ISSN : 1978-2489
Jurnal Keberbakatan & Kreativitas
Vol. 01. no. 02, Agustus 2007
ADVERSITY QUOTIENT PADA SISWA SMU YANG MENGIKUTI KURIKULUM KELAS PROGRAM PERCEPATAN BELAJAR DAN KELAS REGULER (Studi deskriptif di SMUN 81 dan SMUN 8 Jakarta)
PENGARUH MOTIVASI BERPRESTASI DAN KONSEP DIRI TERHADAP SIKAP KREATIF GURU TK
STRESS DAN PERILAKU COPING PADA SISWA SMU PROGRAM PERCEPATAN BELAJAR
KAITAN KEMANDIRIAN DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL TERHADAP SIKAP KREATIF PADA SISWA SLTP FULL DAY SCHOOL DAN NON-FULL DAY SCHOOL DI JAKARTA SELATAN
IKLIM KELAS BELAJAR AKTIF, GAYA BELAJAR DAN KREATIVITAS
Gifted Review
Tahun 01
Nomor 2
Hlm. 76 -
Depok Februari 2007
140
Diterbitkan Oleh :
PUSAT KEBERBAKATAN
Fakultas Psikologi
UNIVERSITAS INDONESIA
1
ISSN:1978-2489
ADVERSITY QUOTIENT PADA SISWA SMU YANG MENGIKUTI KURIKULUM KELAS PROGRAM PERCEPATAN BELAJAR DAN KELAS REGULER (Studi deskriptif di SMUN 81 dan SMUN 8 Jakarta) Urip Budicahyadi dan Evita E. Singgih Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah melihat bagaimana gambaran respon siswa kelas III SMU program akselerasi dan juga siswa kelas III program regular ketika menghadapi berbagai situasi sulit dan penuh tekanan sekaligus membandingkan skor AQ dan dimensi-dimensinya pada kedua macam kelas tersebut. Subyek penelitian diperoleh dari dau SMU di Jakarta yang menyelenggarakan program percepatan belajar yakni SMUN 8 dan SMUN 81. Alat ukur yang digunakan adalah Adversity Respone Profile (ARP) yang dibuat oleh Diah Rini Lesmawati (2001) yang merupakan adaptasi ARP dari Stoltz dengan menyesuaikan pada konteks siswa kelas III SMU. Penelitian ini mnggunakan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa kelas akselerasi memiliki mean skor AQ (167,16), dimensi Ownership (44,52) yang tergolong tinggi. Dan untuk dimensi control (42,88), dimensi reach (36,88) dan dimensi endurance (42,86) tergolong sedang. Sementara untuk siswa kelas regular, hanya pada dimensi reach yang tergolong sedang (38,61). Mean skor AQ (175,05), dimensi control (45,17), ownership (45,17), dan endurance (46,05) tergolong tinggi. Dari hasil analisa lebih lanjut ditemukan perbedaan yang signifikan antara siswa kelas akselerasi dan kelas regular pada mean skor AQ (p=0.019), dimensi control (p=0.030) dan dimensi endurance (p=0.004) pada level signifikansi 0.05. Sementara untuk dimensi ownership dan dimensi reach tidak diperoleh perbedaan yang bermakna. Kata Kunci/Keywords : Adversity Quotient, program percepatan belajar
Pendahuluan
kemampuan dan kecerdasan intelektual luar
Anak berbakat menurut Munandar (1999)
ialah
mereka
yang
kemampuan-kemampuannya
yang
biasa atau anak berbakat. Tujuannya agar
karena
anak/ siswa berbakat intelektual tersebut
unggul
mampu
mengembangkan
dan
mampu memberi prestasi yang tinggi. Anak-
mengoptimalisasi keberbakatan intelektualnya.
anak
Kelas akselerasi bisa diikuti oleh siswa yang
ini
membutuhkan
program-program
pendidikan yang berdiferensiasi dan program
memenuhi
pelajaran yang diluar jangkauan program
Setelah melalui proses identifikasi dan seleksi,
pendidikan
dapat
mereka dikumpulkan dalam satu kelas khusus
secara
dengan kurikulum yang berbeda dengan kelas
optimal baik bagi pengembangan diri maupun
biasa (reguler). Diantara perbedaan kurikulum
bagi kemajuan masyarakat
akselerasi dengan reguler adalah lamanya
biasa
mewujudkan
(reguler)
bakat-bakat
Beberapa
tahun
agar
mereka
belakangan
ini,
waktu
syarat
yang
penyelesaian
telah
kurikulum
ditetapkan.
pendidikan
banyak muncul sekolah-sekolah dari tingkat
yakni hanya selama dua tahun, setahun lebih
dasar
cepat dari kelas reguler. Karena singkatnya
sampai
menyelenggarakan
menengah Program
yang
Percepatan
waktu
pendidikan
menyebabkan
banyak
Belajar (PPB) atau yang sering disebut
materi pelajaran yang tidak disampaikan
sebagai
dalam
Keberadaan
program
tatap
muka
dan
juga
pelayanan
esensial (Depdiknas, 2001). Karena mereka
pendidikan bagi anak/ siswa yang memiliki
dianggap anak-anak pandai, maka banyak
satu
usaha
di
bentuk
mengurangi meteri-materi pelajaran yang tidak
salah
akselerasi
akselerasi. sekolah
merupakan
kelas
kelas
2
pelajaran
tidak
juga oleh pihak sekolah memiliki prestasi yang
mendetail. Dengan demikian siswa dituntut
lebih baik dari siswa kelas reguler. Siswa
untuk bisa belajar mandiri di rumah agar
akselerasi juga bisa mendapati hambatan
memahami seluruh materi pelajaran secara
dalam interaksi sosial dengan lingkungannya.
menyeluruh.
Sikap lingkungan (guru dan temen sebaya)
pada
yang
diajarkan
secara
Kurikulum akselerasi yang diberikan
bersifat ambivalen terhadap anak berbakat.
siswa-siswa
Mereka dikagumi tapi juga dicemburui, bahkan
berbakat
memberikan
banyak tuntutan dan konsekuensi. Agar siswa
sering
akselerasi
bisa
berhasil
dipercaya.
kurikulum
hingga
tamat,
menyelesaikan
terisolasikan
Bahkan
di
dan
dalam
kurang
lingkungan
harus
keluaraga sendiri mereka dicemburui kerena
memenuhi standar nilai yang ditetapkan pada
sering sekali diistimewakan di dalam berbagai
setiap tes evaluasi catur wulan. Jika nilai yang
kesempatan seperti pembagian tugas dan
diperoleh di bawah standar nilai yang telah
pembagian barang tertentu (Semiawan, 1997).
ditetapkan, mereka tidak bisa meneruskan
Anak berbakat juga memiliki potensi masalah
belajar di kelas akselerasi lagi atau dengan
mengenai konsep diri
kata lain mereka dikembalikan ke kelas
Semiawan, 1997).
reguler.
Hal
ini
mereka
juga
menimbulkan
tekanan
(Colangelo,
Masalah-masalah
yang
dalam
tersebut
tersendiri bagi siswa bahwa mereka harus
diatas, baik yang berasal dari dalam diri anak
berhasil mencapai standar nilai yang telah
berbakat
ditetepkan jika tidak ingin kembali ke kelas
lingkungannya termasuk tuntutan kurikulum
reguler. Jika mereka dikembalikan ke kelas
akselerasi,
reguler bisa menimbulkan gangguan emosi
negatif
dan akademis di kelas karena dianggap siswa
Kenyataan
yang gagal di kelas akselerasi. Permasalahan
menimbulkan kesulitan bisa dianggap sebagai
lain adalah masalah yang terkait dengan
tekanan, beban sekaligus tantangan tersendiri
labeling pada diri mereka sebagai siswa
bagi
berbakat
kecerdasan dan kualitas diri yang baik untuk
intelektual,
berpisahnya
mereka
maupun
bisa
jika
yang
mengakibatkan
tidak dan
siswa
berasal
diatasi
dampak
dengan
baik.
yang
bisa
keadaan
berbakat.
dari
Diperlukan
dengan teman sebayanya dan perasaan
menyikapi
terisolasi dan dicemburui oleh siswa reguler.
sehingga
Harapan dari orangtua agar anaknya sukses
menyelesaikan
dan berprestasi juga bisa dianggap dorongan
Karena
tapi bisa juga suatu beban tersendiri. Pihak
inteligensi saja tidaklah cukup. Stoltz (1997)
sekolahpun tentunya berkeinginan sekolahnya
memandang
sukses
khusus
dipengaruhi dan dapat diramalkan melalui
tersebut sehingga seringkali memberi tekanan
cara seseorang berespon dan menjelaskan
agar para akseleran bisa menyelesaikan
kesulitan. Yang disebut sebagai Adversity
pendidikannya selama dua tahun karena hal
Quotient (AQ). AQ yang dimiliki seseorang
ini berkaitan dengan reputasi, peringkat dan
lebih signifikan daripada IQ, pendidikan atau
mutu sekolah di banding dengan sekolah-
ketrampilan sosial. AQ adalah peramal global
sekolah lainnya. Siswa akselerasi diharapkan
terhadap kesuksesan (Stoltz, 1997).
menyelenggarakan
kelas
3
masalah-masalah
suatu
mendapati
kesuksesan
pendidikan
dalam
kondisi
bahwa
tersebut, dalam
akademisnya. yang
kesuksesan
demikian
sangat
Dari hal-hal diatas, penulis tertarik
merupakan
terobosan
baru
dan
penting
untuk melakukan penelitian tentang AQ pada
tentang pemahaman apa yang dibutuhkan
siswa kelas III yang mengikuti program
untuk menuju kesuksesan dalam hidup. Stoltz
percepatan belajar dan siswa kelas III reguler.
(1997) mendefinisikan AQ dalam 3 bentuk :
Siswa kelas III akselerasi dan kelas III reguler
pertama, suatu konsep baru untuk memahami
dipilih
dalam
dan meningkatkan semua segi kesuksesan.
karakteristik siswa, lingkungan dan tuntutan
Kedua, suatu alat ukur untuk mengetahui
kurikulum. Hal ini menyebabkan kedua jenis
respon seseorang terhadap kesulitan. Ketiga,
siswa tersebut memiliki tuntutan, tekanan, dan
seperangkat alat yang memiliki dasar ilmiah
tingkat kesulitan yang berbeda. Menurut Stoltz
untuk
(1997) AQ juga dipengaruhi oleh lingkungan.
terhadap kesulitan.
karena
adanya
perbedaan
Lingkungan yang berbeda akan memiliki
memperbaiki
respon
seseorang
Stoltz juga menyatakan bahwa IQ dan
individu yang berbeda pula.
EQ berpengaruh pada kesuksesan seseorang pada kondisi dan situasi normal, namun tidak
Rumusan Masalah Permasalahan
yang
terlalu berperan pada kondisi krisis atau dikemukakan
dalam
situasi penuh kesulitan. Pada saat kondisi ini
penelitian ini adalah : 1. Bagaimana
AQ dianggap lebih penting pengaruhnya dari
deskripsi
atau
gambaran
kedua
konsep
sebelumnya.
AQ
adalah
umum Adversity Quotient pada siswa
prediktor umum terhadap kesuksesan dan
SMU kelas III yang mengikuti kurikulum
hadir menjembatani konsep IQ dan EQ.
kelas akselarasi atau program percepatan
Adversity quotient memberitahukan seberapa
belajar?
baik seseorang dapat bertahan dan mampu
2. Bagaimana
deskripsi
atau
gambaran
mengatasi kesulitan, dapat meramalkan siapa
umum Adversity Quotient pada siswa
yang dapat bertahan dengan kesulitan atau
SMU kelas III yang mengikuti kurikulum
siapa yang akan hancur, dapat meramalkan
kelas reguler?
siapa yang dapat melebihi harapan dari
3. Apakah ada perbedaan yang bermakna
performance dan potensinya dan siapa yang
pada Adversity Quotient antara siswa
akan gagal, memprediksikan siapa yang akan
SMU kelas III yang mengikuti kelas
menyerah dan siapa yang akan menang
akselarsi dan siswa SMU yang mengikuti
(Stoltz, 2000).
kelas reguler? Dimensi AQ Tinjauan Teoritis
AQ memiliki beberapa dimensi (Stoltz, 2000)
Adversity Quotient
yakni yang disingkat dengan CORE. Dimensi-
Adversity Quotient (AQ) diperkenalkan oleh
Paul
penelunya
G.Stoltz, adalah
PhD. riset
AQ
penting
dimensi ini merupakan kombinasi dari teori
menurut
keteguhan, locus of control, resilience, self
lusinan
efficacy, dan teori atribusi. Dimensi-dimensi itu
ilmuwan kelas atas dan lebih dari 500 kajian di
adalah :
seluruh
1. C = Control (kontrol)
dunia
penerapannya
selama selama
19 10
tahun
dan
tahun.
AQ
4
Dimensi ini mempertanyakan seberapa
membuat kesulitan merembes ke bagian-
besar kendali yang seseorang rasakan
bagian lain dari kehidupan seseorang.
pada suatu peristiwa sulit. Kata kuncinya
Sebaliknya akan menganggap peristiwa
adalah
karena
kontrol
yang baik sebagai sesuatu yang kebetulan
peristiwanya
sendiri
dan terbatas jangkauannya. Akibat yang
sangat sulit diukur. Kontrol atau kendali
lainnya akan merusak kebahagiaan dan
diawali
ketenangan pikiran ketika berhadapan
terhadap
merasakan, suatu
dengan
pemahamn
bahwa
sesuatu, apapun itu, dapat dilakukan.
dengan peristiwa sulit.
Contoh respon orang yang skor dimensi
4. E = Endurance (daya tahan)
kontrolnya rendah misalnya ini diluar
Dimensi ini mempertanyakan dua hal yang
jangkauan saya, tak ada yang bisa saya
berkaitan, yakni : berapa lama kesulitan
lakukan sama sekali. Sedangkan contoh
akan berlangsung dan berapa lamakah
respon orang dengan dimensi kontrol yang
penyebab kesulitan ini akan berlangsung.
tinggi misalnya : wow! Ini sulit! Tapi saya
Skor rendah pada dimensi ini
pernah menghadapi yang lebih sulit lagi,
membuat
selalu ada jalan.keuletan dan tidak kenal
peristiwa sulit akan berlangsung lama atau
menyerah muncul dari AQ yang tinggi.
bahkan selamanya. Beberapa pikiran dan
Sementara individu dengan AQ rendah
ucapan yang sering muncul diantaranya :
merasakan ketidakmampuan mengubah
ini akan terus terjadi, segala sesuatunya
situasi.
tidak akan menjadi lebih baik, hidup saya
2. O = Ownership Dimensi
ini
menganggap
hancur, dll. mengandung
pertanyaan, Tipe-tipe individu
sejauh manakah seseorang mengakui akibat-akibat dari kesulitan. Dimensi ini menyatakan
seseorang
akan
sejauh
mana
Hidup ini seperti mendaki gunung, kepuasan
seseorang
dicapai melalui usaha tak kenal lelah untuk
bertanggung jawab dari suatu peristiwa,
terus mendaki meskipun langkah-langkahnya
apapun penyebabnya dan berfokus pada
terasa sulit dan menyakitkan . Terkait dengan
usaha mencari solusi. Individu dengan AQ
pendakian
tinggi pada dimensi ini kemungkinan akan
kehidupannya, ada tiga tipe manusia, yaitu :
memandang
a. Quitter : mereka menolak untuk mendaki,
sukses
menjadi
seseorang
mundur,
menjalani
pekerjaannya dan kegagalan berada di
lebih
luar dirinya. Mereka menghindari perilaku
menghindari
menyalahkan diri sendiri yang tidak perlu
Menyikapi perubahan secara aktif dengan
tetapi tetap bertanggung jawab secara
menghindarinya.
tepat dan proporsional.
yang sangat rendah dalam mengahadapi
3. R = Reach (Jangkauan)
memilih
dalam
tugas
dan
Memiliki
berhenti, kewajiban.
kemampuan
kesulitan bahkan lebih sering menyerah.
Dimensi ini mempertanyakan sejauh mana
Mereka menghindari kesulitan dan sama
kesulitan akan menjangkau bagian-bagian
sekali tidak berniat melakukannya.
lain dari kehidupan individu. Respon-
b. Camper : mereka mendaki tidak terlampau
respon dengan AQ yang rendah akan
jauh dan ketika mendapati kemah terdekat
5
mereka
c.
merasa
sudah
dan
bulan November 1981, bahwa yang dimaksud
menghentikan pendakian. Mereka bosan
dengan anak berbakat ialah mereka yang
dan mencari tempat rata dan nyaman
karena
untuk
unggul mampu memberi prestasi yang tinggi.
menghindari
cukup
pendakian.
Takut
memiliki
kehilangan kenyamanan dengan hadirnya
Anak-anak
perubahan sehingga tidak mendukung
pendidikan yang berdiferensiasi dan atau
usaha-usaha yang vital bagi perubahan
pelayanan yang diluar jangkauan program
tersebut.
sudah
sekolah biasa agar dapat mewujudkan bakat-
menghadapi kesulitan, tapi sayangnya
bakat mereka secara optimal, baik bagi
kesulitan
pengembangan
Sedikit
banyak
tersebut
menjadi
bahan
ini
kemampuan-kemampuan
membutuhkan
diri
program
maupun
untuk
pertimbangan untuk melakukan usaha
memberikan sumbangan yang bermakna bagi
lebih jauh lagi.
kamajuan masyarakat dan Negara (dalam
Climbers : Individu ini memberikan seluruh
Munandar,1992). Anak berbakat intelektual
umurnya untuk pendakian. Mereka adalah
mampu memberikan prestasi yang tinggi,
pemikir
mampu dalam arti ada yang sudah terwujud
yang
kemungkian,
selalu
tidak
memikirkan
membiarkan
umur,
dan ada yang belum. Ada anak-anak yang
jenis kelamin, ras, cacat fisik, atau mental
sudah dapat mewujudkan bakat mereka yang
atau hambatan lainnya sebagai perintang
unggul,
menuju
memerlukan pendidikan dan latihan agar
pendakian.
terhadap
Dalam
perubahan,
menyambut
secara
berespon
bukan positif
hanya
tapi
tetapi
ada
yang
belum.
Bakat
dapat tampil dalam prestasi yang unggul.
ikut
mendorong adanya perubahan. Mereka
Masalah-masalah yang terjadi pada siswa
memahami kesulitan sebagai tantangan
berbakat intelektual
dan bagian dari hidup. Sudah terbiasa
Anak-anak
berbakat
intelektual
melalui hidupnya dengan kesulitan dan
memerlukan suatu lingkungan dan pendidikan
terus melakukan pendakian. Bagi mereka
khusus agar bisa mengoptimalkan potensi
menghindari
unggulnya. Apabila mereka tidak mendapati
pendakian
sama
dengan
menghindari kehidupan.
pendidikan yang sesuai dengan kemampuan mereka,
bisa
menimbulkan
beberapa
Anak Berbakat dan Program Percepatan
masalah. Misalnya pengabaian perhatian oleh
Belajar
guru, karena dianggap tidak memerlukan Seseorang
mempunyai
bakat
dapat intelektual
dikatakan ia
diberikan oleh guru kurang mengandung
mempunyai inteligensi tinggi atau kemampuan
tantangan, akibatnya malah motivasi anak
di atas rata-rata dalam bidang intelektual
menjadi
(yang antara lain meliputi daya abstraksi,
menjadi tidak muncul (Stanley, 1974 dalam
kemampuan
Hawadi
penalaran,
apabila
bantuan lagi, menyebabkan belajar yang
kemampuan
turun
bahkan
keberbakatannya
et.al, 2001). Selain itu hal yang
memecahkan masalah). Sementara menurut
mungkin terjadi terkait dengan pendidikan
perumusan pada seminar Nasional Alternatif
yang tidak sesuai dengan kebutuhan anak
Program Pendidikan bagi Anak Berbakat
berbakat intelektual, maka terjadi gangguan
6
psikologis
seperti
buruk,
sistem pembelajaran yang dapat memacu dan
perilaku
mewadahi integrasi antara pengembangan
terhambat yang berlebihan, sikap menarik diri
spiritual, logika, etika, dan estetika serta dapat
dari pergaulan sosial, rasa cemas, rasa tidak
mengembangkan kemampuan berpikir holistik,
aman, serta terlibat penggunaan obat-obatan
kreatif, sistemik dan sistematis, linear dan
bahkan
konvergen untuk memenuhi tuntutan masa kini
konformitas
konsentrasi
yang
sampai
berlebihan,
pada
gejala
membolos,
berprestasi jauh dibawah potensi intelektual
dan
masa
yang dimiliki dan putus sekolah (Green, 1962;
(jumlah jam setiap mata pelajaran) sama
Amstrong, 1967; Schmidt, 1977; Gowan,
dengan kelas reguler, bedanya terletak pada
1979, Whimore, 1980, dalam Hawadi et.al.,
waktu penyelesaian kurikulum tersebut lebih
2001).
dipercepat berdasarkan kemampuan siswa dalam
mendatang.
memahami
Struktur
isi
program
kurikulum
dan
Percepatan Belajar dan Kurikulum Program
mengefektifkan sistem pembelajaran dengan
Percepatan Relajar
mengurangi materi-materi yang tidak esensial.
Presley
mendefinisikan
percepatan
Masalah-masalah
pada
percepatan
2001)
an
dengan teman sebaya, masalah dengan guru
educational program at retes master or ages
dan orang tua, masalah dalam mengambil
younger
ini
keputusan karena banyaknya minat pada anak
bahwa
program
berbakat, masalah kerjasama kerena anak
memberi
layanan
berbakat
cenderung
cepat
dibanding
kompetisi
dan
than
memberi
progress
conventional .
keterangan
percepatan pendidikan
through
belajar yang
lebih
Definisi
antara
terakhir
lain
program
relajar (dalam Southern & Jones, dalam Sari, sebagai
belajar
siswa
masalah
menonjolkan adalah
sisi
masalah
program biasa. Para siswa berbakat yang
perasaan (merasa terisolasi dan kesepian
mengikuti program percepatan belajar di
akibat adanya gaya belajar mereka yang non
tingkat SMU menyelesaikan pendidikannya
konformitas dan mandiri).
selama dua tahun. Siswa yang memenuhi persyaratan untuk masuk program percepatan
Kurikulum reguler
belajar di kelompokkan dalam kelas khusus
Kurikulum
kelas
dengan
pengayaan
kurikulum
umum
yang
belajar seperti kursus singkat, studi bahasa
Kurikulum
umum
bertujuan
asing,
lapangan,
memenuhi kebutuhan pendidikan anak didik
kunjungan, mengundang tokoh masyarakat
secara umum (Munandar, 1999). Lama waktu
setempat, pengalaman eksplorasi, pelayanan
penyelesaian kurikulum kelas reguler di SMU
masyarakat, dan lain-lain (Depdiknas, 2001)
adalah tiga tahun.
penambahan
program
aktivitas
seni,
Menurut
studi
buku
reguler
Metode Penelitian
(Depdiknas,
Hipotesisi Penelitian
kurikulum
berlaku
nasional.
untuk
dapat
Pedoman
Penyelenggaraan Program Percepatan Belajar 2001)
menggunakan
program
percepatan belajar adalah kurikulum nasional
1. Ada perbedaan yang bermakna pada
dan kurikulum lokal, dengan penekanan pada
mean total AQ antara siswa SMU kelas III
materi esensial dan dikembangkan melalui
yang mengikuti kurikulum kelas akselerasi
7
atau program percepatan belajar
Alat Ukur
dan
siswa SMU kelas III yang mengikuti
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini
kurikulum kelas reguler.
adalah alat ukur Adversity Quotient yang
2. Ada perbedaan yang bermakna pada
disusun oleh Diyah Rini Lesmawati (2001)
mean skor dimensi control antara siswa
yang merupakan
SMU kelas III yang mengikuti kurikulum
Respone Profile (ARP) yang di buat oleh
kelas akselerasi atau program percepatan
Stoltz. Alat ukur ini terdiri dari 40 item
belajar
pemasalahan (situasi). Masing-masing situasi
dan siswa SMU kelas III yang
mengikuti kurikulum kelas reguler.
adaptasi
dari
Adversity
diikuti oleh dua pernyataan yang menguji dua
3. Ada perbedaan yang bermakna pada
dimensi yang berbeda, yaitu pasangan control
mean skor dimensi Ownership antara
dengan
siswa SMU kelas III yang mengikuti
dengan endurance. Karena dianggap jumlah
kurikulum kelas akselerasi atau program
item pertanyaan terlalu banyak dan bisa
percepatan belajar dan siswa SMU kelas
menimbulkan
III yang mengikuti kurikulum kelas reguler.
pengurangan item. Alat yang sudah direvisi
4. Ada perbedaan yang bermakna pada
memiliki komposisi sebagai berikut : 11 butir
mean skor dimensi Reach antara siswa
pasangan C dengan O, 11 butir pasangan R
SMU kelas III yang mengikuti kurikulum
dengan E dan 6 butir pasangan C-O dan R-E
kelas akselerasi atau program percepatan
pengecoh.
belajar
ownership
dan
pasangan
kejenuhan,
reach
dilakukan
dan siswa SMU kelas III yang Kategorisasi skor total AQ adalah sebagai
mengikuti kurikulum kelas reguler.
berikut :
5. Ada perbedaan yang bermakna pada mean skor dimensi endurance antara
Sangat Tinggi
: 177- 220
siswa SMU kelas III yang mengikuti
Cukup Tinggi
: 133-176
kurikulum kelas akselerasi atau program
Sedang
: 89-132
percepatan belajar dan siswa SMU kelas
Cukup Rendah :45- 88
III yang mengikuti kurikulum kelas reguler.
Sangat Rendah : kurang dari 44 Sedangkan
Subyek Penelitian
skor
tiap
dimensi
dikategorisasi sebagai berikut :
Subyek pada penelitian ini adalah
Tinggi : 44- 55
siswa SMU kelas III yang terdiri dari 53 siswa
Sedang : 22- 43
kelas akselerasi dan 78 siswa kelas reguler.
Rendah : 11- 21
Sehingga total subyek penelitian sebanyak 131 siswa. Subyek berasal dari 2 SMU Negeri penyelenggara program akselerasi di Jakarta.
