Pontianak Post

Page 2

opini

2

Pontianak Post Selasa 27 Maret 2012

Air dan Kehidupan Tanggal 22 Maret hari ini, warga dunia kembali diingatkan pada sebuah momen penting yakni Hari Air. Tahun 1992, forum konferensi PBB di Rio De Jeneiro menetapkan momentum tersebut untuk menjadi perhatian warga dunia mengenai pentingnya air bagi segala aspek kehidupan. Pentingnya air mendapat perhatian serius, karena air juga sebagai bagian dari hak fundamental manusia. Hak atas air merupakan hak asasi manusia. Air menutupi sekitar 71 persen dari muka bumi. Dalam kehidupan hampir seluruhnya air, 50 sampai 97 persen dari seluruh berat tanaman dan hewan hidup. Sekitar 70 - 80 persen dari berat tubuh kita terdiri dari air. Material ini merupakan kebutuhan dasar yang mendasar dalam kehidupan. Air sebagai sumber hidup d a n ko mp o n e n p e nt i ng kehidupan memiliki multi manfaat. Terhadap pertumbuhan manusia misalnya, air mampu bekerja ’ajaib’ untuk memacu peningkatan kesehatan, pencernaan dan metabolisme yang baik bagi tubuh. Air memiliki kemampuan memperkuat daya tahan tubuh dengan mengurangi resiko dari berbagai penyakit seperti batu ginjal, kanker saluran kandung kemih, maupun kanker usus besar. Air juga memiliki kemampuan untuk membantu menahan lapar serta melawan masuk angin dan filek. Disamping itu air juga mampu menangkal rasa letih, membantu kulit tetap kenyal-kencang, mengurangi garis-garis dan kerut pada wajah, juga mengatasi migrain/sakit kepala. Sedikitnya, terdapat tujuh fungsi utama air bagi tubuh

oleh

Hendrikus Adam* adalah; 1] membentuk sel-sel baru, memelihara dan mengganti sel-sel yang rusak, 2] melarutkan dan membawa nutrisi-

nutrisi, oksigen dan hormon ke seluruh sel tubuh yang membutuhkan, 3] melarutkan dan mengeluarkan sampahsampah dan racun dari dalam tubuh, 4] katalisator dalam metabolisme tubuh, 5] pelumas bagi sendi-sendi, 6] menstabilkan suhu tubuh, dan 7] memiliki fungsi meredam benturan bagi organ vital. Dengan minum air secara teratur tubuh akan terasa segar dan kesehatan tetap terjaga. Begitulah arti pentingnya air bagi kehidupan khususnya dalam menunjang kesehatan tubuh manusia maupun kehidupan. Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob) yang telah diratifikasi melalui UU 11 Tahun 2005 menjelaskan bahwa hak atas air tidak bisa dipisahkan dari hakhak asasi manusia lainnya. Hak atas air juga termasuk kebebasan untuk mengelola akses atas air. Elemen hak atas air harus mencukupi untuk martabat manusia, kehidupan dan kesehatan. Selanjutnya, kecukupan air

sebagai prasyarat pemenuhan hak atas air, dalam setiap keadaan apa pun harus sesuai dengan faktor-faktor berikut : 1] ketersediaan, 2] kualitas, 3] mudah diakses (mudah siakses scr fisik, terjangkau scr ekonomi, non-diskriminasi, akses informasi). Berkaitan dengan hak atas air, sejalan dengan komentar umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) No.15, Indonesia berkewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak atas air waranya. Kecukupan hak atas air tidak bisa diterjemahkan dengan sempit, hanya sebatas pada kuantitas volume dan teknologi. Pasal 5 UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air juga menegaskan peran pemerintah yang diberi mandat atas pemenuhan hak asasi warganya yakni; “Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih dan produktif “ Hak atas air merupakan hak asasi manusia, dan upaya perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah (Pasal 8 UU 39 Tahun 1999 tentang HAM). Sebagai material berlimpah di muka bumi dengan jumlahnya yang relatif tetap, air hanya akan cenderung berubah wujud dan tempatnya. Air akan selalu ada, karena air bersirkulasi tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir a

