ISSN : 1978-2489
Jurnal Keberbakatan & Kreativitas
Vol. 01. No. 01, February 2007 UI IDENTIFICATION SCALE FOR EARLY GIFTED (UI
ISEG)
PENGARUH KECENDERUNGAN KEPRIBADIAN DAN LINGKUNGAN BELAJAR TERHADAP KREATIVITAS MENULIS REMAJA (Suatu Penelitian Pada LBPP-LIA)
PERBEDAAN INTERAKSI GURU-SISWA PADA KELAS UNGGULAN DAN NON-UNGGULAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR (Studi Di SMA Negeri 35 Jakarta Pusat)
PENYESUAIAN SOSIAL REMAJA BERBAKAT DALAM MENJALIN HUBUNGAN PERSAHABATAN
DAMPAK PROGRAM AKSELERASI INDONESIA YANG BERBASIS KURIKULUM NASIONAL TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL SISWA PESERTA AKSELERASI TINGKAT SMU DI JAKARTA
KONTRIBUSI BERPIKIR KREATIF & BERPIKIR KOMPREHENSIF TERHADAP PENGUASAAN BAHASA INGGRIS MAHASISWA ADMINISTRASI BISNIS POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gifted Review
Tahun 01
Nomor 1
Hlm. 1-75
Depok Februari 2007
Diterbitkan Oleh :
PUSAT KEBERBAKATAN
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS INDONESIA
1
ISSN : 1978-2489
Jurnal Keberbakatan & Kreativitas
Diterbitkan Oleh :
PUSAT KEBERBAKATAN
Fakultas Psikologi
UNIVERSITAS INDONESIA
2
3
UI - IDENTIFICATION SCALE FOR EARLY GIFTED (UI - ISEG) 0leh Lydia Freyani Hawadi, Lina Erliana Muksin, Desy Christanti, Dewi Tri Handayani, Yulistia, Hardiono D. Pusponegoro, dan Awluddin Tjala
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menyusun alat identifikasi keberbakatan dan norma perkembangan anak usia dini (0-36 bulan) yang diberi nama UI Identification scale for early gifted (UI-ISEG). Sampel dalam penelitian ini adalah konsumen Morinaga Chil Kid dan Chil School yang dikelompokkan ke daqlam 13 kategori usia. Sampel penelitian terdiri atas dua bagian, yaitu sampel untuk tahapan skrinning terdiri atas Ibu atau Ayah dari anak yang berusia 6-36 bln, sedangkan sampel untuk tahapan kedua adalah anak dari orang tua yang mengisi alat ukur tahapan skrinning yang secara pemeriksaan psikologik dinyatakan telah memenuhi syarat lolos tahapan skrinning. Penelitian ini dilakuakn di 6 kota besar yaitu Semarang, Pekanbaru, Palembang, Banjarmasin, Denpasar, dan Jakarta. Subyek terkumpul sebanyak 1195 oarng tapi hanya 572 yang dapat diolah. Sedangkan subyek untuk alat ukur bagian kedua hanya ada 61 orang. Indeks validitas item UI-ISEG bagian pertama memiliki rentang antara 0,231-0,70 dan reliabilitas masing-masing form diatas 0,70. Norma UI-ISEG bagian pertama menggunakan skor T dan terdiri atas 3 kateogri, yaitu (1) potensi berbakat (+ 1,5 SD < x), (2) Rata-rata ( 1,5 SD < x < +1,5 SD), (3) Di bawah rata-rata (x < -1,5 SD ). Sedangkan norma UI-ISEG bagian kedua tidak dapat diperoleh karena tidak diperolehnya sampel yang memadai. Pendahuluan
bahwa
Studi tentang keberbakatan dini yang dilakukan
sejak
abad
adanya
lingkungan
dini optimal
untuk berkembang. Keberbakatan dini muncul
perkembangan
hasil dari interaksi antara faktor genetik dan
keterampilan pada anak di awal usianya dapat
lingkungan. Banyak studi meyakini bahwa
dijadikan indikator positif keberbakatan yang
keberbakatan
dimilikinya.
menunjukkan
tergantung dari kapasitas genetik, lingkungan
ketrampilan motorik lebih cepat dari anak pada
dan kualitas pengasuhan, atau yang disebut
umumnya, penguasaan bahasa lebih awal,
goodness-of-fit . Black dan Matula (2000)
bahwa
Jika
anak
yang
mensyaratkan
keberbakatan
lalu
menegaskan
satu
potensi
akan
berkembang
pernyataan
diatas
optimal
dapat mempertahankan pembicaraan lebih
mendukung
dengan
lama dengan kalimat yang lebih kompleks
menyatakan bahwa tahun pertama kehidupan
untuk anak seusianya, kemungkinan anak
adalah penting dan menekankan peran kritis
berpotensi gifted. Namun Smutny, Veenker
dari lingkungan terhadap perkembangan pada
dan Veenker (1989) menggaris bawahi pula
awal kehidupan tersebut.
bahwa adanya tanda-tanda positif di awal
Riset tentang keberbakatan dini usia
perkembangan anak, tidak menjadi jaminan
tetap menarik dilakukan karena dari hasil studi
adanya keberbakatan di tahap perkembangan
terlihat adanya korelasi yang positif antara
anak berikutnya. Sebaliknya tidak adanya
perkembangan
tanda-tanda keberbakatan dini, tidak berarti
dengan usianya di tahap-tahap perkembangan
anak bukan seorang gifted.
berikutnya. Hasil penelitian Bornstein dan
Lewis
dan
Michaelson
(Smutny,
seorang
anak
sejak
bayi
Rose (1987) tentang visual attentiveness pada
Veenker, dan Veenker, 1989) menyimpulkan
anak usia
4
enam bulan pertama kehidupan
menunjukkan korelasi tinggi dengan IQ tinggi
berpotensi berbakat maka proses identifikasi
saat anak berusia 4-6 tahun.
Temuan ini
dilanjutkan pada tahap kedua atau asesmen
memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang
yang dilakukan oleh seorang profesional yaitu
dilakukan
psikolog.
oleh Fagan dan McGrath (1981)
yang meyakini bahwa
Selanjutnya pertanyaan yang ingin
pengukuran awal
tentang attention memiliki keakuratan yang
dijawab
ampuh sebagai prediktor kemampuan kognitif
bagaimanakah norma perkembangan
daripada
usia dini (6 bulan -36 Bulan)
tes
IQ
standar.
Sedangkan
dalam
penelitian
Smutny,Veenker dan Veenker (1989) dalam
sebagai langkah awal
risetnya tentang hasil tes psikologik yang
mengenali tanda anaknya
dilakukan pada anak
sebagai seorang gifted?.
berikutnya
saat
usia 4 tahun dan
anak
berusia
7
tahun
Tujuan
ini
anak
di Indonesia
seorang Ibu untuk memiliki potensi
penelitian
adalah
dan
norma
tersusunnya
korelasi yang reliabel. Hal ini berarti kita dapat
perkembangan anak usia dini (0-36 bulan)
memprediksi taraf kecerdasan seorang anak
yang diberi nama UI Identification Scale for
usia 7 tahun, sejak usia 6 bulan pertama
Early Gifted
kehidupannya.
Dengan alat ini dapat diketahui
pengamatan
dalam
perkembangan
(UI
skrining
ini
menunjukkan bahwa hasil kedua tes memiliki
Kepekaan orangtua dalam melakukan
alat
adalah
- ISEG) Bagian Pertama. posisi
kecepatan perkembangan anak dalam tiga
anak
kategori
yaitu anak berpotensi berbakat,
memiliki peran yang sangat penting dalam
anak
menemukenali potensi keberbakatan dini. Hal
berpotensi
ini terbukti pada penelitian yang dilakukan
tersusunnya alat identifikasi
pada tahun 1983 di Ohio yang menunjukkan
perkembangan anak usia dini (0-36 bulan)
hasil bahwa 20 % orangtua mulai merasa
yang diberi nama UI Identification Scale for
bahwa anak mereka berbakat sebelum usia 1
Early Gifted
tahun, dan setelah kemampuan intelegensi
psikolog
mereka dapat diukur, rata-rata dari mereka
sejauhmana
memiliki IQ 135 atau lebih tinggi (Smutny,
seorang anak . Secara praktis manfaat
Veenker dan Veenker, 1989).
penelitian ini adalah untuk dapat memberikan
Untuk itu di dalam penelitian ini,
berpotensi di
bawah
(UI
dapat
gambaran
tata-rata,
rata-rata.
anak
Dengan
dan norma
- ISEG) Bagian Kedua, melakukan
perkembangan
tentang
dan
potensi
asesmen
yang
dimiliki
keberbakatan
orangtua diminta mengisi sendiri (self report)
dalam perkembangan anak sejak dini, dan
tentang
secara
perkembangan
anaknya.
Hasil
pengisian ini kemudian yang akan menjadi
teoritis
adalah
memberikan
sumbangan dalam dunia psikologi pendidikan.
dasar penetapan potensi keberbakatan anak. Di dalam penelitian ini keberbakatan dilihat
Tinjauan Teoritis
dari
Keberbakatan
perkembangan anak yang 30% diatas
anak sebayanya pada aspek motorik, aspek
Di dalam penelitian ini keberbakatan
kognitif dan aspek sosial emosional (Smutny,
dilihat dari
Veenker dan Veenker, 1989). Jika melalui
diatas anak sebayanya pada aspek motorik,
norma
diperoleh
skor
anak
tergolong
5
perkembangan anak yang 30%
aspek kognitif
dan aspek sosial emosional
stimulasi.
menunjukkan
perkembangan
(Smutny, Veenker dan Veenker, 1989).
yang pesat dalam bahasa dan rasa
Karakteristik Keberbakatan Dini
humor.
Studi
potensi
keberbakatan
telah
Dari sisi kreativitas, anak dengan potensi
Perino (1981), dan
berbakat lebih dapat mengekplorasi suatu
Brown (dalam Lewis & Michaelson,1985)
mainan, memiliki inisiatif untuk mencoba
mengemukakan
berbakat
mainan yang baru, memiliki imajinasi yang
memiliki perbedaan dengan anak normal sejak
lebih kreatif, menggunakan obyek, mainan
masih
maupun warna dalam imajinasinya dan
dilakukan sejak lama,
usia
bahwa
dini.
keberbakatan
dini
anak
Secara
umum
potensi
pada anak usia dini dikenali
menunjukkan
dari ciri-ciri sebagai berikut :
pemahaman
terhadap
pembicaraan orang yang lebih dewasa.
Anak menunjukkan ketrampilan motorik
Mereka
lebih cepat dari anak pada umumnya. Jika
menggunakan
anak dapat berjalan, berbicara dan dapat
(Lewis & Michalson, 1985).
makan sendiri tanpa bantuan orang lain
Anak
lebih awal dibanding dengan anak-anak
menguasai bahasa kognitif, seperti lebih
seusianya, merupakan salah satu indikasi
cepat mengeluarkan suara, lebih cepat
anak secara potensial
berbicara, tersenyum pada orang lain,
berbakat. Akan
menikmati permainan dengan kata-kata
berbakat
dan
ide-ide
umumnya
mampu
tetapi anak yang tidak memiliki ciri-ciri
mengucapkan
tersebut tidak berarti tidak berbakat.
penggunaan bahasa dengan cara yang
Secara kuantitatif, anak dengan potensi
bermakna, banyak bertanya, berespons
berbakat
terhadap nama, dapat menirukan kata-
menunjukkan
bahasa lebih awal, lebih
banyak
perkembangan rentang
penguasaan
mengenal kosakata dibanding
anak
perhatian
normal,
lebih
kata
huruf
dengan
lancar,
suara
memiliki
lebih
lama,
dapat
cepat
dibanding
dengan
anak
seusianya, menggunakan kata ganti saya
dengan kalimat yang lebih kompleks
dengan anak normal.
kamu
lebih
cepat
dibandingkan
Menunjukkan
Perino dan Brown (dalam Lewis &
kemampuan belajar yang lebih cepat dan
Michalson,1985) mengemukakan bahwa anak
menunjukkan minat yang besar terhadap
berbakat memiliki perbedaan dengan anak
buku atau gambar. Mereka aktif dan
normal sejak masih usia dini (6 bulan-3 tahun).
memiliki waktu tidur yang lebih pendek
Perbedaan tersebut terletak pada kemampuan
dari
persepsi
motorik kasar dan kemampuan motorik halus.
dan
mampu
Anak dengan potensi berbakat umumnya
seperti
spons ,
mampu untuk menguasai kemampuan motorik
memahami kata-kata dan tahu maknanya.
umum, seperti merangkak, duduk, berdiri,
Selain
menggenggam objek dengan jari-jari dan
bayi
mereka
seusianya.
mencari
dengan mata, mengenal jenis kelaminnya
dan
anak
berbeda,
dengan
mempertahankan pembicaraan lebih lama
untuk
yang
lain. lebih
menerima
itu,
Kemampuan matang
informasi
mereka
memiliki
rasa
kewaspadaan dan eksploratif terhadap
jempol,
lingkungannya yang selalu membutuhkan
menggambar
6
mengimitasi orang
tarikkan dengan
leher,
garis, dan
berpakaian sendiri lebih cepat dibandingkan
terhadap arahan, dan melakukan tugas
anak normal.
yang kompleks.
Hasil penelitian Smutny & Veenker
Anak
dengan
potensi
berbakat
(dalam Your Gifted Child, 1989) mengutarakan
umumnya lebih senang berinteraksi dengan
beberapa ciri anak usia 8 bulan sampai 36
anak
bulan
dibandingkan dengan teman sebaya, lebih
dengan
potensi
berbakat,
sebagai
berikut :
yang
lebih
tua
atau
orang
tua
mudah beradaptasi, dan mampu bertahan
Lebih dini dalam berjalan dan berbicara.
lebih lama dalam mengerjakan tugas yang
Menunjukkan
sulit dari anak normal serta menunjukkan rasa
ketertarikan
dan
pemahaman terhadap konsep alphabet,
senang
angka dan waktu.
termasuk
Dapat dengan mudah mengerjakan puzzle
menguasainya dengan cepat.
yang
diperuntukkan
bagi
anak
untuk
mempelajari
ke
dalam
bidang
bakatnya
yang serta
yang
berusia lebih tua.
M etode Penelitian
Menunjukkan sensitivitas dan respon yang
Definisi Operasional anak berbakat usia dini
kuat terhadap musik.
adalah anak-anak yang berusia 6-36 bulan
Dapat mengingat peristiwa-peristiwa yang
dan
kompleks dan setelah sekian lama dapat
kognitif dan
menjelaskannya kembali secara terperinci.
sebayanya.
memiliki perkembangan dalam aspek motorik
diatas 30% dari anak
Memiliki rasa humor yang lebih baik atau dapat menganggap kejanggalan sebagai
Alat Ukur Keberbakatan Usia Dini
sesuatu yang lucu.
Alat ukur keberbakatan usia dini yang
Dapat menuturkan kembali cerita atau
dikembangkan dalam penelitian ini meliputi
peristiwa yang terjadi secara jelas serta
dua aspek perkembangan yaitu kognitif dan
membuat akhir cerita yang logis sebelum
motorik.
cerita berakhir.
Indikator keberbakatan dalam aspek
Menangkap lagu dan puisi dengan cepat
kognitif
serta
Kemampuan anak untuk memperhatikan atau
mengulanginya
secara
akurat
meliputi
hal-hal
sebagai
berikut:
setelah beberapa kali mendengarkannya.
memberikan atensi pada suatu stimulus yang
Tidak sabar terhadap keterbatasaannya
diberikan, kemampuan anak memberikan arti
ketika akalnya dapat memahami tugas
terhadap stimulus atau mengenali stimulus
sementara
yang diterima melalui inderanya, kemampuan
tubuhnya
belum
mampu
melaksanakannya. Secara
anak mengorganisasikan berbagai stimulus
konsisten
mengorganisasi,
anak
memilah,
mampu
untuk
mengatur,
tujuan
tertentu,
memahami dan
kemampuan
anak
mengekspresikan ide dan
mengklasifikasi, mengelompokkan benda,
perasaan baik dalam bentuk verbal, maupun
dan memberikannya nama.
nonverbal seperti bahasa isyarat dan tulisan,
Dapat lebih cepat dari anak lain dalam
kemampuan
memahami
bahasa
membuat
hubungan kesimpulan
sebab-akibat, ,
merespon
lisan
anak
dalam
untuk
menggunakan mengungkapkan
keinginannya, serta kemampuan anak dalam
7
menggunakan
bahasa
isyarat
untuk
Chil Kid dan Chil School yang dikelompokkan
mengemukakan keinginannya.
ke dalam 13 katagori usia. Sampel penelitian
Indikator keberbakatan dalam aspek motorik
meliputi
Melakukan
hal-hal
koordinasi
terdiri atas dua bagian. Bagian pertama,
sebagai
berikut:
sampel untuk tahapan skrining. Bagian kedua,
gerakan,
kontrol
sampel untuk tahapan asesmen.
gerakan, keseimbangan, menjaga kestabilan postur tubuh, gerakan meraih, menggenggam,
Sampel Tahapan Skrining
serta memanipulasi benda.
Sampel tahapan skrining adalah
Ibu atau
Ayah dari anak berusia antara 6
36 bulan
Alat
ukur
yang
disusun
dalam
penelitian ini diberi nama UI
Identification
29 hari Anak tidak memiliki kecacatan fisik
Scale
ISEG) yang
yang berakibat pada ketidakmampuan untuk
for Early Gifted
(UI
diperuntukkan bagi 13 kelompok usia dalam rentang usia 6
beraktifitas
36 bulan. Alat ukur ini terdiri
dua bagian. Bagian pertama merupakan alat
Sampel Tahapan Asesmen
ukur untuk tahapan skrining. Alat ukur bagian
Sampel tahapan asesmen adalah anak dari
pertama ini bersifat self report,
orangtua
sedangkan
yang mengisi alat ukur tahapan
bagian kedua adalah alat ukur untuk tahapan
skrining. Anak dinyatakan oleh pemeriksaan
asesmen.
psikologik telah memenuhi syarat
Alat
ukur
bagian
kedua
diadministrasikan oleh seorang profesiona.
lolos
tahapan skrining.
Alternatif jawaban yang diberikan adalah ya dan tidak. Skor 1 diberikan bila orangtua menjawab
Pengumpulan Data
ya pada suatu pernyataan, dan
Pengumpulan
skor 0 bila orangtua menjawab tidak pada
dilaksanakan
suatu pernyataan.
tahapan
Penyusunan alat ukur diawali dengan studi
kepustakaan
dari
literatur
dalam
data dua
skrining
penelitian tahapan,
dan
yaitu
tahapan
asesmen.Tahapan skrining diikuti oleh seluruh
psikologi
sampel
orangtua
sedangkan
tahapan
tentang tahapan perkembangan anak usia 6
asesmen hanya diikuti oleh sampel anak yang
36 bulan dalam aspek kognitif dan aspek
memenuhi karakteristik sampel.
motorik, serta karakteristik keberbakatan pada usia
tersebut.
penyusunan
Selanjutnya
butir-butir
Penelitian ini dilakukan di 6 kota di
dilakukan
pernyataan
Indonesia,
untuk
Pekanbaru,
yaitu
Semarang,
Banjarmasin,
Palembang,
Denpasar
dan
setiap aspek perkembangan kognitif dan
Jakarta. Dimulai pada tanggal 24 September
motorik. Dalam penyusunan alat ukur, peneliti
2005
memakai beberapa narasumber, yaitu dokter
penelitian ditentukan bersama antara peneliti
spesialis anak (Konsulen) Syaraf, psikolog,
dengan
dan ahli psikometri.
Perkasa). Penyerahan kuesioner dilakukan
14 Januari 2006. Jadwal pelaksanaan
pihak
sponsor
(PT.
Shangyang
pada saat subyek mendafarkan diri untuk Sampel Penelitian
mengikuti seminar yang diadakan oleh pihak
Sampel penelitian ditentukan secara
sponsor. Pengembalian kuesioner dilakukan
purposive sampling, yaitu konsumen Morinaga
pada saat subyek datang mengikuti seminar.
8
Jumlah
subyek
yang
terkumpul
pada
menggunakan
korelasi
Sedangkan
Dari
penelitian ini dilakukan dengan satu kali
tersebut,
hanya
572
buah
uji
moment.
penelitian ini adalah sebanyak 1195 orang. jumlah
untuk
product
reliabilitas
pada
kuesioner yang dapat diolah karena kuesioner
pengadministrasian
tes,
tidak terisi lengkap oleh subyek dan kesalahan
menggunakan
Alpha
pada pembagian kuesioner (tidak sesuai
Pembuatan
dengan usia anak dan jumlah halaman
digunakan cara membandingkan performa
kuesioner yang tidak lengkap). Berikutnya,
subyek dengan kelompoknya sendiri (within
data yang telah terkumpulkan ditabulasi.
group norms) dengan menggunakan T-score.
Tabulasi
data
ini
bertujuan
metode norma
untuk
dengan
penelitian
ini
untuk
mempermudah proses pengujian validitas dan
Analisa Hasil
relibilitas data. Tabulasi data juga bertujuan
Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
untuk menentukan subyek akan mengikuti pemeriksaan
Cronbach.
selanjutnya
Reliabilitas
pada
penelitian
ini
dengan
menggunakan metode internal consistency
Kedua.
dengan teknik alpha cronbach. Lebih lanjut
Jumlah subyek yang diambil untuk menjadi
lagi pada penelitian ini, indeks reliabilitas yang
sampel alat ukur Bagian Kedua adalah
diterima adalah minimal 0,500. Hal tersebut
menggunakan
alat
ukur
Bagian
61
orang.
mengacu pada pendapat Nunnaly (1997) yang Analisa data untuk Alat Ukur Bagian
menyatakan bahwa indeks reliabelitas 0,500
Kedua tidak dapat dilakukan secara kuantitatif
0,600 masih dapat diterima.
karena ketidaktersediannya prasyarat jumlah
Norma UI
Identification Scale
for
sampel (minimal 30 subyek) untuk masing-
Early Gifted
masing kelompok usia.
dalam penelitian ini menggunakan skor T,
Teknik Analisis
maka peneliti membuat 3 (tiga) kategori skor :
Penelitian ini menggunakan validitas konstruk
dengan
consistency.
prosedur
Perhitungan
(UI - ISEG) Bagian Pertama,
1. Potensi berbakat (+ 1,5 SD < x)
internal
2. Rata-rata ( 1,5 SD < x < +1,5 SD)
validitas
3. Di bawah rata-rata (x < -1,5 SD )
Berdasarkan pada hasil perhitungan maka pengkategorian nilai untuk masing-masing form dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel IV.27. Kategori Norma Tiap Form Form
No
Skor mentah
T skor
Kategori
A
1
Dibawah 8
Dibawah 48
Dibawah rata-rata
2.
8 < x<21
48<x<65
Rata-rata
3.
Diatas 21
Diatas 65
Potensi Berbakat
1
Dibawah 2
Dibawah 35
Dibawah rata-rata
2.
2<x<17
35<x<65
Rata-rata
3.
Diatas 17
Diatas 65
Potensi Berbakat
1
Dibawah 8
Dibawah 35
Dibawah rata-rata
B
C
9
D
E
F
G
H
I
J
K
2.
8<x<21
35<x<64
Rata-rata
3.
Diatas 32
Diatas 64
Potensi Berbakat
1
Dibawah 10
Dibawah 35
Dibawah rata-rata
2.
10<x<30
35<x<66
Rata-rata
3.
Diatas 30
Diatas 66
Potensi Berbakat
1
Dibawah 4.5
Dibawah 37
Dibawah rata-rata
2.
10<x<30
37<x<66
Rata-rata
3.
Diatas 30
Diatas 66
Potensi Berbakat
1
Dibawah 10
Dibawah 36
Dibawah rata-rata
2.
10<x<25
36<x<66
Rata-rata
3.
Diatas 25
Diatas 66
Potensi Berbakat
1
Dibawah 8
Dibawah 38
Dibawah rata-rata
2.
8<x<18
38<x<59
Rata-rata
3.
Diatas 18
Diatas 59
Potensi Berbakat
1
Dibawah 14
Dibawah 36
Dibawah rata-rata
2.
14<x<35
36<x<64
Rata-rata
3.
Diatas 35
Diatas 64
Potensi Berbakat
1
Dibawah 13
Dibawah 37
Dibawah rata-rata
2.
13<x<31
37<x<67
Rata-rata
3.
Diatas 31
Diatas 67
Potensi Berbakat
1
Dibawah 10
Dibawah 35
Dibawah rata-rata
2.
10<x<27
35<x< 69
Rata-rata
3.
Diatas 27
Diatas 69
Potensi Berbakat
1
L
M
Tabel gambaran
Dibawah 16
Dibawah rata-rata
2.
16<x<41
32<x<64
Rata-rata
3.
Diatas 41
Diatas 64
Potensi Berbakat
1
Dibawah 13
Dibawah 32
Dibawah rata-rata
2.
13<x<35
32<x<65
Rata-rata
3.
Diatas 35
Diatas 65
Potensi Berbakat
1
Dibawah 11
Dibawah 35
Dibawah rata-rata
2.
16<x<23
35<x<
Rata-rata
3.
Diatas 23
Diatas
Potensi Berbakat
diatas
dapat
mengenai
posisi
kelompoknya.
Dibawah 32
Misal:
seorang
memberikan anak anak
scale score-nya adalah 65 dan anak tersebut
dalam
masuk dalam kelompok rata-rata.
yang
Norma UI Identification Scale for Early Gifted
masuk pada kriteria usia B yang mendapatkan
(UI ISEG) Bagian Kedua, tidak dapat
skor 17 pada UI Identification Scale for Early
diperoleh karena tidak diperolehnya sampel
Gifted (UI ISEG) Bagian Pertama, maka nilai
10
yang memadai sehingga tidak dapat dilakukan
adalah item-item yang dapat membedakan
analisis secara kuantitatif.
perkembangan anak dalam satu kategori usia. Pelaksanaan penelitian di lapangan untuk keperluan uji coba, hanya dilakukan
Diskusi
satu kali sehingga mengkibatkan data UI Identification Scale
Hasil penelitian ini adalah tersedianya dua alat identifikasi yaitu UI Identification
ISEG)
Scale
prasyarat untuk dianalisa secara statistik
for Early Gifted
(UI
ISEG) Bagian
Bagian
for Early Gifted
Kedua
tidak
(UI
memenuhi
Pertama dan UI - Identification Scale for Early Gifted
(UI
ISEG) Bagian Kedua. Alat
Kesimpulan
identifikasi UI - Identification Scale for Early Indeks validitas item UI Identification Scale
Gifted (UI ISEG) Bagian Pertama diberikan
for Early Gifted (UI ISEG) Bagian Pertama
dalam bentuk self report. Hal ini bertujuan
memiliki rentang antara 0,231 - 0,70. Hal ini
agar alat ukur tersebut dapat dengan mudah
memberikan indikasi bahwa item-item tersebut
dikerjakan oleh orangtua untuk melihat posisi
masuk dalam kategori valid. Indeks reliabilitas
perkembangan anaknya. Namun dari hasil pengamatan
terlihat
bahwa
UI Identification Scale for Early Gifted (UI
proses
ISEG) Bagian Pertama pada masing-masing
administrasi yang menggunakan self report menyebabkan
adanya
kesalahan
form adalah diatas 0,700 sehingga alat ukur ini
dalam
tergolong reliabel.
proses pengisian. Orangtua ternyata mengisi form tidak sesuai dengan keadaan anak yang sebenarnya, mungkin hal ini didasari bahwa
Saran
setiap orangtua memiliki harapan yang tinggi Perlu
terhadap perkembangan anaknya. Kesalahan pengisian pada UI - Identification Scale
untuk UI Identification Scale for Early Gifted (UI ISEG) Bagian Pertama dan Bagian Kedua
for
sebaiknya dilakukan secara terpisah, hal ini
Early Gifted (UI ISEG) Bagian Kedua. yang
Identification Scale ISEG)
terdapat
pada
UI
for Early Gifted
(UI
Bagian
menggambarkan perkembangan
Pertama karakteristik
secara
umum,
dengan
umumnya. Pelaksanaan pengambilan data
anak dilakukan asesmen oleh psikolog dengan
Item
pengujian
lebih mewakili populasi anak Indonesia pada
baru terlihat pada tahap selanjutnya dimana
Identification Scale
lagi
menggunakan sampel yang lebih luas untuk
for
Early Gifted (UI ISEG) Bagian Pertama ini
menggunakan UI
dilakukan
bertujuan untuk mengurangi kesalahan dalam pengisian Bagian Pertama.
bukan Daftar Pustaka
usia
Black,.M & Matula .(1999). Essentials Of Bayley Scales of Infan DevelopmentII Assessment . New York John Willey & Sons. Inc.
karena
instrumen ini tidak dapat digunakan untuk mengukur perkembangan normal pada anak.
Crocker, L. & Algina, J. (1986). Introduction to Classical and Modern Test Theory. Florida: Holt, Rinehart, & Winston, Inc.
Instrumen ini tidak menggunakan validitas perkembangan dan item-item yang dikonstruk
11
Cronbach,L.J.(1960). Essential of nd Psychological Testing, 2 ed. New York : Harper & Row Pulishers, Inc. Elkind, D. & Weiner, I.B. (1978). Development of the Child. New York: John Wiley Sons, Inc Gallahue, D.L. (1976). Motor Development and Movement Experiences for Young Children. Toronto: John Wiley & Sons Gallahue, D.L. & Ozmun, J.C. (2002). Understanding Motor Development: Infants, Children, Adolescents, Adults, 5th edition. New York: McGraw-Hill Gallahue, D.L. (1976). Motor Development and Movement Experiences for Young Children. Toronto: John Wiley & Sons, Inc. Gessel, A. MD & Amatruda,C,MD (1962). Developmental Diagnosis - Normal And Abnormal Child Developmental New York Paul B Hoeber Inc. Gallahue, D.L. (1982). Understanding Motor Development in Children. Toronto: John Wiley & Sons, Inc. Hadi, Sutrisno, (1995). Statistik Jilid 1 . Yokyakarta ; Penerbit Andi Offset Hellbrugge &Theodore. (1988). Diagnostik Perkembangan dalam Ilmu Kesehatan Anak Tahun Pertama- PT. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Markam, Sumarmo, (2003). Pengantar NeuroPsikologi . Jakarta; Balai Penerbit Fak. Kedokteran UI Nunnally, J.C. & Bernsteen, I.H. (1994). Psychometric Theory, 3rd edition. New York: McGraw-Hill th
Santrock,J.W (2003) Children 7 New York Mc Graw Hill
Edition.