8
AQ
Hasil Penelitian Gambaran Statistik Skor AQ siswa akselerasi dan siswa Reguler dapat dilihat dari tabel-tabel berikut Tabel 1. Gambaran statistik skor AQ kelas akselerasi Aspek
N
Minimum
Maksimum
Mean
Std. Deviasi
Control
53
24,00
53,00
42,8868
6,2440
Ownership
53
28,00
54,00
44,5283
5,6317
Reach
53
23,00
49,00
36,8868
7,0701
Endurance
53
23,00
54,00
42,8679
6,6305
AQ
53
117,00
198,00
167,1698
19,3299
Dari data tabel diatas menunjukkan bahwa
sedang.
Sementara
mean
skor
dimensi
mean skor control tergolong sedang yakni
ownership subyek kelas akselerasi tergolong
sebesar 42,88. Begitu juga mean skor reach
tinggi yakni sebesar 44,52. Untuk mean total
(36,88) dan endurance (42,86) juga tergolong
AQ juga tergolong tinggi yaitu sebesar 167,16.
Tabel 2. Gambaran statistik skor AQ kelas reguler Aspek
N
Minimum
Maksimum
Mean
Std. Deviasi
Control
78
27,00
54,00
45,2051
5,7102
Ownership
78
18,00
55,00
45,1795
6,7857
Reach
78
21,00
55,00
38,6154
8,1992
Endurance
78
27,00
55,00
46,0513
5,8463
AQ
78
137,00
205,00
175,0513
18,1551
Dari tabel dapat dilihat bahwa mean skor
skor dimensi reach (38,61) masih tergolong
dimensi control (45,20), ownership (45,17).
pada kategori sedang. Sedangkan mean skor
Dan
AQ subyek kelas reguler tergolong tinggi yakni
dimensi
endurance
(46,05)
subyek
penelitian tergolong tinggi. Tetapi untuk mean
175,05.
Tebel 3. T-test mean skor AQ siswa akselerasi dan reguler Aspek
T
Sig (2-tailed)
Control
2,196
0,030
Ownership
0,576
0,565
Reach
1,251
0,213
Endurance
2,896
0,004
AQ
2,376
0,019
9
Dengan menggunakan t-test akan didapatkan
reach perbedaan antara kelas akselerasi
hasil bahwa tedapat perbedaan mean skor AQ
dengan kelas reguler ternyata tidak cukup
dan beberapa dimensinya jika dibandingkan
signifikan. Nilai t-testnya 1,251 dengan nilai
pada kedua kelompok subyek. Pada dimensi
signifikansi sebesar 0,213. Pada dimensi yang
control antara kelas akselerasi dan kelas
ke-4 yakni dimensi endurance, ditemukan
reguler
yang
adanya perbedaan yang signifikan antara
siginifikan dengan t-test = 2.196 dan nilai
kelas reguler dan kelas akselerasi (t-test =
signifikansi p = 0,030. Dengan kata lain skor
2,896; p = 0.004), dimana mean skor siswa
dimensi control antara siswa akselerasi dan
reguler lebih tinggi daripada siswa akselerasi.
siswa
signifiikan
Terakhir ditemukan pula perbedaan mean skor
dimana mean skor dimensi control siswa
AQ yang signifikan (t-test = 2,376; p = 0,019).
reguler lebih besar daripada kelas akselerasi.
Hal ini berarti terdapat perbedaan antara
Pada mean skor dimensi ownership tidak
siswa kelas reguler dengan kelas akselerasi
ditemukan adanya perbedaan yang signifikan
dalam merespom atau menghadapi situasi
antara kelas akselerasi dengan kelas reguler.
atau kejadian sulit dalam kehidupan sehari-
Nilai t-testnya 0,576 dengan signifikansi p =
harinya.
terdapat
reguler
perbedaan
berbeda
mean
secara
0,565. Begitu juga untuk mean skor dimensi
Hasil Tambahan
signifikan
Berdasarkan jenis kelaminnya, pada
pada
kelompok
dimensi
kelas
ownership
akselerasi
pada
(F=2,616;
kelas reguler terdapat perbedaan mean yang
p=0,047). Mean dimensi ownership tertinggi
signifikan hanya pada dimensi reach (t-test -
dimiliki oleh siswa dengan ibu tamatan SMP
2,107;
(48,33)
p=0,038)
dimana
mean
subyek
begitu
pula
untuk
skor
AQ-nya
perempuan (40,57) lebih tinggi daripada laki-
(184,66). Sementara pada kelas reguler mean
laki (36,75). Mean AQ dan ketiga dimensi
skor AQ tertinggi dimiliki oleh siswa dengan
lainnya
ibu berpendidikan S3.
tidak
memiliki
perbedaan
yang
bermakna. Untuk kelompok kelas akselerasi
Terkait dengan jenis pekerjaan ayah
tidak ditemukan perbedaan mean AQ dan
tidak dijumpai perbedaan yang signifikan pada
keempat dimensi-dimensinya antara subyek
kedua kelompok subyek. Namun pada data
laki-laki dan perempuan. Berdasarkan data
kontrol pekerjaan ibu ditemukan perbedaan
kontrol suku, tidak ditemukan perbedaan
mean skor AQ yang signifikan pada kelompok
mean yang signifikan pada AQ dan semua
kelas akselerasi (F=2,473; p=0,048) dimana
dimensi-dimensinya baik pada kelas reguler
skor mean AQ tertinggi(186,00) dimiliki oleh
maupun kelas akselerasi. Begitu pula pada
siswa dengan ibu berwiraswasta, sementara
data
pada kelas reguler mean AQ tertinggi (172,00)
subyek
pendidikan
agama ayah
yang
juga
dianut
tidak
dan
memiliki
dijumpai
perbedaan yang signifikan pada mean skor
bekerja.
AQ dan semua dimensinya.
pada
siswa
yang
ibunya
tidak
Sementara itu diperoleh perbedaan
Pada data kontrol pendidikan ibu, dari
mean yang signifikan pada kelas reguler untuk
hasil perhitungan ditemukan perbedaan yang
dimensi
10
endurance
(F=
2,573;
p=0,033)
dengan mean tertinggi dimiliki siswa dengan
statistik juga tidak menemukan perbedaan
urut lahir ke-4 (49,33). Tetapi perbedaan
yang signifikan baik di kelas akselarasi
tersebut
maupun kelas reguler.
tidak
ditemukan
pada
kelas
akselerasi. Pada kedua kelompok kelas juga tidak
ditemukan
signifikan
jika
perbedaan dikaitkan
mean
dengan
Diskusi
yang jumlah
Dari hasil pengolahan data diperoleh
saudara kandung dalam keluarga. Terkait
pada
pada kategori cukup tinggi. Hal ini berarti
ditemukan
mereka cukup mampu menyikapi secara
perbedaan yang signifikan untuk mean skor
positif berbagai situasi sulit yang dihadapi
AQ (F= 4,231; p= 0,045) dan pada dimensi
terutama tuntutan akademik untuk sukses
ownership (F= 6,813; p= 0,012). Pada kelas
mengikuti kurikulum kelas akselerasi sekaligus
tersebut mean AQ tertinggi dan mean skor
bersaing dan berprestasi di kelas. Mereka
dimensi ownership tertinggi dimiliki oleh siswa
berhasil
yang berasal dari SMP negeri. Sedangkan
gagal dalam menyelesaikan pendidikannya di
pada kelompok siswa reguler tidak ditemukan
kelas akselerasi dan harus kembali ke kelas
adanya perbedaan yang signifikan.
reguler. Hal ini sesuai dengan pernyataan
kelompok
dengan
kelas
Perbedaan
asal
bahwa AQ siswa program akselerasi berada
SMP,
akselerasi
yang
bermakna
untuk
Stoltz
bertahan
(1997)
dikala
bahwa
teman-temannya
ketika
berhadapan
kategori tempat tinggal keluarga hanya muncul
dengan kondisi yang semakin sulit, maka
pada dimensi control (t-test= -2,595; p= 0,012)
individu yang mampu bertahan akan semakin
dikelompok kelas akselerasi dengan mean
sedikit.
skor dimensi control tertinggi dimiliki oleh
keniscayaan
siswa yang tinggal di luar kota Jakarta.
mereka sudah terpilih menjadi akseleran di
Sementara pada kelompok kelas reguler tidak
sekolah unggulan di Jakarta. Keyakinan dan
didapatkan perbedaan apapun.
bekal potensi akademik ini yang mungkin
Kesuksesan karena
dianggap pada
sebuah
kenyataannya
Dari perhitungan t-test dengan data
menjadi motivator untuk mencapai sukses.
kontrol tinggal bersama keluarga pada kelas
Stoltz (1997) menyatakan bahwa diantara
reguler ditemukan perbedaan mean yang
yang mempengaruhi kesuksesan adalah bakat
signifikan pada dimensi reach (t= 2,21; p=
dan kecerdasan yang dimiliki seseorang. Para
0,03), endurance (t= 2,56; p=0,012) dan mean
siswa akselerasi berpandangan bahwa adalah
AQ (t=2,58; p= 0,012) dengan mean AQ
sebuah kebanggaan bagi diri, orang tua dan
tertinggi dimiliki oleh siswa yang tinggal
sekolah bisa menyelesaikan pendidikannya
bersama
pada
dan berprestasi di kelas khusus tersebut dan
subyek siswa akselerasi tidak ditemukan
berkesempatan mengenyam pendidikan di
perbedaan yang signifikan.
perguruan
keluarganya.
Sedangkan
Berkaitan dengan data kontrol NEM,
apapun.
Begitu
pula
lebih
dahulu
dibanding
dengan teman-teman sebayanya.
pada kedua kelompok subyek tidak ditemukan perbedaan
tinggi
Gambaran AQ pada siswa kelas
dengan
reguler
juga
tergolong
mereka
yang
juga
bisa
ranking yang diperoleh di kelas. Sementara
dipahami
untuk data kontrol indeks prestasi, perhitungan
termotivasi untuk meraih sukses. Dengan
11
bahwa
tinggi
sangat
potensi kecerdasan dan segala keuntungan
melelahkan dan membuat bosan. Belum lagi
fasilitas
mereka
yang
mereka
dimiliki
mampu
sekolah
dituntut
untuk
memenuhi
target
tantangan-
penilaian yang lebih tinggi dari kelas reguler.
memanfaatkan
Hal ini mungkin menyebabkan mereka harus
potensinya untuk berkembang setiap saat.
berkonsentrasi penuh dengan belajar dan
Walaupun sama-sama memiliki AQ yang
tidak terlalu ingin terlibat aktif pada aktivitas
tergolong tinggi, namun dari perhitungan
lainnya.
statistik mean AQ siswa reguler lebih besar
mendapatkan pengalaman yang lebih sedikit
dan berbeda secara signifikan dengan kelas
dalam hal aktivitas yang beragam di sekolah
akselerasi. Perbedaan ini diperkirakan karena
maupun di luar sekolah. Perlu diakui bahwa
dari sisi pengalaman siswa kelas reguler
pelaksanaan penerapan program percepatan
mendapat
belajar di sekolah belum sesuai dengan apa
tantangan
menembus
unggulan,
akademis
dan
tantangan
yang
lebih
banyak,
Hal
ini
memungkinkan
beragam dan lebih lama yakni selama tiga
yang
tahun di SMU. Mungkin peristiwa-peristiwa
diberikannya pengalaman belajar baru yang
sulit yang lebih banyak membuat mereka
tidak ada dalam kurikulum umum. Dan juga
terbiasa menghadapinya secara positif dan
pengalaman belajar berdasarkan keterlibatan
dapat mengantisipasi untuk kejadian sulit
masyarakat sekelilingnya yang sarat kegiatan
lainnya. Pengalaman yang lebih beragam dan
bermanfaat
sulit menjadi guru yang berharga untuk tetap
(Depdiknas, 2001).
berjuang dalam upaya meraih sukses sehari-
diinginkan,
misalnya
mereka
dan
Untuk
kemungkinan
penuh
gambaran
pengalaman
dimensi
control,
harinya. Stoltz (1997) mengatakan bahwa
siswa kelas akselerasi yang termasuk kategori
individu yang terbiasa berada pada lingkungan
sedang bisa diartikan bahwa mereka merasa
yang sulit akan memiliki AQ yang lebih besar.
memiliki kendali akan peristiwa-peristiwa sulit
Kesempatan mendapatkan pengalaman yang
tergantung
lebih ini karena kurikulum reguler memiliki
demikian mereka tidak mudah putus asa dan
target
tahun,
berkecil hati untuk tetap semangat berjuang
sehingga siswa relatif memilki waktu untuk
agar sukses di kelas akselerasi. Mungkin
mengikuti aktivitas lain di luar jam pelajaran.
karena aktivitas keseharian mereka yang
Selain
terlalu
banyak tugas, sulit dan cenderung monoton,
tugas-tugas
adakalanya muncul perasaan bosan dan lelah,
penyelesaiannya
itu,
mereka
dibebankan
dengan
mandiri
di
rumah,
selama
juga banyak
3
tidak
kesulitannya.
Meskipun
menjadi
namun tidak melepaskan kendali mereka
tuntutan tugas siswa akselerasi, sehingga
menghadapi kesulitan yang dijumpai. Skor
mereka bisa menjalankan aktivitas sehari-
kontrol yang sedang dimungkinkan karena
harinya lebih normal sebagai siswa SMU
adanya
maupun sebagai remaja.
kurikulum yang terlalu padat dan cenderung
Siswa
sebagaimana
kadar
kelas
akselerasi
peraturan
sekolah
dan
tuntutan
yang
mengatur aktivitas demi aktivitas di sekolah.
mengalami pemadatan materi pelajaran akibat
Hal ini menyebabkan siswa merasa kurang
lebih sempitnya target waktu penyelesaiannya
memilki
yang hanya 2 tahun, mengalami konsekuensi
mengatur
mendapat tugas-tugas mandiri yang bisa
sehari-hari. Meskipun demikian mereka tetap
12
pilihan dan
atau
kemandirian
merencanakan
dalam
aktivitasnya
yakin akan bisa mengatasi kesulitan dan
Skor dimensi ownership yang tinggi di
hambatannya, terlebih jika mereka memahami
kedua
kelompok
kelas
potensi
secara
umum
mereka
keberbakatan yang ada dalam diri
menggambarkan merasa
ikut
mereka. Faktor keyakinan ini juga sangat
bertanggung jawab terhadap apapun yang
mempengaruhi bagaimana respon individu
terjadi pada diri mereka. Siswa akselerasi
terhadap kesulitan (Stoltz, 1997).
jelas merasa harus konsiten terhadap apa
Kemampuan
sedang
yang menjadi tugas mereka sebagai seorang
pada siswa akselerasi bisa juga disebabkan
akseleran karena semuanya telah sejak awal
kurangnya
memberikan
menjadi pilihan mereka secara sadar dan
penjelasan yang lebih detil, padahal mungkin
tanpa paksaan mengikuti program percepatan
siswa masih ada yang belum memahami
belajar. Mereka memilih untuk menerima
secara lebih utuh. Selain itu peranan guru
tantangan tersebut sekaligus bertanggung
bimbingan konseling yang mungkin belum
jawab terhadap kesulitan dan konsekuensi
memberikan bantuan secara maksimal dalam
yang dihadapi. Siswa kelas reguler pun
mencari penyelesaian akan masalah-masalah
kemungkinan
khas siswa akselerasi yang notabene adalah
bahwa menjadi siswa di sekolah unggulan
anak-anak berbakat. Kurangnya informasi dan
sarat dengan perjuangan dan pengorbanan
pengetahuan
bagaimana
karena ketatnya persaingan di kelas dan
memperlakukan siswa berbakat, sepertinya
tingginya standar nilai dan evaluasi yang
bisa menjadi alasan ketidakoptimalan ini.
diberlakukan. Hal ini membuat mereka tidak
Dengan adanya konseling diharapkan akan
memiliki kesempatan untuk lari menghindar
membantu
siswa
dari tanggung jawab atas pilihan mereka
berbakat intelektual dan membantu mengatasi
kecuali meninggikan motivasi untuk sukses
kendala emosional dan kendala lingkungan.
dan berprestasi, terlebih lagi ketika menyadari
(Semiawan, 1997).
bahwa langkah mereka tinggal satu catur
guru
kontrol
yang
membantu
tentang
perkembangan
pribadi
memiliki
kesadaran
serupa
Sementara siswa reguler memiliki skor
wulan lagi untuk menyelesaikan pendidikan di
yang tinggi untuk dimensi control. Hal ini
SMU. Semangat yang tetap tumbuh untuk
berarti mereka merasa memiliki kontrol atau
sukses
kemampuan mengatasi setiap kesulitan baik di
rendahnya AQ (Stoltz, 1997).
sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari
ini
Untuk
akan
memperngaruhi
tinggi
skor dimensi reach kedua
di luar sekolah. Kemampuan ini dimungkinkan
kelompok termasuk ke dalam kategori sedang.
karena mereka lebih banyak menghadapi
Hal ini berarti siswa kelas akselerasi dan kelas
berbagai peristiwa sulit sehingga terbiasa
reguler terkadang mengalami pengaruh dari
mengatasinya dengan tenang, proaktif dan
akibat kehadiran kesulitan dan hambatan pada
penuh kepercayaan. Mereka merasa sudah
aspek-aspek lain dari dirinya. Hal ini mungkin
berhasil melalui tiga tahun masa sekolahnya di
disebabkan karena para siswa yang berhasil
SMU dan tinggal satu catur wulan lagi akan
duduk di sekolah unggulan adalah siswa yang
menuntaskannya, sehingga tidak ada kata
memiliki motivasi belajar dan prestasi yang
putus asa untuk meraih harapannya yang
tinggi. Bagi mereka pendidikan adalah nomor
tinggal di depan mata.
satu dan harus diprioritaskan. Akibatnya,
13
apabila mereka tidak berhasil meraih prestasi
bahwa
apapun
peristiwa,
kejadian
dan
sesuai dengan yang diharapkan, seakan-akan
tuntutan sulit yang dihadapi, pasti semuanya
mengalami kegagalan secara keseluruhan.
akan segera berakhir dan sukses yang
Tuntutan tugas di sekolah begitu
diimpikan akan segera terwujud. Mungkin hal
sering bisa membuat tugas-tugas penting
ini disebabkan karena mereka bisa melakukan
lainnya terabaikan. Hal ini terutama mungkin
kegiatan
dialami
yang
kesehariannya, serta dilakukan dengan tidak
menganggap antara kewajiban dan tuntutan
terburu oleh waktu yang akhirnya dapat
kurikulum program percepatan belajar dengan
menyelesaikannya dengan cermat. Semua
waktu yang tersedia tidaklah mencukupi. Dari
kesulitan akan segera berakhir sebagaimana
hasil wawancara dengan beberapa siswa
mereka telah hampir berhasil menyelesaikan
akselerasi diketahui bahwa seringkali mereka
pendidikan di sekolah unggulan selama tiga
harus mengerjakan tugas harian mereka pada
tahun lamanya. Pengalaman keberhasilan
saat istirahat jam pelajaran sehingga mereka
yang dimiliki individu dianggap mempengaruhi
tidak cukup waktu untuk berinteraksi secara
sikap dan respon ketika menghadapi sebuah
lebih leluasa dengan teman-teman sebaya
tantang baru (Stoltz, 1997).
oleh
siswa
akselerasi
mereka. Namun demikian siswa-siswi tersebut mampu
membatasi
semua
yang
lebih
bervariatif
dalam
Berdasarkan penjelasan diatas dan
problematika
berdasarkan skor AQ yang didapatkan pada
kesehariannya sehingga tidak dipersepsikan
kedua kelompok subyek, siswa kelas reguler
akan menghancurkan harapan-harapan dan
dan siswa kelas akselerasi tergolong pada tipe
menjadi bencana besar bagi kesuksesan
camper. Hal ini berarti mereka memandang
mereka.
kesulitan dan tuntutan pendidikan di sekolah
Selanjutnya pada dimensi endurance
sebagai sesuatu yang harus dihadapi saja,
ditemukan perbedaan yang signifikan antara
sikap mereka ini agar bisa memenuhi tuntutan
siswa kelas reguler dengan siswa kelas
akademik
akselerasi. Siswa kelas reguler tergolong
mereka merasa nyaman dan tidak khawatir
tinggi
akselerasi
tidak dapat naik kelas atau untuk siswa
tergolong sedang. Pada siswa akselerasi bisa
akselerasi tidak dikembalikan ke kelas reguler.
digambarkan bahwa seringkali mereka melihat
Mungkin
kesulitan dan tuntutan sebagai sesuatu yang
kesuksesan
berlangsung lama dan terkadang membuat
dikendalikan dari dalam dirinya, melainkan
mereka lelah. Hal ini bisa disebabkan karena
karena ada tuntutan akademik yang harus
pemberian tugas-tugas mandiri yang seakan-
dicapai. Mereka telah berjuang dan berusaha
akan
memberikan
untuk belajar meskipun usahnya tersebut
penjelasan pelajaran dan bimbingan psikologis
belum sampai pada titik maksimal sesuai
yang optimal. Tapi meskipun demikian, siswa
dengan kemampuan akademik yang ada pada
berbakat intelektual ini tetap melihat peluang
diri
kesuksesan yang akan segera muncul walau
berorientasi
terkadang
memperoleh kenyamanan dalam hidup (Stoltz,
sedangkan
terus
siswa
menerus,
terasa
lama
kelas
tanpa
dan
melelahkan.
Sementara siswa reguler memiliki persepsi
dipersyaratkan
motivasi
mereka.
1997).
14
yang
tidak
Tipe pada
sehingga
belajar
dan
selalu
barasal
camper
ini
keinginan
meraih dan
masih untuk
12. Terdapat perbedaan yang signifikan pada Kesimpulan
mean skor dimensi control antara siswa
Dari penelitian ini dapat disimpulkan beberapa
SMU kelas III program akselerasi dengan
hal, yaitu :
siswa SMU kelas III program reguler.
1. Adversity Quotient pada siswa SMU kelas
13. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan
III yang mengikuti kurikulum akselerasi
pada mean skor dimensi ownership antara
tergolong pada kategori cukup tinggi
siswa SMU kelas III program akselerasi
(167,16)
dengan siswa SMU kelas III program
2. Mean skor dimensi control, siswa SMU kelas
III
akselerasi
tergolong
reguler
pada
14. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan
ketegori sedang (42,88).
pada mean skor dimensi reach antara
3. Mean skor dimensi Ownership, siswa
siswa SMU kelas III program akselerasi
SMU kelas III akselerasi tergolong pada
dengan siswa SMU kelas III program
ketegori tinggi (44,52).
reguler.
4. Mean skor dimensi reach siswa SMU kelas
III
akselerasi
tergolong
15. Terdapat perbedaan yang signifikan pada
pada
mean skor dimensi endurance antara
ketegori sedang (36,88).
siswa SMU kelas III program akselerasi
5. Mean skor dimensi endurance siswa SMU kelas
III
akselerasi
tergolong
dengan siswa SMU kelas III program
pada
reguler.
ketegori sedang (42,86). Saran
6. Adversity Quotient pada siswa SMU kelas III reguler tergolong pada kategori cukup
Berikut adalah saran-saran bagi penelitian
tinggi (175,05)
selanjutnya
dan
juga
bagi
penyusunan
7. Mean skor dimensi control, siswa SMU
kebijakan dan penerapan kurikulum program
kelas III reguler tergolong pada ketegori
percepatan belajar yang saat ini mulai banyak
tinggi (45,20).
dilakukan di sekolah-sekolah :
8. Mean skor dimensi ownership, siswa SMU
1. Jika ingin mengukur AQ siswa akselerasi,
kelas III reguler tergolong pada ketegori
hendaklah dibuat alat ukur AQ dengan
tinggi (45,17).
memperhatikan konteks khusus kurikulum
9. Mean skor dimensi reach siswa SMU
akselerasi dan mempertimbangkan akan
kelas III reguler tergolong pada ketegori
adanya ciri-ciri khas yang dimiliki anak-
sedang (38.61).
anak berbakat intelektual.
10. Mean skor dimensi endurance siswa SMU
2. Jumlah item-item alat ukur AQ di buat
kelas III reguler tergolong pada ketegori
lebih banyak sehingga mewakili segala
tinggi (46,05).
permasalahan,
11. Terdapat perbedaan yang signifikan pada
sampel
mean skor AQ antara siswa SMU kelas III
yang
kondisi akan
dan
dijadikan
konteks subyek
penelitian.
program akselerasi dengan siswa SMU
3. Selain melihat gambaran AQ, hendaknya
kelas III program reguler.
penelitian
selanjutnya
juga
mengkorelasikannnya dengan kinerja atau
15
prestasi yang menjadi standar evaluasi
belajar dan kelas reguler. Skripsi.
khusus kurikulum akselerasi.
Tidak dipublikasikan.
4. Selain pendekatan kuantitatif penting juga menambahkannya
dengan
Departemen
pendekatan
Nasional
(2001).
Pedoman penyelenggaraan program
kualitatif. 5. Selain
Pendidikan
percepatan belajar (SD, SLTP, dan
menggunakan
standar
seleksi
SMU). Jakarta : Direktorat Pendidikan
siswa untuk masuk kelas akselerasi yang
Luar Biasa.
telah digunakan selama ini, mungkin perlu Hawadi,
juga ditambah dengan pengukuran AQ
R.A,
et.al.,(2001).
Keberbakatan
Intelektual. Jakarta : Grasindo.
guna mendapatkan gambaran bagaimana ketahanan mereka menghadapi kesulitan
Lesmawati, D.R. (2001). Hubungan antara
dan tantangan yang akan muncul selama
Adversity
mengikuti program percepatan belajar ini.
learning dan kinerja saat ujian pada
6. Selain itu bagi para siswa akselerasi
Quotient,
non
AQ
dipublikasikan.
tetap
menjaga
reguleted
siswa kelas III SMUN plus dan SMUN
diberikan pelatihan-pelatihan peningkatan untuk
self
semangat,
kemampuan dan motivasi mereka agar
plus.
Skripsi.
Tidak
Munandar, U. (1992). Mengembangkan bakat
sukses mencapai prestasi.
dan
7. Karena dari hasil penelitian ini secara
kreativitas
anak
sekolah.
