersonal dengan sikap kreatif ditunjukkan

individu

adalah

oleh siswa full day school dan non- full day

46


school. Hal ini berarti bahwa sikap kreatif pada

mengenai hubungan interpersonal/hubungan

kedua

antara

kelompok

siswa

dipengaruhi

oleh

pribadi

telah

menyadari

akan

kompetensi interpersonal yang dimiliki siswa.

pentingnya kemampuan interpersonal dalam

Didalam hubungan interpersonal diperlukan

menentukan popularitas anak dalam kelompok

interpersonal

belajarnya (Asher, 1983 dalam Buhrmester,

competence/kemampuan

interpersonal (Middlebrook, 1980). Orangorang

yang

hubungan

Selanjutnya hasil analisis terhadap

menghadapi

perbedaan kemandirian antara siswa full day

masalah-masalah kehidupan yang menekan.

school dan non- full day school menunjukkan

Kekurangan hubungan interpersonal dapat

bahwa tidak ada perbedaan kemandirian

mengganggu kehidupan sosial seseorang,

antara kedua kelompok siswa tersebut. Hal ini

seperti menarik diri dari lingkungan, sehingga

menunjukkan bahwa ternyata siswa yang

mengakibatkan seseorang menjadi kesepian,

berada di lingkungan lima hari di sekolah tidak

mengisolasi diri, berpisah/putus hubungan,

membuat tingkat kemandiriannya lebih tinggi

mempunyai sifat malu dan sebagainya.

daripada siswa yang berada di lingkungan

interpersonal

kompeten

dalam

Furman, Wittenberg & Reis, 1988)

memungkinkan

Hasil

analisis

terhadap

peran

enam hari sekolah. Jadi, kedua siswa sekolah

kemandirian terhadap sikap kreatif pada siswa

tersebut

full day school, menunjukkan bahwa sumber

kebebasan

kemandirian terhadap munculnya sikap kreatif

mengaktualisasikan

pada siswa, yaitu sebesar 0.15. artinya bahwa

kemampuan siswa itu sendiri. Dengan adanya

hanya 0.15 dari sikap kreatif siswa FDS

kebebasanya itu, maka siswa akan mampu

dipengaruhi

mengatur,

oleh

kemandirian.

Sementara

telah

berupaya

kepada para diri

mengarahkan

memberikan

siswanya sesuai

dan

untuk dengan

mengambil

peran kompetensi interpersonal memberikan

keputusan untuk dirinya sendiri, dimana hal itu

sumber sebesar 0.34 terhadap sikap kreatif.

membuat

Hal ini berarti bahwa sikap kreatif pada siswa

Munandar, 1987)

FDS dapat dijelaskan sebanyak 34% melalui

siswa

Sementara

menjadi

itu,

mandiri

(Utami

kompetensi

kompetensi interpersonal. Pada kelompok

interpersonal pada siswa full day school dan

siswa non- full day school, menunjukkan

non- full day school memperlihatkan adanya

bahwa hanya 0.16 sumbangan kemandirian

perbedaan. Dari hasil uji-t, tampak bahwa

terhadap munculnya sikap kreatif. Sementara

tingkat kompetensi interpersonal siswa N-FDS

itu,

memberikan

lebih tinggi daripada siswa FDS, dilihat dari

sumbangan sebesar 0.45 terhadap munculnya

mean yang diperoleh oleh kedua kelompok

sikap kreatif. Artinya bahwa sikap kreatif pada

siswa. Hasil ini menunjukkan bahwa dengan

siswa FDS dapat dijelaskan oleh kompetensi

berada di sekolah selama enam hari, maka

interpersonal sebanyak 45%. Seseorang akan

kemampuan interpersonal siswa dapat lebih

disukai oleh orag lain apabila ia dapat

meningkat. Hal ini tidak sejalan dengan hasil

bertindak

menghadapi

peneliti dari Febriana dan Sarbiran (2001)

persoalan, sehingga membuat hidup orang

dimana menunjukkan bahwa siswa yang

lain

berada di full day school akan memberi

kompetensi

juga

interpersonal

efisien

dapat

dalam

lebih

m,udah

dan

menyenangkan. Pada ahli yang mempelajari

47


kesempatan lebih banyak kepada siswa untuk

Munro dan Mann, 1989) dan faktor dari dalam

dapat berinteraksi dengan orang lain.

diri sendiri (Papalia dan Olds, 1993).

Kemudian sikap kreatif pada kedua kelompok

siswa

menunjukkan

Peran

orang

tua

diduga

lebih

adnaya

berpengaruh daripada peran sekolah terhadap

perbedaan. Hal ini memperlihatkan bahwa

perkembangan kemandirian siswa. Kol (dalam

para siswa memiliki persepsi yang hampir

Hartup, 1965) mengatakan bahwa sebagian

sama dalam bersikap kreatif ketika mereka

besar kemandirian seorang anak tergantung

menghadapi lingkungan sekolah yang baru

pada cara orangtua memperlakukan anak dan

dan bertugas dan tugas-tugas yang diberikan

menghadapi tuntutan. Pola asuh orang tua

kepada

juga

dalam keluarga merupakan dasar utama

menunjukkan bahwa sistem full day school

dalam pembentukan pribadi remaha. Sekolah

yang diberikan sekolah kepada siswa kelas I

hanya

SLTP tidak memberikan peningkatan yang

memandirikan

signifikan terhadap kemandirian siswanya.

sekolah. Kemandirian pribadi remaja adalah

Berdasarkan teori 4P (Pribadi, Proses, Produk

hasil satu proses, yaitu proses pertumbuhan

dan Pendorong), yaitu siswa yang kreatif akan

dan proses perkembangan. Jadi keluarga dan

melibatkan diri dalam aktivitas/proses kreatif di

sekolah bersama-sama memiliki tanggung

sekolah dan dengan adanya dorongan dari

jawab untuk memulai dan melangsungkan

guru dan teman sebaya untuk melakukannya

jalannya proses tersebut (Drost, 2002)

mereka.

Kenyataan

ini

berperan

membantu

remaja

orang

sebagai

tua

siswa

di

akan menghasilkan suatu karya/produk yang Kesimpulan

kreatif pula. Jadi kedua sistem sekolah telah berupaya merangsang sikap kreatif para siswa

Berdasarkan hasil pengolahan data

melalui pengajaran dna kegiatan-kegiatan di

peneliti

sekolah.

kemandirian,

day

hubungan

kompetensi

antara

interpersonal

Menurut Christianto (2003), sistem full

dengan sikap kreatif, maka dapat disimpulkan

school

bahwa :

diharapkan

memberikan

peningkatan mutu pendidikan. Hasil peneliti

1. Pada siswa full day school

justru menunjukkan bahwa sistem full day school

mengenai

yang

diberikan

oleh

a) Kemandirian

pihak

memiliki

hubungan

dengan sikap kreatif, yaitu sebesar

penyelenggara sekolah tidak mempengaruhi

0,28 dan signifikansi pada

kemandirian yang ada dalam diri siswa. Hasil

b) Kompetensi

interpersonal

= 0,016 memiliki

inijuga menunjukkan bahwa faktor kondisi

hubungan dengan sikap kreatif, yaitu

belajar

sebesar 0,40 dan signifikansi pada

di

sekolah

tidak

mempengaruhi

kemandirian remaja sebagai siswa di sekolah.

= 0,000

Jika dikaji lebih jauh dari bahasan pada

2. Pada siswa non-full day school

landasan teori tampak bahwa ada faktor lain yang

mempengaruhi

kemandirian,

a) Kemandirian

seperti

memiliki

hubungan

dengan sikap kreatif, yaitu sebesar

keluarga (Adams & Montemayor, 1990), Pola

0,33 dan signifikansi pada

Asuh (Berk, 1994), lingkungan budaya (Keats,

b) Kompetensi

interpersonal

= 0,001 memiliki

hubungan dengan sikap kreatif, yaitu

48


sebesar 0,51 dan signifikansi pada

=

sumbangan

0,000

signifikansi pada

Selanjutnya berdasarkan hasil analisis regresi

sebesar

mengenai

peran

b)

kemandirian,

0,19

dan

= 0,010

Kompetensi

interpersonal

memberikan

sumbangan

kompetensi interpersonal dengan sikap kreatif,

sikap

maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

sebesar 0,34 dan signifikansi pada

1. Pada siswa full day school

= 0,000

a)