Santrock, J.W. (2002). A Topical Approach to Life Span Development. New York: McGraw-Hill, Inc. Smutny, Venkeer&Venkeer, (1989). Your Gifted Child. USA ; First Balantine Book
12
PENGARUH KECENDERUNGAN KEPRIBADIAN DAN LINGKUNGAN BELAJAR TERHADAP KREATIVITAS MENULIS REMAJA (Suatu Penelitian Pada LBPP-LIA) Winda Hapsari, Soemiarti Patmonodewo dan Tjut Rifameutia ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kecenderungan kepribadian dan lingkungan belajar terhadap kreativitas menulis remaja. Hipotesis yang dikemukakan pada penelitian ini adalah (1) kecenderungan kepribadian remaja yang kreatif dalam menulis adalah introvert, (2) lingkungan belajar memberi pengaruh signifikan terhadap kreativitas menulis remaja, (3) lingkungan belajar dan kecenderungan kepribadian secara bersama-sama memberi pengaruh signifikan terhadap kreativitas menulis remaja. Subyek penelitian ini adalah remaja SMP yang juga siswa Lembaga Bahasa dan Pendidikan Profesional (LBPP) LIA. Subyek diminta untuk mengisi kuisioner dan mengarang berbahasa Inggris sesuai dengan topik yang telah ditentukan. Alat ukur variabel kecenderungan kepribadian diadaptasi dan dimodifikasi dari Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) yang dikembangkan Isabel Briggs-Myers da Katherine Briggs. Kuisioner untuk variabel lingkungan belajar dikembangkan peneliti berdasarkan kerangka teoritis yang ada. Tulisan dievaluasi dengan menggunakan skema penilaian tulisan kreatif yang dirancang oleh Utami Munandar. Teknik pengolahan dan analisis data menggunakan analisis regresi berganda (Multiple Regression Analysis) dengan bantuan SPSS for Windows versi 13.00. Analisis hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecenderungan kepribadian dan lingkungan belajar tidak memberi pengaruh bermakna terhadap kreativitas menulis remaja. Alasan-alasan yang menyebabkan tidak terbuktinya hipotesis penelitian ini serta beberapa analisis tambahan dibahas pada bagian diskusi dari tesis. Beberapa saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya antara lain (1) melakukan penelitian serupa dalam konteks pendidikan formal, (2) penggunaan metode kualitatif pada penelitian selanjutnya, dan (3) penggunaan seluruh komponen dari keempat dikotomi MBTI pada variabel kecenderungan kepribadian. Kata kunci : kreativitas, kreativitas dalam menulis, kecenderungan kepribadian, lingkungan belajar.
Pendahuluan
tak hanya ada satu solusi atau jawaban yang
Kreativitas merupakan bakat yang
benar dari suatu masalah, sebaliknya individu
secara potensial dimiliki oleh setiap orang
dapat
(Clark, 1986).
Ia merupakan ungkapan unik
gagasan atau respon terhadap suatu situasi
dari keseluruhan kepribadian sebagai hasil
atau masalah tersebut (Ripple, 1989; Boer,
interaksi individu dengan lingkungan yang
1983).
tercermin dalam pikiran, perasaan, sikap, atau
yang membutuhkan kreativitas adalah dalam
perilakunya
menulis.
(Utami
Munandar,
2002).
mengembangkan
berbagai
macam
Salah satu bentuk kegiatan spesifik
Menulis
merupakan
Kreativitas adalah suatu konstruk sosial yang
keterampilan
merupakan hasil dari interaksi antara individu
gagasan-gagasan individu. Feldhusen (1993)
dengan
menyebutkan bahwa unsur-unsur kreativitas
lingkungannya
(Csikszentmihalyi,
1996).
dalam Konsep kreativitas melalui pendekatan
kognitif
dapat
menyetarakan
didefinisikan
kreativitas
berpikir divergen.
dengan
untuk
suatu
menulis
mengekspresikan
dapat
diwujudkan
dalam
bentuk karangan, cerita pendek/panjang, atau
dengan
puisi.
Utami
Munandar
(2002)
proses
mengemukakan bahwa evaluasi kreativitas
Berpikir divergen adalah
melalui tulisan dapat dilakukan dengan melihat
suatu aktivitas mental dalam situasi dimana
komponen-komponen
13
kelancaran
(fluency),
kelenturan (flexibility), keaslian (originality),
perubahan besar pada aspek fisik, kognitif,
dan keterperincian (elaboration) dari tulisan
dan psikososial. Masa remaja dimulai sekitar
tersebut. Tulisan yang memperoleh skor tinggi
usia 11 atau 12 tahun, dan berakhir menjelang
pada
atau pada usia 20-an.
keempat
komponen
tersebut
Masa remaja awal
dikategorikan sebagai tulisan kreatif. Di dalam
berlangsung antara usia 11 atau 12 tahun
suatu tulisan, kemampuan berpikir divergen
hingga usia 14 tahun (Papalia dkk., 2004).
penulis menjadikan tulisan unik dan menarik
Penelitian
untuk dibaca.
orang-orang
Csikszentmihalyi muda
dan
(1996)
remaja
pada
berbakat
C.G. Jung (dalam Myers dkk., 1998)
menunjukkan bahwa individu membutuhkan
membagi kecenderungan kepribadian individu
waktu menyendiri untuk menulis, melukis, atau
kedalam dua tipe: extraversi dan introversi.
bereksperimen di laboratorium. Mereka yang
Individu yang cenderung pada extraversi
tidak tahan menyendiri tidak akan mampu
(extravert) dideskripsikan pada mereka yang
mengembangkan
energinya diorientasikan ke luar diri, kepada
potensi kreatifnya.
orang
di
hasil-hasil penelitian di atas, hal yang menarik
lingkungan eksternalnya. Sedangkan individu
u ntuk diteliti adalah apakah remaja yang
yang cenderung pada introversi (introvert)
kreatif dalam menulis cenderung introvert?
lain
atau
kejadian-kejadian
adalah mereka yang mengarahkan energinya ke
dalam
diri,
pada
pemikiran
apalagi
merealisasikan
Berdasarkan teori dan
Hal yang paling dominan terjadi pada
dan
masa
pengalaman-pengalaman batinnya.
remaja
ini
adalah
pencarian
dan
pembentukan identitas (Erikson, 1968). Untuk
Salah satu karakteristik positif dari
membentuk
identitasnya,
individu kreatif adalah kebutuhannya untuk
menemukan
dan
menyendiri.
dapat
kebutuhan, minat, dan keinginan mereka
diasosiasikan dengan sifat ini antara lain sifat
untuk dapat mengekspresikan diri mereka
reflektif, introspektif, sibuk dengan dirinya
dalam lingkungan sosialnya (Papalia dkk.,
secara internal, sensitif, cenderung menarik
2004). Dalam hal pengembangan kreativitas,
diri, dan suka bekerja sendiri (Davis dan
Amabile
Rimm, 2004). Apabila hal ini dikaitkan dengan
lingkungan sosial
teori
dalam kreativitas individu, baik positif maupun
Sifat-sifat
kecenderungan
lain
yang
kepribadian
yang
remaja
mengelola
(1989)
harus
kemampuan,
berpendapat
bahwa
memiliki pengaruh besar
dikemukakan C.G. Jung, extraversi-introversi,
negatif.
tampaknya kecenderungan pada introversi
menambahkan bahwa bakat kreatif dapat
lebih dekat pada kreativitas. Penelitian yang
berkembang
dilakukan Piirto (1998) menunjukkan bahwa
mendukung, tetapi dapat pula dihambat dalam
para
penulis
memiliki
kreatif,
karakteristik
Munandar
dalam
lingkungan
khususnya
wanita,
lingkungan
kepribadian
tertentu
pengembangan bakat itu.
dimana salah satunya adalah kecenderungan
yang
Lingkungan
pada introversi. Masa
Utami
tidak
belajar
(2002)
yang
menunjang
di
kelas
merupakan lingkungan sosial yang secara remaja
merupakan
masa
spesifik memiliki peran dalam perkembangan
transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa
kreativitas remaja, khususnya dalam menulis.
yang diikuti dengan terjadinya perubahan-
Hasil
14
penelitian
dari
Amabile
(1985)
menemukan lingkungan belajar yang kondusif
tak hanya ada satu solusi atau jawaban yang
terhadap
benar dari suatu masalah, sebaliknya individu
kreativitas
akan
mempengaruhi
motivasi intrinsik individu yang pada akhirnya
dapat
mengembangkan
berbagai
macam
akan meningkatkan kreativitasnya.
Tulisan-
gagasan atau respon terhadap suatu situasi
tulisan yang didasari oleh motivasi intrinsik
atau masalah tersebut (Cropley, 1999; Ripple,
memiliki nilai kreativitas yang tinggi
1989; Boer, 1983).
Pengukuran berpikir
divergen dilakukan dengan meninjau dimensi Rumusan Masalah
kelancaran,
Dari aspek-aspek yang ingin dilihat oleh
keterperincian (Utami Munandar, 2002).
peneliti, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan
yang
ingin
dijawab
keaslian,
dan
Kreativitas dalam Menulis
melalui
Kreativitas
penelitian ini antara lain:
1. Apakah
kelenturan,
merupakan
suatu
karakteristik, kemampuan, atau proses kognitif kepribadian
yang menghasilkan suatu produk yang baru
remaja yang kreatif dalam menulis adalah
dan bermanfaat (Dikidoy & Kanari, 1999).
introvert?
Produk-produk tersebut dapat berupa suatu
2. Apakah
kecenderungan
kondisi
lingkungan
belajar
konsep, tulisan, gambar, lukisan, atau cara
memberikan pengaruh yang signifikan
pemecahan masalah. Produk yang dihasilkan
terhadap kreativitas menulis remaja?
dalam bentuk tulisan, dapat berupa karangan,
3. Apakah kecenderungan kepribadian dan
cerita pendek, atau puisi (Feldhusen, 1993).
lingkungan belajar secara bersama-sama
Kecenderungan Kepribadian dan Kreativitas
memberi pengaruh signifikan terhadap
dalam Menulis
kreativitas menulis remaja? C.G. Jung menjelaskan perbedaan Tinjauan Teoritis
individu dalam kepribadian berdasarkan hasil
Konsep dan Definisi Kreativitas
observasinya,
bahwa
ada
dua
tipe
Kreativitas merupakan suatu bakat
kepribadian, yaitu extraversi dan introversi.
yang secara potensial dimiliki oleh setiap
Extravert (individu yang cenderung pada
orang yang dapat ditemukan (diidentifikasi),
extraversi) adalah mereka yang energinya
dan dipupuk melalui pendidikan yang tepat
diorientasikan ke hal-hal di luar dirinya, yaitu
(Utami Munandar, 2002).
pada
Setiap individu,
orang
dan
kejadian-kejadian
di
secara potensial, memiliki energi psikis yang
lingkungan eksternal.
ia butuhkan untuk mengembangkan hidup
cenderung pada introversi) adalah mereka
kreatif
1996).
yang energinya dibangkitkan oleh hal-hal yang
yang
ada di dalam diri dan batin, yaitu pada
menggunakan pendekatan kognitif berasumsi
pemikiran dan pengalaman-pengalaman batin
bahwa kreativitas merupakan satu aspek dari
mereka
fungsi
Kecenderungan
(Csikszentmihalyi,
Pengembangan
otak,
konsep
khususnya
(Arnheim, 2001).
kreativitas
aspek
kognitif
(dalam
Introvert (individu yang
Myers ini
dapat
dkk.,
1998).
menguat
dan
melemah seiring dengan perkembangan hidup
Berpikir divergen, yang
individu (Keirsey & Bates, 1984).
merupakan bagian dari aspek kognitif, adalah suatu aktivitas mental dalam situasi dimana
15
Extravert berbicara,
termotivasi
bermain,
dan
bekerja
dengan
satunya
dengan
introversi.
orang-orang (Keirsey & Bates, 1984). Mereka
adalah
kecenderungan
pada
Lingkungan Belajar dan Kreativitas Menulis
sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya,
Lingkungan belajar memiliki peran
dan keyakinan mereka dibentuk oleh pendapat
besar dalam manifestasi kreativitas siswa
dan nilai-nilai dari orang-orang yang dekat
(Diakidoy & Kanari, 1999).
dengan mereka (Monte & Sollod, 2003).
lingkungan belajar merupakan faktor yang
Di
Atmosfir dari
sisi lain, introvert memilih aktivitas-aktivitas
penting (Poon Teng Fatt, 2000).
soliter atau yang hanya melibatkan sedikit
teman sebaya sangat kuat pada masa remaja
orang (Keirsey & Bates, 1984).
Mereka
(Papalia dkk., 2004). Davis dan Rimm (2004)
terkadang menarik diri. Mereka membutuhkan
berpendapat bahwa kreativitas dapat diajarkan
waktu lebih banyak untuk diri sendiri dan
di dalam kelas.
cenderung menyimpan energi. Mereka ingin
menambahkan bahwa sampai batas tertentu,
memahami
mengalami
kreativitas dapat langsung dikembangkan oleh
Seringkali mereka berpikir dan
guru di dalam kelas. Guru dapat mengajarkan
berefleksi sebelum bertindak atau bicara.
keterampilan pengetahuan dan teknis pada
Untuk
beberapa mata pelajaran, seperti bahasa,
sesuatu.
dahulu
memotivasi
sebelum
diri,
mereka
butuh
ketenangan (Baron, 1998).
matematika,
C.G. Jung mengemukakan bahwa
Utami Munandar (2002)
dan
seni.
Csikszentmihalyi
(1996) mengemukakan dua alasan utama
Extraversi menjadi kecenderungan utama dan
mengapa
kesadaran
kreativitas siswa.
(consciousness)
Pengaruh
mendominasi
guru
berperan
dalam
Alasan pertama adalah
kehidupan mental mereka (dalam Hall, 1998).
karena
Hasil
kemampuan siswa, serta peduli. Kedua, guru
penelitian
yang
dilakukan
oleh
guru
sangat
mengenali
dan
Olszewski-Kubilius (2000) yang mendukung
menunjukkan
pendapat ini menunjukkan bahwa kebanyakan
kreatif dengan memberi kerja ekstra dan
dari
menghabiskan
tantangan yang lebih besar dibandingkan
sebagian besar waktu mereka menyendiri di
dengan yang diterima oleh siswa-siswa lain di
masa kecil.
kelas.
orang-orang
kreatif
Pada penelitian lain yang
kepeduliannya
meyakini
pada
siswa
dilakukan Csikszentmihalyi pada orang-orang Hipotesis
muda dan remaja berbakat menunjukkan bahwa menyendiri
remaja untuk
membutuhkan menulis,
melukis,
waktu
Hipotesis
atau
yang
akan
diuji
pada
penelitian ini adalah:
bereksperimen di laboratorium. Remaja yang
1. Kecenderungan kepribadian remaja yang
tidak tahan menyendiri tidak akan mampu
kreatif dalam menulis adalah introvert.
mengembangkan
apalagi
merealisasikan
2. Lingkungan belajar memberi pengaruh
potensi kreatifnya. Penelitian yang dilakukan
signifikan terhadap kreativitas menulis
Jane Piirto (1998) menunjukkan bahwa para
remaja.
penulis kreatif, khususnya wanita, memiliki
3. Lingkungan belajar dan kecenderungan
karakteristik kepribadian tertentu dimana salah
kepribadian
16
secara
bersama-sama
memiliki
pengaruh signifikan terhadap
Instrumen
kreativitas menulis remaja.
yang
digunakan
untuk
mengukur kreativitas dalam menulis adalah tes mengarang berbahasa Inggris.
Subyek
Metode Penelitian
diminta menulis karangan berbahasa Inggris
Variabel Penelitian
dengan tema Three Wishes in My Life.
Variabel
kreativitas
Sebelum menentukan tema tersebut, telah
menulis remaja yang didefinisikan sebagai
dilakukan uji coba untuk menentukan tema
skor yang diperoleh dari hasil mengarang
yang sesuai dengan kapasitas siswa SMP
berbahasa Inggris dengan melihat aspek-
untuk dapat mengembangkan unsure-unsur
aspek kelancaran, kelenturan, keaslian, dan
kreativitas
keterperincian
2002).
dilakukan
adalah
menggunakan skema penilaian tulisan kreatif
kecenderungan kepribadian yang didefinisikan
yang dikembangkan Utami Munandar (1977;
sebagai ciri-ciri dari salah satu dikotomi pada
2002).
Variabel
terikat
(Utami
Munandar,
bebas
Myers-Briggs
adalah
pertama
Type
mengukur
yang
tulisannya.
secara
Instrumen
Indicator
(MBTI) Extraversion/Introversion
dalam
Penilaian
kuantitatif
yang
dengan
digunakan
kecenderungan
untuk
kepribadian
dikembangkan oleh Isabel Briggs Myers dan
merupakan modifikasi dari Myers-Briggs Type
Katherine Briggs (Myers dkk., 1998). Variabel
Indicator
bebas
adalah
lingkungan
belajar
komponen-komponen
sebagai
persepsi
remaja
karakteristik introversi
kedua
didefinisikan
(MBTI)
mengambil
yang
mengukur
extraversi. Butir-butir
mengenai lingkungan belajarnya berkaitan
diterjemahkan
dengan kemungkinan munculnya kreativitas
Bahasa Indonesia yang umum digunakan.
yang
Modifikasi
ditinjau
dari
aspek
guru,
teman,
dan
dengan
dengan
disesuaikan
dengan
menyederhanakan
pengaturan kelas, dan sumberdaya (Utami
pertanyaan dan bahasa dilakukan dengan
Munandar, 2002; Davis & Rimm, 2004).
pertimbangan
agar
pertanyaan-pertanyaan
dalam instrumen dekat dengan kehidupan
Subyek Penelitian
keseharian remaja sehingga dapat dengan yang
Subyek penelitian adalah siswa SMP
mudah dimengerti dan direspon.
berusia
menggunakan
11-15 teknik
Modifikasi
tahun
dengan
berupa penambahan butir-butir pertanyaan
accidental
sampling.
dilakukan agar semua indikator karakteristik
Subyek diperoleh dari LBPP-LIA Galaxy yang
yang akan diukur dapat terwakili.
merupakan suatu institusi non-formal Bahasa
Instrumen untuk mengukur lingkungan
Inggris. Jumlah subyek yang diambil adalah
belajar dalam penelitian ini adalah skala yang
semua siswa pada tingkat terakhir program
dirancang oleh peneliti dengan meninjau
Bahasa Inggris untuk SMP, yaitu 158 orang.
komponen-komponen
Instrumen Penelitian
pengaturan kelas, dan sumberdaya (lihat table 1.)
17
guru,
teman,
Tabel 1. Kisi-kisi penyusunan skala lingkungan belajar. Komponen
Indikator Sikap kreatif
Guru
Falsafah mengajar Strategi mengajar Sikap kreatif
Teman
Tekanan konformitas Pengaturan duduk dan pola aktivitas
Pengaturan kelas
Kebebasan mengekspresikan diri Peraturan-peraturan Materi dan silabus
Sumberdaya
Akses informasi
Pengolahan dan Analisis Data
yang dilakukan sendiri atau melibatkan hanya
Data yang terkumpul dikategorisasi dan
dianalisis secara statistik.
dengan
menggunakan
sedikit orang seperti membaca, menulis buku
Data diolah
program
harian, bermain game komputer, chatting
komputer
internet dan sebagainya.
Terdapat 11,6%
Statistical Package for the Social Sciences
menyukai
aktivitas
(SPSS) 13.00 for Windows.
Data dianalisis
menyukai
kombinasi
dengan menggunakan teknik regresi berganda
kelompok.
untuk menguji terbukti atau tidaknya hipotesis
aktivitas kelompok diantaranya bermain bola
yang diajukan.
basket, bermain sepak bola, pesta, berkumpul dengan
kelompok aktivitas
Kegemaran
teman-teman
dan
29,9%
soliter dan
yang
(hang
termasuk
out)
atau
Hasil Dan Analisa Hasil
sejenisnya.
Profil Subyek
merupakan aktivitas yang pada prakteknya
Dari 147 data subyek yang dapat
dapat
Aktivitas soliter dan kelompok,
dilakukan
sendiri
atau
bersama
diolah, 44,9% adalah remaja pria dan 55,1%
kelompok seperti menyanyi, bermain musik,
adalah remaja perempuan. Berdasarkan asal
berbelanja, atau sejenisnya. Sebagian besar
sekolah, 48,9% bersekolah di SMP negeri dan
ayah
51,1% bersekolah di SMP swasta. Terdapat
(49,7%) dan sebagian besar ibu adalah ibu
47,6 % subyek yang merupakan anak pertama
rumah tangga (54,4%).
dan
pertama.
subyek memiliki ayah dengan latar belakang
Aktivitas soliter merupakan jenis aktivitas yang
pendidikan setara S1 atau D3 ((63,9%) dan
mayoritas
ibu,juga, dengan latar belakang pendidikan
52,4%
(58,5%).
yang
menjadi
bukan
anak
kegemaran
subyek
Aktivitas soliter adalah kegiatan
mereka
adalah
setara S1 atau D3 (66,7%).
18
karyawan
swasta
Sebagian besar
Kecenderungan Kepribadian, Lingkungan Belajar, dan Kreativitas Menulis Tabel 2. Data Subyek Berdasarkan Kecenderungan Kepribadian Kecenderungan Kepribadian
Persentase (%)
Extravert
60,5
Introvert
39,5
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
drama perlu lebih dibangun disebabkan
besar
aktivitas-aktivitas
remaja
adalah
extravert
(60,5%).
Hanya terdapat 39,5% remaja merupakan 3.
Gambaran lingkungan belajar yang
Secara
umum
pengaturan memfasilitasi
teman
siswa remaja.
kelas,
dan
sumberdaya adalah sebagai berikut: 1.
Guru
bersikap
sangat
aktivitas
di
kelas
terwujudnya
dan cukup
kreativitas
Hal ini tampak pada
penerapan pola aktivitas yang bervariasi dengan
antara aktivitas kelas (class activity),
memberikan kesempatan pada siswa
kerja individu (individual work), kerja
untuk bertanya.
berpasangan
motivasi
terbuka
Guru juga memberi
siswa
dengan
(pair
work),
dan
kerja
menunjukkan
kelompok (group work). Pola pengaturan
sikap antusias dan bersemangat saat
duduk pun disesuaikan dengan pola
mengajar dan memberi perhatian sama
aktivitas.
terhadap
mengekspresikan diri melalui hasil karya
semua
siswa.
Namun
Kesempatan
untuk
demikian, guru perlu memperbaiki variasi
dirasa belum cukup diberikan.
teknik mengajar dengan memanfaatkan
tampak dari sedikitnya hasil karya siswa
perlengkapan-perlengkapan
yang
tambahan
seperti gambar, kaset, video, dan lain-
dipasang
4.
keterampilan
subyek
antara
pendapat
dengan
mereka dan tidak memaksakan kehendak
(listening),
pada subyek untuk mengikuti keinginan
membaca
mereka.
(writing),
Sikap kreatif teman-teman
sekelas
ditunjukkan
kecenderungan
untuk
wujud
dari
Dari sisi materi dan silabus, komposisi
Teman-teman dapat menerima apabila berbeda
sebagai
Hal ini
ekspresi diri mereka.
lain. 2.
pola
duduk
dipersepsikan remaja ditinjau dari aspek guru, pengaturan
ini
menunjang kreativitas.
introvert.
sekelas,
seperti
yang
diasah
keterampilan
bervariasi mendengar
berbicara, (reading), disamping
(speaking), dan
menulis
materi
struktur
dengan
bahasa (grammar). Sarana untuk akses
sama
informasi diberikan dengan menyediakan
bekerja
melalui kerja kelompok dan tidak bersikap
perpustakaan
individual
bekerja
membaca atau meminjam buku-buku
demikian,
yang tersedia. Namun demikian, sebagai
aktivitas-aktivitas
institusi bahasa asing, LBPP-LIA belum
dengan
sendiri-sendiri. kesukaan yang
memilih Namun
terhadap
bersifat
permainan
peran
dan
menyediakan
19
dimana
siswa
laboratorium
dapat
bahasa
sebagai
sarana
untuk
mengasah
keterampilan berbahasa siswa remaja.
Tabel 3.
skor yang terendah adalah 4 (1,4%). Terdapat
Data Subyek Berdasarkan Skor Mengarang
18,4% remaja dengan tulisan sangat kreatif
Skor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Persentase (%) 1,4 6,1 6,8 6,1 8,8 9,5
Skor
Persentase (%)
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
10,2 12,2 12,9 7,5 6,1 7,5 2,7 1,4 0,7 -
(skor 15-19). Diantara
remaja
kreatif
tersebut,
sebagian besar adalah perempuan (59,3%). Mereka menyukai aktivitas-aktivitas soliter (70,4%), dan sekitar 51,9% dari mereka melakukan
aktivitas
yang
terkait
dengan
menulis seperti menulis buku harian, menulis puisi, atau membaca,
Terdapat 51,9%
diantara mereka merupakan anak pertama. Skor mengarang yang diperoleh terbanyak
Sebagian besar remaja kreatif memiliki orang
(modus) adalah skor 13 (12,9%).
tua dengan tingkat pendidikan setara D3 atau
Skor
S1 (ayah: 66,7%, ibu: 70,4%).
tertinggi yang diperoleh adalah 19 (0,7%), dan
Analisa Hasil Tabel 4. Uji Korelasi dan Regresi Variabel
R
R2
F
Sig
Kecenderungan kepribadian
0,107
0,011
1,669
0,198
Lingkungan belajar
0,609
0,371
0,946
0,583
0,610
0,372
0,925
0,620
Kecenderungan
kepribadian
dan lingkungan belajar
Pada
variable
kecenderungan
Hasil uji regresi berganda variabel
kepribadian, uji regresi menunjukkan nilai
kecenderungan kepribadian dan lingkungan
probabilitas sebesar 0,198 (p 0,05) yang
belajar terhadap kreativitas menulis remaja
berarti variabel kecenderungan kepribadian
menunjukkan
tidak cukup signifikan untuk memprediksi
p=0,620 (p 0,05). Dengan demikian hipotesis
tingkat kreativitas menulis remaja.
ketiga penelitian ini tidak terbukti.
Dengan
hubungan
yang
signifikan,
demikian hipotesis pertama dari penelitian ini Diskusi
tidak terbukti. Pada variabel lingkungan belajar, uji
Hasil
penelitian
ini
menunjukkan
regresi menunjukkan nilai probabilitas 0,563
sebagian besar siswa remaja adalah extravert.
(p 0,05)
variabel
Dominasi extraversi terjadi baik pada remaja
lingkungan belajar tidak cukup signifikan
pria maupun remaja perempuan. Kenyataan
dalam memprediksi tingkat kreativitas menulis
ini
remaja.
menyatakan
yang
berarti
bahwa
Dengan demikian, hipotesis kedua
tidak terbukti.
20
sejalan
dengan bahwa
teori extraversi
Jung
yang
merupakan
kecenderungan yang mendominasi kesadaran
kepribadian
di masa remaja (dalam Hall et al., 1998).
memprediksi kreativitas menulis seseorang.
Ditinjau dari teori Myers-Briggs Type Indicator,
MBTI
kedalam
dalam
konsep
harus
diteliti
kreativitas
itu
untuk
sendiri,
empat
kreativitas dalam menulis merupakan bakat
yaitu
yang spesifik. Kemungkinan hanya kombinasi
extraversion/introversion (EI), sensing/intuitive
tipe-tipe tertentu yang merupakan ciri penulis
(SN),
kreatif.
dikotomi
terbagi
Di
MBTI
terpisah,
thinking/feeling
judging/perceiving 2001).
(JP)
(TF), (dalam
dan Santrock,
Ada 16 tipe kepribadian
Ditinjau dari MBTI sebagai suatu alat
yang
ukur, tes MBTI merupakan self-assessment
merupakan permutasi dari keempat dikotomi.
dimana responden mengukur dirinya sendiri.
Tidak adanya pengaruh yang bermakna dari
Self-assessment sangat rentan dengan bias
variabel kecenderungan kepribadian terhadap
dari jawaban responden.
kreativitas dalam menulis dapat disebabkan
jawaban responden merupakan cerminan dari
karena komponen yang diukur pada penelitian
dirinya atau bukan tidak dapat benar-benar
ini hanya komponen extraversi dan introversi.
diketahui.
Dengan demikian uji korelasi dan regresi yang
dalam diri seseorang kecenderungan terhadap
dilakukan
dari
kedua sikap (extraversi dan introversi) ada.
keseluruhan deskripsi kepribadian dalam teori
Meskipun antisipasi terhadap kemungkinan
MBTI.
bias ini telah dilakukan dengan menambah
masih
bersifat
Pengukuran
extraversi/introversi bermakna
terhadap
menjadi
untuk
parsial
komponen
tidak
memprediksi
cukup
butir-butir
Apakah jawaban-
Bias ini dapat terjadi mengingat
yang
mengukur
karakteristik
kreativitas
masing-masing kecenderungan dan melalui
dalam menulis seseorang, khususnya remaja.
petunjuk pada awal pelaksanaan tes. Kepada
Pada setiap komponen dari keempat dikotomi
responden dijelaskan bahwa tidak ada pilihan
tentunya ada ciri-ciri kepribadian yang dekat
benar atau salah, dan bahwa respoden harus
dengan
kemungkinan
memilih jawaban yang paling dekat dengan
komponen-komponen lain (SN, TF, atau JP)
kehidupan kesehariannya dan sifatnya paling
lebih berperan dalam memprediksi kreativitas
sering (often) dan tidak memerlukan usaha
menulis
(effortless) (Myers dkk., 1998).
kreativitas.
seseorang.
Ada
Sebagai
contoh,
Namun
seseorang yang intuitive mungkin lebih kreatif
demikian, kemungkinan terjadinya bias tetap
daripada seseorang yang sensing, disebabkan
ada mengingat subyek
faktor intuisi merupakan ciri yang lekat dengan
adalah remaja.
kreativitas. Individu perceiver bisa jadi lebih
bahwa MBTI biasa diberikan kepada orang
kreatif daripada individu judger.
Dalam
dewasa untuk berbagai kebutuhan terutama
memandang suatu masalah dan mencari
untuk tujuan pemilihan sumberdaya manusia
solusi
di
masalah,
terhadap
perceiver
lebih
kemungkinan-kemungkinan
terbuka
pada penelitian ini
Myers (1998) menyatakan
perusahaan-perusahaan.
Di
dunia
yang
pendidikan, MBTI sering digunakan pada
beragam sementara judger lebih menyukai
lulusan sekolah menengah dalam pemilihan
kepastian. Kemunginan lain adalah gabungan
jurusan di pendidikan tinggi atau pemilihan
dari ciri-ciri pribadi kreatif pada masing-masing
karir.
komponen MBTI. Keseluruhan kombinasi tipe
remaja awal yang berusia antara 11 sampai
21
Pada penelitian ini subyek adalah
dengan 15 tahun.
Menurut Erik Erikson
Ditinjau dari jenis pendidikan, LBPP-
(1968), remaja berada pada tahap kelima dari
LIA
tahapan perkembangan psikososial manusia,
formal.
yaitu identity versus role confusion.
terhadap
utama
remaja
psikososialnya
dalam adalah
Tugas
perkembangan
untuk
merupakan Status
ini
tidak
lingkungan
membentuk
institusi
pendidikan
diduga
berpengaruh
bermaknanya
belajar
menulis remaja.
non-
terhadap
variabel kreativitas
Dari sisi frekuensi dan
identitas dirinya, mengatasi krisis dan konflik
intensitas
psikososial yang dialaminya pada masa ini.
diduga berpengaruh pada hasil penelitian ini.