Jakarta
:
Grasindo.
umum skor AQ siswa akselerasi masih dibawah
skor
sebaiknya
reguler,
maka
Munandar,
tidak
hanya
kreativitas anak berbakat. Jakarta : Rineka
sekolah
mempersepsikan sebagai
siswa
kurikulum
pemadatan
(1999).
Pengembangan
Cipta.
akselerasi percepatan
Sari, A.P.M (2001). Hubungan antara tingkat
materi pelajaran, tetapi juga memberikan
kematangan karir dengan persepsi
semacam aktivitas-aktivitas yang terkait
terhadap peran guru bimbingan dan
dengan pengembangan dan aktualisasi
konseling
diri siswa baik dari sisi wawasan sosial,
pendidikan dan karir pada siswa
intelektual,
program
percepatan
program
reguler.
emosi
dan
U.
dan
ketrampilan-
ketrampilan lain. 8. Hendaknya para guru diberikan semacam pelatihan
bagaimana
dalam
perencanaan
belajar Skripsi.
dan Tidak
dipublikasikan.
memperlakukan
Semiawan, C. (1997). Perspekstif pendidikan
siswa-siswi berbakat intelektual baik untuk
anak berbakat. Jakarta : Grasindo.
pengembangan kognitif, emosi dan sosial. Stoltz, P.G. (1997). Adversity Quotient : turning obstacle into opportunities. New York : John wiley & Sons Inc.
Daftar Pustaka Budicahyadi, U. (2003). Adversity Quotient pada siswa SMU yang mengikuti kurikulum kelas program percepatan
16
PENGARUH MOTIVASI BERPRESTASI DAN KONSEP DIRI TERHADAP SIKAP KREATIF GURU TK Sri Ismayati, Tjut Rifameutia, dan Wahyu Indianti Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh motivasi berprestasi terhadap sikap kreatif guru Taman Kanak-kanak (TK), pengaruh konsep diri terhadap sikap kreatif guru TK serta pengaruh kedua variabel tersebut secara bersama-sama terhadap sikap kreatif guru TK. Subyek pada penelitian ini adalah 118 orang guru TK Islam yang berasal dari 24 sekolah TK yang berada di wilayah Kota Bekasi. Metode pengambilan sampelnya adalah dengan menggunakan accidental sampling. Sedangkan metode analisis data yang digunakan sesuai dengan tujuan penelitian ini adalah regresi berganda (multiple regresion) dan Pearson Correlation. Alat ukur yang digunakan adalah skala motivasi berprestasi yang disusun berdasarkan teori yang dikemukakan oleh David McClelland (1987). Skala konsep diri disusun berdasarkan teori yang dikemukakan oleh William H. Fitts (1971). Sementara skala sikap kreatif disusun berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Utami Munandar (1977). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan dari motivasi berprestasi terhadap sikap kreatif guru TK, begitu juga ada pengaruh yang positif dan signifikan dari konsep diri terhadap sikap kreatif guru TK. Secara bersama-sama motivasi berprestasi dan sikap guru memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap sikap kreatif guru TK. Kata Kunci/ Keywords : motivasi berprestasi, konsep diri, sikap kreatif Pendahuluan
persamaannya
Pengembangan kreativitas sejak dini merupakan
hal
yang
sangat
penting.
Penelitian-penelitian menunjukkan
berkembang
tentang
optimal
perilaku
yang
ditemukan pada pribadi yang kreatif.
Kreativitas membutuhkan dukungan agar bisa dengan
dengan
(Utami
bahwa
kreativitas
pengetahuan anak,
pentingnya
kreativitas
(1999), guru dapat melumpuhkan rasa ingin
proses pembelajaran untuk mengembangkan
tahu alamiah, merusak motivasi, harga diri dan
potensi kreatif saat ini masih sangat kurang.
dapat
memungkinkan
kreativitas
Dari
perlunya
guru
Munandar, 1999). Menurut Utami Munandar
kreativitas anak. Namun disisi lain, guru juga
dan
tersebut,
beberapa
mengembangkan
penelitian
yang
seorang
dilakukan terhadap guru, diperoleh kesimpulan
siswa muncul, memupuknya dan merangsang
bahwa salah satu ciri guru yang ideal adalah
pertumbuhannya.
kreatif (Winkel, 2005). Kreativitas seorang
Beberapa hasil penelitian, antara lain
guru dibutuhkan untuk merancang sebuah
dari Getzels dan Jackson (1962, dalam Utami
sistem pembelajaran yang tidak berorientasi
Munandar, 1999) menemukan bahwa guru
kepada produk semata tetapi berorientasi
lebih menyukai siswa dengan kecerdasan
kepada proses belajar itu sendiri. Studi kasus
tinggi daripada siswa yang kreatif. Studi dari
yang dilakukan oleh Henson & Eller (1999)
Bachtold dan Utami Munandar (1977, dalam
menunjukkan dengan tegas bahwa pengaruh
Utami Munandar 1999) terhadap persepsi
guru
guru mengenai siswa yang ideal hanya sedikit
menumbuhkan bakat kreatif siswa.
17
dan
lingkungan
pendidikan
dapat
Motivasi yang dimiliki oleh guru akan Rumusan Masalah
mendorongnya untuk selalu memberikan yang terbaik bagi anak-anak didiknya. Guru tersebut akan
meningkatkan
mengajar.
performanya
dalam
Munandar
(2001),
Menurut
Permasalahan dalam penelitian ini adalah menguji pengaruh motivasi berprestasi dan konsep diri terhadap sikap kreatif guru.
performa merupakan hasil dari interaksi antara
Permasalahan
motivasi, kemampuan dan peluang.
tersebut
dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
Dengan memiliki motivasi berprestasi
1. Apakah motivasi berprestasi memberikan
yang tinggi, guru akan mencari berbagai
pengaruh
macam alternatif cara dalam mendidik siswa-
terhadap sikap kreatif guru?
siswanya. Dengan selalu berusaha untuk
yang
positif
dan
pengaruh
siswanya,
terhadap sikap kreatif guru?
berarti
guru
signifikan
2. Apakah konsep diri guru memberikan
mencari alternatif cara untuk mendidik siswamaka
dijabarkan
akan
menggunakan kreativitasnya.
yang
positif
dan
signifikan
3. Apakah motivasi berprestasi dan konsep
Hasil penelitian tentang hubungan
diri
guru
secara
bersama-sama
antara motivasi dan kreativitas menunjukkan
memberikan pengaruh yang positif dan
adanya hubungan yang positif antara motivasi
signifikan terhadap sikap kreatif guru?
dan kreativitas. Tinjauan Teoritis
Berdasarkan uraian di atas, pada
Sikap Kreatif
penelitian ini penulis akan meneliti pengaruh motivasi berprestasi terhadap sikap kreatif
Kreativitas
antara
hasil
dari
individu
dan
guru taman kanak-kanak (TK). Selain itu
proses
penulis juga tertarik untuk meneliti pengaruh
lingkungannya (Utami Munandar, 1999).
konsep diri terhadap sikap kreatif guru TK.
interaksi
merupakan
Sarnoff (1996 dalam Fishbein & Ajzen,
Menurut Fitts (1971), konsep diri
1975)
mendefinisikan
sikap
sebagai
individu akan berpengaruh terhadap tingkah
kecenderungan untuk bereaksi senang atau
lakunya. Dengan demikian konsep diri guru
tidak senang terhadap sebuah objek. Sikap
akan berpengaruh terhadap tingkah lakunya.
kreatif tersebut akan memberikan dorongan
Individu dengan konsep diri positif akan
untuk menghasilkan prestasi kreatif atau
memandang positif terhadap kemampuannya
produk kreatif.
(Calhoun, 1993) dan memiliki rasa percaya diri
Dimensi sikap kreatif yang disusun
yang tinggi (Burn, 1993). Sedangkan pribadi
oleh Utami Munandar (1977), adalah sebagai
kreatif merupakan individu yang mandiri,
berikut:
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, percaya
1. Keterbukaan terhadap pengalaman baru
diri,
2. Kelenturan dalam sikap
ulet
dan
pekerjaannya
selalu
bersibuk
(Torrance,
dengan
dalam
Utami
3. Kebebasan dalam ungkapan diri
Munandar, 1999). Jadi konsep diri individu
4. Menghargai fantasi
yang
5. Minat terhadap kegiatan kreatif
positif
tersebut
akan
untuk
mengarahkan
melakukan
individu
tindakan
atau
6. Kepercayaan terhadap gagasan-gagasan
aktivitas kreatif.
sendiri
18
7. Penilaian bebas dari pengaruh orang lain.
seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi melakukan suatu pekerjaan lebih baik
Guru dan Pendidikan Taman Kanak-kanak
dibandingkan dengan mereka yang memiliki
Menurut pasal 1 ayat 14 Undang-
motivasi berprestasi rendah.
Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
2. Berespon pada tantangan sedang
Pendidikan Nasional, Pendidikan Anak Usia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Dini adalah: Suatu upaya pembinaan yang
orang yang memiliki motivasi berprestasi yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
tinggi
dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui
tingkat
pemberian
kemungkinan untuk sukses adalah antara 30%
rangsangan
pendidikan
untuk
lebih
kesulitan
membantu pertumbuhan dan perkembangan
sampai 50%.
jasmani
3. Tekun
dan
rohani
agar
anak
memiliki
menyukai
pekerjaan
dengan
sedang,
dimana
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
Penelitian French dan Thomas (dalam
lanjut. Pada usia 4 6 tahun anak mengalami
McClelland, 1987) menemukan bahwa 47%
masa peka, dimana anak mulai sensitif dalam
orang dengan motivasi berprestasi tinggi tetap
menerima
untuk
tekun sampai batas waktu yang ditentukan
Pada
untuk menyelesaikan tugas, sedangkan orang
masa ini anak mengalami pematangan fungsi
dengan motivasi berprestasi rendah hanya 2%
fisik maupun psikis untuk siap merespon
yang menyelesaikan tugas sulit sampai batas
stimulasi yang diberikan oleh lingkungannya.
waktu yang ditentukan.
berbagai
pengembangan
upaya
seluruh
potensinya.
4. Memiliki tanggung jawab pribadi terhadap
Mengajar adalah sebuah proses yang
kinerja
kompleks. Guru harus menggunakan berbagai
Individu
cara dan memainkan berbagai peran untuk
seorang
guru
untuk
5. Membutuhkan
dapat
Individu Motivasi Berprestasi Menurut Woolfolk (1995), motivasi
untuk
yang
berprestasi
tinggi
pekerjaan
dimana
Orang berprestasi
Ciri orang yang memiliki motivasi
memiliki
lebih ia
motivasi
menyukai
akan
suatu
mendapatkan
yang
tinggi
memiliki
akan
selalu
motivasi mencari
informasi untuk menemukfan cara yang lebih
berprestasi yang tinggi menurut David C.
baik untuk mengerjakan sesuatu. Mereka akan
McClelland (1987) adalah:
lebih inovatif dan efisien.
1. Memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan perbaikan kinerja. dan
dari
6. Inovatif dan Efisien
mencapai
keberhasilan atau kesuksesan.
Karabenick
balik
umpan balik terhadap apa yang dikerjakannya.
berprestasi adalah hasrat untuk berhasil; bekerja keras
umpan
pekerjaannya
melaksanakan tugasnya dengan baik.
dorongan
motivasi
jawab pribadi terhadap hasil kinerjanya.
siswanya. Memiliki pengetahuan saja tidaklah bagi
memiliki
berprestasi tinggi lebih menyukai tanggung
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
cukup
yang
Yousseff
Konsep Diri
(dalam
McClelland, 1987) mengungkapkan bahwa
19
Konsep diri menurut Wiiliam James adalah
pandangan
seseorang
mengaktualisasikan kemampuan baru
mengenai
tersebut
dirinya pada saat ini, termasuk di dalamnya persepsi
yang
kemampuan,
muncul, peran
pengakuan
Konsekuensi
internal akan memperkuat tingkah laku.
atas
c.
Diri
sebagai
penilai
dan
pengamat
(Judging Self). Interaksi antara Identity
kehidupan, nilai-nilai, keyakinan dan aspirasi
Self dan Behavioral Self, dan integrasi
(Hurlock, 1976). Fitts (1971) mengatakan
keduanya
bahwa konsep diri mempengaruhi perilaku
total, ternyata melibatkan unsur ketiga
manusia dan merupakan hasil belajar atau
yaitu
interaksi dengan orang lain atau lingkungan.
berperan sebagai pemantau, pembuat
memiliki
status
henti.
dalam
Guru
dan
tanpa
konsep
diri
mempengaruhi tingkah lakunya dan laku
murid-muridnya.
ke dalam konsep diri yang
Judging
Self.
Judging
Self
yang
standar, pembanding dan evaluator.
tingkah
Judging Self juga menjadi mediator
Perilaku
murid
antara Identity Self dan Behavioral Self.
merupakan respon pada cara guru dalam
2. Dimensi eksternal konsep diri
menciptakan situasi belajar (Ryans dalam
Bagian-bagian eksternal konsep diri tersebut
Burns, 1993).
adalah (Fitts, 1971):
Trowbridge
(dalam
Burns
1993)
a. Physical self, yaitu diri yang menyangkut
mengadakan sebuah studi untuk menyelidiki
keadaan
hubungan antara konsep diri guru dan gaya
penampilan seseorang.
mengajar.
fisik,
kesehatan
dan
Guru dengan konsep diri yang
b. Moral ethical self , yaitu diri yang
lebih tinggi cenderung untuk menggunakan
dihubungkan dengan moral, etika, dan
waktu yang lebih sedikit pada aktivitas rutin
aspek agama.
yang tidak menggunakan pikiran dibandingkan
c.
Personal self, yaitu menjelaskan tentang
dengan mereka yang mempunyai konsep diri
penilaian individu terhadap
yang lebih rendah.
apakah sudah memadai sebagai pribadi
Menurut
Fitts
(1971)
konsep
diri
dirinya
tertentu, dan kepercayaan diri.
seseorang bisa dipahami dari dua dimensi,
d. Family
self,
yaitu
menjelaskan
yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal,
hubungan individu dengan keluarga dan
serta keduanya saling
temen-teman dekatnya.
berhubungan
dan
membentuk kekhususan bagi diri seseorang.
e. Social self, yaitu penilaian seseorang
Kedua dimensi tersebut adalah:
tentang
1. Dimensi internal konsep diri
dengan bermacam orang di dalam
a. Identity self merupakan aspek yang paling
dasar
merupakan
dari
refleksi
konsep dari
dirinya
dalam
berinteraksi
lingkungan sosial.
diri, Metode Penelitian
bentuk
Hipotesis Penelitian
pertanyaan siapakah saya? . b. Behavioral sel;f Ketika seorang anak
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
belajar berjalan, ia akan mendapatkan
1. Ada pengaruh yang positif dan signifikan
penguatan internal atau kepuasan dari
motivasi berprestasi terhadap sikap kreatif
mengalami
guru.
suatu
kemajuan,
dan
20
2. Ada pengaruh yang positif dan signifikan
Setiap
variabel
diukur
dengan
konsep diri terhadap sikap kreatif guru.
menggunakan skala Likert dengan 4 alternatif
3. Ada pengaruh yang positif dan signifikan
jawaban, yaitu SS = Sangat Sesuai, S =
motivasi secara
berprestasi
dan
bersama-sama
konsep
diri
Sesuai, TS = Tidak Sesuai dan STS = Sangat
terhadap sikap
Tidak Sesuai. Untuk pernyataan positif, skor
kreatif guru.
tertinggi diberikan pada jawaban SS = 4,
Variabel Penelitian
kemudian S = 3, TS = 2 dan STS = 1.
Variabel-variabel dalam penelitian ini
Sedangkan untuk pernyataan negatif skor
adalah:
tertinggi diberikan untuk jawaban STS = 4,
a. Variabel bebas, yaitu motivasi berprestasi
kemudian TS = 3, S = 2 dan SS = 1.
dan konsep diri Prosedur Penelitian
b. Variabel terikat, yaitu sikap kreatif Definisi operasional masing-masing
Setelah alat ukur tersusun selanjutnya
variabel tersebut adalah sebagai berikut:
dilakukan content validity alat ukur oleh empat
a. Motivasi berprestasi
orang ahli dalam bidang psikologi pendidikan.
Motivasi
berprestasi
dioperasionalkan
Selanjutnya dilakukan pengujian reliabilitas
sebagai skor total yang didapat dari nilai
dan validitas alat ukur kepada 66 orang guru
jawaban
TK Islam yang berasal dari 12 TK. Uji coba
pada
skala
nilai
motivasi
berprestasi.
dilakukan pada tanggal 12
b. Konsep diri
c.
16 Juni 2006.
Karena terbatasnya waktu yang tersedia dan
Konsep diri dioperasionalkan sebagai skor
kesibukan guru-guru TK pada akhir tahun
total yang didapat dari nilai jawaban pada
ajaran,
skala nilai konsep diri.
pengisian kuesioner secara klasikal,
Sikap kreatif
secara individual.
Sikap kreatif dioperasionalkan sebagai
maka
subyek
Berdasarkan
hasil
terhadap
alat
tidak
uji
melakukan tetapi
coba
ukur
yang
skor total yang didapat dari nilai jawaban
dilakukan
motivasi
pada skala nilai sikap kreatif.
berprestasi, peneliti mengeliminasi 9 item dari 33 item yang diuji cobakan. Koefisien alpha ( )
Alat Ukur Penelitian
alat ukur motivasi berprestasi setelah peneliti
Motivasi berprestasi diukur dengan
mengeliminasi butir-butir item yang tidak valid
mengacu pada ciri-ciri orang yang memiliki
adalah sebesar 0,7605.
motivasi berprestasi tinggi menurut David C.
Setelah dilakukan uji coba terhadap
McClelland (1987).
pada
38 item alat ukur konsep diri, maka terdapat 5
Konsep diri diukur dengan mengacu
item yang tidak valid. Sedangkan koefisien
dimensi-dimensi
alpha ( ) alat ukur konsep diri setelah peneliti
konsep
diri
yang
dikemukakan oleh William H. Fitts (1971).
mengeliminasi item-item yang tidak valid
Sikap kreatif diukur dengan mengacu pada
dimensi-dimensi
sikap
kreatif
adalah sebesar 0,8904
yang
Pada alat ukur sikap kreatif dari 34
dikemukakan oleh Utami Munandar.
butir soal yang diujicobakan jumlah item yang tidak valid adalah 6 item sehingga item
21
terpakai adalah 28. Koefisien alpha setelah peneliti mengeliminasi item-item yang tidak valid adalah 0,7900.
Metode analisis data yang digunakan sesuai
Berdasarakan hasil uji coba alat ukur
dengan tujuan penelitian ini adalah regresi
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ketiga
berganda (multiple regresion) dan Pearson
alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini
Correlation. Semua perhitungan statistik ini
tergolong reliabel.
menggunakan program SPSS.
Subyek yang diambil dalam penelitian ini adalah guru TK Islam yang ada di wilayah
Hasil Penelitian
Kota Bekasi.
Gambaran Subyek Penelitian Jumlah subyek pada penelitian ini
Metode pengambilan sampel adalah
adalah 118 orang guru-guru TK yang berasal
dengan menggunakan accidental sampling.
dari 24 sekolah TK yang berada di Wilayah
Selanjutnya peneliti melakukan pengambilan data dari tanggal 19
Kota Bekasi.
27 Juni 2006. Waktu
pengisian seluruh kuesioner kurang lebih selama 25 menit.
Berikut ini adalah gambaran dari subyek penelitian: Data Subyek Berdasarkan Jenis Kelamin Subyek
No
Jenis Kelamin
Jumlah
Persentase
117
99,15 % 0,85 %
1
Perempuan
2
Laki-laki
1
Jumlah
118
Hampir seluruh subyek dalam penelitian ini adalah perempuan, hanya 0,85 % laki-laki. Data Subyek Berdasarkan Tingkat Pendidikan No
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Persentase (%)
1
SMU dan sederajat
14
12%
2
Pendidikan Guru Taman Kanak-
88
75%
16
13%
Kanak (PGTK) 3
Sarjana (S1) berbagai disiplin ilmu Jumlah
118
Dari data di atas tampak bahwa 88
(S1) dari berbagai disiplin ilmu dan sisanya
orang atau 75% subyek berpendidikan PGTK
SMU atau sederajat, yaitu
dan 16 orang atau 13% berpendidikan sarjana
22
Data Subyek Berdasarkan Pengalaman Mengajar No
Pengalaman Mengajar (dalam
Jumlah
Persentase %
tahun) 1
1
19
16,10
2
2
24
20,34
3
3
19
16,10
4
4
11
9,32
5
5
11
9,32
6
6
9
7,63
7
7
4
3,39
8
8
6
5,08
9
9
4
3,39
10
10
5
4,24
11
11
3
2,54
12
12
1
0,85
13
13
1
0,85
14
16
1
0,85
Jumlah
118
Dari tabel di atas tampak bahwa 49% subyek memiliki pengalaman mengajar minimal 4 tahun.
Gambaran Motivasi Berprestasi dan Konsep Diri Subyek Dimensi Motivasi Berprestasi No 1
Dimensi
Mean
Memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan perbaikan
2,9
kinerja. 2
Berespon pada resiko sedang setiap saat
2,7
3
Tekun
2,9
4
Memiliki tanggung jawab pribadi terhadap kinerja
2,5
5
Membutuhkan umpan balik atas pekerjaannya
2,8
6
Inovatif dan efisien
3
Total
2,8
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan
tinggi. Skor tertinggi terdapat pada dimensi
bahwa subyek cukup memiliki motivasi yang
23
Inovatif
dan
efisien
dan
terendah
pada
tanggung jawab pribadi.
Gambaran Konsep Diri Subyek No
Konsep Diri
Mean
Dimensi Internal 1
Identity Self
2,91
2
Judging Self
2,92
3
Behavior Self
2,96 Total
2,93
Dimensi Eksternal 1
Physical Self
2,87
2
Moral Ethical Self
3,08
3
Personal Self
4
Family Self
2,96
5
Social Self
2,64
3
Total
2,91
Dari tabel di atas, tampak subyek
dilihat dari dimensi internal maupun dimensi
memiliki konsep diri yang cukup tinggi, baik
eksternal.
Hasil Penelitian Hasil Uji Korelasi dan Regresi Variabel Motivasi Berprestasi dengan Sikap Kreatif.
Variabel
R
R2
F
Sig
Motivasi Berprestasi
0,631
0,398
76,813
0,000
Dari
hasil
uji
statistik
diperoleh
menunjukkan
bahwa
variabel
motivasi
koefisien korelasi Pearson (R) sebesar 0,631.
berprestasi signifikan untuk memprediksi sikap
Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan
kreatif guru.
yang
positif
antara
motivasi
berprestasi
Berdasarkan analisis di atas, maka
dengan sikap kreatif sebesar 0,631. Nilai
dengan demikian hipotesis pertama yang
2
koefisien determinasi (R ) yang diperoleh
menyatakan bahwa ada pengaruh yang positif
sebesar 0,398. Hal ini berarti 39,8% dari
dan
faktor-faktor yang mempengaruhi sikap kreatif
terhadap sikap kreatif guru, diterima.
guru
dapat
dijelaskan
oleh
signifikan
dari
motivasi
berprestasi
motivasi
Hasil uji korelasi dan regresi antara
berprestasi. Dari uji regresi diperoleh nilai
variabel konsep diri dengan sikap kreatif
probabilitas sebesar 0,000 (p<0,05) hal ini
adalah sebagai berikut:
24
Hasil Uji Korelasi dan Regresi antara Variabel Konsep Diri dengan Sikap Kreatif. Variabel
R
R2
F
Sig
Konsep Diri
0,536
0,287
46,662
0,000
Pada tabel 4.7 menunjukkan koefisien
yang positif antara motivasi berprestasi dan
korelasi Pearson (R) sebesar 0,536. Hal ini
konsep diri secara bersama-sama dengan
berarti ada hubungan yang positif antara
sikap kreatif sebesar 0,690. Pada tabel
konsep diri dengan sikap keatif sebesar 0,536.
tersebut juga tampak bahwa terdapat korelasi
Nilai
koefisien
determinasi
2
adalah
yang lebih besar ketika variabel motivasi
0,287yang berarti sebanyak 28,7% dari faktor
berprestasi dan konsep diri secara bersama-
yang mempengaruhi sikap kreatif guru dapat
sama dikorelasikan dengan variabel sikap
dijelaskan oleh variabel konsep diri. Dari uji
kreatif. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar
regresi diperoleh nilai probabilitas sebesar
0,476. Hal ini berarti bahwa sebanyak 47,6%
0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa variabel
faktor-faktor yang mempengaruhi sikap kreatif
konsep diri signifikan untuk memprediksi
guru dapat dijelaskan oleh kedua variabel
variabel sikap kreatif guru.
bebas
Dengan
demikian
(R )
tersebut.
Nilai
probabilitas
yang
berdasarkan
diperoleh adalah 0,000 (p<0,05). Hal ini berarti
analisis diatas, maka hipotesis kedua yang
variabel motivasi berprestasi dan konsep diri
menyatakan bahwa ada pengaruh yang positif
signifikan untuk memprediksi sikap kreatif
dan signifikan dari konsep diri terhadap sikap
guru.
kreatif guru, diterima.
antara
Berdasarkan analisis di atas, maka
Hasil uji korelasi dan regresi berganda
hipotesis
variabel
dan
hubungan yang positif dan signifikan dari
sikap kreatif adalah
motivasi berprestasi dan konsep diri terhadap
motivasi
konsep diri terhadap
berprestasi
ketiga
yang
menyatakan
ada
sikap kreatif guru, diterima.
sebagai berikut: Hasil Uji Korelasi dan Regresi Berganda
Diskusi
antara Variabel Motivasi Berprestasi dan Konsep Diri terhadap Sikap Kreatif Guru.