Kemandirian memberikan sumbangan terhadap

sikap

sumbangan

sebesar

signifikansi pada b)

sikap

dengan

0,15

dan

sumbangan

interpersonal

kreatif,

dengan

memberikan secara

sikap

bersama-sama kreatif

dengan

sumbangan sebesar 20,5%

terhadap

sumbangan

Kesimpulan lain dari hasil analisis

kompetensi interpersonal dan sikap kreatif

Kemandirian

dan

kompetensi

secara sikap

1. Tidak terdapat perbedaan kamandirian

bersama-sama

antara siswa FDS (mean = 69,04) dan N-

kreatif

dengan

FDS (mean = 66.80). hal ini berarti bahwa kedua kelompok siswa tersebut memiliki skor kemandirian yang tidak berbeda

Kemandirian memberikan sumbangan sikap

sumbangan

kreatif,

sebesar

signifikansi pada

sikap

secara signifikan

dengan

0,16

2. Terdapat

dna

sumbangan dengan

(dengan

terhadap

sumbangan

=

80.11).

bahwa

Hal

ini

kompetensi

tinggi daripada siswa FDS 3. Terdapat perbedaan sikap kreatif pada

Kemandirian

dan

kompetensi

siswa FDS (mean = 85.18) dan N-FDS

memberikan

(mean = 81.70). perbedaan itu muncul

bersama-sama

karena nilai rata-rata yang dihasilkan oleh

interpersonal secara sikap

kreatif

dengan

kedua kelompok siswa tidak sama.

sumbangan sebesar 28,8% 3. Pada siswa FDS dan N-FDS Kemandirian memberikan sumbangan terhadap

hal

interpersonal pada siswa N-FDS lebih

= 0,000

terhadap

mean

menunjukkan

sebesar 0,45 dan signifikansi pada

sumbangan

dalam

(dengan mean = 76.76) dan N-FDS

interpersonal

kreatif,

perbedaan

kompetensi interpersonal pada siswa FDS

= 0,100

Kompetensi memberikan

kemandirian,

memberikan

2. Pada siswa non-full day school

terhadap

perbedaan

menunjukan bahwa :

sumbangan sebesar 18,4%

a)

kompetensi

= 0,004

terhadap

c)

dan

mengenai

sumbangan

b)

sumbangan

sebesar 0,34 dan signifikansi pada

interpersonal

a)

Kemandirian

terhadap

sumbangan

dengan

interpersonal

= 0,192

Kompetensi memberikan

c)

kreatif,

c)

kreatif,

terhadap

sikap

kreatif,

dengan

49


Daftar Pustaka

Adolescence. New York : John Wiley

Febriana, R & Sarbiran. (2001). Pengaruh

& Sons, Inc.

Kemandirian

dan

Kemampuan

Turner, J.S, Helms, D.B. (1995). Lifespan

Menyesuaikan Diri Terhadap Prestasi

Development. (5th ed).

Belajar Siswa Full Day School. Jurnal

Harcourt Brace College Publisher.

Penelitian dan Evaluasi Nomor 4, Thn III,

2001.

Program

Orlando :

Papalia, D. & Olds, Sally W. (1998). Human Development (7th ed). United State of

Pascasarjana

Universitas Negeri Yogyakarta.

America : Mc Graw Hill Companies,

Buhrmester, D., Gurman, W., Wittenberg, M.T.

Inc.

dan Reis, H.T. (1988). Five Domains

Sarwono, S.W. (2000). Psikologi Remaja.

of Interpersonal Competence in Peer

Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Relationship. Journal of Personality

Middlebrook,

and Social Psychology Vol. 55. No. 6,

Psychology and Modern Life. 2nd ed.

991-1008

New York Alfred A. Knopf

Hartup, WW. (1965). Early Presure in Child

Psychology,

in

Human

Illinois

The

Dorsey

Development.

Christianto, Arif. B. 13 Oktober 2003. Perlukah

Developmental

Studies

Sekolah Lima Hari? Jakarta : Kompas.

Press. Santrock, J.W. (2001). Adolescence (8th ed). United State of America : Mc Graw Hill Companies, Inc. Stewart, A.C., dan Friedman, S. (1987). Child Development

:

Infancy

Social

Jakarta : Kompas

Fitzferald, Hivan E & John Paul Mc (1970).

(1980).

Ahmad, D. 1 Juli 2002. Sekolah Lima Hari.

Development, dalam R.D. Parke (Ed)

Kinney

P.N.

Through

50


IKLIM KELAS BELAJAR AKTIF, GAYA BELAJAR DAN KREATIVITAS Sri Wulan, Conny R Semiawan dan Lydia Freyani Hawadi Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara iklim kelas belajar aktif dan gaya belajar dengan kreativitas. Penelitian ini merupakan suatu kajian lapangan dengan tipe non eksperimental korelasional. Subyek penelitian ini terdiri atas 55 orang siswa kelas 3 sekolah dasar yang menerapkan belajar aktif dalam kegiatan pembelajarannya. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa secara umum iklim kelas belajar aktif memiliki korelasi yang cukup sognifikan dengan kreativitas. Antara gaya belajar visual, auditori dan kinestetik dengan kreativitas tidak berkorelasi. Begitu pula antara iklim kelas belajar aktif, gaya belajar visual dan knestetik dengan kreativitas tidak berkorelasi. Sedangkan antara iklim kelas belajar aktif dan gaya belajar auditori secara bersama-sama memiliki hubungan yang signifikan dengan kreativitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa iklim kelas belajar aktif dapat meningkatkan kreativitas siswa kelas 3 sekolah dasar. Oleh karena itu disarankan kepada para pendidik, baik orang tua maupun guru, untuk menyajikan kegiatan pembelajaran yang kondusif bagi pengembangan kreativitas anak, yaitu dengan menciptakan suatu iklim kelas belajar aktif. Selain itu dari penelitian ini dapat diketahui bahwa siswa memiliki gaya belajar yang unik atau berbeda-beda antara satu anak dengan yang lain. Oleh karenanya, dalam rangka meningkatkan kreativitasnya, siswa harus diberikan kesempatan untuk memilih kegiatan kreatif yang sesuai dengan gaya belajarnya tersebut, sehingga daya kreativitas siswa akan berkembang secara optimal. Kata kunci/ keywords : iklim kelas, belajar aktif, gaya belajar, kreativitas Pendahuluan

perlu

Memasuki

era

globalisasi

dengan

segera

diupayakan

dalam

rangka

meningkatkan kualitas sumber daya manusia

berbagai tantangannya, dibutuhkan sumber

sebagai subyek pendidikan.

daya manusia yang tangguh dan unggul serta

Selama

beberapa

kurun

waktu

memiliki integritas diri yang tinggi. Mereka

semakin disadari bahwa ada kekurangan yang

diharapkan tidak hanya memiliki kecerdasan

mendasar pada kegiatan pendidikan yaitu

kognitif saja, tetapi lebih penting dari itu

terletak pada proses belajar mengajarnya.

memiliki daya kreativitas dan kemampuan

Proses

untuk

dalam

mengarah pada cara belajar Duduk, Dengar,

pekerjaan, di bidang akademik dan dalam

Catat dan Hafal (DDCH) (Semiawan, dkk.,

situasi-situasi antar pribadi. Kenyataan yang

1992). Sistem ini didominasi oleh metode

ada

ceramah yang kurang menuntut usaha guru

mengembangkan

di

Indonesia

kinerja

menunjukkan

adanya

belajar

konvensional

yang

keluhan dari dunia kerja tentang kualitas

dan

siswa.

Untuk

mengatasinya

angkatan

dilaksanakan

upaya

peningkatan

kerja

manusianya

serta

sumber

maka kualitas

2001).

pendidikan, khususnya untuk tingkat sekolah

dilakukan

dasar dengan penerapan belajar aktif yang

penguatan dalam bidang pendidikan dalam

disebut dengan CBSA (Cara Belajar Siswa

rangka menjadikan jumlah penduduk yang

Aktif). Sistem ini dianggap paling tepat karena

demikian besar menjadi aset negara yang

proses belajar mengajarnya mengacu pada

Melihat

(Tjokrosuprihartono,

daya

ada

kenyataan

ini

perlu

produktif.