Konflik psikososial yang sering dialami remaja
Siswa remaja datang untuk belajar Bahasa
adalah konflik peran antara identitas dirinya
Inggris hanya empat jam dalam seminggu.
dan harapan lingkungannya.
Apabila hal ini
Ditinjau dari sisi frekuensi dan intensitas
dikaitkan dengan tes MBTI, kemungkinan
pertemuan dengan guru dan teman sekelas,
terjadinya bias pada subyek remaja relatif
tentunya kuantitas dan kualitas interaksi siswa
lebih besar daripada subyek dewasa. Subyek
remaja tidaklah sebesar dengan guru dan
dewasa sudah memiliki kemapanan dalam
teman-teman di sekolah.
pemahaman terhadap identitas dirinya. Di sisi
dalam satu minggu benar-benar dimanfaatkan
lain,
hanya untuk belajar Bahasa Inggris. Interaksi
ditinjau
dari
psikososialnya membedakan
tahap
remaja apakah
perkembangan terkadang
karakteristik
pertemuan
dan
pembelajaran
Durasi empat jam
sulit
yang ada pun terjadi hanya di dalam kelas.
dalam
Siswa datang pada jam belajar dan langsung
dirinya merupakan cerminan kecenderungan
pulang setelah akhir pelajaran.
internalnya yang bersifat
permanen atau
interaksi interpersonal yang lebih intens dari
realisasi dari harapan lingkungannya yang
siswa remaja di luar kelas baik dengan guru
mungkin
kelas maupun dengan teman sekelas. Hal ini
suatu
Kemungkinan
ini
hari
dapat
didukung
berubah. oleh
hasil
Tidak ada
terkecuali apabila teman sekelas siswa remaja
penelitian ini yang menunjukkan sebagian
di
besar siswa remaja adalah extravert namun
sekolah.
persentase terbanyak tipe kegemaran adalah
sebagai sumber pembelajaran Bahasa Inggris.
aktivitas-aktivitas soliter.
Berbeda dengan pendidikan formal, di sekolah
Hasil analisis statistik terhadap kondisi lingkungan
belajar
di
LBPP-LIA
LBPP-LIA
juga
merupakan
teman
di
Peran guru di LBPP-LIA adalah
remaja bertemu dengan teman-teman dan
Galaxy
guru sekolah setiap hari.
Interaksi ini
dengan meninjau komponen-komponen guru
ditambah dengan adanya kegiatan ekstra
kelas, teman sekelas, pengaturan kelas, dan
kurikuler atau kegiatan-kegiatan lain di luar
sumberdaya menunjukkan kondisi yang cukup
jam sekolah. Biasanya teman sekolah remaja
kondusif bagi terwujudnya kreativitas menulis.
adalah juga teman bermainnya.
Namun demikian kondisi tersebut masih belum
sekolah seringkali berfungsi sebagai orang tua
maksimal dan memerlukan pengembangan.
kedua bagi remaja. Peran guru sekolah tidak
Diduga kondisi yang pertengahan ini yang
hanya pada perkembangan studi remaja
menyulitkan dalam analisis statistik untuk
semata,
melainkan
ditinjau pengaruh kebermaknaannya.
pribadi
dan
keseluruhan.
22
juga
Guru di
perkembangan
pendidikannya
secara
Menurut Csikszentmihalyi
(1996), ada dua alasan utama mengapa guru
dalam jangka waktu satu tahun. Kualitas dan
sangat berperan dalam kreativitas siswa.
kuantitas
Pertama,
meyakini
jarang ada perpindahan siswa dari sekolah
kemampuan siswa, serta peduli. Kedua, guru
formal yang satu ke sekolah formal lain.
menunjukkan kepedulian pada siswa kreatif
Remaja akan berinteraksi dengan teman-
dengan memberi kerja ekstra dan tantangan
teman, guru-guru, dan sistem sekolah secara
yang lebih besar dibandingkan dengan yang
keseluruhan selama tiga tahun.
diterima
lingkungan
guru
mengenali
dan
oleh siswa-siswa
Pendapat
lain
Csikszentmihalyi
ini
di
kelas.
tampaknya
interaksi
belajar
diperbesar
yang
mengingat
Atmosfir
terbentuk
relatif
permanen. Hal ini tentunya berimplikasi pada
ditujukan pada konteks pendidikan formal.
kebermaknaan pengaruh lingkungan belajar
Durasi siklus pembelajaran diduga
sekolah terhadap kreativitas remaja.
juga berpengaruh terhadap hasil penelitian ini. Kesimpulan
Di LBPP-LIA, pergantian tingkat terjadi setiap tiga bulan. Remaja akan diajar oleh guru yang
Dari analisis hasil penelitian diperoleh
berbeda-beda pada tiap tingkatnya. Interaksi
kesimpulan sebagai berikut:
efektif antara siswa remaja dengan guru
1.
Variabel
kelasnya pada tingkat tertentu relatif pendek.
tidak
Setiap guru memiliki sikap, strategi, dan
terhadap
falsafah
Dengan
mengajar
yang
berbeda-beda.
Remaja harus beradaptasi dengan guru yang berbeda-beda
dalam
memberi
kepribadian
pengaruh
kreativitas demikian
signifikan
menulis
remaja.
hipotesis
pertama
penelitian ini tidak terbukti. Variabel
lingkungan
yang relatif pendek. Hal ini berimplikasi pada
memberi
pengaruh
yang
kecilnya
terhadap
kreativitas
menulis
remaja.
kreativitas siswa remaja. Meskipun guru kelas
Dengan
demikian
hipotesis
kedua
saat
penelitian ini tidak terbukti.
pengaruh
ini
mengajar,
memiliki dan
siklus
kecenderungan
guru
sikap
falsafah
pembelajaran
kelas
2.
terhadap
kreatif,
strategi
mengajar
yang
3.
Variabel
belajar
kecenderungan
tidak
signifikan
kepribadian
kondusif bagi kreativitas, namun pendeknya
secara bersama-sama tidak memberi
durasi interaksi siswa remaja dengan guru
pengaruh signifikan terhadap kreativitas
kelas menyebabkan pengaruh yang diberikan
menulis
remaja.
tidak cukup besar dan permanen.
hipotesis
ketiga
Teman-
teman sekelas siswa remaja pun cenderung berganti-ganti.
Dengan penelitian
demikian ini
tidak
terbukti.
Pergantian teman ini dapat Saran
disebabkan karena siswa remaja mengubah jadwal belajar Bahasa Inggrisnya, teman-
Beberapa saran yang diajukan untuk
teman yang tidak melanjutkan kursus, atau
penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut:
perubahan kelas karena faktor administratif.
1.
Perbedaan
jauh
terjadi
belajar sekolah formal. adalah tahunan.
pada
Dilakukan
penelitian
serupa
dengan
lingkungan
menggunakan subyek siswa remaja di
Siklus pembelajaran
sekolah formal untuk melihat pengaruh
Siswa berinteraksi dengan
teman-teman sekelas dan gurunya
kecenderungan
minimal
kepribadian
dan
lingkungan belajar terhadap kreativitas
23
menulis siswa dalam konteks pendidikan
4. Retrieved September 9, 2005 from Proquest Psychology journals.
formal. 2.
Cropley, A.J. (2000). Defining and measuring creativity: are creativity test worth using? Roeper Review. 23,2. Academic Research Library. Retrieved May 15, 2004.
Penelitian selanjutnya disarankan untuk menyertakan
seluruh
komponen
kepribadian pada teori MBTI untuk dapat memperoleh informasi yang menyeluruh tentang
kecenderungan
Csikszentmihalyi, M. (1996). Creativity: flow and the psychology of discovery and invention. New York: HarperCollins Publishers, Inc.
kepribadian
seseorang. 3.
Penggunaan penelitian
metode
selanjutnya
kualitatif yang
pada
Davis, G. A., & Rimm, S.B.. (2004). Education of the gifted and talented (5th ed.). USA: Pearson Education Inc.
berfokus
pada subyek dengan nilai ekstrim (sangat rendah dan sangat tinggi) akan dapat memberikan
informasi
yang
Diakidoy, I.N. & Kanari, E. (1999). Student teachers belief about creativity. British Educational Research Journal. Oxford: Vol. 25 (2), 225-244. Retrieved May 15, 2005.
lebih
mendalam tentang variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kreativitas menulis remaja. 4.
Erikson, E. (1968). Childhood and society (2nd ed.). New York: W.W. Norton & Company Inc.
Penelitian terhadap penulis-penulis kreatif terkenal yang ada di Indonesia akan memberikan
informasi
Feldhusen, J.F. (1993). A conception of creative thinking and creativity training, in S.G. Isaksen, M.C. Murdock, R.L. Firestien, and D.J. Treffinger (eds.), Nurturing and developing creativity: the emergence of a discipline. New Jersey: Alex publishing Corporation.
mendalam
mengenai karakteristik penulis kreatif dalam konteks sosial budaya Indonesia.
Daftar Pustaka Amabile, T.A. (1985). Motivation and creativity: effects of motivational orientation on creative writers. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 48, No. 2, 393-399. Retrieved May 15, 2005.
Hall, C.S., Lindzey, G., Campbell, J.B. (1998). th Theories of personality (4 ed.). John Wiley & Sons, Inc. Keirsey, D. & Bates, M. (1984). Please understand me: character and temperament types (5th ed.). Gonsology Books Ltd.
Arnheim, R. (2001). What it means to be creative. British Journal of Aesthetics. Vol. 41, Iss. 1. Retrieved December 17, 2004.
Monte, C.F. & Sollod, R.N. (2003). Beneath the mask: an introduction to theories of personality (7th ed.). John Wiley & Sons, Inc.
Baron, R. (1998). What type am I? discover who you really are. USA: Penguin Books.
Munandar, S.C. Utami. (1977). Creativity and education: a study of the relationships between measures of creative thinking and a number of educational variables in Indonesian primary and junior secondary schools. Disertasi. Universitas Indonesia.
Boer, J. (1993). creativity and divergent thinking: a task-specific approach. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum. Clark, B. (1986). Growing up gifted. Columbia, USA: CE Merril Publishing Co.
Munandar, S.C.Utami. (2002). Kreativitas dan keberbakatan: strategi mewujudkan potensi kreatif dan bakat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Cropley, A.J. (1999). Creativity and cognition: producing effective novelty. Roeper Review. Bloomfield Hills, Vol. 21, Iss.
24
Myers, I.B., McCaulley, M.H., Quenk, N.L., Hammer, A.L. (1998). MBTI manual: a guide to the development and use of Myers-Briggs Type Indocator (3rd ed.). California: Consulting Psychologists Press, Inc.
creative writers. Ashland University. Retrieved October 8, 2005 from http://personal.ashland.edu/~jpiirto/wo menwriters.htm Poon Teng Fatt, J. (2000). Fostering creativity in education. Education, Chula Vista. Vol. 20, Iss. 4, pg. 744. Retrieved May 24, 2005.
Olszewski-Kubilius, P. (2000). The transition from childhood giftedness to adult creative productiveness: psychological characteristics and social supports. Roeper Reiview. Bloomfield Hills: Vol. 23(2): 65. Retrieved December 12, 2004.
Rice, F. P. (1993). The adolescent: development, relationships, and culture (9th ed.). Allyn and Bacon. Ripple, R.E. (1989). Ordinary creativity. Contemporary Educational Psychology, 14, 189-202. Academic Press, Inc. Retrived May 15, 2005.
Papalia, D.E., Olds, S.W., Feldman, R.D. (2004). Human development (9th ed.). Page 382-453. Boston: McGraw Hill Company, Inc.
Santrock, J.W. (2001). Educational psychology (international edition). McGraw Hill, Inc.
Piirto, J. (1998). Themes in the lives of successful contemporary U.S women
25
PERBEDAAN INTERAKSI GURU-SISWA PADA KELAS UNGGULAN DAN NON-UNGGULAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR (Studi Di SMA Negeri 35 Jakarta Pusat) Oleh Sandriaf Alga dan Puji Lestari Prianto
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan interaksi gurusiswa pada kelas unggulan dan non-unggulan pada SMA yang berpredikat unggulan, yang mana sekolah tersebut menerima siswa-siswa dengan prestasi akademik terbaik dan dengan kemampuan siswa yang tidak jauh berbeda. Serta untuk mengetahui apakah interaksi guru dan siswa memiliki hubungan dengan prestasi belajar siswa pada masing-masing kelas. Penelitian dilakukan menggunakan ex post facto field studies. Subjek penelitian berjumlah 73 orang, dengan komposisi 35 orang dari kelas unggulan dan 38 orang dari kelas non-unggulan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode non-probability sampling. Jenis non-probability sampling yang digunakan adalah accidental sampling. Perhitungan dilakukan dengan teknik t-test dan multiple correlation/ regression. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada interaksi guru dan siswa di kelas unggulan dan non-unggulan. Hasil lainnya adalah tidak adanya hubungan signifikan antara interaksi guru dan siswa dalam kelas dengan prestasi belajar siswa baik pada kelas unggulan maupun non-unggulan. Kata kunci/keywords : interaksi guru-siswa, prestasi belajar Pendahuluan
informasi dan/ atau pengalaman, dan proses
Pendidikan menengah di mana SMA
pembangunan makna tersebut dilakukan oleh
berada di dalamnya memiliki siswa yang
siswa
berada pada tahap remaja atau adolescense.
Kurikulum Balitbang Depdiknas, 2003). Dapat
Menurut Papalia, Olds, dan Feldman (2001)
disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah
remaja adalah masa transisi perkembangan
hasil dari
dari anak-anak menuju kedewasaan yang
makna/
mengikutsertakan perubahan yang besar dari
pengalaman siswa. Prestasi belajar siswa
segi fisik, kognitif dan psikososial. Remaja
dapat diketahui melalui ujian atau pun ulangan
yang
menengah
dari guru. Prestasi belajar dipengaruhi oleh
umumnya lebih banyak menghabiskan waktu
berbagai macam faktor. Menurut Dalyono
luang mereka dengan teman sebaya, yang
(2001) faktor-faktor tersebut adalah faktor
dirasakan lebih nyaman dan menurut mereka
internal
lebih dapat memahami mereka (Larson &
merupakan salah satu faktor eksternal yang
Richard dalam Papalia dkk., 2001). Teman
menonjol. Karena sekolah merupakan pusat
juga
kegiatan belajar mengajar (Pusat Kurikulum
berada
dapat
pada
sekolah
mendorong
mereka
untuk
mendapatkan hasil belajar yang baik di
atau
bersama
orang
lain
(Pusat
evaluasi proses pembangunan
pemahaman
dan
faktor
terhadap
informasi/
eksternal.
Sekolah
Balitbang Depdiknas, 2003).
sekolah (Steinberg, 1999).
Agar sekolah dapat berjalan dengan
Salah satu cara pembuktian dan
baik harus memiliki unsur-unsur seperti siswa,
pengembangan diri siswa di sekolah adalah
alat
melalui prestasi belajar yang mereka raih.
pendidik/guru (Aryatmi dalam Irmasari, 1990).
Belajar
proses
Guru dan siswa merupakan unsur terpenting,
pembangunan makna/ pemahaman terhadap
karena tanpa mereka proses belajar-mengajar
di
sekolah
berarti
26
pendidikan,
tujuan
pendidikan,
tidak akan berjalan. Proses belajar mengajar
akan bersikap secara berbeda antara siswa
diantara guru dan siswa terjadi di dalam ruang
yang berada dalam kelas unggulan dan siswa
kelas dan dapat dipengaruhi oleh berbagai
kelas
macam faktor. Salah satunya adalah interaksi
merupakan suatu sistem pengelompokkan
antara guru dan siswa yang terjadi dalam
yang di dalam literatur psikologi terutama di
kelas. Interaksi sendiri dapat didefinisikan
Amerika Serikat biasanya disebut tracking
sebagai tingkah laku dari dua atau lebih
atau ability grouping (Steinberg, 1999).
individu yang saling mempengaruhi (Vernon,
non-unggulan.
Kelas-kelas
Teknik-teknik
tersebut
pengelompokkan
1972). Jadi interaksi antara guru dan siswa
tersebut umumnya dapat ditemukan pada
merupakan tingkah laku dari keduanya untuk
jenjang SMA terutama pada SMA yang
saling mempengaruhi.
berpredikat
Salah satu elemen dari interaksi guru
unggulan.
merupakan
SMA
yang
dan siswa dalam kelas adalah komunikasi.
diantaranya,
memiliki
Flanders
profesional
dan
(dalam
Davitz,
1970)
SMA memiliki
tenaga
handal,
ciri-ciri
guru
yang
melaksanakan
mengemukakan kategori pola interaksi dalam
kurikulum
kelas ke dalam 3 ranah besar, yaitu teacher
prasarana yang memadai, memiliki sumber
talk,
silence.
dana mandiri yang jelas, sejumlah siswa
Teacher talk adalah pola interaksi yang
dengan bakat-bakat khusus, kemampuan dan
membahas tingkah laku guru dalam kelas.
kecerdasan
Student-initiated talk adalah pola interaksi
Pengelompokkan
yang membahas tingkah laku siswa dalam
menyesuaikan pengajaran dengan kebutuhan
kelas.
siswa yang berbeda-beda kemampuannya
student-initiated
Sedangkan
talk,
silence
dan
adalah
pola
interaksi untuk mengupas suatu periode dalam
yang
unggulan
diperkaya,
luar
sarana
dan
biasa
(Lutanida,
2001).
ini
digunakan
untuk
(Slavin dan Wrightstone dalam Harefa, 1998).
interaksi antara guru dan siswa dalam kelas di
Menurut siswa
ranah besar tersebut Flanders membagi ranah
unggulan di SMA yang berpredikat unggulan
teacher talk ke dalam 2 kategori yaitu teacher
dapat membawa efek yang negatif terhadap
talk-indirect influence dan teacher talk-direct
komunikasi atau interaksi guru dan siswa dan
influence, yang masing-masing terdiri dari 4
akhirnya
dan 3 sub-kategori. Sedangkan ranah student-
belajar. Reuman (dalam Steinberg, 2002)
initiated
menyatakan
menjadi
sebuah
kategori
tersendiri yang terdiri dari 2 sub-kategori. Paradise
berpengaruh
bahwa
menggunakan
dan
terhadap
pada
prestasi
sekolah
pengelompokkan
non
yang kelas
unggulan dan non-unggulan, siswa yang
menyatakan bahwa komunikasi di dalam kelas
bagus secara akademis akan bertambah baik
tergolong penting dan merupakan aspek
dan yang kurang akan semakin buruk. Siswa
paling
yang memiliki
Beberapa
dari
penelitian
Corsini,
unggulan
1994)
mendasar
(dalam
kelas
pengelompokkan
mana mereka tidak berbicara. Berdasarkan 3
talk
dalam
peneliti
dinamika
juga
kelas.
menghasilkan
kecerdasan
tinggi,
berada
dalam kelas khusus yang didasarkan pada
kesimpulan bahwa komunikasi guru dalam
kemampuan
kelas mempengaruhi prestasi belajar siswa.
meningkatkan ekspektasi untuk berprestasi
Suyatno (2002) yang menyatakan bahwa guru
lebih baik dan meningkatkan evaluasi dari
27
atau
kecerdasannya,
akan
guru terhadap mereka. Sedangkan siswa yang
Interaksi dapat didefinisikan sebagai
memiliki kemampuan rendah yang terjadi
tingkah laku dari dua atau lebih individu yang
justru sebaliknya (Reuman, dalam Steinberg,
saling mempengaruhi (Vernon, 1972). Bar-Tal
2002). Berdasarkan uraian tersebut peneliti
& Bar-Tal (dalam Feldman, 1990) menyatakan
ingin meneliti apakah antara kelas unggulan
interaksi adalah pada saat dua orang atau
dan
perbedaan
lebih berkomunikasi satu sama lain melalui
interaksi di kelas dan apakah perbedaan
verbal dan/ atau tingkah laku non-verbal.
tersebut mempengaruhi prestasi belajar.
Interaksi dalam kelas tidak hanya berguna
non-unggulan
terdapat
untuk mencapai tujuan pendidikan tapi juga Rumusan Masalah
berfungsi sebagai mekanisme di mana guru dan siswa menyadari goals pribadi dan sosial
Berdasarkan uraian tersebut maka
mereka (Bar-Tal & Bar-Tal dalam Feldman,
rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1.
Apakah
ada
perbedaan
skor
1990). Interaksi
yang
influence
unggulan
yang
antara
siswa
SMA
berada
pada
kelas
dalam
Apakah
ada
perbedaan
skor
yang
influence
unggulan
yang
antara berada
siswa
SMA
pada
kelas
Feldman,
1990
antara
lain
:
dinamis
dan
dapat
berubah-ubah,
melibatkan tingkah laku, memiliki unsur saling
yang
mempengaruhi dan menguntungkan, memiliki
signifikan pada skor kategori teacher talkindirect
memiliki
membutuhkan partisipan, merupakan proses
unggulan dengan kelas non-unggulan? 2.
kelas
beberapa karakteristik (Bar-Tal & Bar-Tal
signifikan pada skor kategori teacher talkdirect
dalam
aturan, dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan dapat diukur.
unggulan dengan kelas non-unggulan? 3.
Apakah
ada
perbedaan
skor
Interaksi Kelas Guru-Siswa
yang
Proses belajar mengajar melibatkan
signifikan pada skor kategori student-
dua unsur yaitu guru dan siswa. Secara
initiated talk antara siswa SMA unggulan
sederhana proses tersebut terjadi melalui
yang berada pada kelas unggulan dengan
aktivitas guru menyampaikan materi pelajaran
kelas non-unggulan? 4.
kepada siswa. Sedangkan siswa melakukan
Apakah ada hubungan antara skor dari 9
aktivitasnya yaitu berusaha menyerap apa
sub-kategori skala interaksi verbal dalam
yang disampaikan oleh guru. Agar proses
kelas pada siswa SMA unggulan yang
tersebut
berada pada kelas unggulan dengan
berjalan
dengan
lancar
diperlukan suatu tools atau alat yang dapat
prestasi belajarnya? 5.
dapat
menghubungkan
Apakah ada hubungan antara skor dari 9
antara
keduanya
yaitu
keterampilan berkomunikasi (Irmasari, 1989).
sub-kategori skala interaksi verbal dalam
Tanpa komunikasi mengajar dan belajar tidak
kelas pada siswa SMA unggulan yang
akan dapat berlangsung, dan komunikasi yang
berada pada kelas non-unggulan dengan
baik antara guru dan siswa merupakan hal
prestasi belajarnya?
yang esensial dalam belajar (Moore, 2001).
Tinjauan Teoritis
Komunikasi antara guru dan siswa dapat
Interaksi Kelas
28
dibagi menjadi dua (Aryatmi dalam Irmasari,
SMA unggulan didefinisikan sebagai
1989), yaitu: komunikasi guru dengan siswa di
SMA biasa yang menyelenggarakan program
luar kelas dan di dalam kelas.
pengayaan
Beberapa
penelitian
menghasilkan
sedemikian
rupa
dapat
menghasilkan sejumlah lulusan yang memiliki
kesimpulan bahwa komunikasi guru dalam
kemampuan
dan
kelas mempengaruhi prestasi belajar siswa.
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
Penelitian Page (dalam McDonald, 1968)
memadai untuk mengikuti dan menyelesaikan
menyatakan bahwa komentar lisan maupun
pendidikan
tulisan (komunikasi verbal) mempengaruhi
(Direktorat PMU Dirjen Pendidikan Dasar Dan
prestasi belajar.
Menengah dalam Setiawati, 1996).
di
kecerdasan
Perguruan
luar
biasa,
Tinggi
(PT)
Adapun SMA unggulan memiliki ciriFlanders Categories For Interaction Analysis
ciri antara lain, memiliki sejumlah siswa
(Analisis Interaksi Flanders)
dengan
Flanders, Bellack dan Davitz, dan lain-
bakat-bakat
kemampuan
dan
khusus,
kecerdasan
dengan
luar
biasa,
lain (dalam Davitz, 1970) telah melaksanakan
memiliki program pengayaan (kurikulum yang
penelitian
proses
diperkaya) yang disesuaikan dengan tuntutan
komunikasi verbal dalam interaksi dalam
belajar siswa, kemajuan ilmu pengetahuan
kelas. Flanders mengembangkan teknik untuk
dan teknologi. Memiliki tenaga kependidikan
menganalisa interaksi berdasarkan penelitian
yang dapat melayani tuntutan belajar siswa,
awal dari Anderson, Lippit dan White, dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
Withall (Davitz, 1970). Anderson berfokus
memiliki sarana dan prasarana yang dapat
pada dua aspek yang berhubungan dengan
menunjang kegiatan belajar mengajar dengan
interaksi
program pengayaan, memiliki sumber dana
integrative.
guna
yaitu
mengetahui
dominating
Sedangkan
dan
Lippit
socially
dan
White
mandiri
yang
jelas
dan
pasti,
memiliki
yang
dapat
(dalam Davitz, 1970) berfokus pada penelitian
organisasi
pengelolaan
mengenai gaya kepemimpinan autoritarian,
mendukung
dan
demokratis, dan laissez faire.
belajar mengajar dengan program pengayaan
Berdasarkan
penjelasan
tersebut
melaksanakan
kegiatan
(Lutanida, 2001).
dirancang suatu sistem untuk menganalisa komunikasi
verbal
dalam
kelas,
sistem
Pengelompokkan Kelas (Ability Grouping Atau
tersebut dikenal dengan Flanders categories for
Tracking)
interaction analysis. Flanders membagi
Kauchak
dan
Eggen
(1997)
komunikasi verbal dalam kelas menjadi 10
menyebutkan grouping atau pengelompokkan
sub-kategori dengan menempatkan 4 sub-
kelas terdiri dari tiga bentuk, yaitu between-
kategori ke dalam kategori teacher talk-indirect
class ability grouping, within class ability
influence. Tiga sub-kategori ke dalam kategori
grouping, dan joplin plan. Between-class
teacher talk-direct influence. Dua sub-kategori
ability grouping adalah siswa dalam satu
ke dalam kategori student-initiated talk dan
tingkat dikelompokkan menurut kemampuan
satu sub-kategori ke dalam kategori silence.
akademisnya.
SMA Unggulan
grouping, siswa dalam satu kelas dibagi-bagi
29
Dalam
within
class
ability
ke dalam kelompok-kelompok kecil sesuai
b. Faktor eksternal, adalah faktor dari luar
dengan kemampuannya dalam mata pelajaran
diri
siswa
yaitu,
keluarga,
tertentu. Sedang, dalam joplin plan siswa
masyarakat, lingkungan.
sekolah,
antar tingkat kelas yang memiliki kemampuan yang sama dalam mata pelajaran tertentu
Metode Penelitian
dicampur dalam satu kelas sehingga dapat
Subjek Penelitian
belajar bersama-sama. Dilihat dari ciri-ciri
Subjek
yang
digunakan
dalam
yang ada pengelompokkan SMA di Indonesia
penelitian adalah siswa SMA unggulan yang
(terutama
dapat
berada di kelas 1 atau kelas X (sepuluh).
pengelompokkannya
Pengambilan sampel dilakukan pada siswa
termasuk ke dalam jenis between-class ability
kelas 1 SMA, karena peneliti ingin melihat
grouping. Between-class ability grouping dapat
apakah
menghasilkan 3 jenis atau 2 jenis kelas,
unggulan dan dikelompokkan ke dalam kelas
tergantung dari kebijakan sekolah masing-
unggulan
masing.
belajarnya meningkat atau menurun. Selain itu
Prestasi Belajar
kemungkinan siswa kelas 1 belum terlalu
DKI
disimpulkan,
Jakarta)
bahwa
Menurut
maka
Morgan, King & Robinson
siswa
setelah
dan
beradaptasi
masuk
sekolah
non-unggulan
terhadap
prestasi
lingkungan
sekolah
(1981) belajar adalah perubahan tingkah laku
sehingga belum banyak variabel yang dapat
yang relatif permanen yang terjadi sebagai
mempengaruhi
hasil pengalaman atau latihan. Belajar di
subjek pada kelas unggulan, yaitu kelas 1-2
sekolah berarti proses pembangunan makna/
berjumlah 35 orang, sedangkan jumlah siswa
pemahaman terhadap informasi dan/ atau
pada kelas non-unggulan yaitu kelas 1-6
pengalaman,
berjumlah 38 orang.
dan
proses
pembangunan
mereka.
Ada
pun
jumlah
makna tersebut dilakukan oleh siswa atau bersama
orang
lain
(Pusat
Kurikulum
Variabel Penelitian
Balitbang Depdiknas, 2003). Prestasi belajar
1. Siswa kelas unggulan
dapat disimpulkan sebagai hasil dari evaluasi
Siswa kelas unggulan adalah siswa-siswa
proses pembangunan makna/ pemahaman
yang pada saat penerimaannya memenuhi
terhadap informasi dan/ atau pengalaman
standar persyaratan yang telah ditetapkan
siswa. Prestasi belajar diketahui melalui ujian
sekolah untuk dapat ditempatkan dalam
atau pun ulangan dari guru.
kelas khusus yaitu kelas unggulan. Pada
Menurut Dalyono (2001) faktor-faktor
sekolah yang digunakan pada penelitian
yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar,
ini, syarat dimasukkannya siswa ke dalam
adalah:
kelas unggulan adalah berdasarkan nilai
a. Faktor internal, adalah faktor dari dalam
ujian
diri siswa itu sendiri seperti, kesehatan,
nasional
SLTP
pada
pelajaran
matematika.
inteligensi dan bakat, minat dan motivasi,
2. Siswa kelas non-unggulan
cara belajar.
Siswa kelas non-unggulan adalah siswasiswa yang pada saat penerimaannya tidak memenuhi persyaratan dari sekolah
30
untuk ditempatkan dalam kelas khusus.
membandingkan apakah ada perbedaan
Dalam hal ini siswa akan dimasukkan ke
signifikan
kelas non-unggulan jika setelah semua
dimasukkan ke dalam kelas yang berbeda
siswa yang diterima di sekolah tersebut
tersebut. Pada penelitian ini diperlukan
diurutkan dari yang paling tinggi ke yang
mata pelajaran yang diajarkan pada kelas
paling rendah berdasarkan nilai ujian
unggulan dan non-unggulan oleh pengajar
nasional SLTP-nya pada mata pelajaran
yang sama.
nilai
siswa
pada
saat
matematika, ternyata mereka tidak berada di dalam urutan paling pertama sampai pada urutan tertentu sesuai kuota yang
Alat Pengumpul Data
telah ditetapkan sekolah.