Hasil bahwa
2
R
R
F
Sig
0,690
0,476
52,231
0,000
penelitian
motivasi
ini
berprestasi
menunjukkan memberikan
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap sikap kreatif guru. Secara umum motivasi berprestasi yang dimiliki oleh guru-guru TK yang menjadi subyek
Nilai koefisien korelasi Pearson (R)
pada
penelitian
ini
menunjukkan
motivasi berprestasi yang cukup tinggi.
sebesar 0,690. Hal ini berarti ada hubungan
25
Jika dilihat dari pengalaman mengajar,
permainan atau kegiatan yang dilakukan.
sebagian besar responden telah memiliki jam
Sehingga, tidak mengherankan ketika hasil
terbang mengajar yang cukup lama (empat
penelitian ini menunjukkan bahwa dimensi
tahun atau lebih) sebanyak 49%. Pengalaman
motivasi
mengajar yang cukup lama memungkinkan
pengaruhnya
guru untuk lebih mengenali tugasnya. Menurut
dimensi ketekunan.
berprestasi
yang
pada
sikap
paling
tinggi
kreatif
adalah
Lewin (dalam Pintrich & Schunk, 1996),
Pada penelitian ini terbukti pula bahwa
pengalaman yang dimiliki dan pengenalan
konsep diri memberikan pengaruh yang positif
tugas akan meningkatkan level of aspiration.
dan signifikan terhadap sikap kreatif guru.
Stipek (2002) juga memperkuat pendapat
Secara umum responden guru TK
tersebut. Seseorang akan memiliki motivasi
pada penelitian ini memiliki konsep diri yang
yang
prestasi
cukup baik, baik ditinjau dari dimensi internal
pengalaman-pengalaman
maupun eksternal. Guru yang memiliki konsep
keberhasilan maupun kegagalan yang pernah
diri positif akan menerima diri apa adanya,
diterimanya.
mengajar,
mencintai dirinya dan juga dapat menerima
akan membuat guru lebih mengenal medan
dan mencintai orang lain (Erich Fromm, dalam
kerjanya, dan akan mendorong guru tersebut
Calhoun 1990). Guru yang memiliki konsep
untuk melakukan perbaikan atau perubahan
diri positif akan mencintai siswa-siswanya.
cara mengajar ke arah yang lebih efektif dan
Kecintaannya ini akan mendorong guru untuk
efisien. Dalam usaha pengembangan cara-
lebih
cara
Melalui kreativitasnya, ia
kuat
untuk
berdasarkan
mencapai
Pengalaman
pengajaran
guru
tersebut,
guru
mencari
memahami
keunikan
setiap
siswa.
akan berusaha
alternatif dari berbagai cara yang juga tidak
memenuhi kebutuhan setiap siswa, dalam hal
tertutup kemungkinan melalui usaha-usaha
ini adalah anak-anak di TK nya.
kreatifnya.
Data penelitian ini juga menunjukkan
Responden guru pada penelitian ini memiliki
ketekunan
Ketekunan
yang
yang
cukup
tinggi.
tingkat pendidikan minimal PGTK.
Dengan
diperkirakan
memiliki kualifikasi pendidikan yang sesuai
mendorong guru untuk tidak mudah menyerah
dengan yang dipersyaratkan bagi guru TK, hal
ketika menghadapi kesulitan dalam usaha-
ini akan meningkatkan harapan guru untuk
usaha pengajaran (Pintrich & Schunk, 1996).
berhasil dalam menjalankan tugasnya. Bila
Individu yang memiliki ketekunan yang tinggi
individu
sanggup bekerja dalam waktu yang lebih lama
melaksanakan suatu tugas, maka individu
dan
tersebut cenderung untuk sukses (Calhoun,
memiliki
rasa
dimiliki
bahwa sebagian besar responden memiliki
percaya
diri
dalam
berpikir
1996). Ketika berhadapan dengan anak TK
memberikan keyakinan pada diri guru bahwa
yang berada pada tahap praoperasional,
ia mampu melaksanakan tugas sebagai guru
dibutuhkan ketekunan guru yang luar biasa
TK. Keyakinan seperti ini akan meningkatkan
agar siswa bisa memahami isi kegiatan yang
konsep diri guru (Aronson & Mettee, dalam
dilakukan. Ia akan menggunakan berbagai
Calhoun, 1993). Maracek dan Mettee (dalam
cara
Calhoun, 1993) menyatakan bahwa seseorang
dapat
memahami
26
lain,
hal
mampu
1993).
anak-anak
kata
ia
menjalankan tugasnya (Pintrich & Schunk,
agar
Dengan
bahwa
ini
turut
yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi
1993). Jadi individu yang memiliki motivasi
akan menggunakan seluruh potensi yang
berprestasi yang tinggi dan konsep diri positif
dimilikinya
akan memiliki keinginan yang lebih kuat untuk
dan
akan
memandang
tinggi
terhadap kemampuannya.
mencapai keberhasilan. Pendapat di atas
Hasil penelitian ini juga menunjukkan
memperkuat
bahwa motivasi berprestasi dan konsep diri
penelitian ini.
hasil
yang
ditemukan
pada
secara bersama-sama memberikan pengaruh
Penulis menyadari bahwa penelitian
yang lebih besar terhadap sikap kreatif guru
ini terlalu berfokus pada faktor internal guru,
dibandingkan jika sendiri-sendiri.
dan kurang membahas faktor eksternal seperti
Motivasi berprestasi mendorong guru
lingkungan
yang
kemungkinan
turut
untuk bekerja keras menghasilkan prestasi
mempengaruhi variabel sikap kreatif guru.
yang lebih baik. Disamping itu, konsep diri
Faktor sekolah, seperti aturan yang berlaku,
yang tinggi akan meningkatkan rasa percaya
sistem renumerasi, kesiapan fisik sekolah
diri, dan keyakinan diri. Dorongan untuk
(umpamanya dalam sarana dan prasarana)
sukses ditambah dengan percaya diri yang
diperkirakan dapat turut mempengaruhi sikap
tinggi akan menghasilkan kinerja yang tinggi.
kreatif guru.
Orang
yang
memiliki
berprestasi tinggi menyukai resiko
motivasi
Selain itu penelitian ini hanya terbatas
sedang
untuk menguji sikap kreatif yang mendorong
dalam menjalankan tugasnya (McClelland,
prilaku kreatif.
Sikap kreatif guru hanya
1987). Ia akan menetapkan target-target yang
berupa
ingin dicapainya. Sedangkan orang yang
tindakan
memiliki konsep diri positif akan mengerahkan
dilakukan penelitian lebih lanjut yang tidak
seluruh potensi yang dimiliki untuk mencapai
hanya terbatas pada sikap kreatif tetapi juga
tujuan atau target yang telah ditetapkan
meneliti mengenai perilaku kreatif atau produk
(Maracek dan Mettee, dalam Calhoun, 1993).
kreatif guru.
dorongan
dan
belum
kreatif.
Oleh
karena
merupakan itu
dapat
Dengan demikian motivasi berprestasi yang
Penggunaan laporan diri (self report)
tinggi ditambah dengan konsep diri yang
pada penelitian ini juga dapat menimbulkan
positif akan menghasilkan kinerja yang lebih
bias. Hal ini terjadi mungkin saja karena
baik. Artinya, guru yang memiliki motivasi
subyek
berprestasi yang tinggi dan konsep diri yang
sebenarnya. Oleh karena itu pada penelitian
positif akan memiliki sikap kreatif yang tinggi
selanjutnya,
pula.
kuesioner, gunakan juga teknik pengumpulan Individu dengan motivasi berprestasi
tidak
menyatakan keadaan
selain
dengan
yang
menggunakan
data seperti wawancara atau observasi.
yang tinggi memiliki dorongan bekerja keras Kesimpulan
dan hasrat yang tinggi untuk mencapai keberhasilan
atau
kesuksesan.
Individu
Berdasarkan uji hipotesis yang telah
dengan konsep diri positif memiliki harapan
dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan
untuk mencapai keberhasilan dan keinginan
sebagai berikut:
untuk meningkatkan harga diri (Moss dan
1. Hipotesis
Kagan, 1961; Weiner, 1974 dalam Calhoun,
yang
menyatakan
ada
pengaruh yang positif dan signifikan
27
dari motivasi berprestasi terhadap
dilakukan
sikap kreatif guru dapat diterima.
subyek dan observasi terhadap sekolah.
Artinya,
ada
berprestasi
pengaruh
terhadap
motivasi
sikap
d.
kreatif
juga
wawancara
terhadap
Penelitian selanjutnya diharapkan tidak hanya sebatas meneliti sikap kreatif guru
guru.
tetapi lebih jauh lagi meneliti perilaku atau
2. Hipotesis
yang
menyatakan
ada
produk kreatif guru.
pengaruh yang positif dan signifikan
Daftar Pustaka
dari konsep diri guru terhadap sikap
Calhoun, J.F dan Acocella, J.S. (1990).
kreatif guru dapat diterima. Artinya,
Psikologi Tentang Penyesuaian dan
ada pengaruh konsep diri terhadap
Hubungan Kemanusiaan Edisi ke
sikap kreatif guru.
Tiga. IKIP Semarang Press.
3. Hipotesis
yang
menyatakan
ada
Burns,
R.B.
pengaruh yang positif dan signifikan
(1993).
Konsep
Pengukuran,
dari motivasi berprestasi dan konsep
Diri
Teori,
Perkembangan
dan
Perilaku. Penerbit Arcan.
diri secara bersama-sama terhadap Fitts, W. H. (1971). The Self Concept and Self
sikap kreatif guru dapat diterima. Artinya,
ada
pengaruh
Actualization. Western Psychological
motivasi
Services.
berprestasi dan konsep diri secara bersama-sama terhadap sikap kreatif
Fitts,
guru.
W.
H.
(1972).
Self
Concept
&
Performance. Western Psychological Services.
Saran
Henson, K. T & Eller, B. F. (1999). Educational Penelitian
keterbatasan
dan
ini
tidak
terlepas
kekurangan.
dari
Psychology for Effenctive Teaching.
Untuk
Wads Worth Publishing Company.
penelitian selanjutnya, penulis mengajukan Hurlock,
saran-saran berikut:
E.
B.
Development.
a. Dilakukan pengkajian yang lebih mendalam
(1976).
Personality
Tata
McGraw-Hill
Publishing Company LTD New Delhi.
terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sikap kreatif guru, sehingga
Hurlock, E. B. (1978). Perkembangan Anak
dapat diperoleh faktor-faktor lain yang
Edisi ke-6. Erlangga.
secara lebih komprehensif berpengaruh
Ismayati,
terhadap sikap kreatif guru;
S.
(2006).
Pengaruh
Motivasi
Berprestasi dan Konsep Diri Terhadap
b. Pengambilan data dilakukan pada wilayah
Sikap Kreatif Guru TK. Tesis. Tidak
yang lebih luas, tidak hanya pada satu
Dipublikasikan.
wilayah, sehingga hasilnya dapat lebih merepresentasikan
variabel
McClelland,
yang
David
Motivation.
mempengaruhi sikap kreatif guru;
C.
(1987).
Cambridge
Human University
Press.
c. Untuk melengkapi data, selain mengambil data dengan menggunakan kuesioner,
Munandar, S.C Utami. (1977). Creativity and Education
28
A
Study
of
The
Printich, P.R.
Relationships Between Measures of
&
Schunk, D.H. (1996).
Cretive Thinking and A Number of
Motivation
Educational Variabels in Indonesian
Research & Application. New Jersey:
Primery
and
Prentice Hall.
Schools.
University of Amsterdam.
Junior
Secondary
Integrating Theory and Practice Fourth
S.C
Utami.
Mengembangkan
(1992).
Bakat
Edition. Allyn and Bacon.
dan
Winkel, W.S. (1999). Psikologi Pengajaran.
Kreativitas Anak Sekolah. Petunjuk
Cetakan
Bagi Para Guru dan Orang Tua. PT Gramedia
Widiasarana
kelima.
Anita
E.
(1995). th
Psychology. 6 Munandar, S.C Utami. (1999) Kreativitas dan
Bacon USA.
Keberbakatan Strategi Mewujudkan dan
Gramedia.
Jakarta. Woolfolk,
Kreatif
PT
Indonesia.
Jakarta.
Potensi
Education: Theory,
Stipek, Deborah. (2002). Motivation to Learn
Disertasi. Munandar,
in
Bakat.
PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Munandar, A.S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. UI Press.
29
Educational
edition. Allyn and
STRESS DAN PERILAKU COPING PADA SISWA SMU PROGRAM PERCEPATAN BELAJAR Erina Indriasari dan Lydia Freyani Hawadi Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran stres dan perilaku coping pada siswa SMU program percepatan belajar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan alat pengumpul data berupa kuesioner stres yang disusun berdasarkan teori dan kuesioner perilaku coping yang merupakan adaptasi dari Cope Scale yang dikembangkan oleh Carver dkk. Sampel penelitian ini terdiri dari 35 orang siswa SMU program percepatan belajar kelas 1 dan kelas 2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari ketiga jenis stres yang ada, yaitu konflik, frustrasi, dan tekanan, jenis stres yang lebih menonjol adalah konflik. Sedangkan dari kedua jenis perilaku coping yang ada, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa coping terpusat masalah merupakan jenis coping yang cenderung dipergunakan siswa program percepatan belajar dalam menghadapi situasi atau kondisi sekolah yang menimbulkan stres. Kata kunci/keywords : Stress, Coping, siswa, percepatan belajar
Pendahuluan
suatu ketrampilan dasar yang sebenarnya cukup penting. Selain itu dengan tuntutan
Program percepatan belajar adalah
akademis untuk berprestasi yang terlalu besar
salah satu bentuk pelayanan pendidikan yang
seringkali
diberikan bagi siswa dengan kecerdasan dan kemampuan
luar
biasa
untuk
berkonsentrasi
dapat
saja
waktu yang telah ditentukan (Depdiknas, Hawadi,
program
2001).
belajar
berbakat
akademik
ternyata
negatif
di
bidang
antara
juga
mengurangi
lain
berdampak
akademis,
penolakan
siswa
terlalu
tinggi
pada
penyesalan
siswa
di
oleh
teman-teman
yang
lebih
antara lain timbulnya rasa frustasi akibat tekanan dan tuntutan akademis (Southern &
dengan tuntutan-tuntutan berprestasi yang oleh
untuk
emosi dampak negatif yang mungkin muncul
lain
ketidakmampuan siswa menyesuaikan diri
dirasakan
waktu
dewasa. Sedangkan di bidang penyesuaian
Dampak negatif yang mungkin muncul antara
berkurangnya
orang lain, dan juga kemungkinan terjadinya
1991).
akademis
untuk
kemudian hari, kesulitan berhubungan dengan
kegiatan ekstrakurikuler (Southern & Jones,
bidang
kesempatan
beraktivitas dengan teman sebaya sehingga
penyesuaian sosial, penyesuaian emosi, dan
di
dengan
sosial, dampak negatif yang mungkin muncul
berpeluang menimbulkan permasalahan dan potensi
pelajaran
berpikir divergen. Di bidang penyesuaian
selain
memberikan manfaat dan keuntungan bagi siswa
harus
mengembangkan kreativitas dan kemampuan
Penyelenggaraan
percepatan
pada
mereka
menggunakan pola pikir konvergen yang tentu
menyelesaikan pendidikan lebih awal dari
dalam
membuat
Jones, 1991). Berbagai hal tersebut baik yang
dan
disebabkan oleh aspek emosi, sosial maupun
kurangnya kemampuan dalam menampilkan
akademis
30
berpotensi
menimbulkan
stress
pada siswa
program
belajar.
menggunakan sejumlah perilaku yang disebut
Menurut Feldhusen (1985) jika seorang anak
sebagai strategi coping (Cooper&Davidson,
diketahui memiliki bakat intelektual, banyak
1991; Feldman, 1997; Lazarus, 1976). Rutter
orang yang mengharapkan anak tersebut
(1983) menyatakan bahwa coping merupakan
dapat menunjukkan kemampuannya pada
respon individu terhadap keadaan, kejadian,
tingkat yang lebih tinggi. Jika tuntutan tersebut
atau peristiwa yang menimbulkan stres. Siswa
dinilai
yang
program percepatan belajar akan mengalami
dimiliki oleh siswa untuk berespon, maka
stres jika situasi atau kondisi dan tuntutan
mereka akan mengalami stres.
yang ada melebihi kemampuan coping yang
melebihi
percepatan
batas
kemampuan
Stres merupakan bagian yang normal
dimilikinya. Selain itu stres yang berlebihan
dalam kehidupan manusia yang tidak bisa
tanpa adanya kemampuan coping yang efektif
dihindari sepenuhnya. Stres dapat berdampak
akan mempunyai implikasi jangka panjang
positif maupun negatif. Dampak positifnya
pada
antara lain dapat memuaskan kebutuhan yang
mereka di kemudian hari (Feldman, 1997).
berasal dari dalam diri melalui tingkat stres
Menurut Santrock (dalam Suntari, 1997) pada
yang optimal dan mengurangi akibat-akibat
umumnya remaja ketika menghadapi situasi
psikologis pada kesulitan-kesulitan di masa
yang menimbulkan stres mempergunakan
mendatang. Sedangkan dampak negatif dari
lebih dari satu macam strategi coping pada
stres
saat
antara
lain
monculnya
berbagai
kesehatan
psikologis
bersamaan.
Remaja
dan
juga
fisiologis
memiliki
gangguan fisik, rentan terhadap penyakit,
kecenderungan untuk menggunakan perilaku
menurunnya
coping terpusat emosi pada saat menghadapi
daya
tahan
tubuh,
dan
menurunnya efektifitas pekerjaan (Feldman,
masalah.
dalam Powell, 1983).
dilakukannya tindakan aktif individu untuk
Sebagai mengalami
manusia,
situasi
dan
saat kondisi
remaja
Coping
jenis
ini
menghambat
mangatasi masalahnya secara langsung. Hal
yang
ini
dikhawatirkan
menimbulkan stres, secara alamiah mereka
perkembangan
akan berusaha untuk mengatasinya dengan
selanjutnya.
akan
mereka
mempengaruhi pada
tahap
Indonesia dibatasi pada dua hal yaitu, pertama Rumusan Masalah
adalah mereka yang memiliki taraf inteligensi
Bagaimana gambaran stres dan perilaku
di atas 140 atau kedua mereka yang oleh
coping pada siswa SMU yang mengikuti
psikolog dan/atau guru diidentifikasi sebagai
program percepatan belajar?
peserta didik yang telah mencapai prestasi yang memuaskan dan memiliki kemampuan
Tinjauan Teoritis
umum yang berfungsi pada taraf cerdas, dan keterikatan terhadap tugas yang tergolong
Anak Berbakat dan Program Percepatan
baik serta kreativitas yang memadai (Hawadi,
Belajar
2001). Dengan demikian pihak sekolah yang Pengertian mengenai keberbakatan
ingin mengadakan program percepatan belajar
sangat beraneka ragam, saat ini pengertian
harus mengacu pada pengertian tersebut
anak berbakat dalam program percepatan
untuk kepentingan rekrutmen dan seleksi
belajar yang dikembangkan oleh pemerintah
31
calon
akseleran.
Dalam
pedoman
yang disebut sebagai stressor (Kaplan,dkk.,
penyelenggaraan program percepatan belajar
1993; Baron, 1995). Sumber stres tidak hanya
(depdiknas, 2001) indikator dari siswa yang
berasal dari lingkungan saja, tetapi bisa juga
memiliki prestasi yang memuaskan diperoleh
berasal dari dalam diri individu. Haber dan
dari tiga sumber, yaitu NEM dari sekolah
Runyon (1984) mennyebutkan ada 3 kondisi
sebelumnya, dengan rata-rata di atas 7.00; tes
yang secara umum seringkali menimbulkan
kemampuan akademis, khusus untuk bidang
stres, yaitu :
studi matematika dan Bahasa Indonesia nilai
1. Frustasi : situasi yang terjadi jika individu
sekurang-kurangnya 7.00; Rapor, nilai rata-
dalam usahanya untuk mencapai tujuan
rata seluruh bidang studi tidak kurang dari
mengalami hambatan, baik fisik, sosial
7.00.
maupun pribadi. Program
buku
percepatan
yang
2. Konflik : situasi dimana terdapat dua atau
diselenggarakan di Indonesia saat ini masih
lebih hal/ tindakan/ keinginan/ pilihan yang
terbatas pada tipe telescoping curriculum,
bertentangan yang muncul pada saat
yaitu siswa menggunakan waktu yang kurang
bersamaan. Konflik sendiri diklasifikasikan
dari waktu yang biasa digunakan untuk
dalam 4 tipe, yaitu approach-approach
menyelesaikan
conflict,
studi.
belajar
Kurikulum
untuk
avoidance-approach
conflict,
program percepatan belajar dikembangkan
avoidance-avoidance conflict, dan multiple
dari kurikulum nasional (standar) yang dapat
approach-avoidance conflict.
memenuhi kebutuhan perkembangan siswa
3. Tekanan ; dapat berasal dari dalam
yang memiliki kemampuan dan kecerdasan
mapun dari luar individu
luar biasa dengan pengalaman yang berbeda dalam
arti
kedalaman,
keluasan,
Stres
yang
dialami
individu
dan
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal
kecepatan. Siswa SMU yang biasa menempuh
baik dari dalam maupun dari luar individu.
studi selam 3 tahun menjadi hanya dua tahun.
Faktor
yang
berasal
dari
dalam
(faktor
internal) antara lain pengalaman terdahulu, Stres dan Coping
banyak dan lamanya stres, kontrol personal,
Stres secara psikologis adalah proses
karakteristik individu yang meliputi tahap
dimana situasi/ kejadian/ peristiwa yang terjadi
perkembangan,
atau terdapat di dalam lingkungan yang
mekanisme
menyebabkan
eksternal antara lain dukungan sosial dan
tertentu,
timbulnya
yang
dinilai,
tuntutan-tuntutan dirasakan,
atau
coping
faktor
Saat
menghadapi
situasi
yang
menimbulkan stres secara wajar individu akan
berespon atau bereaksi (Gatchel,dkk., 1989;
berusaha untuk mengatasi situasi tersebut
Lazarus dan Folkman, 1984; Morgan,dkk.,
melalui perilaku-perilaku tertentu yang disebut
1986; Baum,dkk., 1981).
sebagai perilaku coping. Lazarus dan Folkman
menyebabkan
dalam timbulnya
dimilikinya
Sedangkan
dan
untuk
Situasi
yang
coping.
kepribadian
faktor yang terkait dengan situasi.
dipersepsikan individu sebagai sesuatu yang melebihi
motivasi,
lingkungan
yang
(dalam Kaplan,dkk., 1993) menyatakan bahwa
tuntutan-tuntutan
ada dua macam kategori coping, yaitu :
tersebut berperan sebagai sumber stres atau
32
1. Coping
terpusat
masalah
(problem-
diarahkan
untuk
mengatur
atau
focused coping) : jenis perilaku coping
memodifikasi fungsi emosional individu
yang dikarakteristikkan dengan adanya
saat
tindakan-tindakan yang diarahkan untuk
menimbulkan stres tanpa berusaha untuk
mengontrol sumber stres. Tujuan dari
mengubah situasi yang menjadi sumber
tindakan-tindakan tersebut adalah untuk
stres secara langsung (Feldman, 1997;
memecahkan masalah atau mengubah
Kaplan,dkk.,
situasi
bertujuan
untuk
mengurangi
tekanan
yang
(Carver,dkk.,
menjadi 1989;
sumber
Feldman,
stres 1997;
menghadapi
1993).
situasi
Jenis
yang
coping
mengatur
ini atau
emosional
yang
Kaplan,dkk., 1993). Carver, dkk.(1989)
dialami individu (Carver,dkk., 1989). Jenis
membagi
menjadi
coping ini di bagi dalam beberapa kategori
beberapa tindakan, yaitu Active coping,
tindakan, yaitu Seeking social support for
Planning,
emotional
reasons,
activities, Restraint coping, dan Seeking
reinterpretation
and
sosial support for instrumental reasons.
Acceptance, Turning to religion, Focusing
2. Coping terpusat emosi (emotion-focused
on and venting of emotions, behavioral
jenis
coping
Suppression
ini
of
competing
coping) : jenis perilaku coping yang
disengagement,
ditandai
disengagemnent
oleh
tindakan-tindakan
yang
Positive
growth,
dan
Denial,
mental
ini terdiri dari 53 item yang mencakup 14 aspek perilaku coping yang dikelompokkan
Metode Penelitian
dalam dua ketegori yaitu coping terpusat Subyek
masalah dan coping terpusat emosi. Dalam kuesioner ini subyek diminta seberapa sering
Dalam penelitian ini subyek yang digunakan sebanyak 35 orang siswa SMU
dirinya
melakukan
perilaku
coping
kelas 1 dan kelas 2 yang mengikuti program
tercantum dalam pernyataan tersebut.
yang
percepatan belajar. Hasil Penelitian Gambaran stres subyek
Alat Pengumpul Data Bentuk alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam
Skor stres subyek pada penelitian ini
penelitian ini
berkisar antara 1.93 sampai dengan 5.63
adalah kuesioner. Pada kuesioner stres terdiri
dengan mean 3.72 dan standar deviasi 0.73.
atas 40 item yang mewakili tiga jenis stres,
Berdasarkan nilai mean dan standar deviasi
yaitu frustrasi, konflik dan tekanan. Dalam
subyek penelitian dibagi dalam 3 kelompok
kuesioner ini subyek diminta memberikan
subyek, yaitu subyek dengan tingkat stres
gambaran seberapa jauh kesesuain antara
rendah sebanyak 17.1%, subyek dengan stres
pernyataan dengan kondisi kehidupannya di
sedang 85.7%, dan subyek dengan tingkat
sekolah. Kuesioner bagian kedua kuesioner
stres tinggi 17.1%.
perilaku coping yang merupakan adaptasi dari Dengan pengujian menggunakan t-
Cope Scale yang dikembangkan oleh Carver,
test untuk melihat perbedaan nilai mean skor
Scheier dan Weintraub tahun 1989. kuesioner
stres pada kelompok subyek tingkat stres
33
tinggi dan tingkat stres rendah didapatkan hasil
adanya
perbedaan
yang
dengan nilai signifikansi 0.02.
signifikan
Jika melihat mean dari setiap jenis stres akan didapatkan gambaran sebagai berikut : Tabel 1. Skor rata-rata dari setiap jenis stres Jenis Stres
Skor Min
Skor Maks
Mean
Std. Deviasi
Frustrasi
2.20
5.50
3.62
0.86
Konflik
1.20
6.00
3.78
1.00
Tekanan
2.15
5.50
3.73
0.71
Dari tabel 1 diatas terlihat bahwa konflik
dibandingkan
merupakan jenis stres yang lebih menonjol
lainnya.
dengan
kedua
jenis
stres
Gambaran Perilaku Coping Subyek Tabel 2 Skor rata-rata perilaku coping subyek Jenis Coping
Skor Min
Skor Maks
Mean
Std. Deviasi
Coping terpusat masalah
2.05
3.85
2.85
0.38
Coping terpusat emosi
1.85
2.85
2.32
0.27
Dari tabel 2 diatas terlihat bahwa jenis coping
instrumental reason merupakan aspek dari
terpusat masalah merupakan jenis coping
jenis perilaku coping terpusat masalah yang
yang cenderung digunakan subyek penelitian
cenderung
saat menghadapi masalah atau situasi yang
menghadapi
menimbulkan stres di sekolah.
dengan aspek-aspek lain dari peilaku coping
akan
didapatkan
jika
saat
dibandingkan
coping terpusat emosi aspek yang cenderung
aspek yang terdapat dalam setiap jenis coping
masalah
subyek
terpusat masalah. Sedangkan untuk perlaku
Selain itu jika dilihat mean dari aspek-
perilaku
dipergunakan
digunakan adalah positive reinterpretation and
bahwa
growth.
planning and seeking social support for
Diskusi
menimbulkan stres, tetapi persentase subyek yang tergolong pada tingkat stres tinggi tidak
Ada beberapa hal dari penelitian ini
terlalu banyak. Hal ini mungkin disebabkan
yang menarik untuk didiskusikan. Dalam penelitian
ini
ditemukan
hasil
oleh adanya perbedaan penilaian individu
yang
terhadap
menunjukkan bahwa meskipun situasi dan
hal
yang
menimbulkan
stres.