Oleh

karena

pendidikan

sejak

dini

itu

yang

pemulihan dimulai

bagaimana cara belajar yang memungkinkan

dari

siswa berpikir, bersikap dan bertindak.

pendidikan pra sekolah dan pendidikan dasar

51


Pendidik

diharapkan

mampu

Terakhir belajar kreatif dapat menimbulkan

menciptakan iklim kelas yang dapat membawa

kepuasan dan kesenangan yang besar. Dari

anak didik untuk berpartisipasi aktif dalam

uraian ini, berpikir kreatif dapat dinilai sebagai

mencapai kemandirian belajar, memotivasi

segi

siswa

pendidikan.

untuk

pembentukan mempelajari

menemukan sikap

belajar

sesuatu

terutama

yang

bagaimana

(Sembiring,

amat

Sangat

1994).

pendidikan

penting

dalam

disayangkan

khususnya

konteks

pada

sistem

proses

pendidikan

Proses belajar aktif dilaksanakan melalui

formal, masih terdapat kesan kuat bahwa

komunikasi timbal balik dan diarahkan untuk

proses pembelajaran dan iklim kelas yang

mengembangkan gagasan, kreativitas, sikap

tercipta

dan nilai pada diri siswa baik secara mandiri

individual,

maupun dalam kelompok. Dengan demikian

hubungan sosial. Pemikiran yang dilatih di

belajar aktif merupakan solusi yang perlu

sekolah-sekolah

ditempuh dalam mengembangkan sikap dan

ingatan, dan berpikir konvergen (Guilford,

kemampuan anak didik yang dapat membantu

dalam

untuk menghadapi persoalan-persoalan di

hendaknya meresap dalam seluruh kurikulum

masa mendatang secara kreatif dan inovatif.

dan iklim pembelajaran di dalam kelas melalui

Rogers 1962, menekankan bahwa kreativitas

adalah

kecenderungan

kurang

kreativitas

serta

terbatas

Munandar,

faktor-faktor

untuk

memperhatikan

keterampilan

pada

1992).

seperti

:

potensi

sikap

kognisi,

Kreativitas

menerima

keunikan individu, pertanyaan yang berakhir

mengaktualisasikan diri, mewujudkan potensi,

terbuka,

dorongan untuk berkembang dan menjadi

kemungkinan

matang,

untuk

perlu diarahkan pada bagaimana kreativitas

mengaktifkan

dapat dikaitkan dengan semua kegiatan di

kecenderungan

mengekspresikan

diri

dan

semua kemampuan organisme. Jika anak

eksplorasi

(penjajakan)

membuat

pilihan.

dan

Perhatian

dalam kelas dan setiap saat.

didik dibantu dalam hal ini, maka ia akan

McCarthy

(dalam

Samples,

2002)

mampu mencapai apa yang oleh Maslow

menyatakan dalam memandu pembelajaran,

disebut aktualisasi diri (Maslow dan Rogers,

perlu dikenali gaya belajar siswa. Lebih

dalam Munandar, 1999). Semiawan, 1984

penting

mengurai konsep Treffinger, 1980 (dalam

pembelajaran yang secara sistematis dapat

Hawadi dkk., 2001) bahwa ada empat alasan

membiarkan

penting mengapa anak perlu belajar kreatif,

pilihan dalam belajar. Guru harus mampu

yaitu : belajar kreatif membantu anak menjadi

memenuhi dan mengembangkan gaya belajar

lebih

yang dimiliki siswanya. Menurut DePorter dan

berhasil

menciptakan untuk

guna,

belajar

kreatif

kemungkinan-kemungkinan

memecahkan

masalah

yang

Hernacki

lagi

perlu

siswa

(1992)

disajikan

menjelajahi

gaya

belajar

proses

berbagai

adalah

tidak

kombinasi dan cara seseorang menyerap,

mampu diramalkan yang timbul di masa

kemudian mengatur serta mengolah informasi.

depan, belajar kreatif dapat menimbulkan

Pendidik hendaknya menyadari bahwa siswa

akibat yang besar pada kehidupan seseorang

memiliki berbagai gaya belajar yang bersifat

bahkan dapat mengubah karir pribadi serta

unik. Sebagian siswa lebih mudah belajar

dapat menunjang kesehatan jiwa dan badan.

secara visual, sebagian yang lain secara

52


auditorial, suka mendengarkan, dan sebagian

yang terlibat secara intelektual dan emosional,

yang lain kelompok interaktif (berinteraksi

sehingga

dengan orang lain). Setelah memahami gaya

berpartisipasi aktif dalam melakukan kegiatan

belajar

belajar. Hamachek (dalam Kauchak & Eggen,

siswanya,

maka

guru

dapat

ia

betul-betul

1993)

memberikan

climate is the sum of student attitudes,

belajar

yang

individual, bermakna dan efektif.

feelings,

Jadi sesungguhnya setiap manusia

and

bahwa;

dan

menciptakan suasana belajar yang dapat pengalaman

mengemukakan

berperan

beliefs

Classroom

about

learning

enviroment.

Kauchack

&

Eggen

dapat memiliki daya kreativitas yang optimal

menambahkan

iklim

yang

positif

sesuai dengan kemampuan dirinya, namun

memungkinkan

bila

yang

kenyamanan dalam belajar, kerena begitu

memadai yang dalam hal ini melalui proses

siswa memasuki ruang kelasnya ia merasa

pembelajaran

kebutuhan

nyaman dan mengetahui bahwa mereka akan

belajarnya, maka potensi tersebut tidak akan

diperlukan sesuai dengan karakteristik dirinya.

tampil secara optimal. Oleh karena itu, penulis

Sebaliknya iklim kelas yang negatif membuat

tertarik untuk meneliti apakah iklim kelas

siswa tidak nyaman di dalam kelas dan

belajar

efektif

merasa di salahkan jika berbicara sesuatu di

pengembangan

luar yang dialaminya. Dari berbagai pendapat

kreativitas siswa? Dan apakah gaya belajar

ini dapat disimpulkan bahwa iklim kelas belajar

siswa yang berbeda-beda dalam kelas turut

aktif merupakan iklim kelas positif yang

menentukan peningkatan kreativitas siswa?

memungkinkan siswa untuk terlibat secara

tidak

memperoleh

dan

aktif

diterapkan

rangsangan

pemenuhan

benar-benar

dalam

upaya

cukup

kelas

siswa

mendapatkan

aktif baik intelektual maupun emosional juga Rumusan Masalah

fisiknya

Permasalahan dalam penelitain ini dirumuskan

ditunjukkan dengan suasana belajar yang

sebagai berikut :

tercipta di dalamnya yang dapat memberikan

1. Apakah ada hubungan antara iklim

dalam

belajar.

Iklim

kelas

ini

siswa rasa aman atau kenyamanan secara

kelas belajar aktif dengan kreativitas

psikologis dalam belajar.

siswa? Dimensi-dimensi Iklim Kelas

2. Apakah ada hubungan antara gaya belajar dengan kreativitas siswa?

Pada tahun 1972, Trickett dan Moos

3. Apakah ada hubungan antara iklim

(dalam

Sembiring,

1994)

melakukan

kelas belajar aktif dan gaya belajar

serangkaian penelitian mengenai lingkungan

dengan

kelas dan mengembangkan skala lingkungan

kreativitas

siswa

secara

bersama-sama?

kelas yang menilai 9 dimensi interaksi sosial di suatu lingkungan kelas. Kesembilan dimensi

Tinjauan Pustaka

ini mempengaruhi terciptanya iklim psikologis

Iklim Kelas Belajar Aktif

tertentu di dalam kelas (Lindgren, 1980 dalam

Menurut Djamarah (2000) belajar aktif adalah

suatu

proses

kegiatan

Ramelan, 1989). Sembilan dimensi tersebut

interaksi

adalah :

edukatif yang subyeknya adalah anak didik

53


1. Keterlibatan

Dimensi ini menekankan pada kejelasan

Dimensi ini merefleksikan sebarapa jauh

peraturan-peraturan

minat individu dalam aktivitas-aktivitas di

bagaimana sanksi yang diberlakukan bila

kelas seperti diskusi, kerja kelompok, dan

atuturan tersebut dilanggar.

sebagainya.

yang

ada

dan

8. Kontrol guru

2. Afiliasi

Dimensi ini menekankan pada keluwesan

Dimensi ini mencerminkan seberapa jauh

dan kekakuan guru dalam menerapkan

tingkat

aturan serta sanksi-sanksi yang ada.

keintiman

individu.