Alat
3. Interaksi kelas guru-siswa Interaksi
kelas
digunakan
dalam
pengumpulan data adalah skala sikap dan adalah
wawancara sebagai metode tambahan. Tipe
komunikasi verbal yang terjadi di dalam
skala yang peneliti gunakan adalah tipe Likert.
kelas
Skala pada penelitian ini berjumlah 47 item
antara
guru-siswa
guru
dan
siswa
yang
berusaha diketahui melalui penelitian ini.
disusun
Komunikasi
diteliti
interaksi kelas dari Flanders (1952, dalam
dengan menggunakan suatu alat ukur
Davitz&Ball, 1970). Pada penelitian ini peneliti
berupa
hanya menggunakan 9 sub kategori, yang
tersebut
skala.
berusaha
Skala
yang
berisi
dengan
pernyataan-pernyataan tersebut disusun
terdiri
dengan menggunakan 9 dari 10 sub-
encourages,
kategori
students,
dari
Flander
categories
for
interaction analysis.
student
Prestasi belajar adalah nilai rata-rata raport
siswa
Pendidikan
dari
dalam
mengadaptasi
accept
feeling,
accepts
or
ask
question,
uses
kategori
praises
or
ideas
of
lecturing,
giving
direction, criticizing or justifying authority,
4. Prestasi belajar
mata
Kewarganegaraan
talk-response,
dan
student
talk-
initiation.
pelajaran
Alat lain yang juga digunakan adalah
ketika
wawancara.
berada di kelas 1. Penggunaan nilai
wawancara
tersebut dimaksudkan agar peneliti dapat
terstruktur
Hasil Penelitian 1.
yang
Jenis ini
adalah
pertanyaan wawancara
pada semi
yang berada pada kelas unggulan dengan
Perbedaan penilaian mengenai interaksi
kelas
guru-siswa antara siswa SMA unggulan
Tabel 1. Perbedaan penilaian mengenai interaksi guru-siswa Kategori
Skor t-test (los 0.05)
Teacher Talk-Direct Influence
0,700
Teacher Talk-indirect Influence
0,989
Student Initiated Talk
0,243
31
non-unggulan.
Berdasarkan tabel 1 di atas yang merupakan
bahwa
hasil perhitungan t-test tidak ditemukannya
signifikan pada ketiga kategori skala interaksi
perbedaan
ketiga
kelas antara siswa SMA unggulan yang
kategori skala interaksi verbal. Sehingga
berada pada kelas unggulan dengan kelas
pertanyaan 1 sampai 3 dapat terjawab, yaitu
non-unggulan.
2.
yang
signifikan
pada
tidak
ada
perbedaan
skor
yang
Hubungan antara penilaian siswa SMA unggulan yang berada pada kelas unggulan terhadap interaksi guru-siswa dalam kelas dengan prestasi belajar mereka.
Tabel 2. Hubungan Antara 9 Sub-Kategori Skala Interaksi Verbal Dalam Kelas Dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas Unggulan Model Summary
Model 1 a.
R kelas = X-2 (Selected) .625a
Adjusted R Square .171
R Square .391
Std. Error of the Estimate 5.427
Predictors: (Constant), stu_initiation, accept_feeling, criticizing, praises, ask_question, lecturing, giv_direction, stu_response, accepts_ideas
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat pada model
interaksi verbal dalam kelas tidak memiliki
1 nilai R adalah sebesar 0.625. Hal ini
korelasi
menunjukkan bahwa skor 9 sub-kategori skala
belajar siswa kelas unggulan.
yang
signifikan
dengan
prestasi
3. Hubungan antara penilaian siswa SMA unggulan yang berada pada kelas non-unggulan terhadap interaksi
guru-siswa
dalam
kelas
dengan
prestasi
belajar
Tabel 3 Hubungan Antara Sub-Kategori Skala Interaksi Verbal Dalam Kelas Dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas Non-Unggulan Model Summary
Model 1 a.
R kelas = X-6 (Selected)
Adjusted R Square
R Square .510a
.260
Std. Error of the Estimate .022
6.382
Predictors: (Constant), stu_initiation, praises, giv_ direction, stu_response, ask_question, criticizing, accept_feeling, lecturing, accepts_ideas
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat model 1 nilai
verbal dalam kelas tidak memiliki korelasi
R adalah sebesar 0.510. Hal ini menunjukkan
yang signifikan dengan prestasi belajar siswa
bahwa skor 9 sub kategori skala interaksi
kelas non unggulan.
32
Diskusi
skala
interaksi,
praises
lebih
berperan
Tidak adanya perbedaan interaksi
terhadap prestasi belajar siswa. Berbeda
tersebut mungkin saja terjadi karena siswa
dengan siswa kelas non-unggulan yang sub-
pada kelas unggulan dan kelas non-unggulan
kategori criticizing lebih berperan terhadap
memiliki pandangan yang sama mengenai
prestasi belajar. Hal tersebut menjadi menarik
interaksi guru Pendidikan Kewarganegaraan
karena
tersebut. Akhirnya mereka menjawab skala
kemampuan siswanya tidak jauh berbeda,
bukan
sub-kategori yang berperan terhadap prestasi
berdasarkan
pendapat
mereka
pada
yang menurut mereka akan dijawab oleh
unggulan kemungkinan tidak jauh berbeda
teman mereka bila berada dalam situasi yang
atau
sama. Ini sesuai dengan perkataan Turner dan
Menurut peneliti hal tersebut kemungkinan
Helms (1987) yang menyatakan hubungan
terjadi
remaja dengan peer atau teman sebaya
menyampaikan harapan mereka yang tinggi
sangat
ingin
kepada kelas unggulan dan tidak kepada
mereka.
kelas non-unggulan, sehingga siswa kelas
Alasan lain yang mungkin menjadi penyebab
unggulan lebih mengharapkan pujian dan
kesamaan
perkataan baik dari guru sebagai motivasi
mendapatkan
dan
remaja
pengakuan
interaksi
berdasarkan
peer
guru-siswa
wawancara,
bahwa
adalah guru
berada
karena
maupun
unggulan
yang
belajar
masih
kelas
unggulan
mengenai interaksi guru siswa, namun apa
penting,
siswa
sekolah
pada
dari
awal
reinforcement
bagi
dan
satu
non-
kategori.
guru
sudah
mereka
dan
mengajar berdasarkan satu petunjuk yaitu
mungkin itu lah yang biasa mereka dapatkan
buku pelajaran.
dari guru mereka. Lain halnya dengan siswa
Prestasi belajar siswa kelas unggulan pada
mata
pelajaran
kelas non-unggulan, yang pada awal proses
Pendidikan
belajar mengajar guru tidak menyampaikan
Kewarganegaraan sedikit lebih tinggi dari
harapannya pada siswa kelas tersebut. Siswa
pada siswa kelas non-unggulan, yaitu 72,19
kelas non-unggulan akan lebih termotivasi
dengan 71,45. Prestasi yang lebih tinggi pada
belajar jika guru mengkritik mereka.
kelas unggulan mungkin saja terjadi karena faktor dari
dalam
diri
siswa
itu
Satu
sendiri
kategori
yang
tidak
peneliti
gunakan adalah silence, karena menurut
inteligensi, minat, atau pun motivasi (Dalyono,
peneliti
2001).
guru
menyusun skala tersebut, kategori itu akan
menyebutkan harapan guru kepada kelas
lebih efektif digunakan pada metode penelitian
unggulan agar mereka lebih baik dari kelas
yang menggunakan observasi dan kategori
lain, dapat saja hal tersebut membuat siswa
tersebut lebih menggunakan perspektif orang
lebih termotivasi dan lebih dapat merasakan
ketiga yang bukan guru maupun siswa.
pengaruh tidak langsung yang diberikan guru
Menurut Davitz (1970)
ketika mereka berinteraksi dibandingkan kelas
Flanders
lain yang tidak mendapatkan harapan tersebut
mayoritas melihat interaksi dari sisi guru
dari guru. Terbukti dari analisa tambahan yang
dibandingkan
peneliti lakukan menunjukkan bahwa pada
mengakibatkan banyak hal mengenai interaksi
siswa kelas unggulan dari ke 9 sub-kategori
kelas dari sisi siswa yang belum tergali
Dari
wawancara
diketahui,
33
dan
rekan-rekan
dalam
dari
peneliti
yang
kekurangan kategori
interaksi
sisi
kelas
siswa.
adalah
Hal
itu
sehingga
kurang
penelitian
mempelajarinya, sehingga mereka tidak perlu
interaksi kelas ini. Lagi pula kategori interaksi
bertanya lagi kepada guru, sehingga pada
Flanders yang sudah berusia cukup tua,
akhirnya prestasi yang mereka peroleh tidak
dirasa kurang dapat menangkap interaksi
jauh berbeda. Akan lebih baik lagi jika mata
kelas antara guru-siswa pada masa kini, yang
pelajaran yang digunakan dalam penelitian
lebih
jadi
tentang kelas unggulan dan non-unggulan ini
pembicaran tidak lagi didominasi oleh guru,
lebih menantang dan memiliki bobot jam
namun menuntut peran aktif dari siswa juga.
pelajaran yang lebih besar. Namun dengan
cenderung
Menurut
memperkaya
bersifat
dua
peneliti
arah,
validitas
yang
catatan guru yang mengajar pada kelas
digunakan dalam penelitian ini yaitu, validitas
tersebut merupakan orang yang sama.
konten perlu mendapatkan perhatian lebih.
Menurut peneliti belum tentu kategori-
Menurut Murphy dan Davidshofer (2001)
kategori
belum diketahui adanya metode statistik yang
berhubungan dengan prestasi belajar, hanya
dapat mengukur validitas konten, sehingga
saja
validitas tergantung pada alat ukur itu sendiri.
Kewarganegaraan bukan merupakan variabel
Jadi skala yang disusun harus benar-benar
yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui
menggambarkan perilaku yang ingin diketahui
ada tidaknya hubungan tersebut, atau dengan
dan penyusunannya pun melalui pengawasan
kata lain mata pelajaran tersebut tidak tepat
yang baik dari peneliti. Namun hal tersebut
digunakan
dapat menjadi kekurangan dari penggunaan
pembanding kemampuan siswa dari kelas
validitas
unggulan dan non-unggulan.
ini. Hanya dengan pengawasan
pada
skala
mata
interaksi
pelajaran
sebagai
tidak
Pendidikan
pembeda
atau
peneliti dan tanpa melalui penyaringan dengan menggunakan teknik statistik kemungkinan
Kesimpulan
terjadinya human error cukup besar dan hal
1. Tidak ada perbedaan skor yang signifikan
tersebut dapat mempengaruhi skala yang
pada skor kategori teacher talk-direct
digunakan dan pada akhirnya mempengaruhi
influence antara siswa SMA unggulan
hasil penelitian.
yang berada pada kelas unggulan dengan
Beberapa kekurangan lain yang dapat
non-unggulan.
menjadi catatan dalam penelitian ini adalah mata
pelajaran
yaitu
pada skor kategori teacher talk-indirect
Pendidikan
influence antara siswa SMA unggulan
Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran
yang berada pada kelas unggulan dengan
yang telah di ajarkan kepada siswa sejak
non-unggulan.
Pendidikan
yang
digunakan
2. Tidak ada perbedaan skor yang signifikan
Kewarganegaraan.
bangku SD. Materi yang diajar pun tidak
3. Tidak ada perbedaan skor yang signifikan
terlalu berbeda dari tingkat pendidikan SD
pada skor kategori student initiated talk
sampai
antara siswa SMA unggulan yang berada
SMA,
biasanya
berkutat
dengan
Undang-Undang Dasar, Tata Negara, Bela
pada
Negara. Keseragaman materi tersebut dapat
unggulan.
saja membuat siswa merasa tidak perlu memberikan
usaha
yang
lebih
4. Tidak
untuk
kelas
ada
unggulan
hubungan
dengan
yang
non-
signifikan
antara skor dari 9 sub-kategori skala
34
interaksi verbal dalam kelas pada siswa
yang dapat mempengaruhi hasil penelitian
SMA unggulan yang berada pada kelas
seperti,
unggulan dengan prestasi belajarnya
penilaian interpersonal, pengaruh peer,
5. Tidak
ada
hubungan
yang
signifikan
kecerdasan,
seting
kelas,
dan sebagainya.
antara skor dari 9 sub-kategori skala
5. Mata pelajaran yang digunakan sebaiknya
interaksi verbal dalam kelas pada siswa
yang bobot jam pelajarannya lebih banyak
SMA unggulan yang berada pada kelas
dan lebih menantang bagi siswa, misalnya
non-unggulan dengan prestasi belajarnya.
matematika, atau pun fisika. 6. Saat
Saran 1. Perlu
penyusunan
diperhatikan pembaharuan
pada
alat
ukur
dengan
ukur
pernyataan
perlu yang
disusun sudah dapat menggambarkan
interaksi kelas tersebut sehingga dapat disesuaikan
apakah
alat
perilaku yang ingin diketahui dengan baik.
perkembangan
7. Sekolah juga harus mulai memberikan
zaman. Melihat teori kategori interaksi
perhatian terhadap proses interaksi antara
Flanders yang peneliti gunakan untuk
guru dan siswa di dalam kelas, karena hal
membuat skala interaksi verbal dalam
tersebut terbukti berpengaruh terhadap
kelas sudah bisa dibilang cukup tua, yaitu
prestasi belajar siswa.
dibuat pada tahun 1952 (dalam Davitz, 1970). Hingga saat ini banyak penelitian (dalam
Davitz,
menggunakannya
1970)
yang
sebagai
acuan
Daftar Pustaka
masih dan
Corsini,
belum adanya teori yang lebih baru. 2. Peneliti hanya melakukan penelitian pada
Dalyono, M. (2001). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta
satu SMA unggulan dan berada pada satu daerah yaitu Jakarta. Peneliti tidak dapat
Davitz, J. R., Ball, S. (1970). Psychology Of Educational Process. New York: McGraw-Hill.
menggeneralisasi penelitian ini pada SMA yang lain. Maka ada baiknya penelitian
Eggen, P., Kauchak, D. (1997). Educational Psychology: Windows On Classrooms. (3rd ed.). Prentice-Hall, Inc.
selanjutnya menggunakan sekolah yang lebih banyak dan tidak hanya pada satu daerah sehingga hasil penelitian tersebut
Feldman, R. S. (1990). The Social Psychology Of Education: Currect Research And Theory. Cambrigde: Cambridge University Press.
nantinya dapat digeneralisasi. 3. Selain metode skala dan wawancara yang telah digunakan pada penelitian ini, akan
Harefa, Meilany. (1998). Perbedaan Harga Diri Akademik Dan Motivasi Berprestasi ada Siswa Non-Unggulan Di Sekolah Bersistem Ability Grouping Dan Non-Ability Grouping (Penelitian Pada Siswa-siswi NonUnggulan Di SMPN 77 Dan SMPN 136 Jakarta). Skripsi Sarjana. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
lebih baik jika menggunakan metode observasi pula. Data yang didapatkan bisa lebih
banyak
kesimpulan
dan yang
R. J. (1994). Encyclopedia Of Psychology. (2nd ed.). New York: John-Willey&Sons, Inc.
menghasilkan dapat
dipertanggungjawabkan. 4. Penelitian selanjutnya diharapkan juga lebih memperhatikan variabel-variabel lain
35
Hasbullah. (1999). Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta: PT. Grafindo Persada.
Ilmu Raja
New York: Company.
Irmasari, Diah. (1989). Hubungan Antara Persepsi Murid Tentang Komunikasi Guru-Murid Dan Persepsi Murid Tentang Keterlibatan Dalam Aktivitas Belajar. Skripsi Sarjana. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Lutanida, Ika R. (2001). Pengguaan StrategiStrategi Self-Regulated Learning Pada Siswa Sekolah Unggulan Dan Sekolah Non-Unggulan (Penelitian Di SMUN 70 Sebagai Sekolah Unggulan Dan SMUN 6 Sebagai Sekolah Non-Unggulan). Skripsi Sarjana. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. McDonald, F. J. (1999). Educational Psychology. (2nd ed.). Wadsworth Publishing. Moore, K. D. (2001). Classroom Teaching Skills. (5th ed.). Boston: McGraw-Hill Company. Morgan, C. T., et.al. (1981). Introduction To Psychology. (6th ed.). Tokyo: McGraw-Hill. Murphy, K. R., Davidshofer, C. D. (2001). Psychological Testing: Principles And Aplications. (5th ed.). New Jersey: Prentice-Hall. Papalia, D. E., Olds, S. W., Feldman, R. D. (2001). Human Development. (8th ed.). New York: McGraw-Hill, Inc. Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. (2003). Kegiatan Belajar Mengajar Yang Efektif. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Setiawati, Tini N. (1996). Hubungan Antara Inteligensi, Kreativitas, Dan, Motivasi Berprestasi Dengan Prestasi Belajar Pada Siswa SMU 8 (Studi Pada Siswa Sekolah Unggul Tingkat Propinsi DKI Jakarta). Skripsi Sarjana. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Steinberg, L. (1999). Adolescence. (5th ed.). Boston: McGraw-Hill. Turner, J. S., Helms, D. B. (1987). Lifespan Development. (3rd ed.). New York: Holt, Rinehart, And Winston, Inc. Vernon, G. M. (1972). Human Interaction: An introduction to Sociology. (2nd ed.).
36
The
Ronald
Press
PENYESUAIAN SOSIAL REMAJA BERBAKAT DALAM MENJALIN HUBUNGAN PERSAHABATAN Oleh Fika Dewi Rahmawati dan Sri Hartati R. Surodijono
Abstract Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai penyesuaian sosial remaja berbakat dalam menjalin hubungan persahabatan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik wawancara dan observasi. Penelitian ini dilakukan pada 5 orang subyek dengan mewawancarai sahabat mereka, guru serta orang tua. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih menyeluruh dan mendalam mengenai penyesuaian sosial mereka. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar subyek memiliki penyesuaian sosial yang kurang baik. Karena meskipun mereka sudah dapat memainkan peran yang diharapkan sahabat terhadap dirinya ternyata sebagian besar dari mereka kurang puas dengan hubungan persahabatan yang mereka jalin. Selain itu kualitas persahabatan sebagai salah satu indikator penyesuaian sosial ternyata juga memperlihatkan kualitas yang kurang baik. Mereka belum dapat menjalin hubungan yang akrab dengan sahabatnya, jarang sekali melakukan aktivitas bersama diluar sekolah dan juga memberikan bantuan hanya dalam hal pelajaran saja. Kata kunci/keywords : penyesuaian sosial, remaja berbakat, persahabatan Pendahuluan
Logan, 1993). Persahabatan adalah suatu
Anak berbakat perlu mendapatkan
hubungan dimana dua orang menghabiskan
layanan yang berbeda dengan anak-anak
waktu bersama, berinteraksi dalam berbagai
pada umumnya agar memungkinkan mereka
situasi, tidak membiarkan orang lain ikut
untuk
dalam
mewujudkan
potensinya
secara
hubungan
mereka,
dan
saling
maksimal (Achyar, 2001). Salah satu cara
memberikan dukungan emosional (Baron &
yang
Byrne, 2000).
dilakukan
pendidikan
pemerintah adalah
hal
dengan
Lehner & Kube (1960) mengatakan
menyediakan kelas khusus bagi anak-anak
bahwa hubungan kita dengan orang lain
berbakat (akselerasi). Akan tetapi sering kali
dihiasi dengan berbagai macam sikap dan
terlupa, dengan disediakannya kelas akserasi
perasaan. Kontak sosial yang kita lakukan
kita mengira bahwa aspek perkembangan
berbeda pada tiap orang yang kita temui. Kita
anak
baik.
akan mencari seseorang dan menghindari
Padahal kelas akselerasi harus didasarkan
orang yang lain. Oleh karena itu hubungan
pada
harus
atau interaksi sosial memerlukan penyesuaian
berkembang secara optimal dalam segala
antara satu pihak dengan pihak lainnya.
aspek secara alamiah, tidak cukup hanya
Penyesuaian sosial adalah suatu kemampuan
aspek
seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap
sudah
formal
dalam
diperhatikan
paradigma
pengetahuan
bahwa
tetapi
dengan
anak
juga
aspek
emosional, dan sosial (Sutopo, 2001).
orang lain pada umumnya dan pada kelompok
Sama seperti manusia lainnya, anak
khususnya (Hurlock, 1995).
berbakat juga selalu berinteraksi dengan
Menurut Hurlock (1991) penyesuaian
orang lain disekitarnya. Salah satu bentuk
sosial ditentukan oleh dua faktor. Pertama
hubungan antara kita dengan orang lain
adalah
adalah persahabatan (friendship) (Stewart &
memainkan peran secara tepat sesuai dengan
37
sejauh
mana
seseorang
dapat
apa yang diharapkan dari padanya. Kedua,
menurut Ohlsen (dalam Lesmana, 2005)
seberapa besar kepuasan yang diperolehnya.
adalah bahwa remaja memiliki tugas atau
Ditemukan juga bahwa kualitas hubungan
kebutuhan
pertemanan
mengembangkan,
merupakan
indikator
yang
untuk
belajar serta
memulai,
mempertahankan
signifikan dalam penyesuaian pada anak Cina
persahabatan dan hubungan-hubungan yang
dan Barat (X. Chen, Rubin, & Sun, 1992; X.
akrab dengan jumlah yang lebih terbatas.
Chen
&
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
Kupersmidt, 1990 dalam Chen & Rubin, 1997).
pada masa remaja pertemanan merupakan
Jadi melalui kualitas persahabatan seseorang
kebutuhan yang penting dan juga merupakan
dapat terlihat apakah seseorang memiliki
bagian dalam perkembangan seseorang.
penyesuaian yang baik atau tidak.
Permasalahan
et
al.,
1995b;
Coie,
Berdasarkan dilakukan
oleh
pandangan
Dodge,
penelitian
para
ahli,
yang
yang
terdapat
berbeda
Bagaimana gambaran penyesuaian sosial
dua
pada
mengenai
remaja
berbakat
Tinjauan Teoritis
berbakat
Remaja
2006).
Pandangan
pertama mengatakan bahwa anak berbakat memiliki
penyesuaian
yang
lebih
menjalin
persahabatan?
perkembangan sosial dan emosional anak (Versteynen,
dalam
Remaja merupakan suatu periode
baik
transisi antara masa anak-anak menuju masa
dibandingkan dengan teman sebaya mereka
dewasa
yang
itu
perubahan fisik dan psikologis. Hurlock (1973)
pandangan lain mengatakan bahwa anak
membagi masa remaja kedalam dua bagian
berbakat
masalah
yaitu masa remaja awal dan remaja akhir.
penyesuaian lebih dari teman sebaya yang
Dimana masa remaja awal pada perempuan
tidak
mereka
dimulai sejak usia 13 sampai 17 tahun,
masalah
tergantung kapan anak tersebut telah matang
tidak
berbakat.
memiliki
resiko
berbakat;
meningkatkan
Sementara
dalam
keberbakatan
kerentanan
kesulitan
penyesuaian.
penelitian
sebelumnya
dalam
ditandai
dengan
adanya
lagi
secara seksual. Sedangkan laki-laki dimulai
sikap
sejak usia 14 sampai 17 tahun. Sedangkan
Indonesia,
masa remaja akhir dimulai sejak usia 17
menunjukan bahwa terdapat hubungan yang
sampai 18 tahun. Selain itu dijelaskan bahwa
signifikan
intelektual
pada masa remaja awal, mereka mulai
umum dengan perilaku prosocial pada variabel
mengandalkan teman dibandingkan orang tua
membantu,
untuk mendapatkan intimacy dan dukungan
prosocial
intelektual
yang
antara
Ditambah
yang
mengenai
dilakukan
di
keberbakatan
dimana
anak
tidak
berbakat
umum memiliki kecenderungan
(Papalia, Olds, & Feldman, 2001).
yang lebih positif dibandingkan anak berbakat
Persahabatan Pada Remaja
intelektual umum pada variabel membantu
Persahabatan
(friendship)
adalah
(Hartati, 1997). Penelitian ini memperlihatkan
suatu hubungan yang bersifat voluntary antara
bahwa perkembangan sosial anak berbakat
beberapa individu dalam kelompok kecil yang
memang
didasarkan
berbeda
dengan
anak-anak
karena
persamaan
minat,
umumnya. Selain itu, salah satu kebutuhan
kepribadian dan temperamen. Menurut Savin,
yang harus dipunyai oleh mayoritas remaja
Williams, & Berndt (dalam Dusek, 1996)
38
melalui persahabatan, mereka dapat saling
Betrayal:
memahami, saling belajar, dan terdapat self-
Help and Guidance, Intimate Exchange, dan
disclose antara satu dengan lainnya; mereka
Conflict Resolution. Berndt (dalam Bukowski,
lebih banyak menceritakan segala hal kepada
1996) mengatakan bahwa persahabatan akan
teman dibandingkan kepada orang tua atau
memiliki kualitas yang tinggi ketika memiliki
orang dewasa lainnya.
ciri-ciri positif yang lebih banyak, sedangkan
Terdapat
Recreation,
persahabatan dikatakan memiliki kualitas yang
berteman.
rendah apabila memiliki ciri-ciri negatif lebih
Menurut Papalia, Olds & Feldman (2001)
banyak, misalnya saja sering mengalami
remaja
konflik.
seseorang
membutuhkan
hal
and
yang
dibutuhkan
beberapa
Companionship
dalam
kemampuan
untuk
memulai dan menjalin percakapan. Mereka harus
tahu
bagaimana
mencari
Penyesuaian Sosial
teman,
Penyesuaian
sosial
adalah
menghubungi dan membuat rencana. Mereka
kemampuan yang dimiliki seseorang untuk
juga harus tahu bagaimana mengatasi konflik
menyesuaikan diri (conform) dengan bentuk
dan pertentangan. Serta mengetahui kapan
tingkah
dan bagaimana berbagi kepercayaan dan
kelompok. Penyesuaian sosial ditentukan oleh
memberikan dukungan emosional dengan
dua faktor (Hurlock, 1991), yaitu sejauh mana
teman mereka.
seseorang dapat memainkan peran sosial
Pertemanan memiliki beberapa fungsi.
secara
laku
tepat
yang
telah
sesuai
disetujui
dengan
apa
oleh
yang
Gottman & Parker (dalam Santrock, 2002)
diharapkan padanya dan seberapa besar
menyebutkan enam fungsi pertemanan, yaitu
kepuasan
companionship, stimulation, physical support,
Sementara itu apabila disesuaikan dengan
ego
konteks penelitian mengenai penyesuaian
support,
social
intimacy/affection.
Selain
comparison, memiliki
fungsi
sosial
yang
dalam
diperoleh
persahabatan,
seseorang.
maka
dapat
tertentu, didalam persahabatan juga terdapat
dikatakan bahwa penyesuaian sosial dalam
sejumlah harapan (expectancies) terhadap
hubungan persahabatan dapat terlihat dari
sahabat mereka. Menurut Clark & Ayers
sejauh mana seseorang dapat memainkan
(dalam Rice, 1993) harapan seseorang dalam
peran sebagai seorang sahabat dan seberapa
persahabatan,
dapat
besar kepuasan mereka dalam hubungan
saling berbagi aktivitas, mengharapkan teman
persahabatan tersebut. Parker & Asher (1993)
yang baik, terbuka, mau berterus terang/jujur,
mengatakan
bahwa
setia,
penyesuaian
dalam
diantaranya
memiliki
adalah
komitmen
dan
saling
memahami.
lain
persahabatan
pada adalah
kualitas dari persahabatan anak. Menurut
Kualitas persahabatan adalah derajat seberapa
elemen
besar
persahabatan
mereka
pertemanan yang
terlihat
Hurlock (1995), terdapat beberapa kriteria dari
atau
penyesuaian
dari
menentukan sejauh mana penyesuaian diri
berguna
(1993) terdapat enam aspek atau kriteria
penampilan nyata seperti perilaku sosial anak
dalam
tersebut, penyesuaian diri terhadap berbagai
diantaranya
adalah: Validation and Caring: Conflict and
diantaranya
untuk
anak
persahabatan
sosial
yang
berbagai aspek. Menurut Parker dan Asher
kualitas
secara
sosial
adalah
kelompok, sikap sosial, dan kepuasan pribadi.
39
Anak Berbakat
Mereka memiliki perasaan positif mengenai
Anak berbakat adalah mereka yang
dirinya dan orang lain (Lehman & Erdwins
memiliki intelegensi diatas rata-rata, memiliki
dalam Clark, 1988). Anak berbakat juga
bakat dalam berbagai domain dan juga
dikatakan memiliki penyesuaian emosi yang
memiliki kreativitas yang tinggi. Beberapa
lebih baik dibandingkan anak yang memiliki
anak
kemampuan
berbakat
berhubungan
memiliki
rata-rata
(Lightfoot,
1951;
Mensch, 1950; Ramaseshan, 1957 dalam
teman sebaya karena perbedaan vocabulary
Clark, 1988). Mereka juga cenderung lebih
size (terutama pada usia awal), kepribadian
independent dan kurang dapat menyesuaikan
dan minat (Wikipedia, 2006). Coleman (1985)
diri
menjelaskan bahwa mereka lebih menyukai
dominan, lebih kuat dan lebih kompetitif
permainan yang disukai oleh anak yang lebih
dibandingkan teman lainnya (Lucito & Smith
tua. Hal ini menjadi indikasi bahwa anak
dalam Clark, 1988). Karakteristik lainnya
berbakat lebih memilih aktivitas yang kurang
adalah bahwa anak berbakat lebih menyukai
sosial dan kurang aktif dibandingkan anak
teman yang memiliki kemampuan inteligensi
lainya.
menyukai
yang sama dengannya dibandingkan teman
permainan yang kompleks, dan mengoleksi
yang seusianya.(Barbe & Mann dalam Clark,
hal-hal yang berbau science dibandingkan
1988).
Anak
anak-anak
berbakat
lainnya.
nasional
Munandar,
berkomunikasi
dalam dengan
seminar
atau
masalah
1982)
lebih
Berdasarkan anak
pendapat
temannya,
lebih
laporan
berbakat
dikatakan
dengan
bahwa
(dalam
Akselerasi
anak
Saat
ini
di
Indonesia
pelayanan
berbakat memiliki ciri sosial baik yang positif
pendidikan yang diberikan kepada anak-anak
maupun yang negatif. Berdasarkan ciri sosial
berbakat adalah dengan melakukan program
yang positif dikatakan bahwa mereka senang
akselerasi, dimana mereka ditempatkan pada
bergaul dengan anak yang lebih tua, menyukai
kelas khusus dengan anak-anak berbakat
permainan
lainnya,
yang
menyukai
pemecahan
dan
mereka
diberikan
materi
masalah, suka bekerja sendiri dan memiliki
pelajaran secara cepat. Southern dan Jones
ciri-ciri kepemimpinan. Sedangkan ciri sosial
(dalam Hawadi 2004) menyebutkan beberapa
yang negatif mereka dikatakan sukar bergaul
kekurangan dari program akselerasi bagi anak
dengan
berbakat. Salah satunya adalah dari segi
teman
sebaya
dan
sukar
menyesuaikan diri dalam berbagai bidang.
penyesuaian sosial antara lain adalah mereka
Sementara itu Clark (1988) mengemukakan
kekurangan waktu untuk beraktivitas dengan
beberapa karakteristik sosial dan emosional
teman sebayanya karena didorong untuk
anak berbakat. Clark mengatakan bahwa anak
berprestasi dalam bidang akdemik.
berbakat terlihat lebih nyaman dengan dirinya dan
dengan
hubungan
interpersonal-nya,
ketika dibandingkan dengan teman seusianya.
