Pontianak Post

Page 12

singkawang

12 PERDA

Tunggu Perwako DPRD Kota Singkawang melihat belum ada perangkat lunak dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Singkawang. Perangkat lunak yang dimaksud yakni berupa Peraturan Wali Kota (Perwako) sebagai pelaksana dari sebelas Peraturan Daerah (Perda) Kota Singkawang, yang mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Anggota DPRD Kota Singkawang, Tasman, menyebutkan bahwa Pemkot seharusnya memiliki landasan hukum, dalam melaksanakan pemungutan atau penarikan dari wajib pajak dan wajib retribusi di daerah ini. “Sebagai landasan dalam rangka penarikan sumber PAD, seperti pajak dan retribusi, selain adanya Per\ aturan Daerah, yang ada harus segera ditindaklanjuti dengan Peraturan Wali Kota,” kata Tasman, belum lama ini. Selain itu, Tasman memandang bahwa Pemkot, terkait dengan arah kebijakan umum, tidak memperlihatkan apa yang menjadi prioritas daerah, sebagaimana diharuskan dalam pasal 19 (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2007, yang diorientasikan melalui pencapaian strategi progres yang pro grow, pro job, pro poor, dan pro environment. “Apa yang telah menjadi komitmen bersama DPRD, sebagaimana tertuang dalam Perda tentang RPJMD Kota Singkawang Nomor 7 Tahun 2008, tidak dijelaskan secara sepotong-potong atau terpisah, khususnya dalam penyampaian LKPj ditahun-tahun yang akan datang, melainkan konsisten sebagaimana tertuang dalam RPJMD,” katanya. Lebih khusus lagi, dikatakan Tasman, yang menjadi strategi dan prioritas daerah, sebagaimana diuraikan dalam RPJMD, seharusnya dapat dilakukan secara bertahap dan terukur, dalam arti dapat dijelaskan mengenai persentase pencapaiannya. Permasalahan peningkatan PAD ini, dikatakan dia, juga tertuang dalam Keputusan DPRD Kota Sngkawang Nomor 3 Tahun 2013 tentang Rekomendasi terhadap LKPj Wali Kota Singkawang Tahun Anggaran 2012. (fah)

RENCANA

Perwako Ruangan ASI PEMERINTAH Kota (Pemkot) Singkawang berencana membuat Peraturan Wali Kota (Perwako) Singkawang tentang Pengadaan Ruangan untuk Ibu-ibu Menyusui di Kantor Wali Kota serta Instansi di Jajarannya. Hal tersebut sebagai upaya mendukung program pemberian air susu eksklusif (ASI) di Kota Singkawang. “Di kantor Wali Kota dan kantor-kantor dinas, ke depan harus mempunyai ruangan untuk menyusui. Ini sebagai salah satu rencana Wali Kota dalam rangka sukseskan program ASI,” kata Wali Kota Singkawang, Awang Ischak, belum lama ini. Pemberian ASI kepada bayi minimal hingga berumur dua tahun, dikatakan Awang, bertujuan untuk mewujudkan anak berkualitas. Sehingga, dia menambahkan, bagi PNS perempuan yang memiliki bayi, tidak usah khawatir lagi, untuk tetap bisa memberikan ASI-nya. “Rencana pembuatan ruangan menyusui tentunya berkaitan dengan anggaran, sehingga bagaimana Pemkot bertekad memujudkannya,” katanya. Awang berharap para aparatur perempuan tetap dapat bekerja, tanpa harus melupakan kodratnya. Dia sangat mendukung agar kaum perempuan dapat menyusui anak-anak mereka hingga berusia dua tahun. (fah)

Pontianak Post

Minggu 28 April 2013

Ke Singkawang, Riau Belajar Media Center SINGKAWANG – Dinas Komunikasi, Informatika, dan Pengolahan Data Elektronik Provinsi Riau, melakukan studi komperatif ke Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Singkawang. Mereka mendiskusikan tentang perkembangan media center pemerintahan daerah di Kota Singkawang, kemarin. Rombongan yang berjumlah lima orang tersebut dipimpin langsung oleh kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Pengolahan Data Elektronik Provinsi Riau, Ahmadsyah Harrofie. Dalam kunjungan tersebut, Dinas Komunikasi, Informatika, dan Pengolahan Data Elektronik Provinsi Riau melihat bagaimana kinerja Dishubkominfo Kota Singkawang, dalam mengelola media center. Studi ini sendiri dilakukan mereka, lantaran Kota Amoy tersebut mendapat penghargaan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, sebagai ranking pertama media center terbaik. “Di kesempatan ini, agar dapat melihat apa kekurangan kami, sehingga ke depan diperbaiki lagi,” kata Ahmadsyah. Selain itu, lanjut dia, Singkawang menjadi kota tujuan studi komperatif ini, atas saran dari Kemkom-

RAMSES TOBING/PONTIANAK POST

DISKUSI: Dinas Komunikasi Informatika dan Pengolahan Data Elektronik Provinsi Riau, sedang berdiskusi dengan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Singkawang mengenai pengembangan media center.

info untuk pengelolaan media center yang telah berjalan baik dan berhasil, dengan memanfaatkan bantuan peralatan yang diberikan oleh Kemkominfo. Di tempat terpisah, kepala Bidang Kominfo, Dishub-

kominfo Kota Singkawang, Istri Handayani, menyambut baik kunjungan dari Dinas Komunikasi, Informatika, dan Pengolahan Data Elektronik Provinsi Riau tersebut. Terlebih, dia menambahkan, kunjungan yang dilakukan itu

adalah untuk melaksanakan studi komperatif dan mencari masukan tentang media center. “Secara fisik, kondisi media center di Riau dan anggaran serta SDM-nya tentu lebih baik dari Singkawang.