Kebutuhan

direalisasikan seperti

hubungan

dalam

kerjasama,

antara

akan

afiliasi

bentuk

aktiviats

sosialisasi

9. Inovasi Dimensi ini menggambarkan keterlibatan

dan

siswa

dalam

perencanaan

aktivitas-

persahabatan.

aktivitas di kelas. Demikian pula dengan

3. Dukungan dari guru

metode pengajaran yang digunakan oleh

Dimensi ini mengukur seberapa jauh guru memberikan

dukungan

atau

guru.

bantuan

Kesembilan

terhadap siswa, atau perhatian serta

terpisahkan

keterlibatan emosi guru dengan siswa.

merefleksikan

4. Orientasi tugas Dimensi

ini

lingkungan menekankan

seberapa

dimensi

namun

saling

iklim kelas

ini

tidak

berinteraksi

psikologis

dalam

sebagaimana

yang

dipersepsikan oleh siswa

pentingnya penyelesaian aktivitas-akivitas Gaya Belajar (Learning Style)

yang telah direncanakan. Dalam dimensi ini diukur juga bagaimana sikap para

Gaya

belajar

merupakan

siswa terhadap tugas-tigas akademik yang

kecenderungan siswa untuk mengadaptasi

ada

strategi tertentu dalam belajarnya sebagai

dan

seberapa

jauh

keterlibatan

mereka dengan tugas-tugas tersebut.

bentuk tanggung jawabnya dengan secara

5. Kompetisi

aktif mencoba dan mencari melalui suatu

Dimensi ini menekankan pada aspek

proses, internalisasi dan konsentrasi hingga

kompetisi atau persaingan antar siswa

akhirnya

dalam kegiatan belajar. Adapun bentuk

belajar yang sesuai dengan tuntutan belajar di

situasi kompetisi din kelas antara lain

kelas/ sekolah maupun tuntutan dari mata

adalah pemberian nilai-nilai sebagai hasil

pelajaran. Siswa akan belajar dengan gaya

belajar, ujian periodik, nilai raport dan

belajar yang berbeda-beda. Beberapa siswa

sebagainya (Wall, 1977)

akan belajar secara perlahan-lahan; yang

6. Keteraturan dan Pengorganisasian Dimensi

ini

keteraturan

menekankan tingkah

pengorganisasian

laku

lainnya

mendapatkan

agak

cepat.

satu

pendekatan

Beberapa

akan

keteratiran-

membutuhkan bantuan guru, yang lainnya

siswa

dan

mampu belajar mandiri. Kebanyakan siswa

dan

akan menggunakan salah satu gaya belajar

tugas-tugas

aktivitas kelas secara menyeluruh.

dan dilain waktu menggunakan gaya belajar

7. Kejelasan Aturan

yang lain. Walaupun siswa akhirnya akan memilih yang paling cocok dibanding yang

54


lainnya. Dalam menemukan berbagai cara

langsung, senang/ selalu bersedia bergerak,

untuk mengatasi gaya belajar, secara umum

menyentuh dan mengalami. Untuk tingkatan

ada dua kategori utama tentang bagaimana

tertentu, banyak orang menggunakan ketiga

seseorang

tipe; tetapi

belajar.

Pertama,

bagaimana

kebanyakan orang menunjukkan

menyerap informasi dengan mudah yang

kecenderungan dominasi pada salah satu

disebut sebagai modalitas belajar dan kedua,

diantara ketiganya.

cara

mengatur

dan

mengolah

informasi

Untuk

mengetahui

modalitas

tersebut yang dinamakan sebagai dominasi

seseorang, ada beberapa cara, yaitu dengan

otak (DePorter, 1992).

memperhatikan

ciri-ciri

belajar

mendengarkan

Menurut

DePorter

dan

Hernacki

dan

perilakunya

ketika

ungkapan-

(1992), pada awal pengalaman belajar, salah

ungkapan yang digunakan yang menunjukkan

satu

mengenali

kecenderungan belajar seseorang (DePorter

dominasi modalitas visual, auditorial atau

dan Hernacki, 1999). Rose, 1987 membuat

kinestetik (V

K). Orang visual belajar

sebuah bagan yang dapat membantu untuk

melalui apa-apa yang mereka lihat, senang

mengetahui tipe belajar seseorang, apakah

melihat gambar, diagram, peragaan atau

Visual,

menonton video. Auditorial belajar melalui apa

kalimat pada kolom dalam bagan merupakan

yang mereka dengar, senang mendengarkan

ciri-ciri dari ketiga gaya belajar (V

rekaman, kuliah, perdebatan, diskusi dan

Kolom dengan kalimat terbanyak yang sesuai

instruksi verbal. Tipe kinestetik belajar lewat

dengan

gerak/aktivitas fisik, sentuhan dan keterlibatan

belajar yang utama.

langkah

pertama

A

adalah

Auditori

dirinya

atau

Kinestetik.

Kalimat-

A

mengidentifikasikan

K).

gaya

Bagan Ciri-ciri Gaya Belajar Visual, Auditori, Kinestetik (Rose, 1987) Visual Suka membaca, menonton televisi, menonton film, mengisi TTS, lebih suka membaca ketimbang dibacakan, memperhatikan ekspresi wajah ketika berbicara. Mengingat orang melalui penglihatan, mengingat kata-kata dengan melihat dan biasanya bagus dalam mengeja, perlu waktu lebih lama untuk mengingat suatu urutan abjad jika tidak disebutkan awalnya. Kalau memberi atau menerima penjelasan arah lebih suka memakai peta/ gambar. Selera pakaian; bergaya, penampilan penting, warna pilihannya sesuai, tertata atau terkoordinasi. Menyatakan emosi melalui

Auditori

Kinestetik

Suka mendengar radio, musik, sandiwara-drama, atau lakon, debat, suka cerita yang dibacakan kepadanya dengan berbagai ekspresi.

Menyukai kegiatan aktif, baik sosial maupun olahraga, seperti menari dan lintas alam.

Ingat dengan baik nama orang, bagus dalam mengingat fakta, suka berbicara dan punya perbendaharaan kata luas.

Ingat kejadian-kejadian, atau hal-hal yang terjadi.

Menerima atau memberikan penjelasan arah dengan katakata. Senang menerima instruksi secara verbal. Selera ; yang penting label, mengetahui siapa perancangnya dan dapat menjelaskan pilihan pakaian. Mengungkapkan emosi

Memberi dan menerima penjelasan arah dengan mengikuti jalan yang dimaksud. Selera ; nyaman dan rasa , bahan lebih penting daripada gaya.

55

Mengungkapkan

emosi


ekspresi muka.

Aktivitas kreatif ; menulis, menggambar, melukis, merancang (mendesain), melukis di udara. Menangani proyek dengan merencanakan sebelumnya. Mengorganisasikan rencana permainan dengan menghimpun daftarnya terlebih dahulu. Berorientasi detail. Cenderung berbicara cepat tetapi mungkin cukup pendiam di dalam kelas. Berhungan dengan orang lain lewat kontak mata dan ekspresi wajah. Saat diam suka melamun atau menatap ke angkasa. Menjalankan bisnis atas dasar hubungan personal antar wajah. Punya ingatan visual bagus, ingat dimana meninggalkan sesuatu beberapa hari yang lalu. Merespon lebih baik ketika anda perlihatkan sesuatu ketimbang cerita tentangnya.

secara verbal melalui perubahan nada bicara atau vokal. Aktivitas kreati ; menyanyi, mendongeng (mngobrol apa saja), bermain musik, berdebat, membuat cerita lucu, berfilosofi. Menangani proyek dengan berpijak pada prosedur, memperdebatkan masalah, mengatasi solusi verbal.

melalui bahasa tubuh-gerak/ nada otot.

Berbicara dengan kecepatan sedang, suka bicara bahkan di dalam kelas. Berhubungan dengan orang lain lewat dialog, diskusi terbuka.

Berbicara agak lambat.

Aktivitas kreatif ; kerajinan tangan, berkebun, menari, berolahraga.

Menangani proyek langkah demi langkah, suka menggulung lengan bajunya dan terlibat secara fisik.

Saat diam suka bercakapcakap dengan dirinya sendiri. Suka menjalankan bisnis melalui telpon.

Berhubungan dengan orang lain lewat kontak fisik, mendekat/ akrab, menyentuh. Saat diam, merasa gelisah, tidak bisa duduk tenang. Suka melakukan urusan seraya melakukan sesuatu.

Cenderung mengingat dengan baik kata-kata dan gagasan yang pernah diucapkan.

Ingat lebih menggunakan alat belajar tiga dimensi.

Merespon lebih baik tatkala mendengar informasi ketimbang membaca.

Belajar konsep lebih baik dengan menangani objek secara fisik.

Untuk menentukan dominasi otak dan

dan Tobias (1996), menyebut gaya-gaya ini

bagaimana kita memproses informasi, dapat

sebagai berikut :

diguanakan

1. Sekuensial Konkret (SK)

model

yang

pertama

baik bantu

kali

dikembangkan oleh Gregorc (DePorter, 1992).

Gaya

berpikir

ini

berpegang

pada

Kajian investigatifnya menyimpulkan adanya

kenyataan dan proses informasi dengan

dua kemungkinan dominasi otak :

cara yang teratur, linear dan sekuensial.

1. Persepsi konkret dan abstrak, dan

Catatan atau tulisan adalah cara yang baik

2. Kemampuan

bagi

pengaturan

secara

tipe

ini

untuk

belajar.

Siswa

sekuensial (linear) dan acak (non

cenderung menangkap pelajaran yang

linear).

dipresentasikan secara verbal dan dapat

Berdasarkan dominasi otak ini dapat

dilihat. Sulit menangkap pelajaran yang

dipadukan

menjadi

empat

kombinasi

bersifat abstrak dan memerlukan daya

kelompok perilaku yang disebut gaya berpikir.

imajinasi yang kuat. Membutuhkan banyak

Gregorc (dalam DePorter & Hernacki, 1992)

contoh

atau

peragaan

dan

dengan sistematis/berurutan.