40
Model teoritik variabel penelitian
Kriteria penyesuaian social : Pemnampilan/perilaku social, penyesuaian diri terhadap kelompok, sikap sosial
Dipengaruhi oleh model perilaku dirumah, motivasi dan bimbingan dari orangtua
Penyesuaian sosial
Persahabatan merupakan salah hubungan yang memerlukan penyesuaian sosial
Muncul Harapan terhadap masing-masing pihak Timbul tuntutan untuk memenuhi harapan
Kemampuan memainkan peran mempengaruhi kualitas persahabatan
Peran
Kepuasan (dipengaruhi oleh mampu atau tidaknya seseorang memainkan peran yang sesuai harapan sahabatnya)
Metode Penelitian Penelitian
ini
Hal ini menunjukan bahwa harapan tiap orang
menggunakan
pendekatan
terhadap
sahabat
mereka
berbeda-beda.
kualitatif dan teknik pengumpulan data yang
Subyek 1 dan 5 merasa kalau hubungan
dilakukan adalah melalui wawancara dan
mereka
observasi. Subyek dalam penelitian ini adalah
Sementara itu subyek 4 merasa kalau dirinya
sebanyak lima orang subyek utama yang
tidak punya sahabat padahal harapan dia
berada pada masa remaja awal (usia 13-15
akan seorang sahabat tanpa ia sadari telah
tahun), dan berada dikelas akselerasi. Selain
terpenuhi
mewawancarai subyek utama, peneliti juga
Sahabatnya. Sementara itu subyek 3 belum
mewawancarai sahabat subyek, orang tua dan
bisa
guru untuk mengetahui gambaran yang lebih
adalah sahabatnya karena ia memang belum
lengkap mengenai penyesuaian sosial anak
bisa membedakan antara teman dekat dengan
berbakat.
sahabat. Sedangkan subyek 2 belum bisa
bisa
dalam
mengatakan
dikategorikan
hubungannya
kalau
teman
sahabat.
dengan
dekatnya
mengatakan bahwa teman dekatnya adalah Hasil Penelitian
sahabatnya karena dianggap belum bisa
Kelima subyek memiliki pandangan yang
berbeda-beda
mengenai
memenuhi kriteria seorang sahabat.
sahabat
meskipun banyak kemiripan satu sama lain.
41
Gambaran
harapan
dalam
hubungan
tidak puas karena sahabatnya kalau bercanda
persahabatan mereka Harapan
keterlaluan dan sering mengejek dirinya.
kelima
subyek
terhadap
Sementara subyek 3 walaupun mengaku
sahabatnya memiliki kesamaan satu sama
sudah
lain. Subyek 3 dan 4 mengharapkan sahabat
sebenarnya tidak ia sukai dari sahabatnya. Ia
yang dapat membantunya dan memberikan
juga mengaku terkadang harus berura-pura
solusi ketika ia ada masalah. Sementara
agar dapat dianggap baik. Sedangkan subyek
subyek 1, 2 dan 5 mengharapkan sahabatnya
4
dapat
persahabatan
terbuka
dan
mau
membicarakan
masalah pribadi. Subyek 2 dan 4 mengharap sahabatnya
bisa
berhianat.
dipercaya
Sedangkan
dan
puas
terlihat
tidak
banyak
puas
yang
hal-hal
karena
ia
yang
hubungan
harapkan
belum
terpenuhi.
tidak
subyek
tetapi
Hanya subyek 2 dan 5 yang merasa
5
puas
dan
menikmati
hubungan
mereka
mengharapkan sahabatnya dapat jujur dan
meskipun ada harapan-harapannya yang tidak
mendukung
terpenuhi
dirinya
untuk
maju.
Masing-
oleh
sahabatnya.
Dari
analisis
masing subyek berupaya memenuhi harapan
kelima kasus terlihat bahwa hal-hal yang
sahabatnya. Subyek 1 berupaya membantu
mempengaruhi
sahabatnya dengan cara memberi solusi dan
kepada
ia juga dengan setia mendengarkan setiap kali
terpenuhi
sahabatnya bercerita. Subyek 2 juga berupaya
kemampuan atau keinginan memainkan peran
mendengarkan
yang diharapkan oleh sahabatnya.
sahabatnya
dan
memberi
kepuasan
apakah atau
harapan tidak
mereka
lebih
mereka
bisa
bukan
pada
dan
dukungan meskipun sahabatnya masih belum merasakan dukungan yang diberikan subyek. Subyek
3
berusaha
harapan
Dilihat dari kualitas persahabatan,
temannya dengan berupaya tidak meledek,
Intimate Exchange, kelima subyek baik tidak
dan berusaha tidak menyakiti hatinya. Subyek
pernah
4 masih belum melakukan upaya apapun
pengalaman pribadinya pada sahabat mereka.
untuk
sahabatnya.
Subyek 1, 3 dan 5 merasa masalah pribadi
Sedangkan subyek 5 berupaya mengerti
bukanlah hal yang harus diceritakan, dan
sahabatnya dengan cara lebih memperhatikan
mereka
saat-saat seperti apa yang menyebabkan
Sementara itu subyek 2 merasa tidak memiliki
sahabatnya kesal atau marah, sehingga ia
masalah yang sifatnya pribadi, sehingga tidak
tahu dan dapat lebih memahami sahabatnya
tahu apa yang harus diceritakan, hanya hal-
ketika peristiwa serupa terjadi lagi.
hal yang umum saja yang ia bicarakan dengan
memenuhi
memenuhi
Gambaran kualitas persahabatan
harapan
teman Gambaran
kepuasan
dalam
hubungan
persahabatan Berdasarkan
apa
yang
mengungkapkan
lebih
suka
dekatnya.
sebenarnya
ingin
pribadinya
kepada
perasaan
menyimpan
Sedangkan
dan
sendiri.
subyek
menceritakan sahabatnya,
4
masalah tetapi
mereka
pengalaman tidak menyenangkan dengan
harapkan dan apa yang mereka alami, subyek
sahabatnya dulu membuat ia lebih berhati-hati
1, 3 dan 4 terlihat belum puas dengan
memilih teman yang akan dijadikan tempat
hubungan persahabatannya.Subyek 1 merasa
curhat.
42
Sedangkan
dalam
kualitas
memberikan dukungan walaupun tidak secara
companionship and recreation kelima subyek
langsung.
hanya menghabiskan waktu bersama sebatas
Sedangkan apabila melihat kualitas
kegiatan disekolah saja sementara kegiatan
persahabatan melalui derajat konflik yang
diluar sekolah dan aktivitas lainnya tidak.
mereka alami ternyata hanya subyek 1 saja
Biasanya
yang
mereka
menghabiskan
waktu
sering
memiliki
masalah
dengan
bersama diluar ketika ada acara dari sekolah
sahabatnya. Biasanya apabila ada hal yang
atau jalan-jalan bersama teman satu kelas.
tidak disukai atau membuat marah ia akan
Tidak pernah mereka pergi hanya dengan
mengatakan pada sahabatnya. Subyek 2
sahabatnya saja. Kelima subyek merasa
merasa tidak pernah ada masalah dengan
padatnya
sahabatnya meskipun ada hal-hal yang tidak
jadwal
mereka
disekolah
yang
mempersulit mereka untuk pergi bersama.
ia sukai dari sahabatnya. Sementara itu
Mereka juga saling bantu membantu
subyek 3, 4 dan 5 merasa tidak pernah ada
satu sama lain, meskipun hanya dalam hal pelajaran
disekolah.
Kelima
masalah dengan sahabat mereka.
subyek
memberikan bantuan mengenai tugas atau pelajaran
disekolah
kepada
Gambaran Hubungan Pertemanan
sahabatnya.
Subyek 1 dan 2 tidak memiliki banyak
Hanya saja subyek 2 merasa sahabanya tidak
teman diluar kelas akselerasi meskipun sejak
banyak membantu dia. Sedangkan menurut
SD sampai SMA mereka berada disekolah
sahabatnya subyek 5 tidak pernah meminta
yang sama. Sedangkan subyek 3, 4 dan 5
bantuan padanya, sehingga ia sendiri tidak
memiliki lebih banyak teman dikelas reguler.
merasa banyak membantu. Sementara itu
Meskipun begitu mereka bertiga merasa lebih
subye 4 justru merasa ia tidak banyak
dekat dengan teman-teman yang ada dikelas
membantu
teman-
akselerasi. Akan tetapi subyek 1 dan subyek 4
temannya sudah pintar sehingga tidak tahu
tidak menyukai anak-anak gaul yang ada
harus dibantu apa.
disekolahnya. Mereka merasa tidak cocok
karena
sahabat
dan
Selain bantuan, kualitas persahabatan juga
dilihat
dari
derajat
dimana
dengan gaya dan cara mereka bergaul.
suatu
Sedangkan
para
lelaki
tidak
hubungan memiliki karakteristik kepedulian
mempermasalahkan hal itu, meskipun tidak
(caring),
mempermasalahkan hanya subyek 3 yang
dukungan
(support)
dan
minat
(interest) atau disebut juga dengan validation
memiliki teman dari kelompok anak
and caring. subyek 1 dan 4 merasa mendapat
tersebut. Sedangkan subyek 2 dan 5 tidak
perhatian dan saling memberikan dukungan
memiliki teman dari kelompok anak gaul .
sedangkan subyek 5 merasa memberikan
gaul
Subyek 3 bisa bergaul dengan siapa
dukungan akan tetapi ia sendiri merasa tidak
saja,
mendapat dukungan dari sahabatnya. Subyek
akselerasi tetapi juga teman-teman dari kelas
2 merasa memberikan dukungan pada teman
reguler,
dekatnya itu tetapi teman dekatnya tidak
dilingkungan
merasa
darinya.
berbeda dengan keempat subyek lainnya yang
saling
tidak memiliki teman dilingkungan rumah.
mendapat
Sedangkan
subyek
dukungan 3
merasa
43
tidak
hanya
bahkan
ia
teman-teman
juga
rumahnya.
memiliki Hal
ini
dikelas
teman sangat
Subyek 4 lebih mudah untuk diterima oleh
sering kali hanya membicarakan masalah
berbagai
kelompok
game atau film saja. Mereka bertiga juga tidak
bercanda
sehingga
karena
senang yang
termasuk orang yang humoris dan cenderung
menyukainya. Sedangkan subyek 1, 2 dan 5
study oriented. Mereka banyak menghabiskan
sangat
waktu untuk belajar daripada berinteraksi
pendiam
banyak
ia
sehingga
teman
sulit
untuk
berhubungan dengan orang lain. Subyek 1 juga
dinilai
masih
kekanak-kanakan
dengan teman lainnya.
dan
sebagian besar temannya tidak menyukai
Gambaran Kehidupan Subyek Dilingkungan
teman yang kekanak-kanakan.
Keluarga
Sikap subyek 2 dalam partisipasi
Subyek
1,
dan
dibesarkan
dilingkungan
kegiatan
atau
pendidikan. Sejak kecil mereka diikutsertakan
mengkuti ekskul yang
pada beberapa les dan dituntut untuk belajar
berbau science yang tidak mengharuskan ia
dengan rajin dan tekun. Mereka juga diajarkan
banyak bicara dikelas. Sementara itu subyek 2
disiplin belajar dan mematuhi jadwal belajar
dan 4 sangat tertarik pada kegiatan sosial,
yang ada. Orangtua subyek 1 dan 3 tidak
mereka ingin ikut ROHIS dan OSIS, mereka
membolehkan
juga mengikuti ekskul bahasa Jepang yang
rumah. Sementara itu subyek 4 dan 2 lebih
menuntut mereka untuk banyak bicara dikelas.
banyak belajar sendiri, mereka juga diberi
Subyek 3 dan 5 kurang menyukai kegiatan
kebebasan untuk mengatur waktu belajar
sosial, hal ini dikarenakan mereka memang
sendiri. Orang tua mereka tidak terlalu ikut
lebih
campur dalam hal belajar dan bermain.
seperti
organisasi, ia juga
memperhatikan
kepanitian
kegiatan
akademis
mereka disekolah dibandingkan ikut kegiatan. Menurut
sudut
pandang
anak
sangat
5
sosial masih sangat kurang ia tidak mengikuti sosial
yang
3
memperhatikan
mereka
main
keluar
Meskipun subyek 4 dan 2 tidak dilarang untuk
orang
bermain tetapi karena lingkungan rumahnya
disekitarnya seperti guru, teman dan orang
yang individualis menyebabkan mereka jarang
tua, hanya subyek 3 dan 4 yang mampu
bermain ketika kecil.
melakukan penyesuaian sosial dengan baik.
Dari keempat subyek pola komunikasi
Hal ini disebabkan subyek 3 dan 4 memiliki
yang ada dirumah hampir sama. Orang tua
kemampuan komunikasi yang baik, peduli dan
mereka cukup sibuk sehingga tidak memiliki
mampu bersikap dewasa, selain itu subyek 3
banyak waktu untuk sekedar ngobrol atau
juga anak yang humoris sehingga disukai oleh
bertanya mengenai masalah pribadi atau
teman-temannya. Sedangkan ketiga subyek
perasaaan yang dialami anaknya. Bahkan
lain dinilai oleh teman, guru dan orang tua
orang tua subyek 4 dan 2 tidak sempat lagi
kurang mampu melakukan penyesuaian sosial
mengajarkan anaknya karena selain sibuk
dengan baik. Mereka cenderung pendiam,
mereka juga merasa anaknya sudah bisa dan
bahkan subyek 2 memiliki masalah dalam
tidak
berkomunikasi dengan orang lain, subyek 1
mereka juga mengatakan bahwa anaknya
dinilai
tidak pernah bercerita masalah pribadi dengan
kekanak-kanakan
sehingga
kurang
membutuhkan
yang
mereka
Orang
tua
disukai oleh teman-temannya. Sedangkan
mereka,
subyek 5 dianggap membosankan karena
hanyalah yang berhubungan dengan pelajaran
44
hal-hal
bantuan.
bicarakan
disekolah. Sementara itu hanya subyek 5
mengikutsertakan
yang
seperti
kepanitian
berbeda di rumah. Ia sering kali bercerita pada
semakin
terbatasnya
ibunya apabila ia sedang kesal atau marah
dalam berinteraksi dengan teman dari kelas
terhadap temannya. Hubungan subyek 5
lain.
memiliki
komunikasi
yang
sedikit
mereka
dalam
kegiatan
disekolah,
membuat
kesempatan
mereka
dengan orang tuanya sangat dekat sampaisampai
ia
merasa
tidak
membutuhkan
Harapan subyek
dukungan orang lain karena orang tuanya bisa
Hal lain yang sedikit berbeda dengan
diandalkan untuk memberi dukungan.
apa yang dikemukakan oleh Clark & Ayers adalah bahwa sebagian besar subyek tidak
Diskusi
memiliki keinginan untuk mengikuti aktivitas
Pemilihan Sahabat
diluar jam sekolah dengan teman mereka.
Tiap subyek dalam penelitian memiliki
Sebagian besar subyek kurang berminat
sahabat yang juga remaja berbakat. Jadi,
dalam kegiatan bermain diluar, baik dirumah
persahabatan
merupakan
ataupun diluar jam sekolah. Aktivitas bermain
persahabatan antara remaja berbakat. Hal ini
mereka lebih banyak pada permainan individu
diperkirakan
mereka
seperti game di handphone atau bermain play
dikelas akselerasi yang menyebabkan mereka
station dirumah. Sedangkan harapan agar
kurang dapat berinteraksi dengan teman lain.
sahabatnya dapat dipercaya muncul pada
Disamping
ini
subyek yang pernah mengalami pengalaman
yang
tidak menyenangkan dengan teman mereka.
memiliki
Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan
kemampuan inteligensi yang sama dengannya
oleh Lehner & Kube (1960) bahwa harapan
Kenyataan ini mendukung pendapat Clark
seseorang
(1988) yang mengemukakan bahwa anak
mereka dimasa lalu.
mereka
karena
itu,
dikarenakan cenderung
keberadaan
mungkin
diri
juga
mereka
memilih
hal
sendiri
teman
yang
dipengaruhi
oleh
pengalaman
berbakat lebih menyukai teman yang memiliki kemampuan inteligensi yang sama dengannya
Kepuasan
dibandingkan teman yang seusianya.
Penyebab
ketidakpuasan
menurut
Hurlock (1995) lebih pada ketidakmampuan Kondisi dan Kebijakan Sekolah Sedikit
banyak
mempengaruhi
dengan
Keberadaan
mereka
ternyata
orang
sekolah
sosial
oleh
orang
lain,
sedangkan
dari
hasil
anak
penelitian, penyebab ketidakpuasan remaja
teman-temannya.
berbakat dalam menjalin hubungan dengan
dikelas
menimbulkan
beberapa
kebijakan
hubungan
berbakat
seseorang memainkan peran yang diharapkan
akselerasi
perasaan
mengaku
karena
sahabatnya
isolasi,
lebih
dikarenakan
tidak
terpenuhinya harapan mereka sendiri dan
kelas
bukan
karena
tidak
harapan
mereka malas untuk pergi atau berinteraksi
subyek yang mempedulikan dan terpengaruh
dengan teman dikelas lain.Selain itu kebijakan
karena
dari
harapan sahabatnya. Selain itu hal lain yang
sekolah
yang
sengaja
tidak
45
dirinya
tidak
Hanya
memenuhi
mereka jauh dan cukup terpencil membuat
pihak
sahabatnya.
mampu
mampu
satu
orang
memenuhi
cukup menarik adalah bahwa dua subyek
berasal dari kelompok yang berbeda. Hal ini
yang dinilai memiliki penyesuaian sosial yang
sesuai dengan laporan seminar nasional anak
baik oleh orang lain justru terlihat kurang puas
berbakat
dengan hubungan mereka.
bahwa ciri sosial yang negatif dalam diri anak
(1981,
dalam
Munandar, 1982)
berbakat adalah mereka sukar bergaul dengan Kualitas persahabatan
teman sebaya dan sukar menyesuaikan diri
Dari aspek intimate exchange subyek
dalam berbagai bidang. Hal ini dikarenakan
laki-laki bahkan hampir tidak pernah bercerita
faktor-faktor dari dalam diri masing-masing
masalah pribadi pada sahabatnya. Sedangkan
subyek. Subyek yang memiliki kemampuan
subyek
penyesuaian
perempuan
masih
mau
bercerita
sosial
yang
baik
memiliki
masalah pribadi dengan sahabatnya. Hal ini
komunikasi yang baik, humoris, sikap peduli
sejalan dengan apa yang dikemukakan dalam
dan
Papalia
memiliki
et.
al
kepercayaan emosional
(2001)
bahwa
dan
dukungan
diri terlihat
lebih
berbagai
penting
secara
masa
remaja
dan
pada
penyesuaian
kekanak-kanakan,
mereka
yang
buruk
tidak
yang
membosankan
dan
pendiam.
sepanjang
kehidupan mereka. Terdapat hal yang menarik
Kehidupan Subyek Dilingkungan Keluarga
disini ketika salah satu subyek merasa lebih dekat
Sedangkan
memiliki hal tersebut. Mereka cenderung
pertemanan wanita daripada pertemanan pria selama
dewasa.
dengan sahabatnya hanya
Sebagian besar orang tua subyek
karena
tidak
begitu
memperhatikan
hubungan
mereka duduk sebangku dan bukan karena
anaknya dengan teman-temannya, mereka
kedekatan emosional. Kedekatan ini lah yang
sibuk dan tidak memperhatikan dan terkadang
ia nilai membedakan hubungannya dengan
tidak sempat mengajak bicara anak mereka.
teman lainnya Sementara itu dari aspek
Padahal menurut Santrock (1996) orang tua
companionship and recreation kelima subyek
dapat menjadi model atau pelatih bagi anak
bahkan jarang sekali melakukan aktivitas
remaja mereka dalam berhubungan dengan
diluar sekolah. Hal ini disebabkan mereka
teman.
tidak memiliki waktu untuk bermain atau
pengarahan yang cukup ketika berhubungan
melakukan aktivitas lainnya. Memang seperti
dengan teman akan membantu sang anak
yang dikatakan oleh
dalam melakukan penyesuaian sosial.
Southern dan Jones
(1991, dalam Hawadi 2004) bahwa salah satu
Tentu
saja
Hurlock
pendampingan
(1995)
mengemukakan
kekurangan dari kelas akselerasi adalah dari
bahwa
segi penyesuaian sosial, siswa akseleran akan
melakukan penyesuaian sosial sering timbul
didorong untuk berprestasi dalam bidang
dari pengalaman sosial awal yang tidak
akademiknya sehingga mereka kekurangan
menyenangkan
waktu
Peran orang tua dari kelima subyek untuk
untuk
beraktivitas
dengan
teman
kurangnya
dan
motivasi
untuk
belajar
di rumah atau di luar rumah.
sebayanya.
memotivasi
anaknya
dalam
berhubungan
Hubungan Pertemanan Subyek
dengan orang lain dirasa peneliti masih
Sebagian besar dari mereka kurang
kurang. Mereka lebih banyak memberikan
bisa bergaul dengan teman sebayanya yang
motivasi dalam hal pendidikan dan kegiatan
46
akademis saja. Beberapa diantara mereka
berusaha memenuhi harapan sahabat atau
bahkan melarang anaknya bermain diluar
teman-teman mereka agar tidak dinilai negatif
rumah,
atau agar tidak dimusuhi. Mereka mengaku
atau
dilarang
mendekati
teman
tertentu
berpura-pura baik dihadapan mereka. Mereka telah berupaya menjalankan
Kesimpulan
peran yang diharapkan oleh sahabat mereka
Sebagian
besar
subyek
meskipun begitu ternyata tidak semua subyek
mengharapkan sahabatnya dapat terbuka dan
merasa puas dengan hubungan yang mereka
mau
pribadinya.
jalin. Sebagian besar mereka tidak puas
Sementara itu sebagian dari mereka juga
dengan hubungan yang mereka jalin sekarang
mengharapkan sahabatnya bisa dipercaya,
ini. Meskipun dua orang diantaranya dinilai
tidak
dan
memiliki penyesuaian sosial yang baik oleh
memberikan solusi ketika dibutuhkan. Hanya
orang-orang disekitarnya. Mereka terlihat tidak
satu
ia
puas karena banyak hal-hal yang sebenarnya
mengharapkan sahabatnya dapat jujur dan
tidak disukai dari sahabatnya. Hanya dua
mendukung
dirinya
orang subyek yang merasa puas dengan
dalam
pelajaran.
membicarakan
berkhianat,
subyek
hal
masalah
dapat
yang
membantu
sedikit
untuk
berbeda,
maju terutama
Meskipun
memiliki
hubungan mereka meskipun orang lain menilai
harapan tersendiri terhadap sahabat mereka,
penyesuaian
tetapi sebagian besar subyek tidak pernah
Subyek yang merasa puas dengan hubungan
mengungkapkan
satu
mereka yang sekarang cenderung kurang
orang subyek yang sering kali berbicara atau
berminat dalam menjalani hubungan sosial
menegur sahabatnya apabila ada hal-hal yang
(berhubungan
kurang berkenan.
mengikuti
harapannya.
Hanya
sosial
mereka
dengan
kegiatan
kurang
orang
sosial).
baik.
lain
atau
Mereka
lebih
Semua subyek mengatakan bahwa
tertarik pada hal-hal akademis, bahkan salah
sahabat mereka juga mengharapkan hal yang
satu subyek mengharapkan sahabatnya bisa
kurang lebih sama dengan mereka, seperti
mendukung dia dalam belajar.
ingin didengar, mau membantu dan memberi
Sementara
itu
faktor-faktor
dukungan, jujur serta pengertian. Semua
mempengaruhi
subyek
harapan
remaja berbakat lebih kepada faktor dalam diri
sahabatnya terhadap mereka. Sebagian besar
individu itu sendiri. mereka memiliki sikap
mereka mengemukakan langsung harapan
humoris, banyak bicara (komunikatif), baik, dll.
tersebut kepada subyek tetapi ada pula yang
Sedangkan hal ini tampaknya kurang dimiliki
tidak. Secara umum mereka mencoba untuk
oleh
memenuhi dan menyesuaikan diri dengan
penyesuaian sosial yang kurang baik. Mereka
tuntutan dari sahabatnya, meskipun hasilnya
pendiam, tidak suka bercanda, kurang peduli
memang belum maksimal. Akan tetapi mereka
terhadap
cenderung
dari
kanakkan, membosankan, dan pendiam oleh
temannya. Hanya satu subyek yang cukup
teman-temannya. Sifat mereka yang serius
peka terhadap harapan sahabatnya. Yang
dan lebih banyak belajar membuat mereka
cukup menarik disini adalah beberapa subyek
tidak
mengetahui
sendiri
mengabaikan
harapan
47
subyek
penyesuaian
lain
yang
teman-teman,
populer
diantara
sosial
yang
dinilai
dinilai
pada
memiliki
kekanak-
teman-temannya,
Saran
mereka juga tidak humoris, dan satu subyek tidak dapat mengendalikan emosinya dengan
Dalam penelitian ini masih ada hal-hal
baik.
yang kurang dan menjadi kelemahan, oleh Sementara itu bila dilihat dari kualitas
karena itu, peneliti menyarankan beberapa
persahabatan mereka terlihat bahwa kualitas
hal, antara lain adalah:
persahabatan mereka masih kurang baik.
Sebaiknya dalam penelitian selanjutnya
Mereka jarang melakukan aktivitas bersama
dapat digunakan teori-teori penyesuaian
diluar sekolah, mereka juga jarang sekali
sosial yang lebih baru, sehingga lebih
terlibat pembicaraan yang sifatnya pribadi.
sesuai dengan keadaan saat ini.
Biasanya hal yang mereka bicarakan adalah
Dalam penelitian selanjutnya sebaiknya
seputar masalah pelajaran atau tugas. Subyek
tidak hanya mewawancarai satu sahabat
laki-laki lebih sering membicarakan hal-hal
saja agar data yang diperoleh dapat lebih
yang sifatnya umum atau humor dengan
kaya.
sahabatnya. Sedangkan subyek wanita lebih
Sebaiknya
banyak
pada anak berbakat dalam bidang lain
membicarakan
masalah
pribadi
meskipun juga tidak terlalu sering dan tidak
tidak
terlalu dalam.
akademis
Mereka
juga
saling
memberikan
dapat
hanya
dilakukan
berbakat
saja,
karena
penelitian
dalam
bidang
kemungkinan
mereka memiliki gambaran penyesuaian
dukungan satu sama lain. Biasanya semua
sosial yang berbeda.
subyek
Dalam penelitian selanjutnya mungkin
saling mendukung
dalam
hal-hal
pelajaran atau akademis. Sebagian besar dari
dapat
mereka
konflik
mempengaruhi penyesuaian sosial seperti
dengan sahabatnya. Hanya satu subyek yang
pola asuh ataupun attachment style anak
sering
berbakat.
tidak
pernah
mengalami
mengalami
masalah
atau
konflik
melihat
aspek
lain
yang
dengan sahabatnya. Sebagian besar subyek memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan
Daftar Pustaka
yang
Achyar.
akrab
dengan orang lain.
Mereka
mengalami kesulitan untuk dekat dan terbuka dengan orang lain. Mereka juga kurang memperhatikan harapan dan peran yang
Baron, Robert A. & Byrne, Donn. (2000). Social Psychology (9th edition). USA: Allyn & Bacon
harus mereka mainkan. Dari hasil paparan diatas
dapat
dikatakan
bahwa
kualitas
Bukowski, William M., Newcomb, Andrew F., & Hartup, Willard W. (1996). The Company They Keep: Friendship in Childhood and Adolescence. New York: Cambridge University Press.
persahabatan mereka masih kurang baik. Karena kualitas persahabatan dapat dijadikan sebagai indikator dari penyesuaian social, maka
dapat
disimpulkan
pula
(2001). Anak Berbakat (Gifted Learner).http://www.depdiknas.go.id /publikasi/Buletin/PppgTertulis/08_2 001/Anak_berbakat.htm
bahwa
Clark, Barbara (1988). Growing Up Gifted (3rd edition). USA: Merrill Publishing Company.
penyesuaian sosial mereka masih kurang baik.
Delisle, James R. (1992). Guiding The Social and Emotional Development of Gifted Youth: A Practical Guide for Educators
48
and Counselors. New York: Longman Publishing Group. Dusek,
Dwyer,
Papalia, Diane E., Olds, Sally W., & Feldman, Ruth D. (2001). Human Development, 8th edition. New York: McGraw-Hill
Jerome B. (1996). Adolescent Development and Behavior (3rd edition). New Jersey: Prentice-Hall
Parker, Jeffrey G. & Asher, Steven R. (1993). Journal Developmental Psychology; Friendship and Friendship Quality in Middle Childhood: Links With Peer Group Acceptance and Feelings of leneliness and Social Dissatisfaction. Vol. 29, No. 4
Diana. (2000). Interpersonal Relationship. USA: Taylor & Francis, Inc.
Hartati, Netty. (1997). Tesis: Perilaku & Motif Prososial Anak Berbakat Intelektual Umum di Kelas Reguler. Program Pascasarjana UI.
Rice,
Hawadi, Reni Akbar. (2004). Akselerasi A-Z: Informasi Program Percepatan Belajar & Anak Berbakat Intelektual. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Philip F. (1993). The Adolescent: Development, Relationships and Culture, 9th edition. Boston: Allyn & Bacon.
Santrock, John W. (2001). Educational Psychology, 1st edition. USA: McGraw Hill
Hurlock. Elizabeth B. (1995). Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga
Sutopo, Hendyat. (2001). Kelas Aksleerasi Bisa Perkosa Perkembangan Anak Didik.http://www.kompas.com/kompas cetak/0205/31/jatim/kela49. htm
Lehner, George F.J. & Kube, Ella. (1960). The Dynamics of Personal Adjustment. USA: Prentice-Hall, Inc.