Sebagian besar subyek merasa bahwa situasi
kondisi program percepatan belajar dapat
34
dan kondisi sekolah tidak menimbulkan stres
muncul
pada
(Haber&Runyon,
mereka,
sedangkan
sebagian
lain
pada
saat 1984).
Siswa
percepatan
menimbulkan stres. Hal ini menunjukkan
konflik
bahwa cara siswa menilai situasi yang ada di
Misalnya keinginan siswa untuk memiliki lebih
sekolah
dengan
banyak waktu luang bersama teman atau
bervariasinya skor subyek. Fakta ini sesuai
keluarga namun terbentur dengan padatnya
dengan pendapat para ahli bahwa suatu
waktu belajar atau keinginan-keinginan lain
situasi yang dinilai sebagai penyebab stres
yang sulit dilaksanakan karena terbentur
pada individu belum tentu mandapat penilaian
dengan kesibukan di sekolah dapat menjadi
yang sama oleh individu lain. Karena penilaian
konflik sehingga menimbulkan stres pada diri
yang dilakukan individu terhadap situasi dan
siswa.
terbukti
reaksinya terhadap situasi tersebut sangat dipengaruhi
oleh
faktor
internal
yang
seringkali
program
meresakan hal itu sebagai sesuatu yang
berbeda-beda,
belajar
bersamaan
dapat
mengalami
menyebabkan
stres.
Berkaitan dengan tekanan sebagai
seperti
situasi
yang
dapat
menimbulkan
stres,
pengalaman, kontrol personal, kepribadian,
tekanan yang dialami siswa dapat bersumber
dan mekanisme coping individu serta faktor-
dari dalam diri sendiri dan dari luar diri.
faktor eksternal yaitu dukungan sosial dan
Tekanan yang bersumber dari dalam diri
faktor yang berkaitan dengan situasi (Baron,
biasanya menyangkut hal-hal yang berkaitan
1995; Sarafino, 1990)
dengan harga diri, komitmen pribadi serta nilai
Kemungkinan lain adalah subyek saat
individu.
Sedangkan
tekanan
dari
luar
menghadapi masalah yang menimbulkan stres
biasanya menyangkut hal-hal yang berkaitan
cenderung
dan
dengan waktu dan tuntutan dari orang lain
yang
(Haber&Runyon, 1984). Pada siswa program
dianggap dapat memberikan bantuan. Dengan
percepatan belajar tekanan yang muncul
cara ini mereka mendapatkan dukungan sosial
antara lain banyaknya tugas yang harus
dari orang lain, yang telah diketahui dapat
dikerjakan, tuntutan dari orang tua serta guru.
mengurangi akibat-akibat yang ditimbulkan
Rasa frustrasi siswa muncul karena usahanya
oleh stres dan meringankan stres yang
untuk mencapai suatu tujuan mengalami
dirasakan individu. Sebagaimana juga terlihat
hambatan. Misalnya siswa yang berkeinginan
dalam hasil penelitian bahwa hampir seluruh
untuk menjadi juara kelas tidak berhasil
subyek (97.1%) mencari dukungan sosial dari
karena
orang lain saat menghadapi masalah di
berkemampuan di atas rata-rata, sehingga
sekolah.
pada akhirnya siswa tersebut frustrasi.
mambaginya
untuk
menceritakan
dengan
Berkaitan
orang
siswa
lain
yang
Berkenaan dengan perilaku coping,
penelitian ini mendapatkan bahwa konflik
dimana siswa program percepatan belajar
memiliki mean yang lebih besar dibandingkan
cenderung
frustrasi dan tekanan meskipun perbedaan
berpusat masalah pada saat menghadapi
ketiganya
permasalahan, berbeda dengan pendapat
terlalu
jenis
banyaknya
stres,
tidak
dengan
lain
besar.
Konflik
menggunakan
merupakan situasi dimana terdapat dua pilihan
Santrock
atau lebih yang saling bertentangan yang
mengemukakan
35
(dalam
perilaku
Suntari, bahwa
1997) remaja
coping
yang pada
umumnya
memiliki
kecenderungan
saja
tanpa
didukung
keinginan
sendiri,
menggunakan coping terpusat emosi pada
frekuensi subyek dengan tingkat stres tinggi
saat menghadapi masalah. Hal ini dapat
lebih banyak daripada subyek dengan tingkat
dipahami dengan merujuk pada karakteristik
stres rendah. Sebaliknya jika faktor yang
yang
percepatan
mendorong siswa untuk mengikuti program
belajar sebagai siswa berbakat intelektual.
percepatan belajar adalah karena keinginan
Sesuai dengan observasi Terman (dalam
diri sendiri yang juga didukung oleh orang tua,
Reksodipuro, 2000) anak berbakat intelektual
frekuensi subyek dengan tingkat stres tinggi
memilki karakteristik sebagai anak yang cepat
lebih sedikit. Hasil ini menunjukkan bahwa
memahami, cepat dalam mengingat, memiliki
motivasi
pengetahuan yang luas, dan fleksibel dalam
percepatan
berpikir,
sangat
dimiliki
siswa
yang
program
kesemuanya
merupakan
diri
dalam
mengikuti
program
memegang
peranan
Reksodipuro
(2000)
belajar
penting.
prasyarat untuk tampilnya suatu perilaku
mengemukakan
pemecahan
percepatan belajar yang harus diperhatikan
masalah
yang
sempurna.
program
tidak
pada
mungkin
pengembangan aspek kognitif saja. Faktor lain
menyebabkan adanya perbedaan perilaku
yang dapat menjadi penentu dari tampilnya
coping. Seperti diketahui perilaku coping
prestasi
terpusat emosi cenderung digunakan saat
diperhatikan, salah satunya adalah aspek
individu
merasa
motivasi belajar. Motivasi merupakan faktor
sesuatu
untuk
inilah
tidak
yang
dapat
mengubah
melakukan
siswa
yang
pendidikan
unggul
juga
atau
harus
yang
penentu dalam melihat hubungan antara
menyebabkan stres, dalam hal ini individu
keberbakatan anak di masa kecil dengan
tidak memiliki sumber daya untuk mengatasi
prestasi unggul yang dapat dicapai pada masa
masalah (Feldman, 1997; Kaplan, dkk., 1993).
dewasa.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
percepatan belajar yang diperlukan tidak
siswa program percepatan belajar cenderung
hanya kemampuan inteligensi tingkat tinggi,
mempunyai sumber daya untuk mengatasi
namun juga diperlukan motivasi diri dari calon
masalah.
akseleran agar kelak dapat menampilkan
Adanya
sumber
kondisi
faktor
dalam
Karakteristik yang berbeda dari siswa remaja umumnya
hanya
bahwa
daya
dapat
menyebabkan stres berkurang. Hal ini sesuai
Jadi
untuk
mengikuti
program
prestasinya secara lebih optimal.
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli bahwa kemampuan individu untuk
Kesimpulan
mengontrol suatu sumber stres yang akan
1. Sebagian
besar
siswa
yang
menjadi
dihadapi merupakan variabel penting dalam
responden dalam penelitian ini tergolong
mengatasi stres (Bieliauskas, 1982). Hal ini
dalam kelompok dengan tingkat stres
sekaligus menjelaskan mengapa hanya sedikit
yang sedang.
siswa yang tergolong ke dalam kelompok
2. Berdasarkan mean yang diperoleh pada
dengan tingkat stres tinggi.
setiap jenis stres, konflik merupakan jenis
Hasil tambahan yang menunjukakn bahwa
jika
siswa
mengikuti
stres yang menonjol jika dibandingkan
program
dengan kedua jenis stres lainnya.
percepatan belajar atas keinginan orang tua
36
3. Jenis coping perilaku yang cenderung
membantu
siswa
untuk
mengatasi
digunakan siswa yang menjadi responden
kemungkinan stres yang timbul secara
dalam penelitian ini adalah jenis perilaku
positif.
coping terpusat masalah.
7. Sekolah terus berupaya agar siswa tetap
4. Aspek yang menonjol dari jenis perilaku
mempertahankan dan terbiasa dengan
coping terpusat masalah adalah aspek
perilaku coping terpusat masalah misalnya
planning and seeking social support for
dengan cara :
instrumental reason. Sedagkan pada jenis
Memberikan
perilaku coping yang terpusat emosi aspek
masalah.
yang
Membantu
siswa
agar
mengurangi
rasa
frustrasi
menonjol
adalah
positive
reinterpretation and growth. 5. Jika faktor yang mendorong siswa untuk
pelatihan
menghadapi
pemecahan
dapat saat
perubahan-perubahan
mengikuti program percepatan belajar
dalam kehidupan dengan membantu
karena keinginan orang tua saja tanpa
siswa untuk mengembangkan sikap
didukung keinginan diri sendiri, frekuensi
positif terhadap diri sendiri.
subyek yang tergolong dalam tingkat stres
8. Pihak sekolah secara bijak mengambil
tinggi lebih banyak. Sedangkan jika faktor
langkah tertentu yang dianggap perlu
pendorong siswa karena keinginan diri
berkaitan dengan pentingnya motivasi diri
sendiri dan juga didukung orang tua,
dalam menyaring siswa yang akan masuk
frekuensi subyek yang tergolong dalam
kelas akselerasi.
tingkat stres tinggi lebih sedikit.
9. Sekolah mengadakan layanan bimbingan dan konseling agar potensi siswa dapat berkembang secara optimal.
Saran
10. Sekolah
1. Subyeknya diperluas tidak hanya satu
meningkatkan
sekolah saja.
program
reguler,
hal
ini
guru,
kesadarannya
lebih akan
kebutuhan-kebutuhan siswa, mengenali
2. Penelitian hendaknya juga dilakukan pada siswa
dalam
masalah yang umum terjadi pada remaja,
untuk
dan juga mengenali ciri-ciri siswa yang
mendapatkan perbandingannya.
mengalami
3. Alat ukur dibuat tidak hanya berdasar teori
stres
sehingga
bisa
tapi juga berdasarkan elisitasi terhadap
mengantisipasi stres yang semakin parah
siswa dan pihak lain yang terkait.
pada siswa.
4. Pengumpulan dilakukan
data
secara
handaknya kualitatif
juga
dengan
melakukan wawancara. 5. Alat
ukur
hendaknya
melibatkan
pertanyaan terbuka. 6. Pihak sekolah hendaknya menyediakan sarana dan prasarana yang memadai serta memberdayakan semua komponen yang ada termasuk guru dalam rangka
37
Daftar Pustaka
Graw Hill Company.
Baron, R.A (1995). Psychology. (3rd ed). Boston : Allyn & Bacon
International
Book
Powell, D. (1983). Understanding Human Adjusment : Normal Adaptation Through The Life Cycle. (1st ed). Boston : Little, Brown & Company Limited.
Bieliauskas, L.A. (1982). Stress and Its Relationships to Health and Illness. (1st ed.). Colorado : Westwives Press, Inc.
Reksodiputro, S. H. S (2000) Dampak Program Akselerasi Terhadap Aspek Perkembangan Kognitif Siswa. Simposium Program Akselerasi Dalam Pendidikan Bagi Siswa Berbakat Akademik.
Carver, C.S., Scheier, M.F., & Weintraub, J.K. (1989). Assessing Coping Strategies : A Theoretically Based Approach. Journal of Personality and Social Pschology.
Sarafino, E. P. (1990). Heath Psychology : Biopsychosocial Interactions. (2nd ed.). Singapore : John Wiley & Sons, Inc.
Departemen Pendidikan Nasional. (2001). Pedoman Peneyelenggaraan Program Percepatan Belajar (SD, SLTP, SMU). Jakarta : Direktorat PLB Ditjen Dikdasmen.
Southern, T & Jones, E.D. (1991). The Academic Acceleration of Gifted Children. New York : Teacher Collage Press.
Feldhusen, J. (ed). (1985). Toward Excellence in Gifted Education. London : Love Publishing Company.
Suntari, P.L. (1997). Stress dan Perilaku Coping pada Siswa SMU Unggulan : Studi Eksploratif pada Siswa SMU 70 Jakarta. Skripsi. Jakarta : Program S1 Universitas Indonesia.
Feldman, R.S. (1997). Understanding Psychology. (3rd ed.) New York : The McGraw-Hills Publishing Companies, Inc. Gatchel, R.J., Baum A., & Krantz, D.S. (1989). An Introduction to Health Psychology. (2nd ed.). Singapore : The McGrawHills, Inc. Haber & Runyon, R. P. (1984). Psychology of Adjusment. (1st ed.). IIIinois : The Dorsey Press. Hawadi, R. A. (2001). Program Percepatan Belajar Bagi Anak Berbakat Intelektual Ditinjau dari Sisi Psikologis. Seminar dan Temu Konsultasi : Informasi Penyelenggaraan Program Percepatan Belajar Bagi Anak Berbakat Intelektual . Indriasari, E. (2003) Stres dan Perilaku Coping Pada Siswa SMU Program Percepatan Belajar. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Kaplan, R. M., Sallis, J.F., & Patterson, T.L. (1993). Health and Human Behavior. (1st ed). Singapore : The McGrawHills, Inc. Lazarus, R. S. (1976). Pattern of Adjusment. (3rd ed). Auckland : Mc-Graw Hill International Book Company. Morgan, C.T., King, R.A., Weisz, J.R & Schopler, J. (1986). Introduction to Psychology. (7th ed). Auckland : Mc-
38
KAITAN KEMANDIRIAN DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL TERHADAP SIKAP KREATIF PADA SISWA SLTP FULL DAY SCHOOL DAN NON-FULL DAY SCHOOL DI JAKARTA SELATAN Merry Hotma Ria Sitanggang, S.C. Utami Munandar, dan Puji L. Prianto
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui hubungan kemandirian dan kompetensi interpersonal dengan sikap kreatif pada siswa full day school dan non-full day school (2) untuk mengetahui peran kemandirian dan kompetensi interpersonal terhadap sikap kreatif pada siswa full day school dan non-full day school (3) untuk mengetahui perbedaan kemandirian, kompetensi interpersonal dan sikap kreatif yang dimiliki oleh siswa full day school maupun non-full day school. Sampel penelitian adalah siswa kelas I SMP yang berjumlah 160 orang. Sebanyak 72 orang berasal dari SLTP Tirta Marta, yang mewakili sekolah dengan sistem full day school dan 88 orang dari SLTP Charitas, mewakili non-full day school. Alat ukur yang digunakan adalah skala kemandirian yang dimodifikasi dari Farida (2001) dan Ritandiyono (2002), skala kompetensi interpersonal merupakan hasil konstruksi peneliti sendiri, serta skala sikap kreatif dari Utami Munandar (1977) dan ditambah beberapa item oleh peneliti, serta pengubahan dalam menjawab kuesioner, dari pola jawaban benar, menjadi setuju sampai sangat tidak setuju. Analisis data yang digunakan adalah ttest dan Pearson Product Moment Correlation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kemandirian antara siswa full day school dan non-full day school, namun terdapat perbedaan kompetensi interpersonal dan sikap kreatif pada kedua kelompok siswa tersebut. Hasil lain menunjukkan pada siswa full day school tidak ada hubungan antara kemandirian dengan sikap kreatif, tapi terdapat hubungan antara kompetensi interpersonal dengan sikap kreatif. Sementara itu, pada siswa non-full day school terdapat hubungan antara kemandirian dan kompetensi interpersonal dengan sikap kreatif siswa. Pada kedua kelompok siswa tidak tampak peran kemandirian terhadap sikap kreatif siswa, tetapi ada peran kompetensi interpersonal terhadap sikap kreatif siswa. Kata kunci/keywords : kemandirian, kompetensi interpersonal, sikap kreatif, full day school, non full day school.
Pendahuluan Salah
untuk
di sekolah hampir sepanjang hari, yakni
daya
hingga pukul 15.30 atau pukul 16.00 Wib.
adalah melalui pengembangan
Sementara di sekolah reguler, para siswa
mengoptimalkan manusia sistem
sabtu mereka libur. Siswa belajar dan berada satu
strategi
potensi
pendidikan
sumber
nasional.
Upaya
mengikuti kegiatan belajar dari senin sampai
pengembangan sistem pendidikan nasional itu
sabtu mulai pagi sampai siang, hanya sampai
dilakukan dengan cara menyelenggarakan
pukul 13.00 atau pukul 14.00 Wib.
sekolah-sekolah unggul atau disebut juga
Menurut Christianto (dalam Kompas,
sekolah plus. Menurut Hardiono (2003), salah
Oktober 2003), latar belakang diterapkannya
satu
biasanya
sistem full day school lebih pada upaya
menerapkan sistem full day school atau
memberikan pelayanan yang memuaskan bagi
sekolah lima hari. Full day school adalah
stake holder-nya, yaitu siswa, orang tua siswa,
sekolah
guru dan karyawan, serta masyarakat pada
ciri
dari
yang
sekolah
dalam
plus
penyelenggaraannya
berlangsung sepanjang hari dari pagi sampai
umumnya.
sore. Pada siswa mengikuti kegiatan sekolah
meningkatkan kepuasan stake holder adalah
dari hari senin sampai hari jumat, dan hari
dengan memikirkan pelaksanaan sistem full
39
Salah
satu
upaya
untuk
day school. Selain itu ada juga keinginan
seperti tawuran, mengganggu orang di jalan,
untuk mewujudkan tercapainya keseimbangan
dll.
emosi,
intelektual
dan
kerohanian
siswa
Bila ditinjau dari segi teknis edukatif,
melalui sistem ini.
pengurangan waktu atau hari belajar dapat
Melalui sistem full day school, para
mengakibatkan merosotnya mutu pendidikan,
siswa diharapkan mempunyai satu hari luang
karena kurikulum sekolah sudah ditata untuk
untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang
enam hari sekolah (Ahmad, dalam Kompas,
bersifat mandiri dan menumbuhkan sikap
Juli 2002).
kreatif pada anak. Mereka dapat lebih banyak
Menanggapi pendapat
luar sekolah, atau mengikuti kegiatan sosial
pendidikan full day school mengemukakan
kemasyarakatan. Waktu belajar di full day
bahwa dampak negatif dari sistem ini dapat
school, juga dapat membantu siswa, guru dna
dihilangkan atau dikurangi dengan berbagai
manajemen sekolah meningkatkan efektivitas
upaya
kegiatan belajar dan mengajar (Christianto,
penyelenggara sekolah. Selain itu, dengan
dalam Kompas, Oktober 2003)
sekolah sepanjang hari, pemanfaatan waktu
yang
masyarakat, dimana sistem ini mempersingkat
pengawasan
hari
Sarbiran, 2001)
memperpanjang
sistem
oleh
pihak
anak-anak lebih optimal karena diisi dengan aktifitas
dan
dengan
dilakukan
menimbulkan pro dan kontra yang luas di
sekolah
setuju
tersebut,
berinteraksi dengan keluarga, teman-teman di
Sistem pendidikan full day school
yang
pendapat
waktu
yang
bermanfaat pihak
dna
sekolah
dibawah
(Febriana
&
belajar dan keberadaan anak di sekolah. Rumusan Masalah
Pendapat yang tidak setuju menyatakan baru selain mahal, sistem ini juga merampas masa
Permasalahan umum dari penelitian
kecil dan kebahagiaan anak karena anak
ini
adalah
dituntut untuk terus belajar sehingga dapat
perbedaan
menyebabkan kejenuhan dan kelelahan fisik.
interpersonal dengan sikap kreatif pada siswa
Bukan itu saja, setelah pulang sekolah anak
yang berada di full day school dan non-full day
terkadang masih harus mengikuti les sehingga
school. Selain itu juga diteliti apakah ada
beban belajar pun semakin bertambah. Begitu
peran
pula, guru dituntut lebih keras mempersiapkan
interpersonal terhadap sikap kreatif siswa
pelajaran, mulai dari penjabaran kurikulum
pada kedua sistem sekolah itu.
dari
bagaimana
hubungan
kemandirian,
kemandirian
dan
dan
kompetensi
kompetensi
hingga metodologi pembelajaran. Selain itu, anak yang pulang sekolah sudah terlalu sore,
Tinjauan Teoritis
mengakibatkan anak menjadi terlalu lelah dan
Masa Remaja
tidak mendapat kesempatan untuk bermain.
Pengertian Remaja
Ada juga yang mengemukakan argumentasi
Masa remaja merupakan suatu masa
bahwa tidak bersekolah pada hari sabtu akan
perkembangan transisi antara masa kanak-
menyebabkan anak berkeliaran di luar rumah
kanak, yang meliputi perubahan pada aspek-
dan akan menimbulkan hal-hal yang negatif,
aspek biologis, kognitif dan sosioemosional (Santrock, 2001). Masa remaja merupakan
40
masa yang sangat penting dimana individu
konsep
tersebut harus membuktikan bahwa ia tidak
masyarakat
selamanya sebagai anak kecil (Adler, 1998).
Mencapai kemandirian (otonomi) dengan
Pada
tidak tergantung secara emosional pada
masa
ini
merupakan
banyak
hasil
remaja
keinginan
menunjukkan persamaan
perilaku
untuk
orang
ketidaktergantungan, dengan
orang
dewasa
yang
tua
perlu
dan
sebagai
orang-orang
anggota
dewasa
lainnya
dan
Kemandirian merupakan salah satu
tindakan-tindakan yang dicapai oleh laki-laki
tugas perkembangan yang paling penting
maupun wanita dewasa.
pada masa remaja (Baltes dan Silverbergm
Menurut Sarwono (2000), batasan
dalam Featherman, Lerner, da Perlmutter,
usia remaja Indonesia adalah usia antara 11
1994). Hal yang sama juga dikemukakan oleh
tahun sampai 24 tahun dan belum menikah.
Papalia dan Olds (1998) bahwa masa remaja
Usia remaja awal diberi batasan mulai dari 11
merupakan tahapan pencarian identitas diri,
atau 12 tahun dna remaja akhir mulai dari usia
dimana kemandirian merupakan aspek yang
16 atau 17 tahun (dalam APA New Release,
penting.
2002). Di Indonesia usia 10- 13 tahun berada
Selain
pada tingkat pendidikan lanjutan pertama. Hal
perkembangan
itu juga dikemukakan oleh Stewart
dan
interpersonal juga merupakan yang penting
Friedman (1987) bahwa siswa kelas I SLTP
pada masa remaja, karena pada masa itu
telah mencapai tahap perkembangan remaja
mereka lebih banyak menghabiskan waktunya
awal, yang dimulai sejak usia 11 atau 12
dalam lingkungan teman sebaya daripada
tahun.
dengan orang tua (Rogers, 1985). Maka
kemandirian, sosial
seperti
aspek kompetensi
Dari batasan usia remaja awal yang
diperlukan pula kemampuan interpersonal
dikemukakan di atas, maka subyek yang
agar mereka dapat diterima dan membina
digunakan dalam peneliti ini para remaja awal
hubungan yang baik dengan teman-temannya
dengan rentang usia antara 11 tahun sampai
(Buhrmester,
13 tahun.
Dengan
Furman
adanya
dan
Reis,
kemampuan
1988).
berinteraksi
dengan orang lain, maka dalam diri remaja Tugas-Tugas Perkembangan Remaja
akan timbul perasaan saling memberi dan
Menurut semiawan, Munandar Utami
menerima, simpati dan empati, rasa setia
(1984), tugas-tugas yang penting pada remaja
keawan dan sebagainya.
adalah :
Pada
masa
remaja,
sekolah
Membentuk hubungan yang baru dan
merupakan hal yang penting, bukan hanya
lebih matang dengan teman sebaya dari
karena memberikan pendidikan, tetapi juga
kedua jenis kelamin
karena beberapa hal penting lainnya, misalnya
Keinginan
dan
mencapai
perilaku
untuk
sekolah menggambarkan masyarakat remaja,
bertanggung
yaitu keadaan sosial dimana tiap individu
kemampuan yang
berada
jawab secara sosial Mengembangkan keterampilan
intelektual
tahap
perkembangan
yang
sama, dapat berbagi pengalaman dan minat.
keterampilandan
pada
Sekolah juag dapat membentuk kepribadian
konsep-
41
dan perkembangan sosial remaja (Mullis,
3. Alat Ukur Sikap Kreatif
Mullis, & Normandin, dalam Turner & Helms,
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian
1995)
ini adalah alat ukur yang di susun oleh Selain itu sekolah cenderung untuk
meningkatkan
hubungan
Utami
Munandar
(1977)
dengan
interpersonal
memodifikasi berupa perubahan alternatif
termasuk kepekaan dan hubungan dengan
jawaban, dimana pada awalnya hanya ada
orang lain pada umumnya (Frenzel, Blyth, &
2 pilihan jawaban ya atau tidak menjadi
Simmons, 1991 dalam Turner & Helms, 1995)
empat alternatif jawaban dari Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Setuju, Sangat
Metode Penelitian
Setuju.