56

disajikan


2. Acak Konkret (AK) Mempunyai

pemecahan masalah. Kreativitas meliputi baik

sikap

yang

ciri-ciri aptitude (fluency, flexibility, originality)

diiringi perilaku yang kurang terstruktur.

dan non aptitude (rasa ingin tahu, senang

Seperti

bertanya dan selalu mencari pengalaman

SK,

kenyataan

eksperimental

mereka tapi

berdasarkan

ingin

melakukan

baru).

pendekatan trial and error. Mempunyai

Munandar

(1999)

mengemukakan

dorongan yang kuat untuk menemukan

pengertian kreativitas berkaitan dengan 3

alternatif dengan cara-cara mereka sendiri

tekanan kemampuan; pertama, kemampuan

dan

untuk

lebih

berorientasi

pada

proses

daripada hasil.

(membuat

kombinasi baru berdasarkan data, informasi

3. Acak Abstrak (AA) Dunia

mengkombinasikan

nyata

atau

bagi

ini

yang

ada);

kedua,

adalah

kemampuan memecahkan atau menjawab

perasaan dan emosi. Mereka tertarik pada

masalah dimana penekanannya adalah pada

nuansa dan sebagian lagi pada dunia

kuantitas,

mistis. Menyerap ide-ide, informasi dan

jawaban; ketiga, kemampuan yang secara

kesan

operasional

serta

siswa

unsur-unsur

mengorganisasikannya

ketepatgunaan

dan

mencerminkan

keluwesan

dan

kemampuan untuk mengelaborasi gagasan.

dengan

sangat

dirinya,

tergantung

baginya

semua

Dari

berbagai

orisinalitas

kelancaran,

melalui refleksi. Cara belajar tidak teratur penjadualan

dan

keragaman

definisi

berpikir

yang

ada

serta

dapat

pengalaman hidup merupakan pelajaran

dikemukakan bahwa kreativitas pada intinya

yang berharga.

merupakan

4. Sekuensial Abstrak (SA)

kemampuan

seseorang

untuk

melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa

Realitas bagi siswa ini adalah dunia teori

gagasan maupun karya nyata, baik dalam

metafisik dan pemikiran abstrak teoritis.

bentuk ciri-ciri aptitude maupun non aptitude,

Senang

baik dalam karya baru maupun kombinasi

berpikir

dalam

konsep

dan

menganalisis informasi serta menyukai

dengan

keteraturan.

semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang

Senang

membaca

dan

menyukai penelitian, lebih suka belajar

hal-hal

yang

sudah

ada,

yang

telah ada sebelumnya.

secara individual. Unsur-unsur kreativitas Kreativitas

Berbicara mengenai unsur kreativitas,

Banyak

definisi

yang

banyak tergantung pada definisi yang diikuti.

diungkapkan secara berbeda-beda. Gallagher

Misalnya menurut Clark (dalam Munandar,

(1975)

1999)

mengemukakan

kreativitas

kreativitas

adalah

unsur

kreativitas

meliputi

pikiran,

kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang

perasaan, kesadaran, dan intuisi. Sedangkan

baru,

menurut

yang

Sedangkan Hawadi,

belum menurut

2001)

kemampuan

untuk

ada

sebelumnya.

Semiawan

kreativitas memberikan

(dalam

(1980)

Munandar (dalam

(1977,

1988)

Glover

Munandar,

1999)

melihat

merupakan

adanya empat unsur dalam kreativitas, yaitu :

gagasan-

pertama, kelancaran (fluency) dalam berpikir

gagasan baru dan menerapkannya dalam

adalah

57

kemampuan

untuk

memberikan


gagasan-gagasan pada obyek tertentu dengan cepat

dan

tepat.

(fleksibilitas),

yaitu

Kedua,

4. Sarana.

kelenturan

kemampuan

Menyediakan

merangsang

untuk

sarana

dorongan

yang

eksperimentasi

dan eksplorasi merupakan unsur penting

memberikan gagasan yang beragam, bebas

dalam mengembangkan kreativitas.

dari perseverasi. Ketiga, elaborasi, yaitu

5. Lingkungan yang merangsang.

kemampuan untuk mengembangkan, merinci,

6. Hubungan

orangtua-anak

yang

tidak

dan memperkaya atau memperluas suatu

posesif. Orang tua tidak terlalu melindungi

gagasan.

yaitu

anak, mendorong anak untuk mandiri dan

kemampuan untuk memberikan gagasan yang

percaya diri, dua kualitas yang sangat

secara statistik unik dan langka untuk populasi

mendukung kreativitas.

Keempat,

orisinalitas,

tertentu, kemampuan untuk melihat hubungan-

7. Cara

mendidik

anak.

Mendidik

anak

hubungan baru, atau kombinasi baru antara

secara demokratis dan permisif di rumah

bermacam-macam unsur atau bagian.

dan

Pengembangan Kreativitas

sedangkan

Kreativitas dapat dimiliki oleh setiap orang,

tergantung

lingkungannya

sekolah

meningkatkan cara

kreativitas

mendidik

otoriter

memadamkan kreativitas.

apakah

8. Kesempatan

untuk

memperoleh

memberikan dorongan dan pengaruh atau

pengetahuan.

tidak

Menurut

pengetahuan yang dapat diperoleh anak,

Hurlock (1997) macam-macam kondisi yang

semakin baik dasar untuk mencapai hasil

dapat

yang kreatif.

pada

pengembangannya.

meningkatkan

atau

mendorong

Semakin

banyak

kreativitas, adalah : Metode Penelitian

1. Waktu : untuk menjadi kreatif kegiatan anak

seharusnya

tidak

Subyek Penelitian

dibatasi

sedemikian rupa sehingga hanya sedikit

Dalam penelitian ini subyek yang

waktu bebas bagi mereka untuk bermain

digunakan sebanyak 55 orang siswa Sekolah

dengan gagasan-gagasan dan konsep-

Dasar dengan rentang usia antara 8 tahun 10

konsep dan mencobanya dalam bentuk

bulan sampai dengan 9 tahun 9 bulan. Terdiri

baru dan orisinal.

atas

2. Kesempatan

menyendiri.

Singer

25

siswa

laki-laki

dan

30

siswa

perempuan.

menerangkan anak membutuhkan waktu Instrumen Penelitian

dan kesempatan untuk menyendiri untuk mengembangkan

kehidupan

imajinatif

Alat ukur yang digunakan dalam

yang kaya.

penelitian ini terdiri atas 3 macam, yaitu

3. Dorongan. Terlepas dari seberapa jauh

kuesioner iklim kelas belajar aktif, kuesioner

prestasi anak memenuhi standar orang

gaya

belajar/

dewasa, mereka harus didorong untuk

Kreativitas Figural. Kuesioner iklim kelas

kreatif dan bebas dari ejekan dan kritik

belajar aktif disusun berdasarkan dimensi-

yang seringkali dilontarkan pada anak

dimensi

yang kreatif.

dikembangkan oleh Trickett dan Moos (dalam

skala

gaya

berpikir,

lingkungan

dan

kelas

Tes

yang

Ramelan, 1989) yang memcerminkan iklim

58


psikologis tertentu yang tercipta dalam kelas.

fleksibilitas, orisinalitas, bonus orijinalitas dan

Disamping itu item yang dibuat disesuaikan

elaborasi.

dengan prinsip-prinsip dan indikator belajar aktif. Kuesioner gaya belajar dan gaya berpikir

Hasil Penelitian

disusun berdasarkan ciri-ciri gaya belajar

Dalam pengujian hipotesis, variabel gaya

visual,

belajar dibagi dalam 3 kelompok, kelompok

auditori

dan

kinestetik

yang

dikemukakan oleh Rose (1987) dan ciri-ciri

visual,

gaya berpikir yang dikemukakan oleh Tobias

kinestetik. Dari hasil identifikasi gaya belajar

(1996). Sedangkan Tes Kreativitas Figural

didapat hasil 36% siswa bergaya belajar

yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Visual, 31% siswa bergaya belajar Auditori

Tes Kreativitas Figural bentuk lingkaran dari

dan 18% siswa bergaya belajar Kinestetik

Torrance (1974) yang telah diadaptasikan dan

serta

dibakukan untuk murid-murid Indonesia oleh

kecenderungan pada dua gaya belajar (AV,

Utami Munandar (1988). Tes lingkaran ini

VK dan AK).

mengukur

aspek-aspek

kelompok

sisanya

auditori

15%

dan

kelompok

siswa

memiliki

kelancaran,

Tabel 1. Hasil uji regresi antara iklim kelas dengan kreativitas Variabel Iklim

kelas

dan

P (sig)