Versteynen, Linda. (2006). Issues in The Social and Emotional Adjustment of Gifted Children: What Does The Literature Say?. University of Waikato. http://www.giftedchildren.org.nz/apex/ v13art04.p
Lesmana, Jeanette M. (2005). Dasar-Dasar Konseling. Jakarta : UI Press
49
DAMPAK PROGRAM AKSELERASI INDONESIA YANG BERBASIS KURIKULUM NASIONAL TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL SISWA PESERTA AKSELERASI TINGKAT SMU DI JAKARTA. Nuraida, Lydia Freyani Hawadi, dan Anggadewi Moesono
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pelaksanaan akselerasi di Indonesia yang berbasis kurikulum nasional terhadap kecerdasan emosional siswa berbakat intelektual. Penelitian ini menggunakan sampel 44 siswa akselerasi, 80 siswa reguler, 33 guru, 3 penanggung jawab akselerasi, dan 6 orang staf pendukung. Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur EII yang dikonstruk oleh Lanawati (1999) untuk mengukur kecerdasan emosional dan Kuesioner program percepatan belajar yang peneliti susun berdasarkan enam faktor penunjang suksesnya program keberbakatan berdasarkan teori Coleman (1985). Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa skor kecerdasan emosional siswa akselerasi tidak berbeda dengan siswa reguler dengan nilai signifikansinya 0.173. Kecerdasan emosional terdiri dari 5 dimensi. Berikut ini akan dijelaskan perbedaan perdimensi yaitu: Self-Awareness nilai signifikansinya 0.204. SelfControl nilai signifikansinya 0.056, Self-Motivation dengan nilai signifikansinya 0.036 empathy nilai signifikansinya 0.096 dan social skill nilai signifikansinya 0.377. dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari kelima dimensi yang ada skor 3 dimensi yaitu self control, self motivation dan emphaty menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelas akselerasi dengan kelas reguler. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa pelaksanaan akselerasi di Indonesia belum terlaksana dan terencana dengan baik. Hal ini di deskripsikan dari kenam factor pendukung akselerasi, yaitu guru, kurikulum, prosedur seleksi, landasan filosofis penyelenggaraan akselerasi, dukungan para staf, dan evaluasi program. Kata kunci/keywords : kecerdasan emosional, akselerasi, siswa, kurikulum nasional Hasil penelitian Clark (1983) Pendahuluan
menunjukkan bahwa anak-anak akseleran
Sejak pemerintah
tahun Indonesia
ajaran
2001/2002
melakukan
memiliki skor penyesuaian emosional di atas
ujicoba
rata-rata. Hal ini mungkin karena sistem
program akselarasi pada beberapa sekolah di
pendididikan di Amerika jumlah pelajarannya
Indonesia.
tidak terlalu banyak dan setiap sekolah
Program
akselerasi
adalah
pelayanan belajar kepada anak berbakat
mempunyai
intelektual
masa
pelajaran
yang
studinya lebih cepat daripada siswa biasanya.
Indonesia
seluruh
Menurut
disamping
sistem pendidikan nasional yang baku. Peneliti
memiliki pengaruh positif (Clark, 1983) juga
menduga bahwa jika program akselerasi
mempunyai pengaruh negatif (Southern and
menggunakan kurikulum nasional, tidak akan
Jones, 1991) terhadap penyesuaian social
mampu memacu mutu kecerdasan emosional
dan penyesuaian emosional. Pelaksanaan
siswa berbakat intelektual. Hal ini karena
akselerasi di Amerika pada sistem pendidikan
siswa berbakat mengalami kepadatan waktu
yang
kurikulumnya
yang luar biasa sehingga tidak cukup waktu
dan
untuk
untuk
para
ahli,
demokratis
menyelesaikan
akselerasi
dan
disesuaikan
dengan
bakat
Sedangkan
pelaksanaan
minat.
akselerasi
di
melakukan
memacu
Indonesia berbasis kurikulum nasional.
akseleran.
50
hak
untuk
memiliki
berbeda. sekolah
Sementara
di
menggunakan
kegiatan-kegiatan
kecerdasan
jumlah
emosional
untuk siswa
Permasalahan
penolakan terhadap program akselerasi, yaitu
Apakah pelaksanaan akselerasi yang berbasis
: program akselerasi akan merugikan prestasi
kurikulum nasional mampu memacu mutu
akademik, tidak mampu menyesuaikan diri
peningkatan
siswa
secara emosional, merugikan pengalaman
skor
social, dan menurunkan kesempatan untuk
berbakat
kecerdasan
emosional
intelektual?
Apakah
Kecerdasan Emosional kelas akselerasi sama
ikut serta dalam kegiatan extra kurikuler.
atau lebih rendah dari pada siswa reguler ? Bagaimana deskripsi enam factor pendukung akselerasi di tiga SMU yang diteliti?
Stanley (1977)
dalam Khatena Joe (1982)
mengakselerasi
pelajaran-pelajaran
Matematika
dan
tidak
mengakselerasikan
pelajaran budaya. Tinjauan Teoritis Akselerasi yang berlaku di Indonesia adalah
Akselerasi
jenis
Akselerasi: Menurut Pressey (1949)
telescoping
kurikulum,
yaitu
siswa
menggunakan waktu yang kurang dari waktu
adalah percepatan yang dilaksanakan dalam
yang biasanya digunakan untuk penyelesaian
sebuah system pendidikan pada tingkatan
studi.
yang lebih cepat atau umur yang lebih muda daripada anak biasa (Southern dan Jones,
Pelaksanaan
1991). Stanley (1971) dalam program Study
berdasarkan teori program keberbakatan yang
Mathematically
diidentifiaksi
Precocious
Youth
(SMPY)
akselerasi
dari
akan
Coleman
ditelaah
(1985)
pada
memberikan akselerasi untuk anak berbakat
Universitas John Hopkins dan juga dari buku
Matematika untuk usia 12-13 tahun. Alasan
pedoman pelaksanaan program percepatan
Stanley
belajar dari Depdiknas tahun 2001 yang terdiri
memberikan
menurutnya
percepatan
apapun
karena
pengayaan
yang
atas 6 komponen, yaitu :
diberikan kecuali budaya akan merugikan
1. Guru : kajian tentang guru meliputi apakah
anak berbakat jika tidak akselerasi. Stanley
telah
mendasarkan pendapatnya pada alasan logis
berbakat intelektual
dan empiris. Suothren and Jones (1991) menyebutkan
beberapa
keuntungan
dari
kurikulum
anak
nasional
dalam
program
akselerasi. 3. Prosedur Seleksi : apakah prosedur yang
b. Meningkatkan efektifitas.
dijalankan telah memenuhi persyaratan
Penghargaan
seleksi.
d. Kesempatan untuk cepat berkarir
4. Landasan Filosofis : merupakan kajian
e. Meningkatkan produktivitas Meningkatkan
guru
kajian adalah bagaimana pelaksanaan
a. Meningkatkan efisiensi.
f.
kriteria
2. Kurikulum : hal penting yang menjadi
program akselerasi bagi anak berbakat.
c.
memenuhi
pilihan
untuk
tentang
perluasan
landasan
filosofis
dibukanya
program akselerasi,
akademik
5. Dukungan
g. Memperkenalkan siswa pada kelompok
para
staf
:
Bagaimana
dukungan para staf (BP, Laboran,dll.)
yang baru.
terhadap program akselerasi.
Meskipun dipandang memiliki keuntungan, ada beberapa hal yang menyebabkan adanya
51
6. Evaluasi
Program
terhadap
:
apakah
program
evaluasi
pada kesadaran diri. Tujuan mengelola
telah
emosi adalah keseimbangan emosi bukan
akselerasi
memnuhi standar evaluasi.
menekan emosi. 3. Memotivasi
diri
sendiri
kenali
emosional,
Kecerdasan Emosional adalah : Rangkaian
kepuasan dan mengendalikan dorongan
kemampuan,
hati adalah landasan keberhasilan dalam
dan ketrampilan
yang dapat mempengaruhi seseorang
dalam mengatasi tuntutan
tekanan lingkungan mempengaruhi individu.
keberhasilan
terhadap
berbagai bidang.
dan
4. Mengenali emosi orang lain : empati
dan secara langsung
kesejahteraan
diri
diri
Kecerdasan Emosional
kompetensi
menahan
:
merupakan kemampuan bergaul.
psikologis
5. Membina
(Bar-On, 1997 dalam Lanawati,
hubungan
:
merupakan
ketrampilan mengelola emosi orang lain.
2000)
Sedangkan menurut Bar-On (dalam Lanawati,
Menurut Salovey berhubungan
kecerdasan emosional
dengan
penggunaan
dalam memotivasi, merencana
2000) ranah emotional intelligence Inventory
emosi
(EII) adalah sebagai berikut :
dan berhasil
1. Emotional Self Awareness : seorang
dalam kehidupan. Hasil penelitian Clark (1983)
mampu mengenal perasaan dan emosinya
menunjukkan bahwa anak-anak akseleran
sendiri,
memiliki skor penyesuaian emosional di atas
tersebut, mengetahui apa yang ia rasakan
rata-rata. Hal ini mungkin karena system
juga sebab munculnya.
mengidentifikasi
perasaannya
pendidikan di Amerika jumlah pelajarannya
2. Sikap asertif : mampu mengungkapkan isi
tidak terlalu banyak dan setiap sekolah
perasaan, keyakinan, pendapat dalam
memiliki hak untuk jumlah pelajaran yang
mempertahankan haknya dengan cara
berbeda. Sementara di Indonesia
yang baik.
sekolah
seluruh
menggunakan system pendidikan
3. Self-Regard
:
kemampuan
seseorang
nasional yang baku. Untuk tingkat SMU setiap
untuk menghormati dan menerima dirinya
siswa
sebagaimana adanya meskipun positif
memiliki kewajiban
mata pelajaran reguler
mempelajari
13
baik yang mengikuti kelas
maupun kelas percepatan
atau negative.
belajar
4. Aktualisasi diri : kemampuan individu
atau akselerasi. Goleman
(1995)
untuk berdasarkan
teori
dari
merealisasikan
potensi
melalui
proses yang dinamis dan berlangsung
kecerdasan pribadi Gardner membuat ranah
terus
kecerdasan emosional sebagai berikut :
perkembangan
1. Mengenali emosi diri : kesadaran diri,
ketrampilan serta bakat secara maksimal.
mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi
merupakan
dasar
menerus,
berusaha
mencapai
kemampuan,
dan
5. Kemandirian : mampu mengarahkan dan
kecerdasan
mengendalikan
emosional.
dirinya
baik
pikiran
maupun perilakunya secara bersih tanpa
2. Mengelola Emosi : menangani perasaan
dinodai
agar perasaan dapat terungkap dengan
negative.
pas adalah kecakapan yang bergantung
52
dengan
perasaan-perasaan
6. Empati
:
mampu
untuk
Metode Penelitian
menyadari,
mengerti, dan memahami perasaan orang
Subyek
lain.
Subyek dalam penelitian ini terdiri dari : 44
7. Hubungan
interpersonal :
individu
untuk
kemampuan
membina
siswa akseleran, 80 siswa reguler, 33 guru, 3
dan
penanggung jawab akselerasi, dan 6 orang
mempertahankan hubungan yang ditandai
staf.
dengan keintiman, saling memberi dan
Alat pengumpul data
menerima kasih sayang. Ada tiga metode yang digunakan dalam
8. Tanggung jawab sosial : kemampuan
pengumpulan data penelitian, yaitu metode tes
seseorang bekerja sama dalam kelompok dalam
memberikan
masyarakat.
peran
Berhubungan
untuk melihat kecerdasan emosional siswa
pada dengan
kemampuan untuk melakukan sesuatu
masalah
:
juga
dilakukan
menemukan
:
kemampuan
reguler,
pada
koordinator
metode
wakil
kepala
akslerasi,
yang
guru program akselerasi.
dan
Tes Kecerdasan emosional yang digunakan
mengimplementasikan solusi yang efektif. 10. Fleksibilitas
wawancara
dan
siswa
terakhir metode angket yang diberikan kepada
kemampuan
individu mengidentifikasi dan membatasi masalah
dan
sekolah
untuk orang lain. 9. Pemecahan
akselerasi
adalah alat ukur EII (emotional intelligence
seseorang
inventory) berdasarkan teori Salovey dan Bar-
dalam menyesuaikan diri terhadap emosi
On yang dikonstruk dan digunakan oleh Sri
orang lain.
Lanawati (1999). Terdiri atas 5 dimensi, yaitu
11. Toleransi Terhadap Stres : kemampuan
self control, Empathy, self motivation, social
individu bertahan dalam situasi yang sulit
skill, dan self awareness.
dan penuh dengan stress. 12. Pengendalian
impuls
Alat ukur untuk percepatan belajar disusun :
kemampuan
sendiri oleh peneliti berdasarkan 6 hal yang
individu menahan atau menunda impuls,
menjadi faktor pendukung bagi suksesnya
dorongan, atau godaan untuk bertindak. 13. Kebahagiaan :
kemampuan
program untuk keberbakatan oleh Coleman
individu
(1985),
merasa puas terhadap kehidupan diri
yaitu
kulaifikasi
guru,
kurikulum,
evaluasi program, prosedur seleksi, landasan
sendiri, menikmati kehidupan bersama
filosofis, dan staf pendukung.
sesamanya dan merasa bahagia. Hasil Penelitian
14. Optimisme : mampu melihat sisi terang dari sikap
kehidupan positif,
dan
mempertahankan
walaupun
Berikut
harus
akan
digambarkan
perbandingan
mean kecerdasan emosional antara siswa
mengahadapi kesulitan.
akselarsi
53
dengan
siswa
reguler.
Tabel 1 Perbandingan kecerdasan emosional kelas akselerasi dan kelas reguler Prog. Belajar
EQ
SA
SC
SM
EM
SS
Akselerasi
Mean
170.045
23.454
59.250
29.227
33.454
24.659
N
44
44
44
44
44
44
Std.Dev
15.696
3.637
7.613
3.999
4.173
3.102
Mean
174.481
24.325
61.925
31.148
31.812
25.262
N
79
79
79
79
79
79
Std.Dev
17.974
3.624
7.264
5.220
5.699
3.880
Mean
172.894
24.016
60.975
30.472
32.392
25.048
N
123
124
123
123
123
123
Std.Dev
17.261
3.638
7.470
4.896
5.251
3.622
F
1.879
1.633
3.720
5.512
2.817
0.786
Sig
0.173
0.204
0.056
0.036
0.096
0.377
Reguler
Total
Mean kecerdasan emosional siswa akslerasi
rendah daripada siswa kelas reguler. Dimensi
adalah 170.045 sedangkan pada siswa reguler
Self-Motivation
adalah
signifikansi
signifikansi 0.036, hal ini menunjukkan bahwa
sebesar 0.173 sehingga dapat dikatakan
ada perbedaan signifikan dimana skor self
bahwa tidak ada mean skor EQ pada kedua
motivation siswa akselerasi lebih rendah bila
kelompok
secara
dibandingkan dengan siswa reguler.Dimensi
signifikan. Kecerdasan emosional terdiri dari 5
empathy nilai signifikansinya 0.096 dimana
dimensi.
skor empati siswa akselerasi lebih tinggi dan
174.481
dengan
siswa
nilai
tidak
Berikut
ini
berbeda
akan
dijelaskan
besar
berbeda
Pada dimensi Self-Awareness besar nilai
reguler. Terakhir dimensi social skill dengan
signifikansinya adalh 0.204. sehingga dapat
nilai signifikansi 0.377, hal ini menunjukkan
dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang
tidak adanya perbedaan yang signifikan antara
signifikan antara siswa akselerasi dengan
siswa akselerasi dengan siswa reguler.
Control
signifikan
dengan
nilai
perbedaan perdimensi yaitu:
siswa reguler pada dimensi ini. Dimensi Self-
secara
mempunyai
siswa
Dalam penelitian ini juga ditemukan
mempunyai nilai signifikansi 0.056,
bahwa pelaksanaan akselerasi di Indonesia
hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan
belum diselenggarakan dengan baik dan
yang signifikan antara siswa reguler dengan
terencana. Hal ini terbukti
siswa akselerasi dimana siswa akselerasi
yang
mempunyai nilai mean self control yang lebih
pendukung akselerasi:
Berikut
tabel
Berikut ini adalah tabel perbandingan antara
perbandingan program untuk siswa berbakat
program keberbakatan di Universitas John
yang dilakukan di Indonesia dengan program
Hopkins dengan program yang diterapkan di
keberbakatan yang di lakukan di Univesitas
Indonesia (program akselerasi)
ini
akan
ditampilkan
John Hopkins di Amerika
54
berkaitan
dengan temuan
dengan
enam
factor
No
Variabel
Study Of Mathematically Precociuos Youth (SMPY) Universitas John Hopkins Amerika
Program Akselerasi Indonesia
1
Guru
Program anak berbakat di Universitas John Hopkins terdiri dari berbagai macam program sehingga guru dipersyaratkan menguasai berbagai teknik mengajar. Secara umum guru adalah seseorang yang sangat kompeten dalam bidang matematika yang mengajar apa yang ingin diketahui oleh siswa.
2
Kurikulum
3
Prosedur Seleksi
4
Landasan Filsafat
5
Orientasi staf
6
Evaluasi
Kurikulum yang digunakan dalam program ini sesuatu yang esensial dari sejumlah mata pelajaran matematika yang terdapat pada sekolah-sekolah di Amerika. Gambaran spesial dari program bahwa kurikulum itu bisa disusun sehingga siswa bisa belajar pada tingkat yang sesuai dengan kemampuannya. Pada batas tertentu program SPMY ini sangat terpengaruhi oleh metode mengajar daripada kurikulum yang tersusun, maksudnya peran guru sangat besar daripada buku teks. Disini sangat penting adanya hubungan yang erat antara assesmen pengajaran dan evaluasi. Dalam grade achievement test dengan kriterisa tes nasional diberikan secara rutin kepada anak yang berguna untuk penjaringan anak-anak. Sejumlah anak yang berada pada top 5% diundang untuk mengikuti tes Scholastic Apatitude Test. Skor siswa yang berada pada rata-rata atau lebih baik pada semester itu dapat mengikuti kuliah. Program SPMY memilki landasan filsafat yang jelas. Matematika dipandang sebagai fondasi untuk sebagian besar teknologi modern. Asumsi dasar pengadaan program ini adalah bahwa kepribadian siswa terdistribusi secara berbeda-beda. Jika siswa ini tidak mendapat stimulasi maka kemampuan yang dimilikinya akan hilang begitu saja. Tiap personel harus berusaha untuk membantu siswa dalam menguasai mata pelajaran. Informasi dalam rating percepatan program akan disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan dalam merubah siswa Program SPMY memiliki kemampuan evaluasi yang luas. Perhatian untuk membangun data base untuk program pengambilan keputusan telah menghasilkan sejumlah buku, artikel, dll.
Pada program akselarsi di Indonesia guru yang mengajar adalah guru yang juga mengajar pada program reguler. Mayoritas lulusan S1 IKIP, dan rata-rata telah mengikuti pelatihan menjadi guru program akselerasi. Metode mengajar dengan tanya jawab, penugasan dan ceramah. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum nasional dengan 13 mata pelajaran, yaitu PPKN, pendidikan agama, bahasa dan sastra Indonesia, sejarah, bahasa Inggris, pendidikan jasmani, matematika, fisika, kimia, biologi, sosiologi, geografi, olah raga dan seni.
para
Siswa yang diterima adalah siswa yang mememnuhi syarat antara lain : IQ diatas 125 atau kategori baik, NEM rata-rata 7 atau nilai rapor rata-rata 8, informasi data subyektif dan juga kesediaan calon. Landasab filosofis penyelenggarann akselerasi adalah UUSPN no 2 tahun 1989
Belum melibatkan semua staf yang terkait dalam pelaksanaan program akselerasi. Evaluasi program dilakukan oleh pihak sekolah dan pihak Direktorat Pendidikan Luar Biasa.
Gambaran enam factor pendukung program
menggunakan
akselarsi di Indonesia
secara maksimal, sebanyak 97% penerapan
kemajuan
sebagian besar lulusan S1 dengan 78.78%
mendapatkan akselerasi
akselerasi
pelatihan
dan
tentang
mayoritas
perangsangan
belum
untuk
pertumbuhan
pribadi
memanfaatkan nara sumber spesialis yaitu hanya 6.06%. (3). Prosedur seleksi masih diterimanya siswa
resitasi dan tutorial yang penting dalam
yang memiliki IQ di bawah 125
pengajaran anak berbakat.
(4)
(2) Kurikulum, bahwa masih menggunakan (Kur
proses
sebesar 36% saja. Sedikitnya guru yang
menggunakan
banyak guru yang menggunakan metode
nasional
menekan
yang diperhatikan oleh guru yaitu hanya
program
metode ceramah dalam mengajar, belum
kurikulum
materi,
pengembangan kognitif dan masih minimnya
berlatar pendidikan IKIP, masih ada guru yang program
berdiferensiasi
kurikulum ini berfokus pada kecepatan dan
(1). Guru, bahwa tingkat pendidikan guru
mengajar
kurikulum
Nas)
Landasan filosofis dalam membuka
program akselarasi adalah UUSPN no 2 th
belum
1989 tentang sistem pendidikan nasional.
55
Dalam pasal 8 ayat 2 di sebutkan bahwa
untuk
warga Negara yang mempunyai kemampuan
emosional.
dan
kecerdasan
luar
biasa
berhak
meningkatkan
kecerdasan
2. Sistem pendidikan di Indonesia belum
memperoleh perhatian khusus.
memberikan layanan pendidikan individual
(5). Orientasi staff (pustakawan, Laboran, dan
melainkan klasikal. Pelajaran di sekolah
bimbingan konseling), masih sangat minim;
berdasarkan paket bukan berdasarkan
dalam hal ini mereka belum banyak dilibatkan
minat dan bakat. Padahal menurut kajian
secara aktif dalam program akslerasi. BP
Freeman (1985) ada bebrapa hal yang
hanya berperan dalam proses seleksi
dapat
dan
meningkatkan
kecerdasan
pada penyelesaian masalah-masalah siswa.
emosional, yaitu : (1) dapat memperdalam
(6) belum ada evaluasi program secara
kegemarannya terutama bersama dengan
khusus.
teman sebaya, (2) kesempatan untuk mengejar
yang Berdasarkan
hasil
survey
siswa
kelas
penelitian
ini
yang bertujuan
3. Sistem
untuk
lain
rancangan yang digunakan dalam penelitian
pada
mengajar
hanya
berlaku
di
umumnya, anak
seharusnya
berbakat
alam
menggunakan
kurikulum khusus yang sesuai dengan bakat
mengadakan tes EII pada satu waktu tertentu. yang
yang
nasional murni yang juga berlaku untuk siswa
kelas regular bisa jadi disebabkan oleh karena
akselerasi
sentralisasi
akselerasi di Indonesia adalah kurikulum
emosional antara kelas akselerasi dengan
yang
yang
Kurikulum yang digunakan pada program
Tidak berbedanya mean skor kecerdasan
facto
kurikulum
yang telah ditentukan oleh pemerintah.
yang lebih rendah ternyata tidak terbukti.
post
serta
mengajar sesuai dengan target kurikulum
akan mempunyai skor kecerdasan emosional
ex
terbuka
Indonesia menyebabkan para guru harus
membuktikan bahwa siswa kelas akselerasi
Program
materi
2001).
berkomunikasi dengan orang tua sehingga
adalah
(3)
menantang, berarti, dan fleksibel (Hawadi,
akselerasi merasa susah untuk bergaul dan
ini
pribadi,
pekerjaan yang sesuai, (4) komunikasi
Diskusi
dari
minat
dan minatnya. Selain menggunakan kurikulum nasional program akselerasi di Indonesia juga
menggunakan
kurikulum nasional tidak meningkatkan mutu
belum
kecerdasan emosional siswa peserta akslerasi
dalam mendidik anak berbakat sehingga rasa
di Indonesia, hal ini disebabkan oleh beberapa
ingin tahu yang besar dari anak berbakat
hal antara lain :
dapat terjawab dengan baik. Misalnya guru
1. Sistem percepatan yang dilakukan sangat
yang mengajarkan matematika seharunya
memberatkan anak. Terlalu banyaknya
memang orang yang sangat ahli dalam bidang
pelajaran yang harus dipelajari siswa
tersebut. Selain itu di Indonesia juga belum
menyebabkan mereka kurang memiliki
ada
waktu
berkawan,
khusus. Keberhasilan akselerasi hanya dilihat
sosialisasi dan ikut olah raga. Padahal
dari berhasilnya siswa lulus dengan baik dan
sarana-sarana tersebut sangat penting
diterima pada perguruan tinggi negeri. Sangat
untuk
bermain,
56
menyediakan
evaluasi
guru-guru
program
yang ahli
akslerasi
secara
berbeda
dengan
evaluasi
program
Saran
yang
pernah dilakukan pada program telescoping
Penelitian
kurikulum pada Universitas John Hopkins
menggunakan
Amerika. Hal-hal yang dievaluasi adalah tes
kelompok
inteligensi, tes standar, isi kuesioner oleh meir
dilakukan metode
pertama
dengan
eksperimental,
diberikan
akselerasi
dengan kurikulum yang spesifik sedangkan
dan orang tua, tes kepribadian, observasi
kelompok kedua dengan kurikulum nasional.
kelas, tes sosio metri, tes kreativitas, etika, sikap terhadap sekolah, kemampuan dalam Daftar Pustaka
problem solving (Southern & Jones, 1991).
Clark, B. (1983). Growing up Gifted 2nd ed. Ohio : Charles E Menrill Publishing Company.
Kesimpulan Hasil
penelitian
ini
Coleman, L.J. (1985). Schooling The Gifted. Canada : Addison Wesley Publishing Company.
menyimpulkan
bahwa skor kecerdasan emosional siswa
Goleman, D. (1995). Emotional Intelligence. Jakarta : Gramedia.
program akselerasi tidak lebih tinggi bila dibandingkan dengan siswa program reguler. Seharunya
diharapkan
siswa
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah (2001). Pedoman Penyelenggaraan Program Percepatan Belajar (SD, SLTP, SMU). Direktorat Pendidikan Luar Biasa.
akselerasi
mempunyai kecerdasan emosional yang lebih tinggi. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa program akselerasi dengan berbasis kurikulum nasional yang dijalankan selama ini belum dapat
meningkatkan
mutu
Hawadi, R. A. (2001). Konsepsi Program Percepatan Belajar Bagi Anak Berbakat Intelektual. (Makalah). Jakarta : Direktorat Pendidikan Luar Biasa.
kecerdasan
emosional siswa peserta akselerasi. Pelaksanaan akselerasi di Indonesia masih
Hal ini dapat dilihat dari program akselerasi
Khatena, J. (1982). Educational Psychology of the Gifted. Canada : John Willey & Sons.
yang belum menggunakan kurikulum yang
Lanawati,
belum berjalan dengan baik dan terencana.
sesuai dengan bakat dan minat siswa, tetapi masih menggunakan kurikulum yang berlaku umumuntuk seluruh Indonesia baik untuk siswa
reguler
maupun
siswa
akselerasi.
Southern, W.T & Jones, E.D. (1991). The Academic Acceleration of Gifted Children. New York : Theachers College Press.
Prosedur seleksi tidak sepenuhnya mengikuti aturan,
misalnya
saja
masih ada
siswa
akselerasi yang memiliki IQ di bawah 125. belum adanya evaluasi program akselerasi yang
dirancang
secara
khusus.
Belum
berperannya secara optimal staf pendukung yang
ada
di
sekolah
untuk
S. (1999). Hubungan Antara Emotional Intelligence (EI) dan Intelligence Quotient (IQ) dengan Prestasi Belajar SMU Methodist. Depok : Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
membantu
mengembangkan bakat dan minat siswa.
57
KONTRIBUSI BERPIKIR KREATIF DAN BERPIKIR KOMPREHENSI TERHADAP PENGUASAAN BAHASA INGGRIS MAHASISWA ADMINISTRASI BISNIS POLITEKNIK NEGERI JAKARTA Lenny Brida, Utami Munandar dan Diennaryati Tjokro Suprihartono Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar sebenarnya kontribusi kemampuan berpikir kreatif dan berpikir komprehensi terhadap penguasaan Bahasa Inggris mahasiswa Administrasi Bisnis Politeknik Negeri Jakarta. Dengan harapan hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam upaya pengintegrasian aspek kreativitas dalam pengajaran bahasa Inggris. Instrumen-instrumen yang digunakan untuk memperoleh data adalah Tes Kreativitas Verbal (TKV) untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif, Cloze Test (CT) digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir komprehensi dan English Proficiency Test (EPT) digunakan untuk mengukur penguasaan bahasa Inggris subjek penelitian.Teknik analisis data digunakan analisis regresi linear sederhana dan regresi linear ganda, dengan menggunakan program SPSS 7.5 dan tingkat signifikansi yang dipilih adalah 5% atau P 0.05. Dari hasil analisis ditemukan adanya kontribusi yang signifikan dan positif antara : a) kemampuan berpikir kreatif dengan penguasaan bahasa Inggris, dan besaran kontribusi 31,9% dengan tingkat probabilitas 0.000, b) kemampuan berpikir komprehensi dengan penguasaan bahasa Inggris, besaran kontribusi tidak terlalu besar, yaitu hanya 10,8%, tetapi dengan tingkat probabilitas 0,002 (lebih kecil dari 0.05), c) kemampuan berpikir kreatif dan berpikir komprehensi terhadap penguasaan bahasa Inggris, yaitu sebesar 57,3% dengan tingkat probabilitas 0.000. Dari hasil interpretasi data, dapat disimpulkan, secara terpisah kemampuan berpikir kreatif lebih besar kontribusinya terhadap penguasaan bahasa Inggris dibanding kemampuan berpikir komprehensi, sementara kontribusi gabungan antara kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan berpikir komprehensi memberi kontribusi yang lebih besar lagi, yaitu 57,3 % (TKV dan CT) > 31,9% (TKV) > 10,8% (CT). Dengan demikian ketiga hipotesis kerja (Ha1, Ha2, dan Ha3) dapat diterima.
Pendahuluan Dalam Indonesia,
dasar hukum yang mewajibkan kurikulum
bahasa
pendidikan Inggris
di
bahasa Inggris dipelajari.
bukanlah
Akan tetapi dari hasil evaluasi
termasuk bahasa asing yang ada dalam kategori
matakuliah
pilihan,
dilakukan
tetapi
penguasaan
sejak di sekolah dasar sampai perguruan
Nasional,
bahasa ilmu pengetahuan dan bahasa memiliki
Pendidikan
masih Hasil
Inggris rendah
siswa (Laporan
Pengawasan
dan
Pemeriksaan Pengajaran Bahasa Inggris,
arti
Hamid 1993, Dardjowidjoyo 1997) Kalaupun
penting, terutama dalam menghadapi era
ada beberapa siswa yang cukup baik
globalisasi dan meningkatkan daya saing bangsa. Keputusan
Departemen
bahasa
disimpulkan
tinggi. Kedudukan bahasa Inggris sebagai
internasional
oleh
yang
Nasional secara periodik, secara nasional
merupakan matakuliah wajib, dan diberikan
komunikasi
pelajaran
Mendikbud N0. 096
tanggal 12 Desember 1967 merupakan
berkomunikasi
dalam
umumnya
mereka
bahasa
Inggris,
memperoleh
keterampilannya dari kursus tambahan yang diperolehnya dari lembaga non-formal di
58
luar sekolah, sehingga kejadian ini dijadikan
dilihat dari besar kecilnya perbedaan
ukuran
diantara kedua bahasa itu.
ketidakberhasilan
pengajaran
bahasa Inggris pada pendidikan formal.