Subjek penelitian
menambahkan beberapa item. Item-item
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas
alat ukur kreatif ini terdiri atas beberapa
1 SLTP full day school dan non fullday school.
aspek,
Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak
pengalaman
160 siswa yang terdiri dari 72 siswa SLTP full
kelenturan dalam berpikir, kebebabasan
day school dan 80 siswa SLTP non full day
dalam
school.
menghargai fantasi, minat dalam aktivitas
Selain
yaitu:
itu
peneliti
keterbukaan baru
dan
juga
terhadap
luar
mengekspresikan
biasa,
sesuatu,
yang kreatif, kepercayaan terhadap ideAlat Ukur Penelitian
ide, dan penilain bebas dari pengaruh
Dalam penelitian ini ada 3 alat ukur yang
orang lain.
diguanakan, yaitu : Metode Pengujian Hipotesis
1. Alat ukur Kemandirian Alat ukur kemandirian yang digunakan
Uji-t (Independent Samples test)
dalam penelitian ini adalah modifikasi dari
Untuk
mengetahui
perbedaan
alat ukur kemandirian yang di susun oleh
kemandirian, kompetensi interpersonal dan
Farida (2001) dan Ritandiyono (2002). Alat
sikap kreatif pada siswa full day school dan
ukur ini di susun berdasarkan aspek-
non-full day school, maka digunakan teknik
aspek kemandirian dari Laman, Avery dan
statistik
Frank
perhitungan dilakukan dengan cara :
(1988),
yaitu
:
kebebasan,
uji-t
(independent
samples
test).
pengambilan keputusan, kontrol diri, sikap
Membandingkan kemandirian pada siswa
asertif/ ketegasan diri, dan tanggung
full day school dan non-full day school
jawab.
Membandingkan kompetensi interpersonal
2. Alat Ukur Kompetensi Interpersonal
pada siswa full day school dan non-full
Alat ukur ini di susun berdasarkan aspek-
day school
aspek kompetensi interpersonal, yaitu :
Membandingkan sikap kreatif pada siswa
inisiatif,
full day school dan non-full day school
dukungan
keterbukaan, emosional,
asertivitas,
dan pengaturan
Taraf signifikansi yang digunakan adalah X
konflik.
0.05
42
Hasil Penelitian Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian
Tabel 1. Hubungan Antara Kemandirian, Kompetensi Interpersonal dan Sikap Kreatif pada siswa Full Day School dan Non-full Day School Siswa Full Day School
Siswa Non-Full Day School
Sikap Kreatif
Sikap Kreatif Pearson
.283
Correlation
Kamandirian
Sig (2-tailed)
.016
N
Pearson Correlation
Kemandirian
Sig (2-tailed)
72
Pearson
N
.404
Kompetensi
Correlation
Interpersonal
Sig (2-tailed) N
.000
.334
88
Pearson Kompetensi
Correlation
Interpersonal
Sig (2-tailed)
72
.001
N
.515
.000 88
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa pada
school terdapat hubungan yang signifikan
siswa full day school hubungan antara
antara kemandirian dengan dan sikap
kemandirian dengan sikap kreatif sebesar
kreatif dengan tingkat signifikansi 0.001.
0.283 dengan niali signifikansi 0.016. Hal
Ada hubungan yang signifikan antara
ini berarti bahwa ada hubungan yang
kompetensi interpersonal dengan sikap
signifikan antara kemandirian dan sikap
kreatif baik pada siswa full day school
kreatif pada siswa SLTP full day school.
maupun siswa non full day school dengan
Begitu juga pada sekolah non full day
tingkat
signifikansi
0.000
.
Tabel 2. Hubungan Antara Kemandirian, Kompetensi Interpersional dengan Sikap Kreatif pada Keseluruhan Siswa (N = 160) Sikap Kreatif
Kemandirian
Kompetensi Interpersonal
Jika
dilihat
secara
Pearson Correlation
.316
Sig (2-tailed)
.000
N
160
Pearson Correlation
.414
Sig (2-tailed)
.000
N
160
keseluruhan
tanpa
kemandirian dengan sikap kreatif begitu pula
membedakan antara siswa full day school dan
antara kompetensi interpersonal dengan sikap
non full day school hasilnya menunjukkan
kreatif.
bahwa ada hubungan yang signifikan antara
43
Tabel 3. Peranan Kemandirian, Kompetensi Interpersonal Terhadap Sikap Kreatif Pada Siswa Full Day School Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Sig
B
Std Error
Beta
T
Kemandirian
.142
.108
.154
1.319
.192
Kompetensi Interpersonal
.380
.128
.347
2.962
.004
Dari tabel 3 terlihat bahwa nilai signifikansi
school. Sebaliknya kompetensi interpersonal
peranan kemandirian terhadap sikap kreatif
memiliki peranan yang signifikan terhadap
adalah 0,192 sehingga dapat dikatakan bahwa
sikap kreatif siswa full day school dengan
kemandirian tidak mempunyai peranan yang
tingkat signifikansi 0,004.
signifikan terhadap sikap kreatif siswa full day
Tabel 4. Peranan Kemandirian, Kompetensi Interpersonal Terhadap Sikap Kreatif Pada Siswa Non-full Day School
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Sig
B
Std Error
Beta
t
Kemandirian
.178
.107
.164
1.665
.100
Kompetensi Interpersonal
.438
.096
.453
4.587
.000
Dari tabel 4 dapat terlihat bahwa kemandirian
kompetensi interpersonal mempunyai peranan
tidak mempunyai peranan yang signifikan
yang signifikan terhadap sikap kreatif siswa
terhadap sikap kreatif siswa non full day
non full day school dengan tingkat signifikansi
school karena nilai signifikansinya 0,100 lebih
0,000.
besar
dari
0,005.
sebaliknya
variabel
Tabel 5. Peranan Kemandirian, Kompetensi Interpersonal Dan Sistem Pendidikan FDS dan NFDs Terhadap Sikap Kreatif Pada Seluruh Subyek Penelitian (N = 160) Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Sig
B
Std Error
Beta
T
Kemandirian
.196
.075
.197
2.601
.010
Kompetensi Interpersonal
.357
.078
.346
4.571
.000
44
Pada subyek secara keseluruhan (gabungan
yang signifikan terhadap sikap kreatif siswa.
antara FDS dan NFDS) baik kemandirian dan
Dengan nilai signifikansi masing-masing 0.010
kompetensi interpersonal mempunyai peranan
dan 0.000.
Tabel 6. Gambaran Hasil Uji-t Kamandirian, Kompetensi Interpersonal dan sikap Kreatif pada siswa Full Day School dan Non-Full Day School Variabel
Sig
Mean
SD
t
df
FDS
69.04
12.04
1.343
122.051
.182
Kemandirian
NFDS
66.80
8.31
Kompetensi
FDS
76.76
10.10
2.187
158
.030
Interpersonal
NFDS
80.11
9.33
Sikap Kreatif
FDS
85.18
11.08
-2.176
158
.031
NFDS
81.70
9.03
Keterangan :
FDS
(2-tailed)
= Full Day School
NFDS = Non-Full Day School
Tabel 7. Hubungan Antara Kemandirian dan Kompetensi Interpersonal Pada Siswa Full Day School Kompetensi Interpersonal Kamandirian
Pearson Corelation
.371
Sig. (2-tailed)
.001
N
72
Kemandirian
Kompetensi
Pearson Corelation
.371
Interpersonal
Sig. (2-tailed)
.001
N
72
Dari tabel 7 dapat dilihat bagaimana hubungan
dengan tingkat signifikansi 0,001. Hal ini
antara
kompetensi
menunjukkan bahwa ada hubungan yang
interpersonal. Nilai antara kemandirian dan
signifikan antara kemandirian dan kompetensi
kompetensi
interpersonal.
kemandirian
dan
interpersonal
sebesar
0,371
45
B. Rangkuman Hasil Uji Statistik Terhadap Hipotesis Alternatif No.
Hipotesis Alternatif
Hasil Uji Statistik
1.
Ada hubungan antara kemandirian dengan sikap kreatif pada
Diterima
siswa full day school 2.
Ada hubungan antara kemandirian dengan sikap kreatif pada
Diterima
siswa non-full day school 3.
Ada hubungan antara kompetensi interpersonal dengan sikap
Diterima
kreatif pada siswa full day school 4.
Ada hubungan antara kompetensi interpersonal dengan sikap
Diterima
kreatif pada siswa non-full day school 5.
Ada peran kemandirian terhadap sikap kreatif pada siswa full
Ditolak
day school 6.
Ada peran kompetensi interpersonal terhadap sikap kreatif
Diterima
pada siswa full day school 7.
Ada peran kemandirian terhadap sikap kreatif pada siswa
Ditolak
non-full day school 8.
Ada peran kompetensi interpersonal terhadap sikap kreatif
Diterima
pada siswa non-full day school 9.
Ada perbedaan kemandirian antara siswa full day school dan
Ditolak
non-full day school 10.
Ada perbedaan kompetensi interpersonal antara siswa full
Diterima
day school dan non-full day school 11.
Ada perbedaan sikap antara siswa full day school dan non-full
Diterima
day school
Diskusi
kebebasannya, Dari
hasil
analisis
data
terhadap
kemampuanya
kemandiriannya, mengarahkan
diri
dan sendiri.
kemandirian siswa, didapatkan bahwa ada
Hampir sama dengan Maslow, Rogers (dalam
hubungan antara kemandirian dengan sikap
Tannenbaum, 1983) juga menegaskan bahwa
kreatif pada siswa full day school. Artinya
kebebasan dan daya tahan individu terhadap
bahwa kemandirian pada siswa dipengaruhi
kontrol sosial yang berlebihan merupakjan
oleh sikap kreatif siswa itu sendiri. Pada
kondisi-kondisi
kelompok
school,
kreatif. Kondisi-kondisi tersebut menyiratkan
kemandirian siswa juga dipengaruhi oleh sikap
bahwa kemandirian merupakan syarat yang
kreatifnya. Hal ini sesuai dengan pendapat
diperlukan untuk mengembangkan kreativitas
Maslow (Dalam Tannenbaum, 1983) yang
individu.
siswa
non-
menyatakan
bahwa
dorongan
untuk
kreativitas
diantara
full
yang
day
untuk
tumbuhnya
aktivitas
membedakan
Adanya hubungan antara kompetensi
mengaktualisasikan
interpersonal dengan sikap kreatif ditunjukkan
individu
adalah
oleh siswa full day school dan non- full day
46
school. Hal ini berarti bahwa sikap kreatif pada
mengenai hubungan interpersonal/hubungan
kedua
antara
kelompok
siswa
dipengaruhi
oleh
pribadi
telah
menyadari
akan
kompetensi interpersonal yang dimiliki siswa.
pentingnya kemampuan interpersonal dalam
Didalam hubungan interpersonal diperlukan
menentukan popularitas anak dalam kelompok
interpersonal
belajarnya (Asher, 1983 dalam Buhrmester,
competence/kemampuan
interpersonal (Middlebrook, 1980). Orangorang
yang
hubungan
Selanjutnya hasil analisis terhadap
menghadapi
perbedaan kemandirian antara siswa full day
masalah-masalah kehidupan yang menekan.
school dan non- full day school menunjukkan
Kekurangan hubungan interpersonal dapat
bahwa tidak ada perbedaan kemandirian
mengganggu kehidupan sosial seseorang,
antara kedua kelompok siswa tersebut. Hal ini
seperti menarik diri dari lingkungan, sehingga
menunjukkan bahwa ternyata siswa yang
mengakibatkan seseorang menjadi kesepian,
berada di lingkungan lima hari di sekolah tidak
mengisolasi diri, berpisah/putus hubungan,
membuat tingkat kemandiriannya lebih tinggi
mempunyai sifat malu dan sebagainya.
daripada siswa yang berada di lingkungan
interpersonal
kompeten
dalam
Furman, Wittenberg & Reis, 1988)
memungkinkan
Hasil
analisis
terhadap
peran
enam hari sekolah. Jadi, kedua siswa sekolah
kemandirian terhadap sikap kreatif pada siswa
tersebut
full day school, menunjukkan bahwa sumber
kebebasan
kemandirian terhadap munculnya sikap kreatif
mengaktualisasikan
pada siswa, yaitu sebesar 0.15. artinya bahwa
kemampuan siswa itu sendiri. Dengan adanya
hanya 0.15 dari sikap kreatif siswa FDS
kebebasanya itu, maka siswa akan mampu
dipengaruhi
mengatur,
oleh
kemandirian.
Sementara
telah
berupaya
kepada para diri
mengarahkan
memberikan
siswanya sesuai
dan
untuk dengan
mengambil
peran kompetensi interpersonal memberikan
keputusan untuk dirinya sendiri, dimana hal itu
sumber sebesar 0.34 terhadap sikap kreatif.
membuat
Hal ini berarti bahwa sikap kreatif pada siswa
Munandar, 1987)
FDS dapat dijelaskan sebanyak 34% melalui
siswa
Sementara
menjadi
itu,
mandiri
(Utami
kompetensi
kompetensi interpersonal. Pada kelompok
interpersonal pada siswa full day school dan
siswa non- full day school, menunjukkan
non- full day school memperlihatkan adanya
bahwa hanya 0.16 sumbangan kemandirian
perbedaan. Dari hasil uji-t, tampak bahwa
terhadap munculnya sikap kreatif. Sementara
tingkat kompetensi interpersonal siswa N-FDS
itu,
memberikan
lebih tinggi daripada siswa FDS, dilihat dari
sumbangan sebesar 0.45 terhadap munculnya
mean yang diperoleh oleh kedua kelompok
sikap kreatif. Artinya bahwa sikap kreatif pada
siswa. Hasil ini menunjukkan bahwa dengan
siswa FDS dapat dijelaskan oleh kompetensi
berada di sekolah selama enam hari, maka
interpersonal sebanyak 45%. Seseorang akan
kemampuan interpersonal siswa dapat lebih
disukai oleh orag lain apabila ia dapat
meningkat. Hal ini tidak sejalan dengan hasil
bertindak
menghadapi
peneliti dari Febriana dan Sarbiran (2001)
persoalan, sehingga membuat hidup orang
dimana menunjukkan bahwa siswa yang
lain
berada di full day school akan memberi
kompetensi
juga
interpersonal
efisien
dapat
dalam
lebih
m,udah
dan
menyenangkan. Pada ahli yang mempelajari
47
kesempatan lebih banyak kepada siswa untuk
Munro dan Mann, 1989) dan faktor dari dalam
dapat berinteraksi dengan orang lain.
diri sendiri (Papalia dan Olds, 1993).
Kemudian sikap kreatif pada kedua kelompok
siswa
menunjukkan
Peran
orang
tua
diduga
lebih
adnaya
berpengaruh daripada peran sekolah terhadap
perbedaan. Hal ini memperlihatkan bahwa
perkembangan kemandirian siswa. Kol (dalam
para siswa memiliki persepsi yang hampir
Hartup, 1965) mengatakan bahwa sebagian
sama dalam bersikap kreatif ketika mereka
besar kemandirian seorang anak tergantung
menghadapi lingkungan sekolah yang baru
pada cara orangtua memperlakukan anak dan
dan bertugas dan tugas-tugas yang diberikan
menghadapi tuntutan. Pola asuh orang tua
kepada
juga
dalam keluarga merupakan dasar utama
menunjukkan bahwa sistem full day school
dalam pembentukan pribadi remaha. Sekolah
yang diberikan sekolah kepada siswa kelas I
hanya
SLTP tidak memberikan peningkatan yang
memandirikan
signifikan terhadap kemandirian siswanya.
sekolah. Kemandirian pribadi remaja adalah
Berdasarkan teori 4P (Pribadi, Proses, Produk
hasil satu proses, yaitu proses pertumbuhan
dan Pendorong), yaitu siswa yang kreatif akan
dan proses perkembangan. Jadi keluarga dan
melibatkan diri dalam aktivitas/proses kreatif di
sekolah bersama-sama memiliki tanggung
sekolah dan dengan adanya dorongan dari
jawab untuk memulai dan melangsungkan
guru dan teman sebaya untuk melakukannya
jalannya proses tersebut (Drost, 2002)
mereka.
Kenyataan
ini
berperan
membantu
remaja
orang
sebagai
tua
siswa
di
akan menghasilkan suatu karya/produk yang Kesimpulan
kreatif pula. Jadi kedua sistem sekolah telah berupaya merangsang sikap kreatif para siswa
Berdasarkan hasil pengolahan data
melalui pengajaran dna kegiatan-kegiatan di
peneliti
sekolah.
kemandirian,
day
hubungan
kompetensi
antara
interpersonal
Menurut Christianto (2003), sistem full
dengan sikap kreatif, maka dapat disimpulkan
school
bahwa :
diharapkan
memberikan
peningkatan mutu pendidikan. Hasil peneliti
1. Pada siswa full day school
justru menunjukkan bahwa sistem full day school
mengenai
yang
diberikan
oleh
a) Kemandirian
pihak
memiliki
hubungan
dengan sikap kreatif, yaitu sebesar
penyelenggara sekolah tidak mempengaruhi
0,28 dan signifikansi pada
kemandirian yang ada dalam diri siswa. Hasil
b) Kompetensi
interpersonal
= 0,016 memiliki
inijuga menunjukkan bahwa faktor kondisi
hubungan dengan sikap kreatif, yaitu
belajar
sebesar 0,40 dan signifikansi pada
di
sekolah
tidak
mempengaruhi
kemandirian remaja sebagai siswa di sekolah.
= 0,000
Jika dikaji lebih jauh dari bahasan pada
2. Pada siswa non-full day school
landasan teori tampak bahwa ada faktor lain yang
mempengaruhi
kemandirian,
a) Kemandirian
seperti
memiliki
hubungan
dengan sikap kreatif, yaitu sebesar
keluarga (Adams & Montemayor, 1990), Pola
0,33 dan signifikansi pada
Asuh (Berk, 1994), lingkungan budaya (Keats,
b) Kompetensi
interpersonal
= 0,001 memiliki
hubungan dengan sikap kreatif, yaitu
48
sebesar 0,51 dan signifikansi pada
=
sumbangan
0,000
signifikansi pada
Selanjutnya berdasarkan hasil analisis regresi
sebesar
mengenai
peran
b)
kemandirian,
0,19
dan
= 0,010
Kompetensi
interpersonal
memberikan
sumbangan
kompetensi interpersonal dengan sikap kreatif,
sikap
maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
sebesar 0,34 dan signifikansi pada
1. Pada siswa full day school
= 0,000
a)
Kemandirian memberikan sumbangan terhadap
sikap
sumbangan
sebesar
signifikansi pada b)
sikap
dengan
0,15
dan
sumbangan
interpersonal
kreatif,
dengan
memberikan secara
sikap
bersama-sama kreatif
dengan
sumbangan sebesar 20,5%
terhadap
sumbangan
Kesimpulan lain dari hasil analisis
kompetensi interpersonal dan sikap kreatif
Kemandirian
dan
kompetensi
secara sikap
1. Tidak terdapat perbedaan kamandirian
bersama-sama
antara siswa FDS (mean = 69,04) dan N-
kreatif
dengan
FDS (mean = 66.80). hal ini berarti bahwa kedua kelompok siswa tersebut memiliki skor kemandirian yang tidak berbeda
Kemandirian memberikan sumbangan sikap
sumbangan
kreatif,
sebesar
signifikansi pada
sikap
secara signifikan
dengan
0,16
2. Terdapat
dna
sumbangan dengan
(dengan
terhadap
sumbangan
=
80.11).
bahwa
Hal
ini
kompetensi
tinggi daripada siswa FDS 3. Terdapat perbedaan sikap kreatif pada
Kemandirian
dan
kompetensi
siswa FDS (mean = 85.18) dan N-FDS
memberikan
(mean = 81.70). perbedaan itu muncul
bersama-sama
karena nilai rata-rata yang dihasilkan oleh
interpersonal secara sikap
kreatif
dengan
kedua kelompok siswa tidak sama.
sumbangan sebesar 28,8% 3. Pada siswa FDS dan N-FDS Kemandirian memberikan sumbangan terhadap
hal
interpersonal pada siswa N-FDS lebih
= 0,000
terhadap
mean
menunjukkan
sebesar 0,45 dan signifikansi pada
sumbangan
dalam
(dengan mean = 76.76) dan N-FDS
interpersonal
kreatif,
perbedaan
kompetensi interpersonal pada siswa FDS
= 0,100
Kompetensi memberikan
kemandirian,
memberikan
2. Pada siswa non-full day school
terhadap
perbedaan
menunjukan bahwa :
sumbangan sebesar 18,4%
a)
kompetensi
= 0,004
terhadap
c)
dan
mengenai
sumbangan
b)
sumbangan
sebesar 0,34 dan signifikansi pada
interpersonal
a)
Kemandirian
terhadap
sumbangan
dengan
interpersonal
= 0,192
Kompetensi memberikan
c)
kreatif,
c)
kreatif,
terhadap
sikap
kreatif,
dengan
49
Daftar Pustaka
Adolescence. New York : John Wiley
Febriana, R & Sarbiran. (2001). Pengaruh
& Sons, Inc.
Kemandirian
dan
Kemampuan
Turner, J.S, Helms, D.B. (1995). Lifespan
Menyesuaikan Diri Terhadap Prestasi
Development. (5th ed).
Belajar Siswa Full Day School. Jurnal
Harcourt Brace College Publisher.
Penelitian dan Evaluasi Nomor 4, Thn III,
2001.
Program
Orlando :
Papalia, D. & Olds, Sally W. (1998). Human Development (7th ed). United State of
Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta.
America : Mc Graw Hill Companies,
Buhrmester, D., Gurman, W., Wittenberg, M.T.
Inc.
dan Reis, H.T. (1988). Five Domains
Sarwono, S.W. (2000). Psikologi Remaja.
of Interpersonal Competence in Peer
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Relationship. Journal of Personality
Middlebrook,
and Social Psychology Vol. 55. No. 6,
Psychology and Modern Life. 2nd ed.
991-1008
New York Alfred A. Knopf
Hartup, WW. (1965). Early Presure in Child
Psychology,
in
Human
Illinois
The
Dorsey
Development.
Christianto, Arif. B. 13 Oktober 2003. Perlukah
Developmental
Studies
Sekolah Lima Hari? Jakarta : Kompas.
Press. Santrock, J.W. (2001). Adolescence (8th ed). United State of America : Mc Graw Hill Companies, Inc. Stewart, A.C., dan Friedman, S. (1987). Child Development
:
Infancy
Social
Jakarta : Kompas
Fitzferald, Hivan E & John Paul Mc (1970).
(1980).
Ahmad, D. 1 Juli 2002. Sekolah Lima Hari.
Development, dalam R.D. Parke (Ed)
Kinney
P.N.
Through
50
IKLIM KELAS BELAJAR AKTIF, GAYA BELAJAR DAN KREATIVITAS Sri Wulan, Conny R Semiawan dan Lydia Freyani Hawadi Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara iklim kelas belajar aktif dan gaya belajar dengan kreativitas. Penelitian ini merupakan suatu kajian lapangan dengan tipe non eksperimental korelasional. Subyek penelitian ini terdiri atas 55 orang siswa kelas 3 sekolah dasar yang menerapkan belajar aktif dalam kegiatan pembelajarannya. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa secara umum iklim kelas belajar aktif memiliki korelasi yang cukup sognifikan dengan kreativitas. Antara gaya belajar visual, auditori dan kinestetik dengan kreativitas tidak berkorelasi. Begitu pula antara iklim kelas belajar aktif, gaya belajar visual dan knestetik dengan kreativitas tidak berkorelasi. Sedangkan antara iklim kelas belajar aktif dan gaya belajar auditori secara bersama-sama memiliki hubungan yang signifikan dengan kreativitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa iklim kelas belajar aktif dapat meningkatkan kreativitas siswa kelas 3 sekolah dasar. Oleh karena itu disarankan kepada para pendidik, baik orang tua maupun guru, untuk menyajikan kegiatan pembelajaran yang kondusif bagi pengembangan kreativitas anak, yaitu dengan menciptakan suatu iklim kelas belajar aktif. Selain itu dari penelitian ini dapat diketahui bahwa siswa memiliki gaya belajar yang unik atau berbeda-beda antara satu anak dengan yang lain. Oleh karenanya, dalam rangka meningkatkan kreativitasnya, siswa harus diberikan kesempatan untuk memilih kegiatan kreatif yang sesuai dengan gaya belajarnya tersebut, sehingga daya kreativitas siswa akan berkembang secara optimal. Kata kunci/ keywords : iklim kelas, belajar aktif, gaya belajar, kreativitas Pendahuluan
perlu
Memasuki
era
globalisasi
dengan
segera
diupayakan
dalam
rangka
meningkatkan kualitas sumber daya manusia
berbagai tantangannya, dibutuhkan sumber
sebagai subyek pendidikan.
daya manusia yang tangguh dan unggul serta
Selama
beberapa
kurun
waktu
memiliki integritas diri yang tinggi. Mereka
semakin disadari bahwa ada kekurangan yang
diharapkan tidak hanya memiliki kecerdasan
mendasar pada kegiatan pendidikan yaitu
kognitif saja, tetapi lebih penting dari itu
terletak pada proses belajar mengajarnya.
memiliki daya kreativitas dan kemampuan
Proses
untuk
dalam
mengarah pada cara belajar Duduk, Dengar,
pekerjaan, di bidang akademik dan dalam
Catat dan Hafal (DDCH) (Semiawan, dkk.,
situasi-situasi antar pribadi. Kenyataan yang
1992). Sistem ini didominasi oleh metode
ada
ceramah yang kurang menuntut usaha guru
mengembangkan
di
Indonesia
kinerja
menunjukkan
adanya
belajar
konvensional
yang
keluhan dari dunia kerja tentang kualitas
dan
siswa.
Untuk
mengatasinya
angkatan
dilaksanakan
upaya
peningkatan
kerja
manusianya
serta
sumber
maka kualitas
2001).
pendidikan, khususnya untuk tingkat sekolah
dilakukan
dasar dengan penerapan belajar aktif yang
penguatan dalam bidang pendidikan dalam
disebut dengan CBSA (Cara Belajar Siswa
rangka menjadikan jumlah penduduk yang
Aktif). Sistem ini dianggap paling tepat karena
demikian besar menjadi aset negara yang
proses belajar mengajarnya mengacu pada
Melihat
(Tjokrosuprihartono,
daya
ada
kenyataan
ini
perlu
produktif.