Tetapi kami hanya berusaha untuk memaksimalkan semua sumber daya yang ada secara maksimal. Dan salah satu kunci serta strategi dalam pemberdayaan, termasuk juga bagaimana mengoptimalkan kerjasama, baik internal maupun eksternal, khususnya dengan media massa,” ungkapnya. Menurutnya, sejak media center berdiri, selalu dimanfaatkan oleh para wartawan, baik media cetak maupun elektronik, yang bertugas di Kota Singkawang. ”Sehingga terjali komunikasi yang baik dengan media, saling percaya, terbuka, serta dibangun rasa kekeluargaan,” tambah Istri. Dalam pertemuan tersebut, selain dilakukan pertukaran informasi antara tim dari Dinas Kominfo dan PDE Provinsi Riau dan Tim Pengelola Media Center Kota Singkawang, juga terjadi dialog langsung dengan beberapa wartawan yang hadir saat itu. Kunjungan tersebut diakhiri dengan pemantauan langsung rombongan ke Media Center Kota Singkawang, serta pemberian plakat dari Dinas Kominfo dan PDE Provinsi Riau, yang disampaikan oleh kepala dinasnya dan diterima oleh Kepala Bidang Kominfo Kota Singkawang. (mse)

Prinsip Multikulturalisme belum Terlaksana SINGKAWANG – Prinsip multikulturalisme belum sepenuhnya dilaksanakan. Tidak hanya dikarenakan karakter kepribadian masyarakat yang masih melakukan penyimpangan, tetapi juga secara kultural. Karena lebih dari tiga dekade era orde baru (Orba), karakter kepribadian dan sistem pemerintahan tidak mengalami perubahan. “Belum sepenuhnya sistem kepemerintahan kita bebas

dari unsur ketidaktoleranan dan ketidakadilan,” kata akademisi dari Fisip Untan Pontianak, Viza Juliansyah, ketika menjadi pembicara dalam Sosialisasi Pluralisme dan Multikulturalisme kepada siswa SMA/ sederajat di Hotel Sentosa Singkawang, Senin (22/4). Menurut Viza, semua yang dimaksudkan dia, dapat dilihat ketika masih adanya pemaksaan kehendak, ketidaktoleran (intolerance), fanatisme

C

m

y

k

yang berlebihan, pertikaian dan kekerasan, keberingasan, pelanggaran hak asasi manusia (HAM), dan pelaksanaan kejahatan kemanusian. Tidak hanya itu, lanjut dia, masih juga ditemukannya tindakan yang tidak menghargai orang lain sebagai manusia, begitu juga dengan lingkungan. Bahkan, dia menambahkan, tindakan dalam pekerjaan juga berjalan tidak sesuai dengan tugas-tugas yang diberikan.

“Karena ini masih ada dalam kehidupan sehari-hari, maka dapat menghancurkan harga diri pribadi, masyarakat, negara dan bangsa,” imbuhnya. “Apalagi diperkuat dengan strategi penyuluhan, pelatihan, dan pendidikan nonformal lainnya, yang tidak tepat dalam pelaksanaannya, yang justru berlawanan dengan ideologi multikulturalisme, yaitu hanya memperkuat sikap dan karakter seragam yang tidak menghargai perbedaan,” lanjutnya. Menurut Viza, pada era reformasi, telah dilakukan berbagai perombakan, baik itu pada bidang politik dan ekonomi, maupun secara khususnya di sektor pemerintahan, pelaksanaan otonomi daerah konsekuen dan penciptaan kesejahteraan rakyat, serta bidang sosial budaya, khususnya sektor penyuluhan agama yang multikultural dalam mencip-

takan masyarakat yang multikulturalisme. “Reformasi pada strategi penyuluhan sektor keagamaan, diharapkan masyarakat di daerah dapat menekan sikap dan karakter primordialis sempit, sehingga yang dirasakan jika meraka adalah bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia yang majemuk,” jelasnya. Menurutnya, dalam pelaksanaannya dapat melalui pendidikan informal atau keluarga maupun jalur pendidikan formal, serta pendidikan non formal. Untuk itu, lanjut dia, penerimaan terhadap adanya keragaman (multikulturalisme) sebagai ideologi, tidak hanya dijadikan tema dan wacana. Tetapi dapat dimunculkan dan menjadi tantangan dalam bermasyarakat. Karena keragaman itu memang sudah ada dalam kehidupan sehari-hari. (mse)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.