Dari
Dalam hal ini masalah kurikulum, proses
dipermasalahkan dimana B2 atau B3 itu
belajar mengajar, sarana, mutu pengajar,
dipakai, dalam konteks apa, dan dalam
jumlah siswa perkelas,
sering dianggap
situasi bagaimana, serta berapa jauh
sebagai penyebabnya (Umar, 1989: 73,
pengaruh lingkungan keluarga terhadap
Dardjowidjoyo 1997 : 36).
keberhasilan belajar B2 dan B3. Dari
Selain masalah di atas, faktor lain yang
sebagai
sangat
menentukan
pembelajar,
seperti
bahwa usia,
Dalam
penelitian
ini,
peneliti
tidak
membahas faktor linguistik atau faktor sosial budaya,
faktor-faktor bakat,
yang
belajar si pembelajar, serta sejauhmana
dalam
Menurut Hadley, (1993 : 63) banyak bukti menyatakan
psikologis
kepribadian, gaya kognitif dan strategi
keberhasilan penguasaan bahasa asing.
yang
faktor
budaya
usia, bakat, inteligensia, sikap, motivasi,
pembelajar.
Strevens (1978) menyatakan bahwa faktor pembelajar
sosial
dipermasalahkan bagaimana pengaruh
juga penting diperhatikan adalah faktor siswa/mahasiswa
faktor
tetapi
membahas
sikap,
penulis
faktor
tertarik
psikologis
untuk yang
mempengaruhi penguasaan bahasa asing
motivasi, kepribadian, gaya kognitif, strategi
terutama
belajar perlu dipertimbangkan dalam teori
faktor
kemampuan
berpikir.
Menurut Costa (1985 : 43) berpikir adalah
penguasaan bahasa.
proses kognitif, aktivitas mental dimana Apabila
ditinjau
dari
urutan
pengetahuan dapat dicapai.
penguasaan bahasa di Indonesia, maka
Mengapa kemampuan berpikir menjadi
bahasa Inggris merupakan bahasa kedua
perhatian peneliti, karena objek penelitian ini
(B2) atau ketiga (B3) dan seterusnya. Sebelum
mempelajari
bahasa
adalah
Inggris,
College
pertama (B1). Sehubungan dengan ini,
merupakan proses
prestasi
yang
pembelajarannya
atau
khusus
informasi
dipengaruhi
dipermasalahkan
linguistik adalah
umumnya
mereka, tetapi mereka akan memproses
dan
yang
diterima
dengan
mengembangkan berbagai strategi kognitif. . Dari beberapa strategi kognitif, ada dua
sosial budaya dan faktor psikologis. faktor
Pada
menerima apa yang ditawarkan kepada
B3
banyak faktor, yaitu faktor linguistik, faktor
Dari
Students).
pembelajar periode ini tidak begitu saja
Mackey (1979 : 23) mengatakan bahwa B2
Bisnis,
sekitar 17 sampai 22 tahun (Young Adult
(BD) atau bahasa Indonesia sebagai bahasa
penguasaan
Administrasi
Politeknik Negeri Jakarta yang berusia
pembelajar telah menguasai bahasa daerah
keberhasilan
mahasiswa
hal yang prosesnya cukup kompleks yaitu yang
berpikir kreatif dan berpikir komprehensi.
bagaimana
Berpikir kreatif adalah kemampuan produktif
pengaruh B1 terhadap B2 atau B3
59
yang
diperlukan
dua
besarkah kontribusi yang diberikan oleh
dan
kedua kemampuan berpikir di atas terhadap
menulis (speaking & writing), sementara
penguasaan bahasa Inggris dan prediktor
kemampuan
manakah yang lebih besar kontribusinya,
keterampilan
untuk
makro
menguasai
yaitu
berpikir
bicara
komprehensi
diperlukan untuk dua keterampilan makro
berpikir kreatif atau berpikir komprehensi.
lainnya, yaitu menyimak dan membaca Permasalahan
(listening & reading) Chomsky berpendapat bahwa dalam
Berdasarkan
latar
belakang
proses belajar bahasa, pembelajar tidak
masalah yang dikemukakan , maka masalah
selalu berpikir tentang aturan dan struktur
penelitian ini adalah sebagai berikut :
tata bahasa, tetapi sering berupaya untuk menciptakan sekali
ujaran-ujaran
baru.
ditemukan linguistik
Dari
bahwa yang
hasil
yang
sama
kemampuan berpikir komprehensi berperan
penelitiannya
karakteristik
terjadi
Bila kemampuan berpikir kreatif dan
dalam
prilaku
meliputi
penguasaan
seberapa
inovasi,
bahasa
besarkah
Inggris,
masing-masing
kontribusinya terhadap penguasaan bahasa
formasi kalimat-kalimat baru dan pola-pola
Inggris pembelajar ?
baru dari konsep yang abstrak dan sangat
Rumusan masalah tersebut dapat dirinci
kompleks (dalam Rivers 1985 : 131).
menjadi beberapa sub-masalah sebagai
Sejalan dengan ini, Utami Munandar
berikut :
(1992 :48) menyatakan kemampuan berpikir kreatif data
adalah atau
1. Seberapa besarkah kontribusi berpikir
kemampuan-berdasarkan
informasi
yang
kreatif
tersedia-
Inggris mahasiswa ?
menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap
suatu
penekanannya
masalah,
adalah
pada
terhadap penguasaan bahasa
2. Seberapa
dimana
besarkah
kemampuan
kuantitas,
kontribusi
berpikir
komprehensi
terhadap penguasaan bahasa Inggris ?
ketepatgunaan dan keragaman jawaban.
3. Seberapa
besarkah
kontribusi
Dalam persoalan berpikir kreatif ini,
kemampuan
berpikir
kreatif
baik Chomsky maupun Utami menekankan
kemampuan
berpikir
komprehensi
masalah keragaman maupun variasi dalam
secara
kuantitas yang tidak terbatas dari data
penguasaan bahasa Inggris ?
maupun
informasi
yang
tersedia.
Bagi
simultan
dan
mempengaruhi
4. Manakah prediktor (berpikir kreatif atau
Chomsky data yang tersedia ini adalah
berpikir
aturan-aturan struktur yang telah menjadi
signifikan memberi kontribusi terhadap
bagian
penguasaan
integral
dari
pengetahuan
pembelajar.
komprehensi)
pembelajar?
Oleh karena itu dalam penelitian ini, penulis ingin mencari jawaban seberapa
60
bahasa
yang
lebih
Inggris
Tinjauan Pustaka
Tahap
Penguasaan Bahasa Inggris
digunakan adalah bentuk simpel dengan
Jika ditinjau dari kriterianya,
pertama
:
Bentuk
yang
bahasa
susunan kata yang standar (standard
Inggris di Indonesia masuk dalam kelompok
word order), dan ada bagian-bagian
bahasa
yang
kalimat yang dibuang. Pada tahap awal,
dikemukakan oleh Cohen (1987: 42) bahwa
pembelajar menggunakan ujaran yang
suatu bahasa disebut bahasa asing apabila
dihafal dalam proses komunikasinya.
asing,
sebagaimana
bahasa itu bukan bagian dari bahasa
Tahap
keluarga atau latar belakang kebudayaan si
menggunakan
pembelajar.
order) yang sesuai dengan bahasa
Penguasaan
Bahasa
Inggris
tidak
target
kedua
dan
:
Pembelajar
susunan
tetapi masih belum akurat.
bentuk
bentuk bahasa (language forms),
Tahap
akan
tetapi
menggunakan
bagaimana
pembelajar
kata
menggunakan
dapat dicapai hanya dengan menguasai
Ketiga
:
mulai (word
kalimat,
Pembelajar
morfem
mulai
gramatikal
memahami fungsi-fungsi bahasa (language
secara sistematis dan bermakna.
functions)
menggunakannya
Tahap ke empat : Pembelajar telah
secara tepat dalam konteks sosial yang
menguasai struktur kalimat kompleks,
sesuai (Hines 1981 : 107). Sejalan dengan
seperti klausa, konstruksi
ini, Brown (1987 : 20-22) menyatakan
pronoun dan menggunakannya dengan
bahwa
tepat.
dan
dapat
titik kulminasi
dari
penguasaan
bahasa bukanlah semata-mata penguasaan
Kemampuan
manusia
relative
menguasai
bentuk bahasa, tetapi bagaimana bentuk
bahasa menurut Chomsky (1965 : 47)
bahasa
disebabkan
itu
dapat
memenuhi
fungsi
komunikasi dari bahasa yang dipelajari.
1993
:
22)
lahir
telah
bahasa yang disebutnya LAD (Language
bahwa
Acquisition Device). Menurutnya dengan
penguasaan bahasa asing, secara makro
LAD ini manusia dapat menguasai peraturan
terdiri dari empat tahap yang menurutnya
bahasa dari berbagai bahasa yang mereka
bersifat
dengar. Mekanismenya dapat dilihat pada
universal,
ditemukan
sejak
memiliki suatu mekanisme/alat penguasaan
Dari hasil penelitian Ellis 1985 (dalam Hadley
manusia
tahapannya
adalah
sebagai berikut :
Bagan berikut ini :
61
LAD (The mind. Linguistic processing skill. Existing knowledge
Linguistic Input
Phonology Semantic Syntax
Bagan 1. The Language Acquisition Devices (LAD)
sementara sintaksis berkembang baik pada akhir
Dari mekanisme penguasaan bahasa yang dipaparkan dibuktikan komunikasi
banyak
Chomsky di atas dapat
bahwa sama
penguasaan rumitnya
1. Gramatical Competence 2. Comprehension of Others Speech 3. Speech Production
masa
pubertas.
pakar
Maka
bahwa
diprediksi
orang
dewasa
melanjutkan pengetahuan mengenai aspek
sistem
bahasa sepanjang sisa hidup mereka.
dengan
Dari
hasil
penelitian
Horn
dan
penguasaan bahasa manusia dan untuk
Donaldson (1980), Schale (1983), yang
menguasainya memerlukan kekuatan otak
dikutip oleh Sigelman dan Shaffer (1991
sebagai peralatan yang standar (standard
:223) bahwa pengetahuan semantik terus
Equipment). Dari bagan di atas juga dapat
berkembang pada masa dewasa dan orang
dilihat
dewasa memperoleh pengalaman dengan
bahwa
kompetensi
gramatikal
mendasari kemampuan komprehensi dan
berkembangnya
maturasi
produksi bahasa. Menurut Chomsky pada
banyak hasil penelitian yang membuktikan
proses produksi inilah proses berpikir kreatif
bahwa
berperan (Dalam Brown 1987 : 30).
berkembang
kosakata dan
orang
mereka
dewasa
pemahaman
dan
terus
terhadap
berbagai makna semakin berkembang. Perkembangan Bahasa Orang Dewasa
Dari hasil penelitian cross-sectional
(>18 tahun)
dan longitudinal yang dilakukan oleh Schale 1983 selama 14 tahun tentang perubahan
Sebagaimana asumsi umum bahwa
intelektual,
perkembangan bahasa terjadi pada masa
sampai
orang dewasa terus berkembang. Hanya
banyak hal yang terjadi pada perkembangan
pada usia 70
bahasa orang dewasa. Fonologi dikuasai baik
bahwa
pertengahan usia 50 dan 60 tahun kosa kata
kanak-kanak, maka pada usia dewasapun
dengan
ditemukan
tahun, terjadi penurunan
penggunaan kosa kata.
pada masa kanak-kanak,
62
Bagaimanapun
menurut
O Malley
Hal
yang
cukup
menarik
untuk
(1985) seorang pembelajar dewasa yang
mempelajari proses penguasaan bahasa
baik
asing adalah bagaimana peran otak dalam
biasanya mengembangkan
banyak
strategi dalam menguasai bahasa asing.
menentukan
Dari hasil penelitian O Malley dan kawan-
maturasi otak menentukan keberhasilan
kawan ditemukan 24 strategi penguasaan
mempelajari
bahasa.
bahasa
mengatakan
bahwa
yang
dibaginya
menjadi
tiga
keberhasilannya.
Apakah
Beberapa kunci
pakar
jawabannya
kelompok yaitu strategi metakognitif 8 item,
adalah pada proses lateralisasi otak. Untuk
strategi
strategi
penjelasan ini terdapat suatu bukti penelitian
(Brown 1987 : 92).
Neurologi bahwa otak manusia mengalami
kognitif
sosioafektif Strategi
2 item
kognitif
diantaranya
14
item
dan
yang
dengan
dikembangkan
maturasi pada fungsi-fungsi tertentu
dan
menterjemahkan,
akan mengalami lateralisasi ke bagian
(menggunakan B1 dalam mempelajari B2),
belahan otak kiri, sementara fungsi-fungsi
mengelompokkan kosa kata, mengaplikasi
yang lain akan mengarah ke belahan otak
aturan
kanan. Berikut ini dapat dilihat pada daftar
dalam
meakukan
memproduksi
rekombinasi,
bahasa,
elaborasi
dan
karakteristik
konklusi dalam mempelajari bahasa asing. Konsiderasi
Neurologi
yang
dikemukakan
oleh
Torrance 1980 (dalam Brown 1987 : 88) tentang dominasi otak kiri dan kanan,
Dalam
sebagai berikut : Penguasaan Bahasa Tabel 1. Daftar Karakteristik Dominasi Otak Kiri Dan Kanan
DOMINASI OTAK KIRI
DOMINASI OTAK KANAN
Intelektual Lebih mengingat nama Lebih respon terhadap instruksi dan penjelasan verbal. Melakukan eksperimen sistematis dengan kontrol. Membuat pertimbangan yang objektif Terencana dan terstruktur Mengutamakan informasi yang pasti Berpikir analitis Bergantung kepada bahasa dlm berpikir dan mengingat Lebih menyenangi bicara dan menulis Lebih menyukai tes pilihan ganda Mengontrol perasaan Kurang baik dalam menginterpretasi-kan bahasa tubuh. Jarang menggunakan metafora Lebih menyukai pemecahan masalah secara logis.
Sumber : (Brown 1987 : 88)
63
Intuitif Lebih mengingat wajah Lebih respon terhadap instruksi simbolik, demonstratif dan ilustratif. Melakukan eksperimen random dgn batasan yang longgar. Membuat pertimbangan subjektif. Berubah-ubah/tidak tetap dan spontan Menyenangi informasi yang tidak pasti Berpikir sintesis Bergantung kepada imajinasi dalam berpikir dan mengingat. Lebih menyenangi menggambar dan memanipulasi objek Lebih menyenangi pertanyaan terbuka Lebih bebas dengan perasaan Baik dalam menginterpretasi bahasa tubuh. Sering menggunakan metafora(kiasan) Lebih menyenangi pemecahan masalah secara intuitif
Hubungan Bahasa Dan Berpikir
Dari daftar di atas dapat dilihat perbedaan antara karakteristik dominasi hemisfer kiri
Simbol
dan kanan. Tetapi menurut Brown (1987 :
Menurutnya
dalam
sangat erat (Morgan, et. al 1986 : 228).
dalam
Bahasa menyajikan ratusan bahkan ribuan
berbahasa dan berkomunikasi pesan-pesan
simbol dan memberikan aturan bagaimana
dikirim ke kiri dan ke kanan, kedua belahan otak
gunakan
karena itu bahasa dan berpikir hubungannya
kanan bekerja sebagai suatu tim melewati Collosum.
kita
berpikir adalah kata-kata dan bahasa oleh
89) penting diingat bahwa hemisfer kiri dan
Corpus
yang
cara menggunakannya. Sebagian besar
bekerja dalam aktivitas neurologi
manusia
manusia.
simbol
ketika berpikir menggunakan kata
dan
grammar
untuk
Dominasi otak kiri dan kanan sering
menghubungkan kata menjadi frasa dan
dianggap sebagai gaya berpikir (cognitive
menghubungkan kata menjadi klausa atau
style) yang merupakan pilihan fungsi otak
kalimat.
yang membedakan antar individu dan antar
menyatu
budaya. Dari beberapa data yang ditemukan
jangka
Krashen, Selinger dan Hartnest 1974 (dalam
bahasa,
Brown 1987 : 89) bahwa pembelajar B2
alat berpikir.
dengan dominasi otak kiri lebih menyenangi pengajaran
dengan
gaya
deduktif,
sementara pembelajar dengan
dominasi
otak kanan
Kata-kata,
makna
membentuk panjang.
Kita
dan
memori berpikir
aturan
semantik dengan
dengan demikian bahasa adalah
Bahkan
beberapa
pakar
memiliki
pandangan yang cukup ekstrim dengan mengatakan
lebih sukses dengan gaya
menentukan
pengajaran induktif.
bahwa
bahasa
kemampuan
dapat berpikir,
menentukan ide dan persepsi seseorang. neurolinguistik
Karena sebenarnya ketika kita berpikir, kita
yang dilakukan Obler (1981) tentang peran
berbicara dan berdialog kepada diri sendiri
hemisfer otak kanan dalam penguasaan
(Whorf 1897-1941 dalam Hall 1983 : 315).
Dari
hasil penelitian
bahasa asing, ditemukan bahwa terdapat
Apa Sebenarnya Berpikir Itu
peran yang signifikan pada hemisfer otak kanan
terhadap
penguasaan
Menurut Costa (1985 : 43) berpikir
bahasa,
adalah sebagai berikut :
terutama pada tahap awal proses belajar proses kognitif, aktivitas mental dimana pengetahuan dapat dicapai.
bahasa, yakni yang menyangkut strategi penguasaan
seperti
strategi
menebak
derivasi mental dari persepsi sampai pada manipulasi dan kombinasi dari pemikiran. manipulasi mental dari input sensori untuk memformulasikan alasan atau pertimbangan.
makna dan strategi menggunakan formula bahasa dalam pengucapan.
64
2. Bagaimana Bahasa Mempengaruhi
diasumsikan
Berpikir
Diantara tokoh
Telah
banyak
mengatakan
bahwa
menghubung-hubungkan
penelitian
yang
bahasa
dapat
apa
yang
mempengaruhi psikologi
bahasa.
perkembangan
yang paling terkemuka mengenai ini adalah Jean Piaget, yang manyatakan bahwa bahasa
kita
dapat
meningkatkan
kekuatan
kecepatan berpikir, tetapi bahasa ditata oleh
pikirkan, menentukan bagaimana kita dapat
pikiran dan dikendalikan oleh pikiran (Piaget
berpikir tentang objek dan kejadian. Menurut
dan Inhelder 1969).
Whorf (1956) bahasa yang berbeda memiliki cara berpikir yang berbeda pula. Masyarakat
Dari perbedaan pendapat para pakar
dari bahasa yang berbeda akan memiliki
memandang hubungan bahasa dan berpikir,
cara
Bahasa
sebenarnya menurut kajian Brown hal ini
menampilkan perbedaan ini melalui kosa
merupakan bukti bahwa antara bahasa dan
kata dan grammar.
berpikir tidak dapat dipisahkan dan satu
pandang
Selain
yang
kosa
berbeda.
kata,
yang
sama lain saling tergantung dalam dua arah
juga
(1987 : 29).
mempengaruhi berpikir adalah tata bahasa. Menurut
Whorf
mempengaruhi
cara
(1956)
Kreativitas
bahasa
seseorang
berpikir
Masalah Kreativitas sudah sejak lama
tentang waktu, ruang dan kejadian, sebab
mengundang kontroversi dan ditafsirkan
bahasa berbeda dalam kategori gramatikal
secara beraneka ragam oleh banyak ahli
dan mereka mengekspresikan banyak hal,
maupun
seperti; number, gender, tenses dan voice.
tentang kreativitas cukup beragam, ada
yang
bukan
ahli.
Pengertian
yang mengartikan kreativitas secara sangat
3. Bagaimana Berpikir Mempengaruhi
luas
Bahasa
dan
ada
pula
yang
mencoba
menyempitkannya.
Banyak psikolog dan ahli linguistik yang sekarang meyakini bahwa bahasa
Dalam menginterpretasikan kreativitas,
membatasi berpikir dan beberapa jenis
dapat dilihat empat kecenderungan yang
berpikir
terjadi, yaitu :
sama
sekali
independen
dari
pengaruh bahasa (Furth 1966). Minat para pakar
telah
berbalik
dari
arah
Ada
yang
yang
kreativitas
berlawanan bahwa karakteristik universal
menekankan
adalah
sikap
bahwa
hidup
dan
prilaku
dari proses berpikir manusia menciptakan
Ada
struktur linguistik yang universal.
yang
menjelaskan
bahwa
kreativitas adalah suatu cara berpikir
Jika fondasi biologis bahasa sama
Ada
yang
mengartikan
kreativitas
dengan fondasi biologis berpikir, dan jika
adalah gagasan-gagasan baru dalam
bahasa adalah aspek lain dari kognisi
bidang ilmu, teknologi dan pemecahan
manusia,
masalah.
maka
berpikir
tentunya
65
Ada yang menekankan pada bidang
memproduksi respon yang baru atau
artistik yaitu, yang kreatif adalah yang
karya/kerja yang baru.
berkaitan dengan seni.
Dari definisi-definisi di atas, dapat ditarik
Untuk dapat melihat lebih cermat,
kesimpulan
bahwa
kreativitas
bukan
berikut ini dikemukakan beberapa definisi
pemikiran satu arah (konvergen), melainkan
kreativitas
pemikiran yang menuju keberbagai arah
yang berkaitan dengan suatu
cara berpikir.:
(divergen),
1. Pemikiran kreatif adalah kemampuan -
komunikatif,
berdasarkan data atau informasi yang tersedia-menemukan
dan
berorientasi
Karakteristik Pemikir Kreatif
ketepatgunaan
Meskipun orang-orang kreatif umumnya
dan
memiliki kemampuan intelektual yang tinggi,
keragaman jawaban (Utami Munandar,
tetapi sebenarnya tidak perlu terlalu tinggi.
1992 :48).
Banyak orang-orang kreatif hanya berbakat
2. Pemikiran kreatif adalah pemikiran yang menggunakan
pemikiran
pada bidang tertentu saja. Dengan kata lain
bisosiatif,
mereka
yaitu menggabungkan dua pemikiran
berpikir kelancaran
dan
masalah,
redefinisi
pemikir kreatif.
masalah
yang
Menurut Morgan at. al.
(1986 : 247) orang-orang yang berpikir
diklassifikasikan ke dalam kemampuan
kreatif memiliki gambaran personaliti yang
berpikir divergen (Guilford dalam Clark,
umum. Dari bukti-bukti yang diperoleh dari
1983 : 33).
hasil personaliti tes memperlihatkan bahwa
4. Kreativitas adalah proses mental yang pada
kognitif,
mereka
yaitu
dan
(Williams
sebagai
untuk
tingkat
tertentu
mereka
memerlukan ketidakseimbangan yang
dalam Clark, 1983:33). sederhana
karakteristik
1. Mereka lebih menyukai kompleksitas
asosiatif, perilaku yang evaluatif dan komunikatif
memiliki
berikut :
pemikiran yang divergen, produktif dan
keterampilan
tentang
motivasi yang kuat adalah karakteristik
dan
elaborasi pemikiran. Pemikiran kreatif
didasarkan
keras
disoroti. Oleh karena itu, kerajinan dan
keluwesan berpikir, orisinal dan sensitif terhadap
spesifik
tiba muncul, biasanya terjadi setelah proses
1993 : 42). adalah
kemampuan
mencari ide-ide baru. Manakala insight tiba-
ide-ide baru (Koestler dalam Weisberg,
3. Kreativitas
memiliki
tertentu yang dapat digunakannya untuk
yang berasosiasi dalam menghasilkan
5. Secara
elaboratif
produktif,
banyak
masalah, dimana penekanannya adalah kuantitas,
asosiatif,
kepada masalah (Morgan, at.al. 1986: 246).
kemungkinan jawaban terhadap suatu
pada
bersifat
konkrit pada fenomena yang digeluti. Sigelman
dan
2. Secara
Shaffer (1991 : 294) menyatakan bahwa
kompleks
kreativitas itu adalah kemampuan untuk
psikodinamik, dan
mereka
memiliki
kemampuan yang lebih luas.
66
lebih bidang
3. Mereka
lebih
independen
dalam
selalu menyadari atau berpikir tentang rules
pertimbangan-pertimbangan.
atau struktur bahasanya. Ia berpendapat
4. Mereka lebih asertif kepada dirinya dan
bahwa
selalu dominan disekitarnya.
sebenarnya
5. Mereka menolak penindasan, sebagai mekanisme
kontrol
dalam
impulsif.
proses
seseorang
belajar sering
bahasa berupaya
untuk menciptakan ucapan-ucapan yang
Orang
sama
sekali
baru
(Novel
Utterances).
kreatif biasanya menolak pendekatan
Karakteristik prilaku linguistik yang terjadi
konvensional yang telah ditentukan oleh
ternyata meliputi inovasi, formasi kalimat-
orang lain dan lebih baik melaksanakan
kalimat baru dan pola-pola baru dari konsep
idenya
yang abstrak dan sangat kompleks. Fakta
sendiri
meskipun
itu
tidak
populer atau nonkonfirm.
inilah yang membuat Chomsky secara kontinu menyuarakan
Hubungan Kreativitas dan Bahasa
aspek kreativitas
dalam berbahasa.
Pakar yang banyak membahas tentang
Ketika Chomsky menyatakan bahwa
hubungan kreativitas dengan belajar bahasa
terjadi aspek kreatif dalam penggunaan
adalah Chomsky, seorang profesor linguistik
bahasa, yang dimaksudkannya bukanlah
dari Massachusetts Institute of Technology.
sekedar bermain -main dengan elemen
Pada tahun 1966,
Northeast
bahasa sehingga tercipta ungkapan yang
Conference dilaksanakan, dia mengagetkan
gramatikal atau tidak gramatikal. Tetapi
para
yang
yang dimaksudkannya adalah bahwa fakta
dia
terhadap system of Language Rules adalah
peserta
kontroversial
ketika
dengan
pada
idenya
saat
itu,
yaitu
menentang teori lingusitik yang menyatakan
telah
bahwa bahasa adalah suatu kebiasaan
pengetahuan
(Language is a set of habit), sehingga di
dalam mempelajari bahasa seseorang dapat
dalam mempelajari bahasa target, muncul
menghasilkan variasi makna bahasa yang
metoda drill, diantaranya
Subtitution Drill,
tidak terbatas, baik itu yang sudah pernah
Repeatition Drill, dsb. Metoda drill ini
didengar atau yang sama sekali baru
menekankan
baginya. Tenyata dari hasil penelitianya
pengulangan,
karena
menjadi
bahagian
yang
tersimpan,
sehingga
bahwa
rangka pembentukan kebiasaan
terhadap
mengkonstruksi pengucapannya/kalimatnya
pola-pola kalimat bahasa yang dipelajari,
tanpa menyadari peran dari system of rules
dan grammar dianggap sebagai inti bahasa.
yang diinternalisasikan ke dalam memori
Rivers
Wilga,M
bukanlah
1985
:
131),
struktur kebiasaan,
berbahasa,
dari
pengulangan dianggap sebagai kunci dalam
Akan tetapi bagi Chomsky (dalam
dalam
integral
sesorang
seseorang (Chomsky, 1965:228)
bahasa Secara mendasar dapat dipertanyakan
melainkan
apakah
produk dari proses kreatif. Menurutnya
belajar
keterampilan
ketika seseorang sedang berbicara, ia tidak
intelektual
67
bahasa
(skill)
atau
(Intelectual
asing,
suatu
suatu
latihan
Exercises).
Jika
mempelajari bahasa asing adalah suatu
berpikir
keterampilan , berarti untuk menguasainya
dikembangkan terutama dalam mempelajari
diperlukan
dalam
Bahasa Inggris untuk tujuan khusus (ESP=
secara
English For Spesific Purposes). Evans
sistematis berurutan (habit formation). Akan
berpendapat bahwa mahasiswa sains dan
tetapi jika penguasaan bahasa asing adalah
teknologi di berbagai negara memerlukan
suatu latihan intelektual, maka diperlukan
kemampuan berpikir komprehensi, yang
latihan untuk membuat pilihan-pilhan yang
menurut Bloom merupakan kemampuan
tepat untuk menggunakan aturan gramatikal
menerjemahkan
dan memodifikasi aturan tersebut menjadi
mendeskripsikan dan menyimpulkan tentang
ujaran-ujaran
sesuatu yang tidak diketahui berdasarkan
latihan
merefleksikan
yang
elemen
yang
intensif
linguistik
bermakna
(creative
formation).
komprehensi
dan
semakin
menginterpretasi,
data yang tersedia (Costa, 1985: 44). Bloom
Berpikir Komprehensi Dalam mempelajari
(1956)
mengembangakan
B2 maupun B3,
taksonomi
telah sasaran
kemampuan berpikir komprehensi sangat
pendidikan dalam ranah kognitif
diperlukan, dimana tanpa kemampuan ini
meliputi enam tingkat
seseorang tidak akan dapat memahami
1992
ujaran atau wacana dengan baik. Berpikir
Pemahaman,Penerapan, Analisis, Sintesis,
komprehensi adalah suatu proses berpikir
Evaluasi.
:
120)
yang
(Utami Munandar, :
,Pengetahuan,
yang kompleks yang dimulai dari pencarian Proses Berpikir Komprehensi
ide yang umum, kemudian dilanjut dengan makna kalimat
Menurut Luria (1982 :169) menganalisis
sampai pada memahami konsep pesan
berpikir komprehensi adalah pekerjaan yang
dalam konteks linguistik dan ekstralinguistik
paling sulit dan problem komprehensi atau
(Luria, 1982 : 170).
decoding telah diteliti dengan berbagai cara
memahami makna kata,
baik oleh para psikolog maupun para ahli
Brown (1987 : 26) melihat komprehensi sebagai
suatu
kompetensi
membandingkannya
dia
linguistik. Akan tetapi penjelasan tentang
produksi.
proses komprehensi masih belum utuh dan
dan
dengan
cenderung parsial.
Menurutnya komprehensi untuk aktivitas Listening
dan
dengan
Sebagian peneliti berpendapat bahwa
produksi
untuk
untuk dapat memahami sense pengucapan
Writing
adalah
tidak cukup hanya dengan memahami tiap
performa. Produksi bahasa lebih dapat
kata atau tidak cukup hanya memahami
diamati
aturan tata bahasa yang persis tentang
kompetensi, aktivitas
sementara
Speaking
secara
kompetensi dengan
Reading
tidak
jelas
dan
dan
sama
langsung, selalu lebih
sementara
dapat
diamati
abstrak.
kombinasi kata.
Dari
pengamatan Evans (1987 :24) kemampuan
68
Bahkan lainnya,
menurut
berpikir
sebahagian
adalah
Berdasarkan tujuan penelitian dan kajian
memahami pesan dengan menghasilkan
kepustakaan yang dilakukan pada bagian
konsep
sebelumnya, hipotesis alternatif (Ha)
di
komprehensi
Hipotesis Penelitian
pakar
satu sisi dan
di sisi lain
yang
memahami aturan gramatikal dari bahasa
dirumuskan adalah sebagai berikut :
yang dipelajari.