Oleh
karena
pendidikan
sejak
dini
itu
yang
pemulihan dimulai
bagaimana cara belajar yang memungkinkan
dari
siswa berpikir, bersikap dan bertindak.
pendidikan pra sekolah dan pendidikan dasar
51
Pendidik
diharapkan
mampu
Terakhir belajar kreatif dapat menimbulkan
menciptakan iklim kelas yang dapat membawa
kepuasan dan kesenangan yang besar. Dari
anak didik untuk berpartisipasi aktif dalam
uraian ini, berpikir kreatif dapat dinilai sebagai
mencapai kemandirian belajar, memotivasi
segi
siswa
pendidikan.
untuk
pembentukan mempelajari
menemukan sikap
belajar
sesuatu
terutama
yang
bagaimana
(Sembiring,
amat
Sangat
1994).
pendidikan
penting
dalam
disayangkan
khususnya
konteks
pada
sistem
proses
pendidikan
Proses belajar aktif dilaksanakan melalui
formal, masih terdapat kesan kuat bahwa
komunikasi timbal balik dan diarahkan untuk
proses pembelajaran dan iklim kelas yang
mengembangkan gagasan, kreativitas, sikap
tercipta
dan nilai pada diri siswa baik secara mandiri
individual,
maupun dalam kelompok. Dengan demikian
hubungan sosial. Pemikiran yang dilatih di
belajar aktif merupakan solusi yang perlu
sekolah-sekolah
ditempuh dalam mengembangkan sikap dan
ingatan, dan berpikir konvergen (Guilford,
kemampuan anak didik yang dapat membantu
dalam
untuk menghadapi persoalan-persoalan di
hendaknya meresap dalam seluruh kurikulum
masa mendatang secara kreatif dan inovatif.
dan iklim pembelajaran di dalam kelas melalui
Rogers 1962, menekankan bahwa kreativitas
adalah
kecenderungan
kurang
kreativitas
serta
terbatas
Munandar,
faktor-faktor
untuk
memperhatikan
keterampilan
pada
1992).
seperti
:
potensi
sikap
kognisi,
Kreativitas
menerima
keunikan individu, pertanyaan yang berakhir
mengaktualisasikan diri, mewujudkan potensi,
terbuka,
dorongan untuk berkembang dan menjadi
kemungkinan
matang,
untuk
perlu diarahkan pada bagaimana kreativitas
mengaktifkan
dapat dikaitkan dengan semua kegiatan di
kecenderungan
mengekspresikan
diri
dan
semua kemampuan organisme. Jika anak
eksplorasi
(penjajakan)
membuat
pilihan.
dan
Perhatian
dalam kelas dan setiap saat.
didik dibantu dalam hal ini, maka ia akan
McCarthy
(dalam
Samples,
2002)
mampu mencapai apa yang oleh Maslow
menyatakan dalam memandu pembelajaran,
disebut aktualisasi diri (Maslow dan Rogers,
perlu dikenali gaya belajar siswa. Lebih
dalam Munandar, 1999). Semiawan, 1984
penting
mengurai konsep Treffinger, 1980 (dalam
pembelajaran yang secara sistematis dapat
Hawadi dkk., 2001) bahwa ada empat alasan
membiarkan
penting mengapa anak perlu belajar kreatif,
pilihan dalam belajar. Guru harus mampu
yaitu : belajar kreatif membantu anak menjadi
memenuhi dan mengembangkan gaya belajar
lebih
yang dimiliki siswanya. Menurut DePorter dan
berhasil
menciptakan untuk
guna,
belajar
kreatif
kemungkinan-kemungkinan
memecahkan
masalah
yang
Hernacki
lagi
perlu
siswa
(1992)
disajikan
menjelajahi
gaya
belajar
proses
berbagai
adalah
tidak
kombinasi dan cara seseorang menyerap,
mampu diramalkan yang timbul di masa
kemudian mengatur serta mengolah informasi.
depan, belajar kreatif dapat menimbulkan
Pendidik hendaknya menyadari bahwa siswa
akibat yang besar pada kehidupan seseorang
memiliki berbagai gaya belajar yang bersifat
bahkan dapat mengubah karir pribadi serta
unik. Sebagian siswa lebih mudah belajar
dapat menunjang kesehatan jiwa dan badan.
secara visual, sebagian yang lain secara
52
auditorial, suka mendengarkan, dan sebagian
yang terlibat secara intelektual dan emosional,
yang lain kelompok interaktif (berinteraksi
sehingga
dengan orang lain). Setelah memahami gaya
berpartisipasi aktif dalam melakukan kegiatan
belajar
belajar. Hamachek (dalam Kauchak & Eggen,
siswanya,
maka
guru
dapat
ia
betul-betul
1993)
memberikan
climate is the sum of student attitudes,
belajar
yang
individual, bermakna dan efektif.
feelings,
Jadi sesungguhnya setiap manusia
and
bahwa;
dan
menciptakan suasana belajar yang dapat pengalaman
mengemukakan
berperan
beliefs
Classroom
about
learning
enviroment.
Kauchack
&
Eggen
dapat memiliki daya kreativitas yang optimal
menambahkan
iklim
yang
positif
sesuai dengan kemampuan dirinya, namun
memungkinkan
bila
yang
kenyamanan dalam belajar, kerena begitu
memadai yang dalam hal ini melalui proses
siswa memasuki ruang kelasnya ia merasa
pembelajaran
kebutuhan
nyaman dan mengetahui bahwa mereka akan
belajarnya, maka potensi tersebut tidak akan
diperlukan sesuai dengan karakteristik dirinya.
tampil secara optimal. Oleh karena itu, penulis
Sebaliknya iklim kelas yang negatif membuat
tertarik untuk meneliti apakah iklim kelas
siswa tidak nyaman di dalam kelas dan
belajar
efektif
merasa di salahkan jika berbicara sesuatu di
pengembangan
luar yang dialaminya. Dari berbagai pendapat
kreativitas siswa? Dan apakah gaya belajar
ini dapat disimpulkan bahwa iklim kelas belajar
siswa yang berbeda-beda dalam kelas turut
aktif merupakan iklim kelas positif yang
menentukan peningkatan kreativitas siswa?
memungkinkan siswa untuk terlibat secara
tidak
memperoleh
dan
aktif
diterapkan
rangsangan
pemenuhan
benar-benar
dalam
upaya
cukup
kelas
siswa
mendapatkan
aktif baik intelektual maupun emosional juga Rumusan Masalah
fisiknya
Permasalahan dalam penelitain ini dirumuskan
ditunjukkan dengan suasana belajar yang
sebagai berikut :
tercipta di dalamnya yang dapat memberikan
1. Apakah ada hubungan antara iklim
dalam
belajar.
Iklim
kelas
ini
siswa rasa aman atau kenyamanan secara
kelas belajar aktif dengan kreativitas
psikologis dalam belajar.
siswa? Dimensi-dimensi Iklim Kelas
2. Apakah ada hubungan antara gaya belajar dengan kreativitas siswa?
Pada tahun 1972, Trickett dan Moos
3. Apakah ada hubungan antara iklim
(dalam
Sembiring,
1994)
melakukan
kelas belajar aktif dan gaya belajar
serangkaian penelitian mengenai lingkungan
dengan
kelas dan mengembangkan skala lingkungan
kreativitas
siswa
secara
bersama-sama?
kelas yang menilai 9 dimensi interaksi sosial di suatu lingkungan kelas. Kesembilan dimensi
Tinjauan Pustaka
ini mempengaruhi terciptanya iklim psikologis
Iklim Kelas Belajar Aktif
tertentu di dalam kelas (Lindgren, 1980 dalam
Menurut Djamarah (2000) belajar aktif adalah
suatu
proses
kegiatan
Ramelan, 1989). Sembilan dimensi tersebut
interaksi
adalah :
edukatif yang subyeknya adalah anak didik
53
1. Keterlibatan
Dimensi ini menekankan pada kejelasan
Dimensi ini merefleksikan sebarapa jauh
peraturan-peraturan
minat individu dalam aktivitas-aktivitas di
bagaimana sanksi yang diberlakukan bila
kelas seperti diskusi, kerja kelompok, dan
atuturan tersebut dilanggar.
sebagainya.
yang
ada
dan
8. Kontrol guru
2. Afiliasi
Dimensi ini menekankan pada keluwesan
Dimensi ini mencerminkan seberapa jauh
dan kekakuan guru dalam menerapkan
tingkat
aturan serta sanksi-sanksi yang ada.
keintiman
individu.
Kebutuhan
direalisasikan seperti
hubungan
dalam
kerjasama,
antara
akan
afiliasi
bentuk
aktiviats
sosialisasi
9. Inovasi Dimensi ini menggambarkan keterlibatan
dan
siswa
dalam
perencanaan
aktivitas-
persahabatan.
aktivitas di kelas. Demikian pula dengan
3. Dukungan dari guru
metode pengajaran yang digunakan oleh
Dimensi ini mengukur seberapa jauh guru memberikan
dukungan
atau
guru.
bantuan
Kesembilan
terhadap siswa, atau perhatian serta
terpisahkan
keterlibatan emosi guru dengan siswa.
merefleksikan
4. Orientasi tugas Dimensi
ini
lingkungan menekankan
seberapa
dimensi
namun
saling
iklim kelas
ini
tidak
berinteraksi
psikologis
dalam
sebagaimana
yang
dipersepsikan oleh siswa
pentingnya penyelesaian aktivitas-akivitas Gaya Belajar (Learning Style)
yang telah direncanakan. Dalam dimensi ini diukur juga bagaimana sikap para
Gaya
belajar
merupakan
siswa terhadap tugas-tigas akademik yang
kecenderungan siswa untuk mengadaptasi
ada
strategi tertentu dalam belajarnya sebagai
dan
seberapa
jauh
keterlibatan
mereka dengan tugas-tugas tersebut.
bentuk tanggung jawabnya dengan secara
5. Kompetisi
aktif mencoba dan mencari melalui suatu
Dimensi ini menekankan pada aspek
proses, internalisasi dan konsentrasi hingga
kompetisi atau persaingan antar siswa
akhirnya
dalam kegiatan belajar. Adapun bentuk
belajar yang sesuai dengan tuntutan belajar di
situasi kompetisi din kelas antara lain
kelas/ sekolah maupun tuntutan dari mata
adalah pemberian nilai-nilai sebagai hasil
pelajaran. Siswa akan belajar dengan gaya
belajar, ujian periodik, nilai raport dan
belajar yang berbeda-beda. Beberapa siswa
sebagainya (Wall, 1977)
akan belajar secara perlahan-lahan; yang
6. Keteraturan dan Pengorganisasian Dimensi
ini
keteraturan
menekankan tingkah
pengorganisasian
laku
lainnya
mendapatkan
agak
cepat.
satu
pendekatan
Beberapa
akan
keteratiran-
membutuhkan bantuan guru, yang lainnya
siswa
dan
mampu belajar mandiri. Kebanyakan siswa
dan
akan menggunakan salah satu gaya belajar
tugas-tugas
aktivitas kelas secara menyeluruh.
dan dilain waktu menggunakan gaya belajar
7. Kejelasan Aturan
yang lain. Walaupun siswa akhirnya akan memilih yang paling cocok dibanding yang
54
lainnya. Dalam menemukan berbagai cara
langsung, senang/ selalu bersedia bergerak,
untuk mengatasi gaya belajar, secara umum
menyentuh dan mengalami. Untuk tingkatan
ada dua kategori utama tentang bagaimana
tertentu, banyak orang menggunakan ketiga
seseorang
tipe; tetapi
belajar.
Pertama,
bagaimana
kebanyakan orang menunjukkan
menyerap informasi dengan mudah yang
kecenderungan dominasi pada salah satu
disebut sebagai modalitas belajar dan kedua,
diantara ketiganya.
cara
mengatur
dan
mengolah
informasi
Untuk
mengetahui
modalitas
tersebut yang dinamakan sebagai dominasi
seseorang, ada beberapa cara, yaitu dengan
otak (DePorter, 1992).
memperhatikan
ciri-ciri
belajar
mendengarkan
Menurut
DePorter
dan
Hernacki
dan
perilakunya
ketika
ungkapan-
(1992), pada awal pengalaman belajar, salah
ungkapan yang digunakan yang menunjukkan
satu
mengenali
kecenderungan belajar seseorang (DePorter
dominasi modalitas visual, auditorial atau
dan Hernacki, 1999). Rose, 1987 membuat
kinestetik (V
K). Orang visual belajar
sebuah bagan yang dapat membantu untuk
melalui apa-apa yang mereka lihat, senang
mengetahui tipe belajar seseorang, apakah
melihat gambar, diagram, peragaan atau
Visual,
menonton video. Auditorial belajar melalui apa
kalimat pada kolom dalam bagan merupakan
yang mereka dengar, senang mendengarkan
ciri-ciri dari ketiga gaya belajar (V
rekaman, kuliah, perdebatan, diskusi dan
Kolom dengan kalimat terbanyak yang sesuai
instruksi verbal. Tipe kinestetik belajar lewat
dengan
gerak/aktivitas fisik, sentuhan dan keterlibatan
belajar yang utama.
langkah
pertama
A
adalah
Auditori
dirinya
atau
Kinestetik.
Kalimat-
A
mengidentifikasikan
K).
gaya
Bagan Ciri-ciri Gaya Belajar Visual, Auditori, Kinestetik (Rose, 1987) Visual Suka membaca, menonton televisi, menonton film, mengisi TTS, lebih suka membaca ketimbang dibacakan, memperhatikan ekspresi wajah ketika berbicara. Mengingat orang melalui penglihatan, mengingat kata-kata dengan melihat dan biasanya bagus dalam mengeja, perlu waktu lebih lama untuk mengingat suatu urutan abjad jika tidak disebutkan awalnya. Kalau memberi atau menerima penjelasan arah lebih suka memakai peta/ gambar. Selera pakaian; bergaya, penampilan penting, warna pilihannya sesuai, tertata atau terkoordinasi. Menyatakan emosi melalui
Auditori
Kinestetik
Suka mendengar radio, musik, sandiwara-drama, atau lakon, debat, suka cerita yang dibacakan kepadanya dengan berbagai ekspresi.
Menyukai kegiatan aktif, baik sosial maupun olahraga, seperti menari dan lintas alam.
Ingat dengan baik nama orang, bagus dalam mengingat fakta, suka berbicara dan punya perbendaharaan kata luas.
Ingat kejadian-kejadian, atau hal-hal yang terjadi.
Menerima atau memberikan penjelasan arah dengan katakata. Senang menerima instruksi secara verbal. Selera ; yang penting label, mengetahui siapa perancangnya dan dapat menjelaskan pilihan pakaian. Mengungkapkan emosi
Memberi dan menerima penjelasan arah dengan mengikuti jalan yang dimaksud. Selera ; nyaman dan rasa , bahan lebih penting daripada gaya.
55
Mengungkapkan
emosi
ekspresi muka.
Aktivitas kreatif ; menulis, menggambar, melukis, merancang (mendesain), melukis di udara. Menangani proyek dengan merencanakan sebelumnya. Mengorganisasikan rencana permainan dengan menghimpun daftarnya terlebih dahulu. Berorientasi detail. Cenderung berbicara cepat tetapi mungkin cukup pendiam di dalam kelas. Berhungan dengan orang lain lewat kontak mata dan ekspresi wajah. Saat diam suka melamun atau menatap ke angkasa. Menjalankan bisnis atas dasar hubungan personal antar wajah. Punya ingatan visual bagus, ingat dimana meninggalkan sesuatu beberapa hari yang lalu. Merespon lebih baik ketika anda perlihatkan sesuatu ketimbang cerita tentangnya.
secara verbal melalui perubahan nada bicara atau vokal. Aktivitas kreati ; menyanyi, mendongeng (mngobrol apa saja), bermain musik, berdebat, membuat cerita lucu, berfilosofi. Menangani proyek dengan berpijak pada prosedur, memperdebatkan masalah, mengatasi solusi verbal.
melalui bahasa tubuh-gerak/ nada otot.
Berbicara dengan kecepatan sedang, suka bicara bahkan di dalam kelas. Berhubungan dengan orang lain lewat dialog, diskusi terbuka.
Berbicara agak lambat.
Aktivitas kreatif ; kerajinan tangan, berkebun, menari, berolahraga.
Menangani proyek langkah demi langkah, suka menggulung lengan bajunya dan terlibat secara fisik.
Saat diam suka bercakapcakap dengan dirinya sendiri. Suka menjalankan bisnis melalui telpon.
Berhubungan dengan orang lain lewat kontak fisik, mendekat/ akrab, menyentuh. Saat diam, merasa gelisah, tidak bisa duduk tenang. Suka melakukan urusan seraya melakukan sesuatu.
Cenderung mengingat dengan baik kata-kata dan gagasan yang pernah diucapkan.
Ingat lebih menggunakan alat belajar tiga dimensi.
Merespon lebih baik tatkala mendengar informasi ketimbang membaca.
Belajar konsep lebih baik dengan menangani objek secara fisik.
Untuk menentukan dominasi otak dan
dan Tobias (1996), menyebut gaya-gaya ini
bagaimana kita memproses informasi, dapat
sebagai berikut :
diguanakan
1. Sekuensial Konkret (SK)
model
yang
pertama
baik bantu
kali
dikembangkan oleh Gregorc (DePorter, 1992).
Gaya
berpikir
ini
berpegang
pada
Kajian investigatifnya menyimpulkan adanya
kenyataan dan proses informasi dengan
dua kemungkinan dominasi otak :
cara yang teratur, linear dan sekuensial.
1. Persepsi konkret dan abstrak, dan
Catatan atau tulisan adalah cara yang baik
2. Kemampuan
bagi
pengaturan
secara
tipe
ini
untuk
belajar.
Siswa
sekuensial (linear) dan acak (non
cenderung menangkap pelajaran yang
linear).
dipresentasikan secara verbal dan dapat
Berdasarkan dominasi otak ini dapat
dilihat. Sulit menangkap pelajaran yang
dipadukan
menjadi
empat
kombinasi
bersifat abstrak dan memerlukan daya
kelompok perilaku yang disebut gaya berpikir.
imajinasi yang kuat. Membutuhkan banyak
Gregorc (dalam DePorter & Hernacki, 1992)
contoh
atau
peragaan
dan
dengan sistematis/berurutan.
56
disajikan
2. Acak Konkret (AK) Mempunyai
pemecahan masalah. Kreativitas meliputi baik
sikap
yang
ciri-ciri aptitude (fluency, flexibility, originality)
diiringi perilaku yang kurang terstruktur.
dan non aptitude (rasa ingin tahu, senang
Seperti
bertanya dan selalu mencari pengalaman
SK,
kenyataan
eksperimental
mereka tapi
berdasarkan
ingin
melakukan
baru).
pendekatan trial and error. Mempunyai
Munandar
(1999)
mengemukakan
dorongan yang kuat untuk menemukan
pengertian kreativitas berkaitan dengan 3
alternatif dengan cara-cara mereka sendiri
tekanan kemampuan; pertama, kemampuan
dan
untuk
lebih
berorientasi
pada
proses
daripada hasil.
(membuat
kombinasi baru berdasarkan data, informasi
3. Acak Abstrak (AA) Dunia
mengkombinasikan
nyata
atau
bagi
ini
yang
ada);
kedua,
adalah
kemampuan memecahkan atau menjawab
perasaan dan emosi. Mereka tertarik pada
masalah dimana penekanannya adalah pada
nuansa dan sebagian lagi pada dunia
kuantitas,
mistis. Menyerap ide-ide, informasi dan
jawaban; ketiga, kemampuan yang secara
kesan
operasional
serta
siswa
unsur-unsur
mengorganisasikannya
ketepatgunaan
dan
mencerminkan
keluwesan
dan
kemampuan untuk mengelaborasi gagasan.
dengan
sangat
dirinya,
tergantung
baginya
semua
Dari
berbagai
orisinalitas
kelancaran,
melalui refleksi. Cara belajar tidak teratur penjadualan
dan
keragaman
definisi
berpikir
yang
ada
serta
dapat
pengalaman hidup merupakan pelajaran
dikemukakan bahwa kreativitas pada intinya
yang berharga.
merupakan
4. Sekuensial Abstrak (SA)
kemampuan
seseorang
untuk
melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa
Realitas bagi siswa ini adalah dunia teori
gagasan maupun karya nyata, baik dalam
metafisik dan pemikiran abstrak teoritis.
bentuk ciri-ciri aptitude maupun non aptitude,
Senang
baik dalam karya baru maupun kombinasi
berpikir
dalam
konsep
dan
menganalisis informasi serta menyukai
dengan
keteraturan.
semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang
Senang
membaca
dan
menyukai penelitian, lebih suka belajar
hal-hal
yang
sudah
ada,
yang
telah ada sebelumnya.
secara individual. Unsur-unsur kreativitas Kreativitas
Berbicara mengenai unsur kreativitas,
Banyak
definisi
yang
banyak tergantung pada definisi yang diikuti.
diungkapkan secara berbeda-beda. Gallagher
Misalnya menurut Clark (dalam Munandar,
(1975)
1999)
mengemukakan
kreativitas
kreativitas
adalah
unsur
kreativitas
meliputi
pikiran,
kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang
perasaan, kesadaran, dan intuisi. Sedangkan
baru,
menurut
yang
Sedangkan Hawadi,
belum menurut
2001)
kemampuan
untuk
ada
sebelumnya.
Semiawan
kreativitas memberikan
(dalam
(1980)
Munandar (dalam
(1977,
1988)
Glover
Munandar,
1999)
melihat
merupakan
adanya empat unsur dalam kreativitas, yaitu :
gagasan-
pertama, kelancaran (fluency) dalam berpikir
gagasan baru dan menerapkannya dalam
adalah
57
kemampuan
untuk
memberikan
gagasan-gagasan pada obyek tertentu dengan cepat
dan
tepat.
(fleksibilitas),
yaitu
Kedua,
4. Sarana.
kelenturan
kemampuan
Menyediakan
merangsang
untuk
sarana
dorongan
yang
eksperimentasi
dan eksplorasi merupakan unsur penting
memberikan gagasan yang beragam, bebas
dalam mengembangkan kreativitas.
dari perseverasi. Ketiga, elaborasi, yaitu
5. Lingkungan yang merangsang.
kemampuan untuk mengembangkan, merinci,
6. Hubungan
orangtua-anak
yang
tidak
dan memperkaya atau memperluas suatu
posesif. Orang tua tidak terlalu melindungi
gagasan.
yaitu
anak, mendorong anak untuk mandiri dan
kemampuan untuk memberikan gagasan yang
percaya diri, dua kualitas yang sangat
secara statistik unik dan langka untuk populasi
mendukung kreativitas.
Keempat,
orisinalitas,
tertentu, kemampuan untuk melihat hubungan-
7. Cara
mendidik
anak.
Mendidik
anak
hubungan baru, atau kombinasi baru antara
secara demokratis dan permisif di rumah
bermacam-macam unsur atau bagian.
dan
Pengembangan Kreativitas
sedangkan
Kreativitas dapat dimiliki oleh setiap orang,
tergantung
lingkungannya
sekolah
meningkatkan cara
kreativitas
mendidik
otoriter
memadamkan kreativitas.
apakah
8. Kesempatan
untuk
memperoleh
memberikan dorongan dan pengaruh atau
pengetahuan.
tidak
Menurut
pengetahuan yang dapat diperoleh anak,
Hurlock (1997) macam-macam kondisi yang
semakin baik dasar untuk mencapai hasil
dapat
yang kreatif.
pada
pengembangannya.
meningkatkan
atau
mendorong
Semakin
banyak
kreativitas, adalah : Metode Penelitian
1. Waktu : untuk menjadi kreatif kegiatan anak
seharusnya
tidak
Subyek Penelitian
dibatasi
sedemikian rupa sehingga hanya sedikit
Dalam penelitian ini subyek yang
waktu bebas bagi mereka untuk bermain
digunakan sebanyak 55 orang siswa Sekolah
dengan gagasan-gagasan dan konsep-
Dasar dengan rentang usia antara 8 tahun 10
konsep dan mencobanya dalam bentuk
bulan sampai dengan 9 tahun 9 bulan. Terdiri
baru dan orisinal.
atas
2. Kesempatan
menyendiri.