R

R2

Persamaan regreasi

0.013

0.301

0.09

Y(kreativitas) = 143.331

0.493(iklim kelas)

Kreativitas siswa

Dari tabel dapat terlihat bahwa ada hubungan

sebesar 9%. Dari nilai F yang dihasilkan

yang signifikan antara iklim kelas dengan

didapatkan bahwa F hitung (5.272) lebih besar

kreativitas. Besar korelasinya adalah 0.301

daripada F tabel (4.03) sehingga dapat

dengan

0.013.

disimpulkan bahwa persamaan regresi yang

Koefisien determinasi yang dihasilkan sebesar

dihasilkan dapat memprediksikan hubungan

0.09 hal ini berarti bahwa variabel iklim kelas

antara iklim kelas dengan kreativitas siswa.

nilai

signifikansi

sebesar

dapat menjelaskan variabel kreativitas siswa

Tabel 2. Hasil uji regresi antara gaya belajar visual dengan kreativitas Variabel

P (sig)

R

R2

Persamaan regreasi

Gaya belajar Visual

0.634

0.066

0.04

Y(kreativitas) = 118.829

dan kreativitas siswa

Pada

variabel

(constant)

0.474

(gaya

belajar)

dan

didapatkan bahwa F hitung adalah 0.229 lebih

kreativitas siswa nilai korelasi kedua variabel

kecil dari F tabel (4.03) maka hubungan antara

sebesar 0,066 dengan signifikansi 0.634 yang

gaya belajar visual dengan kreativitas tidak

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

nyata dan hal ini juga bisa dikatakan bahwa

signifikan antara gaya relajar visual dengan

persamaan

kreativitas

gaya

siswa.

Dari

belajar

hasil

visual

uji

nilai

F

59

regresi

itu

tidak

dapat


memprediksikan

hubungan

antara

gaya

belajar visual dengan kreativitas.

Tabel 3. Hasil uji regresi antara gaya belajar auditori dan kreativitas siswa Variabel

P (sig)

R

R2

Persamaan regreasi

Gaya belajar auditori dan

0.095

0.179

0.032

Y(kreativitas) = 109.292 + 1.259(gaya belajar)

kreativitas siswa

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa tidak ada

kecil dari nilai F tabel (4.03) sehingga

hubungan yang signifikan antara gaya belajar

persamaan regresi yang dihasilkan tidak

auditori dengan kreativitas siswa, dimana

relevan

besaran korelasinya adalah 0.179 dengan

variabel gaya belajar auditori dengan variabel

signifikansi sebesar 0.095. Dan dari nilai F

kreativitas siswa.

untuk

memprediksikan

hubungan

diketahui bahwa nilai F hitung (1.760) lebih

Tabel 4. Hasil uji regresi gaya belajar kinestetik dengan kreativitas siswa. Variabel

P (sig)

R

R2

Persamaan regreasi

Gaya belajar kinestetik

0.244

0.096

0.009

Y(kreativitas) = 118.767

0.555(gaya belajar)

dan kreativitas siswa

Dari uji regresi didapatkan nilai R sebesar

kreativitas siswa. Dari nilai F juga didapatkan

0.096 dengan nilai signifikansi 0.244. nilai R ini

bahwa F hitung (0.488) lebih kecil dari F tabel

tergolong sangat kecil dan dapat disimpulkan

(4.03) sehingga persamaan regresi tersebut

bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

tidak relevan untuk memprediksikan hubungan

antara

gaya belajar kinestetik dengan kreativitas

gaya

belajar

kinestetik

dengan

Tabel 5. Hasil uji regresi antara iklim kelas dan gaya belajar visual terhadap kreativitas Variabel

P (sig)

R

R2

Persamaan regreasi

Gaya belajar visual, iklim

0.059

0.321

0.103

Y(kreativitas) = 149.638

kelas dengan kreativitas

0.521(iklim

kelas)

-

0.821 (gaya belajar visual)

siswa

Hasil uji regresi antara iklim kelas, gaya

disimpulkan

belajar visual dengan kreativitas menghasilkan

tersebut

nilai R sebesar 0.321 dengan nilai signifikansi

hubungan antara variabel iklim kelas dan gaya

0.059 yang menunjukkan bahwa tidak ada

belajar visual dengan kreativitas. Dari kedua

hubungan yang signifikan antara gaya belajar

variabel independent yang ada, hanya iklim

visual dan iklim kelas secara bersama-sama

kelas yang memberikan kontribusi signifikan

dengan kreativitas siswa. Pada uji F juga

terhadap pembentukan kreativitas dengan nilai

didapatkan bahwa nilai F hitung (2,990) lebih

signifikansi 0.0.

kecil dari F tabel (3.18) sehingga dapat

60

bahwa tidak

persamaan

dapat

regresi

memprediksikan


Tabel 6. hasil uji regresi iklim kelas dan gaya belajar auditori terhadap kreativitas siswa

Variabel

P (sig)

R

R2

Persamaan regreasi

Gaya belajar auditori, iklim

0.036

0.347

0.120

Y(kreativitas) = 136.434

kelas dengan kreativitas

0.486(iklim

kelas)

+

1.212 (gaya belajar auditori)

siswa

Dari hasil uji regresi antara gaya belajar

signifiikansi

auditori,

Variabel

iklim

kelas

dengan

kreativitas

dari

iklim

masing-masing

belajar

kelas

variabel.

memberikan

didapatkan nilai R sebesar 0.347 dengan nilai

kontribusi yang signifikan terhadap kreativitas

signifikansi 0.036. Hal ini menunjukkan bahwa

dengan

secara bersama-sama gaya belajar auditori

Sedangkan trait dari gaya belajar auditori tidak

dan iklim kelas mempunyai hubungan yang

signifikan dengan nilai signifikansi 0.191 lebih

signifiikan dengan kreativitas siswa. Dari tabel

besar dari 0.05.

juga terlihat bahwa kedua variabel (gaya

Dari nilai F diketahui bahwa F hitung (3.553)

belajar auditori dan iklim kelas) memberikan

lebih besar dari F tabel (3.18) sehingga

pengaruh

terhadap

persamaan regresi yang dihasilkan relevan

pembentukan kreativitas, lainnya dipengaruhi

untuk memprediksikan hubungan gaya belajar

oleh

auditori dan iklim kelas dengan kreativitas

sebesar

faktor-faktor

12%

lain.

Selanjutnya

dari

koefisien regresi dapat dilihat pula tingkat

nilai

signifikansi

sebesar

0.027.

siswa.

Tabel 8. Hasil uji regresi iklim kelas, gaya belajar kinestetik dengan kreativitas

Variabel

P (sig)

R

R2

Persamaan regreasi

Gaya belajar kinestetik,

0.078

0.306

0.093

Y(kreativitas) = 144.159

iklim kelas dengan

0.480(iklim

kelas)

-

0.315 (gaya belajar kinestetik)

kreativitas siswa

Dari hasil uji regresi antara iklim kelas, gaya

gaya belajar kinestetik tidak secara signifikan

belajar

memberikan kontribusi terhadap kreativitas

kinestetik

dengan

kreativitas

didapatkan niali R sebesar 0.306 dengan

siswa dengan nilai signifikansi sebesar 0.686.

signifikansi 0.078. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

Hasil Tambahan

iklim kelas dan gaya belajar kinestetik dengan

Dari penelitian ini dilakukan juga penyebaran

kreativitas. Selanjutnya dari koefisien regresi

kuesioner gaya berpikir, karena gaya berpikir

dapat

masing-

sesungguhnya merupakan bagian dari gaya

masing variabel independen. Variabel iklim

belajar. Setelah dilakukan pengidentifikasian

kelas memberikan kontribusi yang signifikan

gaya berpikir pada siswa yang berjumlah 55

terhadap

anak, maka diperoleh hasil bahwa gaya

dilihat

tingkat

kreativitas

signifikansi

siswa.

Nilai

signifikansinya sebesar 0.032. Sedangkan trait

berpikir

61

Sekuensial

Konkret

(SK)

paling


banyak dimiliki oleh siswa yaitu sebesar 38%.

gagasan siswa, waktu yang cukup untuk

Sedangkan gaya berpikir yang paling sedikit

memikirkan dan mengembangkan ide atau

dimilki adalah gaya berpikir Acak Abstrak (AA)

gagasan kreatif, suasana saling menghargai

yaitu sebesar 11% saja. Anak laki-laki paling

dan saling menerima antar anak atau siswa,

banyak bergaya Sekuensial Konkret (SK)

antara siswa dan guru, sehingga mereka

(44%), sedangkan anak perempuan paling

dapat belajar, bekerja secara bersama-sama

banyak memiliki gaya berpikir Sekuensial

maupun

Konkret (SK) (33%).

berpikir divergen, suasana yang hangat dan

mandiri

mendukung, Diskusi

kebebasan

dengan

memberi untuk

baik.