1. Terdapat kontribusi yang signifikan dan
Sementara
pakar
lainnya
berargumentasi bahwa berpikir komprehensi
yaitu
kemampuan
berpikir
kreatif
dengan
penguasaan
bahasa
2. Terdapat kontribusi yang signifikan dan
suatu ujaran dan kemudian melangkah ke phonetic-lexical
antara
Inggris (Ha1).
dimulai dari pencarian ide yang general dari
tingkat
positif
positif
spesifikasi
antara
komprehensi
makna kata (individual words) ke arah level
kemampuan dengan
berpikir
penguasaan
bahasa Inggris (Ha2).
sintaksis atau makna kalimat.
3. Terdapat kontribusi yang signifikan dan Menurut Wertech proses dasar dari
positif antara gabungan kemampuan
berpikir komprehensi adalah bagaimana
berpikir kreatif dan kemampuan berpikir
menangkap makna dari keseluruhan pesan.
komprehensi
Makna akan membentuk inner sense dan
terhadap
penguasaan
bahasa Inggris (Ha3).
memberi label kepada koherensi eksternal.
Variabel Penelitian Dalam
Dengan demikian menurut Luria (1982
penelitian
ini
terdapat
tiga
:170) berpikir komprehensi selalu ditujukan
variabel yang ditelaah, dua diantaranya
untuk mencari konteks dari suatu ujaran
adalah variabel bebas (IV), Kemampuan
yang meliputi konteks linguistik, konteks
berpikir
sinsemantik, konteks ekstralinguistik dan
Berpikir Komprehensi (X2), sementara yang
konteks situasi.
menjadi
variabel
dan
terikat
Kemampuan
(DV),
adalah
Populasi dan Sampel
Penelitian ini menggunakan metoda
Populasi
regresi multivariat ( Regression Multivariate
besarnya
akibat
penelitian
ini
mahasiswa Administrasi Bisnis,
Research), yaitu metode yang mengkaji dan
(X1)
Kemampuan Berbahasa Unggris (Y).
Metode Penelitian
akibat-akibat
Kreatif
adalah Politeknik
Negeri Jakarta, tahun akademik 2001-2002.
dari
Jumlah populasi sebesar 404 orang. Dari
beberapa variabel bebas terhadap satu
populasi ini diambil sampel sebanyak 20
variabel terikat (Kerlinger 1996 : 929)
%, yaitu sekitar 80 orang. Meraka adalah
Dalam ditelaah seberapa besar kontribusi
mahasiswa Program Diploma III Politeknik
variabel-variabel bebas terhadap variabel
Negeri jakarta, Jurusan Administrasi Bisnis
terikat. Kemudian melakukan interpretasi
yang berusia 17 s.d 22 tahun. Pada saat
kecenderungan yang terjadi dari hubungan
penelitian dilakukan, subjek sedang duduk
antar variabel tersebut.
69
di semester 2, 4, dan 6, tahun akademik
3. Untuk mengukur variabel penguasaan
2001-2002. Sebagian besar subjek berasal
bahasa Inggris (Y) digunakan English
dari SMU-SMU se Jabotabek, sementara
Proficiency Test/EPT (Barron s TOEFL
sebagian kecil yang berasal dari daerah
1983) yang terdiri dari
(data penerimaan mahasiswa baru tahun
sebanyak 46 itam, structure and written
1999, 2000 dan 2001).
expression test
Alat Pengumpul Data
vocabulary test terdiri dari 22 item dan
1. Tes Kreativitas Verbal (TKV) digunakan
reading test 28 item. (Lihat lampiran 3)
untuk mengukur
listening test
sebanyak 34 item,
Teknik Analisis Data
kemampuan berpikir
kreatif (X1). Baterai TKV ini (konstruksi
Teknik yang digunakan untuk menganalisis
Utami Munandar, 1977)
data penelitian ini adalah sebagai berikut : Analisis data utama
2. Cloze Test (CT) dipakai untuk mengukur kemampuan berpikir komprehensi (X2)
Data utama merupakan skor-skor yang
Tes ini terdiri dari sebuah wacana yang
diperoleh dari TKV (X1), CT (X2) dan EPT
dirakit dari bahan bacaan. Setiap kata
(Y). Teknik analisis yang digunakan adalah
kelima,
teknik regresi
yang
tersebut
terdapat
dihilangkan.
dalam
Kemudian
wacana subjek
untuk menguji kontribusi
variable berpikir kreatif dan variable berpikir
diminta untuk membaca teks yang tidak
komprehensi
terhadap
lengkap tersebut, kemudian diminta untuk
penguasaan bahasa Inggris. Sesuai dengan
mengisi kata-kata yang dihilangkan. Model
tujuan
awal tes ini adalah ciptaan Taylor (1953 dan
sederhana maupun ganda digunakan dalam
Klare 1974).
penelitian ini.
penelitian,
baik
kemampuan
teknik
regresi
Hasil Penelitian Hasil pengujian hipotesis pertama (Ha1)
Tabel. 2. Kontribusi Berpikir Kreatif (TKV) Terhadap Penguasaan Bahasa Inggris (EPT) R
R Square
Adjusted R Square
SEE
F
Signif
Hipotesis Null 0.05
0.527
0.327
0.319
26.68
37.945
0.000
Ditolak
Dari hasil analisis regresi ditemukan
sebesar 0.572 (melebihi batas toleransi
bahwa variabel TKV memberi kontribusi
koefisien korelasi 0.5) dengan SEE 26.68,
terhadap variabel EPT sebesar
31,9%
serta nilai F hitung sebesar 37.945 dengan
dengan koefisien korelasi yang signifikan,
tingkat probabilitas sebesar 0.000. Dari F
70
tabel
dengan
tingkat
signifikansi
5%,
dan hipotesis kerja (Ha1) diterima, yaitu
diperoleh nilai 3,96, maka nilai F hitung lebih
variabel TKV mempengaruhi variabel EPT
besar dari F tabel (37,945 > 3,96). Hal ini
secara signifikan dan positif sebesar 31,9%.
berarti hipotesis null pertama (H01) ditolak
Hasil pengujian hipotesis ke dua (Ha2)
Tabel. 3. Kontribusi Berpikir Komprehensi (CT) Terhadap Penguasaan Bahasa Inggris (EPT) R
R Square
Adjusted R Square
SEE
F
Signif
Hipotesis Null 0.05
0.345
0.119
0.108
30.53
10.531
0.002
ditolak
Dari hasil analisis di atas variabel CT
berarti signifikan karena probabilitas lebih
memberi kontribusi kepada EPT hanya 10,8
kecil dari 0.05. Dengan demikian model
%, dengan koefisien korelasi sebesar 0,345
regresi
(di bawah tingkat toleransi koefisien korelasi
memprediksi
sebesar 0,5). Kecilnya kontribusi variabel
dibandingkan dengan nilai F tabel dengan
CT terhadap EPT disebabkan SEE yang
tingkat signifikansi 5 % yaitu 3,96, maka nilai
cukup
F hitung lebih besar dari nilai F tabel. Hal ini
besar
yaitu
30,53
(Nilai
SEE
diharapkan sekecil mungkin).
masih
dapat
digunakan
variabel
untuk
EPT.
Jika
berarti hipotesis null kedua (H02)ditolak,
Akan tetapi dari hasil uji ANOVA atau F
maka Ha2 dapat diterima, yaitu variabel CT
Test, diperoleh F hitung sebesar 10.531
memberi kontribusi terhadap EPT secara
dengan tingkat probabilitas 0.002, yang
signifikan dan positif sebesar 10,8%.
Hasil pengujian hipotesis ke tiga (Ha3)
Tabel. 4. Kontribusi Berpikir Kreatif (TKV) Dan Berpikir Komprehensi (CT) Terhadap Penguasaan Bahasa Inggris (EPT) R
R Square
Adjusted R Square
SEE
F
Signif
Hipotesis Null 0.05
0.764
0.584
0.573
21.13
53.941
0.000
Ditolak
Dari hasil analisis regresi ganda yang
memberi kontribusi yang lebih signifikan
dilakukan ditemukan bahwa variabel TKV
terhadap
dan Variabel CT secara simultan bergabung
masing-masing variabel berdiri sendiri. (lihat
71
variabel
EPT
dibanding
jika
lampiran 22). Besaran kontribusinya adalah
sehingga model regresi dapat digunakan
57,3% dengan koefisien korelasi sebesar
untuk memprediksi variabel EPT. Nilai F
0,764
toleransi
tabel dengan tingkat signifikansi 5 % adalah
koefisien korelasi 0,5) dan dengan SEE
3.11, berarti nilai F hitung lebih besar dari
sebesar 21,13 (lebih kecil dari nilai SEE
nilai F tabel (53,941 > 3,11). Dengan
masing-masing
secara
demikian hipotesis null ketiga (H03) ditolak
individu mempengaruhi variabel terikat, yaitu
dan hipotesis kerja (Ha3) diterima, yaitu
30,53 dan 26,68). Dengan demikian dari
Variabel TKV dan CT secara simultan
besarnya nilai SEE dapat diinterpretasikan
memberi kontribusi kepada variabel EPT
bahwa ketiga variabel tersebut merupakan
secara signifikan dan positif sebesar 57,3%.
(di
atas
tingkat
variabel
batas
bebas
variabel laten, yaitu suatu variabel bebas Rekapitulasi Hasil Pengujian
dapat menjadi variabel terikat bagi yang lain, demikian pula sebaliknya variabel terikat
Kedua Variabel
dapat menjadi variabel bebas bagi yang lain. Adanya
bukti-bukti
di
atas
simultan
(TKV & CT) secara
bergabung
memberi
kontribusi
dapat
lebih tinggi terhadap penguasaan bahasa
diinterpretasikan bahwa masih banyak faktor
Inggris daripada bila prediktor berdiri secara
lain yang bisa mempengaruhi ketiga variabel
terpisah . Pembuktian hipotesis ini adalah
tersebut, yaitu sebesar 42,7%. Dari F test,
merupakan rangkuman dari hasil pengujian
nilai F hitung sebesar 53,941 dengan tingkat
Ha1,Ha2 dan Ha3. Untuk lebih jelasnya
probabilitas 0.000. Hal ini berarti signifikan
rekapitulasi hasilnya dapat dilihat pada tabel
karena probabilitas jauh lebih kecil dari 0.05,
berikut ini :
Tabel. 5. Rekapitulasi Korelasi dan Regresi Prediktor dengan Variabel Terikat. NO
PREDIKTOR
VARIABEL TERIKAT
KOEFISIE KORELASI
KOEFISIEN REGRESI
SIGNIF.
1. 2. 3.
TKV CT TKV dan CT
EPT EPT EPT
0.572 0.345 0.704
0.319 0.108 0.573
0.000 0.002 0.000
Hasil rekapitulasi hubungan maupun
terhadap penguasaan bahasa Inggris,
kontribusi setiap prediktor dengan variabel
dibanding
terikat, dapat diinterpretasi sebagai berikut :
komprehensi. Dari tabel dapat dilihat bahwa
Secara terpisah prediktor TKV memberi kontribusi
lebih
besar
dari
kemampuan
berpikir
berpikir
kreatif
memberi kontribusi sebesar 31,9 %,
pada
sedangkan
prediktor CT. Dengan demikian, jika prediktor berdiri sendiri,
kemampuan
kemampuan
berpikir
komprehensi memberi kontribusi hanya
kemampuan
sebesar 10,8%. (31,9% > 10,8%).
berpikir kreatif lebih besar kontribusinya
72
Secara simultan bergabung, prediktor
Selain itu kecilnya kontribusi variabel CT
TKV
memberi
terhadap EPT juga diperkirakan karena
kontribusi yang lebih besar lagi terhadap
sampel subjek penelitian masih kurang
EPT, dibanding ketika prediktor berdiri
representatif sesuai dengan nilai signifikan
sendiri.
dapat
yang diharapkan, sehingga pembesaran
diinterpretasi bahwa gabungan antara
jumlah sampel untuk memperbaiki model
kemampuan berpikir kreatif dan berpikir
regresi tidak dapat dilakukan.Disamping itu,
komprehensi memberi kontribusi yang
besarnya rentang nilai maksimum instrumen
lebih
penguasaan
variabel CT sebesar 35 terlalu jauh berbeda
bahasa Inggris, dibanding kontribusi
dengan nilai maksimum instrumen variabel
yang diperoleh secara terpisah. (57,3%
EPT sebesar 130, diperkirakan menjadi
> 31,9% > 10,8%).
sebab
dan
CT
ternyata
Dengan
besar
demikian
terhadap
kecilnya
kontribusi
antara
CT
terhadap EPT. Akan tetapi model regresi ini Diskusi
masih dapat digunakan untuk memprediksi
Jika dilihat dari hipotesis kerja yang telah
EPT, karena dari hasil uji ANOVA, tingkat
ditetapkan sebelumnya, tidak satupun yang
probabilitasnya cukup signifikan.
ditolak,
semuanya
probabilitas 0.000
memiliki
tingkat Kontribusi Gabungan TKV dan CT
0.002, yang berarti
signifikan karena probabilitas lebih kecil dari
Fenomena yang cukup menarik dari hasil
0.05. Akan tetapi ada beberapa hal yang
penelitian
perlu didiskusikan dan dicermati dari hasil
gabungan antara TKV dan CT, terhadap
penelitian ini :
EPT ternyata memberi kontribusi yang lebih
Kontribusi
kemampuan
berpikir
ini
adalah
hasil
kontribusi
signifikan. sebesar 57,3 %. Secara sinergi
komprehensi
bergabungnya kedua variabel
Kontribusi
kemampuan
berpikir
memberi
kontribusi
yang
lebih
tersebut tinggi
komprehensi terhadap penguasaan bahasa
dibanding bila prediktor berdiri sendiri. Hal
Inggris termasuk rendah, hanya 10,8 %.
ini membawa implikasi bahwa jika kedua
Disamping itu nilai koefisien korelasi juga
kemampuan
kurang signifikan yaitu sebesar 0,345 (di
secara bersama- sama dalam proses belajar
bawah tingkat toleransi koefisien korelasi
bahasa Inggris akan membawa dampak
sebesar 0,5). Hal ini diperkirakan karena
yang positif terhadap penguasaan bahasa
SEE
Inggris.
yang
sehingga
cukup
model
memprediksi
besar
regresi
kontribusi
yaitu
30,53,
kurang
akurat
variabel
berpikir
Bagaimanapun
ini
dikembangkan
penguasaan
bahasa
berpikir
asing adalah merupakan kemampuan yang
komprehensi terhadap penguasaan bahasa
kompleks. Banyak faktor-faktor lain yang
Inggris.
mempengaruhinya.
Sebagaimana
yang
dipaparkan oleh Mackey (1974 : 23 ) River
73
(1985 : 132) penguasaan bahasa asing itu
demikian dapat diambil suatu kesimpulan
tergantung banyak faktor, yang secara
baik dari hasil penelitian ini, maupun dari
umum dapat dikelompokkan menjadi tiga,
hasil
yaitu faktor linguistik, faktor sosial budaya
Chomsky dan pakar-pakar lain, adalah tidak
dan faktor psikologis. Sementara pada
tepat jika dalam pengajaran bahasa aspek
setiap faktor memiliki varians yang cukup
kreativitas diabaikan. Bagaimanapun semua
banyak.
kompetensi bahasa sangat memerlukan
Jika dicermati apa yang ditelaah dalam
kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan
penelitian ini barulah sebagian dari faktor
berpikir
psikologis yaitu faktor kemampuan berpikir.
lingguistik maupun metalinguistik.
penelitian
yang
komprehensi,
telah
dilakukan
baik
kompetensi
Tetapi satu hal yang menggembirakan penulis adalah bahwa di dalam penelitian ini
Strategi Belajar Orang Dewasa
ada satu temuan yang sebenarnya peneliti
Sebagaimana dipaparkan oleh para pakar,
tidak
sinergi
terdapat perbedaan strategi belajar pada
gabungan TKV dan CT memberi kontribusi
orang dewasa dibanding anak-anak, seperti
yang cukup besar terhadap penguasaan
dipapaparkan oleh O Malley (1985) bahwa
bahasa Inggris mahasiswa, sebesar 57,3 %,
orang dewasa dalam proses belajarnya
yang berarti peran faktor lain, yang tidak
termasuk mempelajari bahasa asing lebih
diteliti
tidak bagi
mengandalkan strategi kognitifnya dibanding
subjek yang diteliti, atau untuk karakteristik
kekuatan memorinya. Dalam penelitiannya
subjek yang sama, hal ini dapat dijadikan
O Malley menemukan 14 strategi kognitif
dasar
yang
menduga
bahwa
hasil
tinggal 42,7 %. Paling
bagi
strategi
pembelajaran
pengembangan kemampuan Inggris
di
jurusan
dan
berbahasa
Administrasi
selalu
dewasa
Bisnis,
dikembangkan
dalam
oleh
mempelajari
orang bahasa,
diantaranya adalah kemampuan berpikir
Politeknik Negeri Jakarta.
komprehensi,
Disamping itu, jika ditinjau dari sisi usia
deduksi, kontekstualisasi, transfer, inferensi,
subyek yang diteliti, yaitu sekitar 17 sampai
identifikasi,
22 tahun, maka periode ini merupakan
reordering, relasi, representasi, repetisi dan
peak momen of thinkingt . Oleh karena itu,
rekombinasi,
generatif,
elaborasi,
reklasifikasi,
sejenisnya.
akan tepat sekali jika pada usia dewasa
Menurut hemat penulis, jika kontribusi dari
muda ini, pendekatan belajar dilakukan
kemampuan berpikir komprehensi terhadap
melalui
penguasaan bahasa Inggris sangat kecil, hal
berpikir,
pengembangan terutama
kemampuan
kemampuan
berpikir
ini secara teori dapat diprediksi, karena
kreatif dan komprehensi. Sebagaimana
yang
banyak faktor kemampuan lainnya yang dipaparkan
oleh
dapat mempengaruhi, seperti faktor sosial
Chomsky (1970) bahwa bahasa sangat erat kaitannya
dengan
kreativitas.
budaya dan faktor linguistik.
Dengan
74
Dari dimensi faktor psikologis pembelajar
sebenarnya Chomsky (1966) sebagaimana
saja, masih banyak faktor lain yang dapat
yang dikutip Revers (1985), telah lama
memberi kontribusi, seperti faktor motivasi,
mengagetkan
bakat, sikap, kepribadian, usia dan lain-lain
menyatakan
bahwa
(Hadley 1993 ; Mackey 1979). Meskipun
merupakan
struktur
kontribusinya kecil, komunikasi tidak akan
merupakan produk berpikir kreatif.
berjalan
berpikir
mengamati dan meneliti karakteristik prilaku
komprehensi para komunikannya rendah,
linguistik yang terjadi pada saat seseorang
karena menurut teori schema bahwa teks
berkomunikasi
atau
sendirinya
kalimat-kalimat baru, membuat pola-pola
membawa makna, tetapi hanya sekedar
baru untuk konsep yang abstrak dan sangat
arahan bagi pendengar atau pembaca untuk
kompleks. Fenomena ini sebenarnya telah
mengkonstruksi makna melalui kemampuan
lama disadari oleh banyak pendidik, akan
berpikir komprehensi.
Menurut Rumelhart
tetapi prilaku steriotip dan konformis menjadi
(1977) seperti yang dikutip Hadley (1993)
kendala bagi pengembangan berpikir kreatif
salah pengertian dapat terjadi apabila kita
(Rogers dalam Vernon 1982 :137).
baik
konteks
jika
tidak
kemampuan
dengan
banyak
meliputi
orang bahasa
dengan bukanlah
kebiasaan,
inovasi,
tetapi Dia
formasi
memiliki schema/komprehensi yang salah Terjadi Variabel Laten
terhadap suatu konsep atau kejadian.
Dari hasil penelitian ini juga dapat Bahasa sebagai Produk Berpikir Kreatif
diamati terjadinya variabel laten, dimana
Hal yang perlu dicermati lagi dari hasil
suatu variabel independen dapat menjadi
penelitian ini adalah hasil kontribusi berpikir
variabel
kreatif
sebaliknya variabel dependen bisa menjadi
Inggris
terhadap ternyata
penguasaan
cukup
bahasa
signifikan,
dependen,
demikian
pula
baik
variabel independen bagi yang lain. Hal ini
secara terpisah dengan variabel lainnya
dapat dilihat dari besarnya SEE untuk ketiga
maupun secara gabungan, tetap memberi
variabel, yaitu CT terhadap EPT sebesar
kontribusi yang cukup besar, yaitu 31,9%
30,53,
(terpisah) dan 57,3% (gabungan). Padahal
gabungan TKV dan CT terhadap EPT
aspek berpikir kreatif sering terabaikan di
sebesar 21,13.
lembaga-lembaga pendidikan formal. Masih
TKV terhadap
Fenomena
ada kecenderungan yang sempit dalam
ini
EPT 26,68
sebenarnya
dan
bisa
dijelaskan secara teori. Hal ini telah banyak
memandang pengembangan berpikir kreatif
dibahas oleh pakar mengenai hubungan
ini..
bahasa dengan berpikir. Sebagaimana yang Adanya hasil penelitian ini diharapkan
dikutip Brown (1987) ada yang berpendapat
dapat memberi kontribusi yang bermanfaat
bahwa bahasa dipengaruhi kemampuan
bagi pengembangan strategi belajar bahasa
berpikir (Piaget, Inhelder 1969, Berlin dan
asing termasuk bahasa Inggris, karena
Kay 1969), tetapi banyak juga pakar lain
75
yang
berpendapat
bahasa
yang
tingkat probabilitas 0,002 (lebih kecil
mempengaruhi kemampuan berpikir (Whorf
dari 0.05). Dengan demikian hipotesis
1956, Bruner, Oliver, Greenfield 1966).
null kedua (H02) ditolak dan hipotesis
Perbedaan para pakar ini menurut Brown
kerja kedua (Ha2) diterima.
(1987) sebenarnya memperlihatkan suatu bukti
dan
fakta
bahwa
3. Terdapat kontribusi
perkembangan
signifikan
dan
gabungan yang positif
antara
linguistik dan kognitif saling jalin menjalin
kemampuan berpikir kreatif dan berpikir
(intertwined) dan dia mengamati bahwa
komprehensi
kedua variabel ini saling tergantung dalam
bahasa Inggris, yaitu sebesar 57,3%
dua arah, yaitu bahasa dan berpikir saling
dengan
mempengaruhi
secara
Dengan demikian hipotesis null ketiga
simultan. Dengan demikian dapat dipahami
(H03) ditolak dan hipotesis kerja ketiga
apabila dalam penelitian ini terjadi variabel
(Ha3) diterima. Hal ini menunjukkan
laten, karena memang pada hakekatnya
bahwa
bahasa dan berpikir
mahasiswa
dan
berinteraksi
memiliki hubungan
interdependen.
terhadap
tingkat
probabilitas
penguasaan
Politeknik
penguasaan
bahasa
Administrasi Negeri
Jakarta
0.000.
Inggris Bisnis
berkaitan
dengan variabel lain yang tidak diteliti dengan besaran 42,7 %.
Kesimpulan
4. Hasil kontribusi gabungan jauh lebih
Dari data hasil penelitian yang telah dikumpulkan
dan
diinterpretasi
tinggi dari kontribusi variabel bebas
secara
secara
kuantitatif, maka dapat disimpulkan sebagai
31,9% (TKV) > 10,8% (CT). Dari hasil
1. Terdapat kontribusi yang signifikan dan positif
antara
kemampuan
berpikir
kreatif
dengan
penguasaan
bahasa
analisis ini dapat disimpulkan prediktor TKV lebih besar kontribusinya dari pada prediktor CT, tetapi prediktor gabungan
Inggris mahasiswa Administrasi Bisnis Politeknik
Negeri
jakarta.
(TKV dan CT) lebih besar kontribusinya
Besaran
dari pada prediktor terpisah. Dengan
kontribusi adalah 31,9% dengan tingkat
demikian secara terpisah kemampuan
probabilitas 0.000. Dengan demikian
berpikir kreatif lebih besar kontribusinya
hipotesis null pertama (H01) ditolak dan
terhadap penguasaan bahasa Inggris
hipotesis kerja pertama (Ha1) diterima.
dibanding
2. Terdapat kontribusi yang signifikan dan antara
komprehensi bahasa
Besaran
kontribusi gabungan adalah 57,3 % >
berikut :
positif
sendiri-sendiri.
Inggris
kemampuan dengan
komprehensi,
berpikir
berpikir
sementara
gabungan
antara kemampuan berpikir kreatif dan
penguasaan
mahasiswa,
kemampuan
kemampuan
dengan
berpikir
komprehensi
memberi kontribusi yang lebih besar
besaran kontribusi yang tidak terlalu
lagi.
besar, yaitu hanya 10,8%, tetapi dengan
76
Saran
Massachusetts Technology.
Berdasarkan kesimpulan dan diskusi
saran-saran sebagai berikut : 1. Dari hasil penelitian ini terbukti bahwa memberi
kontribusi
signifikan
yang
cukup
Cohen, Yaier. (1987). Communicative Aims In The Foreign Language Classroom, Australia : Canberra Publishing and Printing Co.
terhadap penguasaan bahasa Inggris, maka
dalam
hal
menyarankan
ini
agar
pengembangan diintegrasikan
penulis
ke
Costa . Arthur, L. (1985). Developing Minds, Virginia : Association For Supervision and Curriculum Development.
ingin
teknik-teknik
berpikir dalam
kreatif
Csikszentmihalyi, Mihaly. (1996). Creativity, New York : Harper Collins Publishers.
pengajaran
Dardjowidjoyo, Soenjono, (1997). English Policies And Their Classroom Impact In Some ASEAN/ASIAN Countries. Dalam Jacobs, George M (Ed.) 1997. Language Classroom Of Tomorrow; Issues And Responses, Singapore : SEAMEO Regional Language Center.
bahasa. 2. Usia mahasiswa adalah merupakan periode puncak bagi pengembangan kemampuan berpikir, termasuk berpikir kreatif maupun berpikir komprehensi, untuk itu perlu dikembangkan strategi pembelajaran
yang
lebih
of
Clark, Barbara. (1983). Growing up Gifted, Colombus : Charles E. Mervill Publishing Company.
hasil penelitian, maka penulis mengajukan
kemampuan berpikir kreatif
institute
mengarah
Dowling,B.Tolley, McDougal, Mariane. (1982). Business Concepts For English Practice, New York : Newbury House Publishers.
kepada pengembangan strategi kognitif, untuk mencapai penguasaan bahasa Inggris yang lebih tinggi, jika bisa
Evans, David, D. (1978). Comprehension And Brighter Lessons, Dalam English Teaching Forum, Nomor 1 (January, volume XI), USA.
mendekati kemampuan penutur asli bahasa target yang dipelajari. 3. Penelitian ini perlu dikembangkan dalam
Ghozali, Imam. (2001). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
populasi yang lebih besar, dan dengan komposisi jenis kelamin yang lebih seimbang sehingga dapat diperoleh
------------------, (1996). Dasar-dasar Analisis Statistik dengan SPSS 6.0 For Windows, Yogyakarta : Andi Offset dan Lembaga Pendidikan Komputer Wahana Semarang
gambaran hasil yang lebih akurat.
Daftar Pustaka
Hall, Elizabeth. (1983). Psychology Today, New York : Random House.
Brown, H. Douglas. (1987). Principle of Language Learning and Teaching. Englewood Clift, New Jersey : Printice Hall.
Howard,
Chomsky, Noam. (1965). Aspect of The Theory Of Syntax, Massachuset :
Darlene. V. (1983). Cognitive Psychology, Memory, Language and Thought, New York : Macmillan Publishing Co. Inc.
Hines, M. and Rutherfood W. (1981). ON TESOL 81, Washington DC. USA : Georgetown University.
77
Hadley, A. Omagio. (1983). Teaching Language in Context, Boston : Heinle & Heinle Publishers.
Learning, Australia University.
Monash
Rogers, Allan. (1986). Teaching Adults, Philadelphia : Open University Press.
Hamid, Fuad H. (1997). EFL Program Surveys In Indonesian Schools; Towards EFL Curriculum Implementation For Tomorrow. Dalam Jacobs, George M (Ed.) Language Classroom Of Tomorrow; Issues And Responses, Singapore : SEAMEO Regional Language Center.
Sharpe, Pamela J. (1983). How To Prepare For The Test Of English As A Foreign Language. New York : Barron s Educational Series. Sharpe, Pamela J. (2000). How To Prepare For The Test Of English As A Foreign Language, Jakarta : Binarupa Aksara.
Hamid, Fuad H. (1993). Laporan Nasional Hasil Pengawasan dan Pemeriksaan (Wasrik)Tema Pengajaran Bahasa Inggris di SMA Negeri, Jakarta : Inspektorat Jenderal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sigelman, Carol K. Shaffer, David R. (1991). Life Span Human Development. California : Brooks/Cole Publishing Company. Utami Munandar, S.C. (1977). Creativity And Education, Disertasi Doktor, Jakarta : Proyek Pengadaan/Penterjemahan Buku, DP3M, Ditjen Dikti Depdikbud.
Jakobovits, Leon A. (1971). Foreign Language Learning. Rowley, Massachuset :Newburry House Publishers. Kerlinger,
:
Utami Munandar, S.C. (1997). Psikologi Pendidikan Keberbakatan, Jakarta : Program Pascasarjana, Program Studi Psikologi Pendidikan, Universitas Indonesia.
Fred N. (1996). Azas-azas Penelitian Behavioral. Terjemahan oleh Simatupang, Landung R. dari Foundation Of Behavioral Research (1986). Yogyakarta :Gajah Mada University Press.
Utami
Luria, Alexander R. (1982). Language and Cognition. New York : Jhon Willey and Sons.
Munandar, S.C. (1992). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta : PT. Gramedia.
Mackey. (1974). Language Teaching Analysis. Bloomington : Indiana University Press.
------------------------S.K Mendikbud No. 096/12 Desember 1967. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Mednick, Higgins, Kurschenbaun. (1975). Psychology, Exploration In Behaviour And Experience, New York : Jhon Wiley & Sons, inc.
------------------------- Laporan Penerimaan Ujian Masuk Politeknik Negeri, Depok : Politeknik Negeri Jakarta, 1999, 2000 dan 2001.
Morgan T. Clifford et. al. (1986). Introduction To Psychology, New York : Mc. Graw-Hill Book Company.
Umar, Djumali. (1989). Mengapa Bahasa Inggris Kita Tersendat-sendat ? Jakarta : Universitas Nasional.
Oller, Jhon, W.Jr. (1979). Language Test at School, London : Longman Group Limited.
Weisberg, Robert W. (1993). Creativity, Beyond The Myth of Genius. New York : W.H. Freeman and Company.
Pedhazur, Elazar j. (1982). Multiple Regression in Behavioral Research. New York : Holt, Rinehart and Winston.
Vernon, P.E. (1982). Creativity, USA : Penguin Books.
Rivers, Wilga. M. (1985). Rules, Patterns and Creativity in Language
78
79