Singer
25
siswa
laki-laki
dan
30
siswa
perempuan.
menerangkan anak membutuhkan waktu Instrumen Penelitian
dan kesempatan untuk menyendiri untuk mengembangkan
kehidupan
imajinatif
Alat ukur yang digunakan dalam
yang kaya.
penelitian ini terdiri atas 3 macam, yaitu
3. Dorongan. Terlepas dari seberapa jauh
kuesioner iklim kelas belajar aktif, kuesioner
prestasi anak memenuhi standar orang
gaya
belajar/
dewasa, mereka harus didorong untuk
Kreativitas Figural. Kuesioner iklim kelas
kreatif dan bebas dari ejekan dan kritik
belajar aktif disusun berdasarkan dimensi-
yang seringkali dilontarkan pada anak
dimensi
yang kreatif.
dikembangkan oleh Trickett dan Moos (dalam
skala
gaya
berpikir,
lingkungan
dan
kelas
Tes
yang
Ramelan, 1989) yang memcerminkan iklim
58
psikologis tertentu yang tercipta dalam kelas.
fleksibilitas, orisinalitas, bonus orijinalitas dan
Disamping itu item yang dibuat disesuaikan
elaborasi.
dengan prinsip-prinsip dan indikator belajar aktif. Kuesioner gaya belajar dan gaya berpikir
Hasil Penelitian
disusun berdasarkan ciri-ciri gaya belajar
Dalam pengujian hipotesis, variabel gaya
visual,
belajar dibagi dalam 3 kelompok, kelompok
auditori
dan
kinestetik
yang
dikemukakan oleh Rose (1987) dan ciri-ciri
visual,
gaya berpikir yang dikemukakan oleh Tobias
kinestetik. Dari hasil identifikasi gaya belajar
(1996). Sedangkan Tes Kreativitas Figural
didapat hasil 36% siswa bergaya belajar
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Visual, 31% siswa bergaya belajar Auditori
Tes Kreativitas Figural bentuk lingkaran dari
dan 18% siswa bergaya belajar Kinestetik
Torrance (1974) yang telah diadaptasikan dan
serta
dibakukan untuk murid-murid Indonesia oleh
kecenderungan pada dua gaya belajar (AV,
Utami Munandar (1988). Tes lingkaran ini
VK dan AK).
mengukur
aspek-aspek
kelompok
sisanya
auditori
15%
dan
kelompok
siswa
memiliki
kelancaran,
Tabel 1. Hasil uji regresi antara iklim kelas dengan kreativitas Variabel Iklim
kelas
dan
P (sig)
R
R2
Persamaan regreasi
0.013
0.301
0.09
Y(kreativitas) = 143.331
0.493(iklim kelas)
Kreativitas siswa
Dari tabel dapat terlihat bahwa ada hubungan
sebesar 9%. Dari nilai F yang dihasilkan
yang signifikan antara iklim kelas dengan
didapatkan bahwa F hitung (5.272) lebih besar
kreativitas. Besar korelasinya adalah 0.301
daripada F tabel (4.03) sehingga dapat
dengan
0.013.
disimpulkan bahwa persamaan regresi yang
Koefisien determinasi yang dihasilkan sebesar
dihasilkan dapat memprediksikan hubungan
0.09 hal ini berarti bahwa variabel iklim kelas
antara iklim kelas dengan kreativitas siswa.
nilai
signifikansi
sebesar
dapat menjelaskan variabel kreativitas siswa
Tabel 2. Hasil uji regresi antara gaya belajar visual dengan kreativitas Variabel
P (sig)
R
R2
Persamaan regreasi
Gaya belajar Visual
0.634
0.066
0.04
Y(kreativitas) = 118.829
dan kreativitas siswa
Pada
variabel
(constant)
0.474
(gaya
belajar)
dan
didapatkan bahwa F hitung adalah 0.229 lebih
kreativitas siswa nilai korelasi kedua variabel
kecil dari F tabel (4.03) maka hubungan antara
sebesar 0,066 dengan signifikansi 0.634 yang
gaya belajar visual dengan kreativitas tidak
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
nyata dan hal ini juga bisa dikatakan bahwa
signifikan antara gaya relajar visual dengan
persamaan
kreativitas
gaya
siswa.
Dari
belajar
hasil
visual
uji
nilai
F
59
regresi
itu
tidak
dapat
memprediksikan
hubungan
antara
gaya
belajar visual dengan kreativitas.
Tabel 3. Hasil uji regresi antara gaya belajar auditori dan kreativitas siswa Variabel
P (sig)
R
R2
Persamaan regreasi
Gaya belajar auditori dan
0.095
0.179
0.032
Y(kreativitas) = 109.292 + 1.259(gaya belajar)
kreativitas siswa
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa tidak ada
kecil dari nilai F tabel (4.03) sehingga
hubungan yang signifikan antara gaya belajar
persamaan regresi yang dihasilkan tidak
auditori dengan kreativitas siswa, dimana
relevan
besaran korelasinya adalah 0.179 dengan
variabel gaya belajar auditori dengan variabel
signifikansi sebesar 0.095. Dan dari nilai F
kreativitas siswa.
untuk
memprediksikan
hubungan
diketahui bahwa nilai F hitung (1.760) lebih
Tabel 4. Hasil uji regresi gaya belajar kinestetik dengan kreativitas siswa. Variabel
P (sig)
R
R2
Persamaan regreasi
Gaya belajar kinestetik
0.244
0.096
0.009
Y(kreativitas) = 118.767
0.555(gaya belajar)
dan kreativitas siswa
Dari uji regresi didapatkan nilai R sebesar
kreativitas siswa. Dari nilai F juga didapatkan
0.096 dengan nilai signifikansi 0.244. nilai R ini
bahwa F hitung (0.488) lebih kecil dari F tabel
tergolong sangat kecil dan dapat disimpulkan
(4.03) sehingga persamaan regresi tersebut
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
tidak relevan untuk memprediksikan hubungan
antara
gaya belajar kinestetik dengan kreativitas
gaya
belajar
kinestetik
dengan
Tabel 5. Hasil uji regresi antara iklim kelas dan gaya belajar visual terhadap kreativitas Variabel
P (sig)
R
R2
Persamaan regreasi
Gaya belajar visual, iklim
0.059
0.321
0.103
Y(kreativitas) = 149.638
kelas dengan kreativitas
0.521(iklim
kelas)
-
0.821 (gaya belajar visual)
siswa
Hasil uji regresi antara iklim kelas, gaya
disimpulkan
belajar visual dengan kreativitas menghasilkan
tersebut
nilai R sebesar 0.321 dengan nilai signifikansi
hubungan antara variabel iklim kelas dan gaya
0.059 yang menunjukkan bahwa tidak ada
belajar visual dengan kreativitas. Dari kedua
hubungan yang signifikan antara gaya belajar
variabel independent yang ada, hanya iklim
visual dan iklim kelas secara bersama-sama
kelas yang memberikan kontribusi signifikan
dengan kreativitas siswa. Pada uji F juga
terhadap pembentukan kreativitas dengan nilai
didapatkan bahwa nilai F hitung (2,990) lebih
signifikansi 0.0.
kecil dari F tabel (3.18) sehingga dapat
60
bahwa tidak
persamaan
dapat
regresi
memprediksikan
Tabel 6. hasil uji regresi iklim kelas dan gaya belajar auditori terhadap kreativitas siswa
Variabel
P (sig)
R
R2
Persamaan regreasi
Gaya belajar auditori, iklim
0.036
0.347
0.120
Y(kreativitas) = 136.434
kelas dengan kreativitas
0.486(iklim
kelas)
+
1.212 (gaya belajar auditori)
siswa
Dari hasil uji regresi antara gaya belajar
signifiikansi
auditori,
Variabel
iklim
kelas
dengan
kreativitas
dari
iklim
masing-masing
belajar
kelas
variabel.
memberikan
didapatkan nilai R sebesar 0.347 dengan nilai
kontribusi yang signifikan terhadap kreativitas
signifikansi 0.036. Hal ini menunjukkan bahwa
dengan
secara bersama-sama gaya belajar auditori
Sedangkan trait dari gaya belajar auditori tidak
dan iklim kelas mempunyai hubungan yang
signifikan dengan nilai signifikansi 0.191 lebih
signifiikan dengan kreativitas siswa. Dari tabel
besar dari 0.05.
juga terlihat bahwa kedua variabel (gaya
Dari nilai F diketahui bahwa F hitung (3.553)
belajar auditori dan iklim kelas) memberikan
lebih besar dari F tabel (3.18) sehingga
pengaruh
terhadap
persamaan regresi yang dihasilkan relevan
pembentukan kreativitas, lainnya dipengaruhi
untuk memprediksikan hubungan gaya belajar
oleh
auditori dan iklim kelas dengan kreativitas
sebesar
faktor-faktor
12%
lain.
Selanjutnya
dari
koefisien regresi dapat dilihat pula tingkat
nilai
signifikansi
sebesar
0.027.
siswa.
Tabel 8. Hasil uji regresi iklim kelas, gaya belajar kinestetik dengan kreativitas
Variabel
P (sig)
R
R2
Persamaan regreasi
Gaya belajar kinestetik,
0.078
0.306
0.093
Y(kreativitas) = 144.159
iklim kelas dengan
0.480(iklim
kelas)
-
0.315 (gaya belajar kinestetik)
kreativitas siswa
Dari hasil uji regresi antara iklim kelas, gaya
gaya belajar kinestetik tidak secara signifikan
belajar
memberikan kontribusi terhadap kreativitas
kinestetik
dengan
kreativitas
didapatkan niali R sebesar 0.306 dengan
siswa dengan nilai signifikansi sebesar 0.686.
signifikansi 0.078. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
Hasil Tambahan
iklim kelas dan gaya belajar kinestetik dengan
Dari penelitian ini dilakukan juga penyebaran
kreativitas. Selanjutnya dari koefisien regresi
kuesioner gaya berpikir, karena gaya berpikir
dapat
masing-
sesungguhnya merupakan bagian dari gaya
masing variabel independen. Variabel iklim
belajar. Setelah dilakukan pengidentifikasian
kelas memberikan kontribusi yang signifikan
gaya berpikir pada siswa yang berjumlah 55
terhadap
anak, maka diperoleh hasil bahwa gaya
dilihat
tingkat
kreativitas
signifikansi
siswa.
Nilai
signifikansinya sebesar 0.032. Sedangkan trait
berpikir
61
Sekuensial
Konkret
(SK)
paling
banyak dimiliki oleh siswa yaitu sebesar 38%.
gagasan siswa, waktu yang cukup untuk
Sedangkan gaya berpikir yang paling sedikit
memikirkan dan mengembangkan ide atau
dimilki adalah gaya berpikir Acak Abstrak (AA)
gagasan kreatif, suasana saling menghargai
yaitu sebesar 11% saja. Anak laki-laki paling
dan saling menerima antar anak atau siswa,
banyak bergaya Sekuensial Konkret (SK)
antara siswa dan guru, sehingga mereka
(44%), sedangkan anak perempuan paling
dapat belajar, bekerja secara bersama-sama
banyak memiliki gaya berpikir Sekuensial
maupun
Konkret (SK) (33%).
berpikir divergen, suasana yang hangat dan
mandiri
mendukung, Diskusi
kebebasan
dengan
memberi untuk
baik.
Kegiatan
keamanan
berpikir
dan
menyelidiki
Hasil pengujian hipotesis pertama
(eksploratif), semua siswa terlibat, dan sikap
menunjukkan bahwa iklim kelas belajar aktif
positif terhadap kegagalan. Semua prasyarat
secara signifikan berkorelasi dengan tinggi
ini ada dalam kelas yang menerapkan belajar
rendahnya kreativitas siswa. Hal ini sesuai
aktif, misalnya siswa diberikan kesempatan
dengan
oleh
untuk memberikan gagasannya tentang tema
apa
Feldhusen
dikemukakan
Treffinger
(1980)
seperti
apa yang akan dibahas pada pertemuan yang
Munandar,
1992
(dalam
akan datang. Dengan demikian iklim kelas
Hawadi, dkk., 2001) bahwa upaya yang dapat
yang tercipta dalam belajar aktif sangat
dilakukan
mendukung perkembangan kreativitas siswa
diuraikan
dan
yang
oleh
untuk
mengkondisikan
suasana
yang mendukung tumbuh dan berkembangnya kreativitas
belajar,
Dari pengujian hipotesis kedua, ketiga
mengacu pada adanya pengaturan fisik /
dan keempat didapat hasil bahwa hubungan
lingkungan kelas serta persiapan dan perilaku
gaya belajar visual, auditori dan kinestetik
guru dalam layanan pembelajaran. Kelas yang
dengan kreativitas ternyata tidak signifikan
menggunakan
mampu
positif. Artinya bahwa gaya belajar apapun
menciptakan suasana belajar yang kondusif
baik itu visual, auditori maupun kenestetik
bagi siswa untuk berkreasi, sehingga daya
yang dimiliki siswa tidak menentukan tinggi
kreativitasnya terasah dengan baik. Hal ini
rendahnya kreativitas. Jadi pada hakikatnya
terbukti berdasarkan gambaran CQ (Creativity
semua siswa dengan gaya belajar apapun
Quotient) di tempat penelitian terdapat 64%
memiliki potensi kreatif. Hal ini sesuai dengan
siswa memiliki CQ baik, sedangkan yang
pendapat yang dikemukakan Rose (1997)
memilki CQ tinggi sebesar 16%. Dengan
yang mengatakan bahwa aktivitas kreatif biasa
demikian sebagian besar siswa dalam kelas
diterapkan oleh siswa dari gaya belajar
tersebut memiliki kemampuan kreativitas yang
apapun sesuai dengan cirinya masing-masing.
baik. Selanjutnya hal ini dikuatkan oleh
Rose melakukan identifikasi gaya belajar
pendapat Semiawan (1984, dalam Hawadi
siswa
dkk., 2001) bahwa untuk menciptakan iklim
dipilihnya; siswa yang bergaya visual biasanya
kelas
akan menunjukkan aktivitas kreatif berupa
dan
anak
dalam
belajar
suasana
kegiatan
secara lebih optimal.
aktif
pembelajaran
yang
berdasarkan
kreatif
menggambar,
yang
mendorong dan menunjang pemikiran kreatif
kegiatan
dibutuhkan : keterbukaan terhadap minat dan
merancang atau mendesain, dan melukis di
62
menulis,
aktivitas
melukis,
udara.
Sedangkan
lebih
2001) merupakan tahap persiapan, kemudian
menunjukkan kegiatan kreatif berupa kegiatan
dilanjutkan aktivitas otak belahan kanan untuk
menyanyi, mendongeng atau mengobrol apa
mengerami
saja, bermain musik, membuat cerita lucu,
merupakan tahap yang sangat penting dalam
berdebat dan juga berfilosofi. Sedangkan
proses kreatif, oleh karenanya seseorang
siswa yang bergaya kinestetik lebih cenderung
memerlukan kesempatan untuk mengadakan
menampakkan kemampuan kreatif dalam hal
refleksi secara tenang pada tahap ini. Jadi
kerajinan
dan
berdasarkan
berolahraga. Jadi mungkin perbedaan gaya
disimpulkan
belajar tidak menentukan tinggi rendahnya
kemampuan
kreativitas tetapi menentukan bentuk kegiatan
mengimplikasikan terjadinya eskalasi dalam
kreativitas yang dipilih oleh siswa. Di samping
kemampuan berpikir. Gaya berpikir dalam hal
itu
tentang
ini turut menentukan apakah seorang anak
kreativitas, kita mengetahui bahwa Sternberg
akan menjadi pribadi yang memiliki daya
dalam three facet model of creativity (1988,
kreativitas tinggi, sedang atau rendah.
tangan,
jika
siswa
auditori
berkebun,
menilik
kembali
menari
teori
(tahap
inkubasi).
uraian
tersebut
kreativitas berpikir
Inkubasi
dapat
merupakan
tingkat
tinggi
yang
dalam Munandar, 1999) menyatakan bahwa
Pada penelitian ini terlihat bahwa iklim
kreativitas merupakan titik pertemuan yang
kelas belajar aktif tidak berkorelasi dengan
khas antara tiga atribut psikologis : intelegensi,
gaya belajar visual dan kinestetik yang dimiliki
gaya kognitif, dan kepribadian atau motivasi.
siswa dalam mengembangkan kreativitasnya.
Secara bersamaan ketiga segi dalam alam
Sedangkan
pikiran ini membantu memahami apa yang
auditori, iklim kelas cukup berkorelasi dengan
melatarbelakangi
kreatif.
tinggi rendahnya kreativitas dirinya. Berkaitan
Gregorc mengklasifikasikan keempat gaya
dengan hal ini, perlu dikaji kembali teori yang
berpikir
konkret,
dikemukakan oleh Joyce dkk. (1992) yang
sekuensial abstrak, acak abstrak dan acak
menyatakan bahwa gaya belajar bersifat
konkret (DePorter & Hernacki, 1992). Orang
sangat individual dan unik, berbeda antara
yang
satu anak dengan anak lain. Dalam belajar
ini
individu
sebagai
termasuk
ke
yang
sekuensial
dalam
dua
kategori
bagi
bergaya
perlu
kiri, sedang orang yang berpikir secara acak
memungkinkan semua siswa belajar dengan
biasanya
optimal sesuai dengan karakteristik gaya
dalam
dominasi
otak
suasana
belajarnya
kemampuan berpikir ilmiah, kritis, logis, dan
sebagai
linear,
kanan,
membutuhkan pemenuhan dalam proses dan
berkenaan dengan fungsi-fungsi pemikiran
kegiatan belajar. Menjadi tugas guru untuk
yang
dapat
non
linear,
belahan
non
otak
verbal,
holistik,
faktor
internal
mengenali
Gaya
yang
kanan. Belahan otak kiri berkenaan dengan
sedangkan
masing-masing.
belajar
belajar
sekuensial cenderung memiliki dominasi otak
termasuk
diciptakan
siswa
pada
gaya
diri
belajar
belajar siswa,
siswanya,
humanistik dan mistis. Dalam proses kreatif,
sehingga guru dapat memenuhi kebutuhan
keterkaitan fungsi otak terlihat pada aktivitas
siswa
belahan otak kiri untuk menerima masukan
menentukan cara belajar yang lebih efektif.
berupa data dan informasi dari lingkungan
Artinya
yang menurut Wallas (dalam Hawadi dkk.,
kemampuan
63
dalam
belajar
siswa
yaitu
dapat
belajarnya
siswa
dapat
memanfaatkan secara
maksimal,
sehingga hasil belajarnyapun akan optimal.
Kesimpulan
Jadi daptalah dipahami bahwa, bagi siswa
Dari penelitian ini dapat disimpulkan beberapa
visual
hal :
dan
kinestetik,
peningkatan
kreativitasnya tidak dipengaruhi iklim kelas
1. Ada hubungan yang positif dan signifikan
belajar aktif, artinya dalam suasana belajar
antara iklim kelas belajar aktif dengan
yang bagaimanapun mungkin mereka akan
kreativitas
siswa
punya kesempatan untuk memiliki kreativitas
rendahnya
kreativitas
yang tinggi, sedangkan bagi siswa auditori
dipengaruhi oleh iklim kelas yang tercipta
suasana belajar aktif akan sangat membantu
di dalam pembelajaran. Iklim kelas yang
dirinya dalam meningkatkan kreativitasnya.
positif meningkatkan kreativitas dan iklim
Mungkin hal ini disebabkan karena dalam
kelas yang negatif menghambat kreativitas
kegiatan
siswa.
belajar
aktif
ada
penggunaan
berbagai macam media diantaranya adalah
SD.
Jadi siswa
tinggi sangat
2. Tidak ada hubungan yang positif dan
media audio. Hal ini dapat terlihat di tempat
signifikan
penelitian
berbagai
dengan kreativitas siswa SD. Jadi gaya
media
belajar visual tidak menentukan tinggi
macam
yang alat
menggunakan musik
sebagai
pembelajaran. Para siswa berkesempatan
tertentu
latihan dan
mengadakan
menyanyi
gaya
belajar
visual
rendahnya kreativitas siswa.
untuk menggunakan alat musik tersebut serta mendapat
antara
3. Tidak ada hubungan yang positif dan
pada
waktu
signifikan antara gaya belajar auditori
pada
akhir
tahun
biasa
dengan kreativitas siswa SD. Gaya belajar
pentas
seni.
Media
audio
auditori
untuk
rendahnya kreativitas siswa.
memungkinkan
siswa
auditori
tidak
menentukan
tinggi
mengasah kemampuan kreatifnya yang sesuai
4. Tidak ada hubungan yang positif dan
dengan karakteristiknya secara lebih optimal.
signifikan antara gaya belajar kinestetik
Stimulasi
dengan kreativitas siswa SD. Gaya belajar
dengan
penggunaan
media
alat
audio
musik,
dengan kegiatan
kinestetik
menyanyikan lagu, cerita atau dongeng dan
berkembang
tinggi
5. Tidak ada hubungan yang positif antara
optimal
iklim kelas belajar aktif dan gaya belajar
kreativitasnya. Disamping itu, dalam suasana
visual dengan kreativitas siswa SD. Jadi
belajar aktif siswa auditori dapat belajar sesuai
iklim kelas yang tercipta dalam suasana
dengan caranya yaitu ia dapat menyalurkan
belajar aktif tidak mempengaruhi siswa
kesukaannya untuk berbicara, berdiskusi dan
yang bergaya belajar visual dalam tinggi
menjelaskan sesuatu secara panjang lebar.
rendah kreativitasnya.
Sedangkan
tidak
6. Ada hubungan yang positif dan signifikan
kurang
antara iklim kelas belajar aktif dan gaya
memberikan kesempatan pada siswa auditori
belajar auditori dengan kreativitas siswa
untuk belajar sesuai dengan karakteristiknya
SD. Jadi iklim kelas yang tercipta dalam
tersebut.
suasana belajar aktif bagi siswa yang
menggunakan
dalam
lebih
menentukan
rendahnya kreativitas siswa.
kagiatan lain yang memungkinkan siswa auditori
tidak
kelas
belajar
yang aktif
bergaya belajar auditori akan sangat
64
mempengaruhi
tinggi
rendahnya
gambar
kreativitas dirinya.
dalam kelas.
signifikan antara iklim kelas belajar aktif gaya
bernuansa
pembelajaran siswa sekolah dasar di
7. Tidak ada hubungan yang positif dan
dan
yang
belajar
kinestetik
g. Sebaiknya
penelitian
dilakukan
di
dengan
sekolah dasar negeri dengan jumlah
kreativitas siswa SD. Jadi iklim kelas yang
siswa yang lebih banyak dan lebih
tercipta dalam suasana belajar aktif tidak
heterogen sehingga akan memberikan
mempengaruhi
hasil yang lebih mencerminkan kondisi
siswa
yang
bergaya
belajar kinestetik dalam menentukan tinggi
yang sesungguhnya di lapangan.
rendahnya kreativitas. 2. Saran untuk orang tua dan praktisi Saran
pendidikan.
1. Saran untuk penelitian selanjutnya
Orangtua
a. Dalam penelitian ini alat ukur gaya belajar
yang
digunakan
dan
praktisi
pendidikan
perlu menciptakan suasana belajar
bersifat
aktif dalam kegiatan belajar anak.
kualitatif, tetapi peneliti selanjutnya
Karena dalam belajar aktif tercipta
melakukan
sehingga
iklim belajar yang positif dan kondusif
diperoleh skor yang bersifat kuantitatif.
bagi pengembangan kreativitas anak.
Bagi
sangat
Di samping itu orangtua dan guru
perlu untuk menyusun alat ukur gaya
perlu mengetahui gaya belajar siswa,
belajar yang dapat memberikan hasil
agar
dengan skor kuantitatif yang sudah
belajar yang tepat sesuai dengan
baku.
kebutuhan perkembangan diri anak
konversi
penelitian
berikutnya
b. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan
dapat
memberikan
stimulasi
secara komprehensif.
menganalisis variabel gaya berpikir, 3. Saran untuk pemerintah
sehingga hasil penelitian akan lebih mendalam. c.
a.
Pemerintah khususnya Departemen
Tingkat IQ siswa sebaiknya beragam
Pendidikan
agar
heterogen
lebih memperhatikan pengembangan
sebagai
kreativitas di sekolah-sekolah karena
sampel
sehingga
bersifat
pengaruh
IQ
variabel sekunder dapat diminimalisir.
Nasional,
hendaknya
kreativitas merupakan solusi bagi
d. Rentang usia subyek diperluas.
peningkatan
e. Akan lebih baik jika pengumpulan data
rendah dan solusi bagi permasalahan
dilakukan
dengan
cara
siswa
SDM
yang
kesejahteraan kehidupan bangsa.
dikelompokkan (5-7 orang ) dengan
f.
kualitas
b.
Pemerintah hendaknya mulai kembali
satu guru yang mengarahkan. Hal ini
menetapkan kebijakan pelaksanaan
agar
CBSA / belajar aktif, khususnya di
kesalahan
siswa
dalam
menjawab kuesioner dapat dikurangi.
sekolah-sekolah
Ilustrasi gambar instrumen iklim kelas
Mengingat bahwa belajar aktif sangat
perlu
penting dalam penciptaan suasana
diperbaiki
dengan
memilih
65
dasar
negeri.
pembelajaran
yang
kondusif
bagi
Ramelan, Ratih. (1989). Hubungan antara
pengembangan kreativitas siswa.
Iklim Kelas dengan Tingkat Aspirasi Akademis
Daftar Pustaka
dan
Kesehatan
Mahasiswa.
Mental
Tesis.
Tidak
dipublikasikan.
Deporter, Bobbi & Hernacki, Mike. (1999). Quantum Learning. Bandung : Kaifa
Rose, Colin & Nicholl, Malcolm J. (1997). Accelerated Learning for the 21st
Djamarah, Syaiful Bahri, (2000). Guru dan
Century. New York : Delacorte.
Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta :
Samples, Bob. (2002). Revolusi Belajar untuk
Rineka Cipta.
Anak. Bandung : Kaifa. Hawadi,
Reni
Akbar.
(2001).
Psikologi Sembiring, Ejasa. (1994). Hubungan antara
Perkembangan Anak, Mengenal Sifat, Bakat
Iklim
dan
Kelas,
Kreativitas,
Motivasi
Berprestasi dengan Prestasi Belajar Kemampuan Anak. Jakarta : PT.
Mahasiswa.
Grasindo.
Tidak
dipublikasikan.
Hawadi, Reni Akbar., dkk. (2001). Kreativitas.
Sembiring, M.Y. Tawar. (1994), Pengelolaan
Jakarta : PT. Grasindo. Hurlock,
Tesis.
Elizabeth
Proses B.
(1997).
Child
Development. New Delhi : Tata McGraw Hill. Joyce, Bruce., Weil Marsha. & Showers,
Belajar
SD
9
Tahun,
Abad
Ke-21,
SPP-CBSA
pada
Kurikulum
Untuk
Konvensi
Nasional
Pendidikan
Semiawan, Conny R. (1992). Pendekatan
Allyn and Bacon.
Keterampilan Kauchak, Donald P., dan Eggen Paul D., Learning
dengan
Indonesia II. Jakarta : PT. Grasindo.
Beverly. (1992). Models of Teaching. Boston :
(1993).
Mengajar
and
Proses.
Jakarta
:
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Teaching Tjokrosuprihatono,
;Research-Based Methods. Boston :
Diennaryati
Pengembangan
Allyn and Bacon.
Emosional
Anak,
(2001).
Kecerdasan Kapita
Munandar, S.C.U (1992). Mengembangkan
Psikologi
Pendidikan.
Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah;
Fakultas
Psikologi
Penuntun bagi Guru dan Orang tua.
Indonesia.
Selekta
Depok
:
Universitas
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Tobias, Cynthia Ulrich. (1996). Cara Mereka
Indonesia.
Belajar, Jakarta ; Harvest Publika. Munandar, S.C.U. (1999). Kreativitas dan Wulan, Sri. (2004). Iklim Kelas Belajar Aktif,
Keberbakatan. Jakarta : Gramedia Pustaka
Gaya Belajar, dan Kreativitas. Tesis.
Utama.
Tidak dipublikasikan.
66