Kegiatan

keamanan

berpikir

dan

menyelidiki

Hasil pengujian hipotesis pertama

(eksploratif), semua siswa terlibat, dan sikap

menunjukkan bahwa iklim kelas belajar aktif

positif terhadap kegagalan. Semua prasyarat

secara signifikan berkorelasi dengan tinggi

ini ada dalam kelas yang menerapkan belajar

rendahnya kreativitas siswa. Hal ini sesuai

aktif, misalnya siswa diberikan kesempatan

dengan

oleh

untuk memberikan gagasannya tentang tema

apa

Feldhusen

dikemukakan

Treffinger

(1980)

seperti

apa yang akan dibahas pada pertemuan yang

Munandar,

1992

(dalam

akan datang. Dengan demikian iklim kelas

Hawadi, dkk., 2001) bahwa upaya yang dapat

yang tercipta dalam belajar aktif sangat

dilakukan

mendukung perkembangan kreativitas siswa

diuraikan

dan

yang

oleh

untuk

mengkondisikan

suasana

yang mendukung tumbuh dan berkembangnya kreativitas

belajar,

Dari pengujian hipotesis kedua, ketiga

mengacu pada adanya pengaturan fisik /

dan keempat didapat hasil bahwa hubungan

lingkungan kelas serta persiapan dan perilaku

gaya belajar visual, auditori dan kinestetik

guru dalam layanan pembelajaran. Kelas yang

dengan kreativitas ternyata tidak signifikan

menggunakan

mampu

positif. Artinya bahwa gaya belajar apapun

menciptakan suasana belajar yang kondusif

baik itu visual, auditori maupun kenestetik

bagi siswa untuk berkreasi, sehingga daya

yang dimiliki siswa tidak menentukan tinggi

kreativitasnya terasah dengan baik. Hal ini

rendahnya kreativitas. Jadi pada hakikatnya

terbukti berdasarkan gambaran CQ (Creativity

semua siswa dengan gaya belajar apapun

Quotient) di tempat penelitian terdapat 64%

memiliki potensi kreatif. Hal ini sesuai dengan

siswa memiliki CQ baik, sedangkan yang

pendapat yang dikemukakan Rose (1997)

memilki CQ tinggi sebesar 16%. Dengan

yang mengatakan bahwa aktivitas kreatif biasa

demikian sebagian besar siswa dalam kelas

diterapkan oleh siswa dari gaya belajar

tersebut memiliki kemampuan kreativitas yang

apapun sesuai dengan cirinya masing-masing.

baik. Selanjutnya hal ini dikuatkan oleh

Rose melakukan identifikasi gaya belajar

pendapat Semiawan (1984, dalam Hawadi

siswa

dkk., 2001) bahwa untuk menciptakan iklim

dipilihnya; siswa yang bergaya visual biasanya

kelas

akan menunjukkan aktivitas kreatif berupa

dan

anak

dalam

belajar

suasana

kegiatan

secara lebih optimal.

aktif

pembelajaran

yang

berdasarkan

kreatif

menggambar,

yang

mendorong dan menunjang pemikiran kreatif

kegiatan

dibutuhkan : keterbukaan terhadap minat dan

merancang atau mendesain, dan melukis di

62

menulis,

aktivitas

melukis,


udara.

Sedangkan

lebih

2001) merupakan tahap persiapan, kemudian

menunjukkan kegiatan kreatif berupa kegiatan

dilanjutkan aktivitas otak belahan kanan untuk

menyanyi, mendongeng atau mengobrol apa

mengerami

saja, bermain musik, membuat cerita lucu,

merupakan tahap yang sangat penting dalam

berdebat dan juga berfilosofi. Sedangkan

proses kreatif, oleh karenanya seseorang

siswa yang bergaya kinestetik lebih cenderung

memerlukan kesempatan untuk mengadakan

menampakkan kemampuan kreatif dalam hal

refleksi secara tenang pada tahap ini. Jadi

kerajinan

dan

berdasarkan

berolahraga. Jadi mungkin perbedaan gaya

disimpulkan

belajar tidak menentukan tinggi rendahnya

kemampuan

kreativitas tetapi menentukan bentuk kegiatan

mengimplikasikan terjadinya eskalasi dalam

kreativitas yang dipilih oleh siswa. Di samping

kemampuan berpikir. Gaya berpikir dalam hal

itu

tentang

ini turut menentukan apakah seorang anak

kreativitas, kita mengetahui bahwa Sternberg

akan menjadi pribadi yang memiliki daya

dalam three facet model of creativity (1988,

kreativitas tinggi, sedang atau rendah.

tangan,

jika

siswa

auditori

berkebun,

menilik

kembali

menari

teori

(tahap

inkubasi).

uraian

tersebut

kreativitas berpikir

Inkubasi

dapat

merupakan

tingkat

tinggi

yang

dalam Munandar, 1999) menyatakan bahwa

Pada penelitian ini terlihat bahwa iklim

kreativitas merupakan titik pertemuan yang

kelas belajar aktif tidak berkorelasi dengan

khas antara tiga atribut psikologis : intelegensi,

gaya belajar visual dan kinestetik yang dimiliki

gaya kognitif, dan kepribadian atau motivasi.

siswa dalam mengembangkan kreativitasnya.

Secara bersamaan ketiga segi dalam alam

Sedangkan

pikiran ini membantu memahami apa yang

auditori, iklim kelas cukup berkorelasi dengan

melatarbelakangi

kreatif.

tinggi rendahnya kreativitas dirinya. Berkaitan

Gregorc mengklasifikasikan keempat gaya

dengan hal ini, perlu dikaji kembali teori yang

berpikir

konkret,

dikemukakan oleh Joyce dkk. (1992) yang

sekuensial abstrak, acak abstrak dan acak

menyatakan bahwa gaya belajar bersifat

konkret (DePorter & Hernacki, 1992). Orang

sangat individual dan unik, berbeda antara

yang

satu anak dengan anak lain. Dalam belajar

ini

individu

sebagai

termasuk

ke

yang

sekuensial

dalam

dua

kategori

bagi

bergaya

perlu

kiri, sedang orang yang berpikir secara acak

memungkinkan semua siswa belajar dengan

biasanya

optimal sesuai dengan karakteristik gaya

dalam

dominasi

otak

suasana

belajarnya

kemampuan berpikir ilmiah, kritis, logis, dan

sebagai

linear,

kanan,

membutuhkan pemenuhan dalam proses dan

berkenaan dengan fungsi-fungsi pemikiran

kegiatan belajar. Menjadi tugas guru untuk

yang

dapat

non

linear,

belahan

non

otak

verbal,

holistik,

faktor

internal

mengenali

Gaya

yang

kanan. Belahan otak kiri berkenaan dengan

sedangkan

masing-masing.

belajar

belajar

sekuensial cenderung memiliki dominasi otak

termasuk

diciptakan

siswa

pada

gaya

diri

belajar

belajar siswa,

siswanya,

humanistik dan mistis. Dalam proses kreatif,

sehingga guru dapat memenuhi kebutuhan

keterkaitan fungsi otak terlihat pada aktivitas

siswa

belahan otak kiri untuk menerima masukan

menentukan cara belajar yang lebih efektif.

berupa data dan informasi dari lingkungan

Artinya

yang menurut Wallas (dalam Hawadi dkk.,

kemampuan

63

dalam

belajar

siswa

yaitu

dapat

belajarnya

siswa

dapat

memanfaatkan secara

maksimal,


sehingga hasil belajarnyapun akan optimal.

Kesimpulan

Jadi daptalah dipahami bahwa, bagi siswa

Dari penelitian ini dapat disimpulkan beberapa

visual

hal :

dan

kinestetik,

peningkatan

kreativitasnya tidak dipengaruhi iklim kelas

1. Ada hubungan yang positif dan signifikan

belajar aktif, artinya dalam suasana belajar

antara iklim kelas belajar aktif dengan

yang bagaimanapun mungkin mereka akan

kreativitas

siswa

punya kesempatan untuk memiliki kreativitas

rendahnya

kreativitas

yang tinggi, sedangkan bagi siswa auditori

dipengaruhi oleh iklim kelas yang tercipta

suasana belajar aktif akan sangat membantu

di dalam pembelajaran. Iklim kelas yang

dirinya dalam meningkatkan kreativitasnya.

positif meningkatkan kreativitas dan iklim

Mungkin hal ini disebabkan karena dalam

kelas yang negatif menghambat kreativitas

kegiatan

siswa.

belajar

aktif

ada

penggunaan

berbagai macam media diantaranya adalah

SD.

Jadi siswa

tinggi sangat

2. Tidak ada hubungan yang positif dan

media audio. Hal ini dapat terlihat di tempat

signifikan

penelitian

berbagai

dengan kreativitas siswa SD. Jadi gaya

media

belajar visual tidak menentukan tinggi

macam

yang alat

menggunakan musik

sebagai

pembelajaran. Para siswa berkesempatan

tertentu

latihan dan

mengadakan

menyanyi

gaya

belajar

visual

rendahnya kreativitas siswa.

untuk menggunakan alat musik tersebut serta mendapat

antara

3. Tidak ada hubungan yang positif dan

pada

waktu

signifikan antara gaya belajar auditori

pada

akhir

tahun

biasa

dengan kreativitas siswa SD. Gaya belajar

pentas

seni.

Media

audio

auditori

untuk

rendahnya kreativitas siswa.

memungkinkan

siswa

auditori

tidak

menentukan

tinggi

mengasah kemampuan kreatifnya yang sesuai

4. Tidak ada hubungan yang positif dan

dengan karakteristiknya secara lebih optimal.

signifikan antara gaya belajar kinestetik

Stimulasi

dengan kreativitas siswa SD. Gaya belajar

dengan

penggunaan

media

alat

audio

musik,

dengan kegiatan

kinestetik

menyanyikan lagu, cerita atau dongeng dan

berkembang

tinggi

5. Tidak ada hubungan yang positif antara

optimal

iklim kelas belajar aktif dan gaya belajar

kreativitasnya. Disamping itu, dalam suasana

visual dengan kreativitas siswa SD. Jadi

belajar aktif siswa auditori dapat belajar sesuai

iklim kelas yang tercipta dalam suasana

dengan caranya yaitu ia dapat menyalurkan

belajar aktif tidak mempengaruhi siswa

kesukaannya untuk berbicara, berdiskusi dan

yang bergaya belajar visual dalam tinggi

menjelaskan sesuatu secara panjang lebar.

rendah kreativitasnya.

Sedangkan

tidak

6. Ada hubungan yang positif dan signifikan

kurang

antara iklim kelas belajar aktif dan gaya

memberikan kesempatan pada siswa auditori

belajar auditori dengan kreativitas siswa

untuk belajar sesuai dengan karakteristiknya

SD. Jadi iklim kelas yang tercipta dalam

tersebut.

suasana belajar aktif bagi siswa yang

menggunakan

dalam

lebih

menentukan

rendahnya kreativitas siswa.

kagiatan lain yang memungkinkan siswa auditori

tidak

kelas

belajar

yang aktif

bergaya belajar auditori akan sangat

64


mempengaruhi

tinggi

rendahnya

gambar

kreativitas dirinya.

dalam kelas.

signifikan antara iklim kelas belajar aktif gaya

bernuansa

pembelajaran siswa sekolah dasar di

7. Tidak ada hubungan yang positif dan

dan

yang

belajar

kinestetik

g. Sebaiknya

penelitian

dilakukan

di

dengan

sekolah dasar negeri dengan jumlah

kreativitas siswa SD. Jadi iklim kelas yang

siswa yang lebih banyak dan lebih

tercipta dalam suasana belajar aktif tidak

heterogen sehingga akan memberikan

mempengaruhi

hasil yang lebih mencerminkan kondisi

siswa

yang

bergaya

belajar kinestetik dalam menentukan tinggi

yang sesungguhnya di lapangan.

rendahnya kreativitas. 2. Saran untuk orang tua dan praktisi Saran

pendidikan.

1. Saran untuk penelitian selanjutnya

Orangtua

a. Dalam penelitian ini alat ukur gaya belajar

yang

digunakan

dan

praktisi

pendidikan

perlu menciptakan suasana belajar

bersifat

aktif dalam kegiatan belajar anak.

kualitatif, tetapi peneliti selanjutnya

Karena dalam belajar aktif tercipta

melakukan

sehingga

iklim belajar yang positif dan kondusif

diperoleh skor yang bersifat kuantitatif.

bagi pengembangan kreativitas anak.

Bagi

sangat

Di samping itu orangtua dan guru

perlu untuk menyusun alat ukur gaya

perlu mengetahui gaya belajar siswa,

belajar yang dapat memberikan hasil

agar

dengan skor kuantitatif yang sudah

belajar yang tepat sesuai dengan

baku.

kebutuhan perkembangan diri anak

konversi

penelitian

berikutnya

b. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan

dapat

memberikan

stimulasi

secara komprehensif.

menganalisis variabel gaya berpikir, 3. Saran untuk pemerintah

sehingga hasil penelitian akan lebih mendalam. c.

a.

Pemerintah khususnya Departemen

Tingkat IQ siswa sebaiknya beragam

Pendidikan

agar

heterogen

lebih memperhatikan pengembangan

sebagai

kreativitas di sekolah-sekolah karena

sampel

sehingga

bersifat

pengaruh

IQ

variabel sekunder dapat diminimalisir.

Nasional,

hendaknya

kreativitas merupakan solusi bagi

d. Rentang usia subyek diperluas.

peningkatan

e. Akan lebih baik jika pengumpulan data

rendah dan solusi bagi permasalahan

dilakukan

dengan

cara

siswa

SDM

yang

kesejahteraan kehidupan bangsa.

dikelompokkan (5-7 orang ) dengan

f.

kualitas

b.

Pemerintah hendaknya mulai kembali

satu guru yang mengarahkan. Hal ini

menetapkan kebijakan pelaksanaan

agar

CBSA / belajar aktif, khususnya di

kesalahan

siswa

dalam

menjawab kuesioner dapat dikurangi.

sekolah-sekolah

Ilustrasi gambar instrumen iklim kelas

Mengingat bahwa belajar aktif sangat

perlu

penting dalam penciptaan suasana

diperbaiki

dengan

memilih

65

dasar

negeri.


pembelajaran

yang

kondusif

bagi

Ramelan, Ratih. (1989). Hubungan antara

pengembangan kreativitas siswa.

Iklim Kelas dengan Tingkat Aspirasi Akademis

Daftar Pustaka

dan

Kesehatan

Mahasiswa.

Mental

Tesis.

Tidak

dipublikasikan.

Deporter, Bobbi & Hernacki, Mike. (1999). Quantum Learning. Bandung : Kaifa

Rose, Colin & Nicholl, Malcolm J. (1997). Accelerated Learning for the 21st

Djamarah, Syaiful Bahri, (2000). Guru dan

Century. New York : Delacorte.

Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta :

Samples, Bob. (2002). Revolusi Belajar untuk

Rineka Cipta.

Anak. Bandung : Kaifa. Hawadi,

Reni

Akbar.

(2001).

Psikologi Sembiring, Ejasa. (1994). Hubungan antara

Perkembangan Anak, Mengenal Sifat, Bakat

Iklim

dan

Kelas,

Kreativitas,

Motivasi

Berprestasi dengan Prestasi Belajar Kemampuan Anak. Jakarta : PT.

Mahasiswa.

Grasindo.

Tidak

dipublikasikan.

Hawadi, Reni Akbar., dkk. (2001). Kreativitas.

Sembiring, M.Y. Tawar. (1994), Pengelolaan

Jakarta : PT. Grasindo. Hurlock,

Tesis.

Elizabeth

Proses B.

(1997).

Child

Development. New Delhi : Tata McGraw Hill. Joyce, Bruce., Weil Marsha. & Showers,

Belajar

SD

9

Tahun,

Abad

Ke-21,

SPP-CBSA

pada

Kurikulum

Untuk

Konvensi

Nasional

Pendidikan

Semiawan, Conny R. (1992). Pendekatan

Allyn and Bacon.

Keterampilan Kauchak, Donald P., dan Eggen Paul D., Learning

dengan

Indonesia II. Jakarta : PT. Grasindo.

Beverly. (1992). Models of Teaching. Boston :

(1993).

Mengajar

and

Proses.

Jakarta

:

Gramedia Widiasarana Indonesia.

Teaching Tjokrosuprihatono,

;Research-Based Methods. Boston :

Diennaryati

Pengembangan

Allyn and Bacon.

Emosional

Anak,

(2001).

Kecerdasan Kapita

Munandar, S.C.U (1992). Mengembangkan

Psikologi

Pendidikan.

Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah;

Fakultas

Psikologi

Penuntun bagi Guru dan Orang tua.

Indonesia.

Selekta

Depok

:

Universitas

Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Tobias, Cynthia Ulrich. (1996). Cara Mereka

Indonesia.

Belajar, Jakarta ; Harvest Publika. Munandar, S.C.U. (1999). Kreativitas dan Wulan, Sri. (2004). Iklim Kelas Belajar Aktif,

Keberbakatan. Jakarta : Gramedia Pustaka

Gaya Belajar, dan Kreativitas. Tesis.

Utama.

Tidak dipublikasikan.

66


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.