mengikuti siklus hidrologi. Tetapi yang menjadi persoalan kemudian adalah, apakah air akan hadir pada tempat, waktu, dan kualitas yang dibutuhkan? Apakah pemenuhan hak atas air (bersih) sebagai hak fundamental manusia juga telah memenuhi rasa keadilan bagi rakyat? Fakta bahwa air yang sejatinya menjadi hak publik yang mudah diakses karena “murah” kini telah berubah menjadi komoditas pasar yang “mahal” dan “langka”. Untuk mendapatkan air bersih, warga harus keluarkan waktu dan biaya yang besar. Kondisi ini bahkan terjadi hingga di pedesaan, menjadi lumbung air tetapi harus mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya. Peran korporasi melalui jalur privatisasi memberi dampak destruktif

bagi masyarakat di daerah yang masih terjaga kawasan hutannya. Dibeberapa tempat kawasan hutan dimaksud telah beralih pada panguasaan lahan untuk kepentingan korporasi (dikuasai pihak perusahaan), sementara masyarakat sekitar hanya menjadi pihak yang cenderung menerima dampaknya. Susahnya mengakses air bersih dari sungai Belantian langsung selama hampir dua puluh tahun bagi warga kampung Nguap (Kabupten Landak) yang dipastikan tidak akan pernah pulih, adalah satu contoh kasus “mahal dan langkanya” air bagi rakyat karena aktivitas pengrusakan bibir sungai oleh penambangan emas. Bahkan warga kampung setempat harus mencari air bersih di kampung tetangga bila musim kemarau tiba kar-

ena persediaan air hujan telah habis. Cerita miris juga ironis ini, tentu juga dapat dijumpai di berbagai daerah. Ketersediaan air dengan kualitas yang baik dipastikan akan terus “mahal dan langka” seiring dengan kebijakan privatisasi sumber daya air untuk kepentingan komersial (dalam bentuk kemasan) maupun karena pengrusakan kawasan hutan sebagai lumbung air warga melalui model global pembangunan meliputi kegiatan perkebunan skala besar, izin kuasa pertambangan dan jenis aktivitas penguasaan sumber daya berbasis korporasi lainnya yang tanpa kendali. Krisis air telah berada di depan mata dan berpotensi menjadi penyakit akut bagi rakyat bila upaya pernghormatan, perlindungan, pemenuhan

hak fundamental rakyat atas air tidak mendapat perhatian serius negara. Air dan kehidupan ibarat dua sisi mata uang tak tak terpisahkan. Tanpa air, kehidupan akan hilang. Karenanya, upaya penyelamatan lingkungan melalui pemenuhan hak atas air harus mendapat tempat di hati segenap komponen, utamanya negara. Upaya merebut kedaulatan rakyat atas air dengan menghentikan perampasan dan eksploitasi sumber daya alam yang mengabaikan rasa keadilan pemenuhan hak atas air penting mendapat perhatian yang harus tetap diperjuangkan. Menyelamatkan lingkungan, menyelamatkan kehidupan. *) Penulis, Aktivis Walhi Kalimantan Barat

Editorial

Berdebar Menunggu Sanksi FIFA PERBEDAAN di sepak bola Indonesia akhirnya mencapai klimaks. Saat ini, bukan hanya kompetisi yang lebih dari satu di negeri ini, tetapi juga ketua umum. Itu terjadi setelah kongres luar biasa (KLB) yang diprakarsai Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia

(KPSI) memilih La Nyalla Mattalitti sebagai orang nomor satu di PSSI. Padahal, sebelumnya, sudah ada nama Djohar Arifin Husin yang duduk di posisi yang sama. Ya, kisruh sepak bola Indonesia berawal pada akhir 2010. Saat itu, sudah banyak suara yang

menyerukan lengsernya Nurdin Halid dari jabatan sebagai orang nomor satu di PSSI. Alasannya beragam, mulai dari macetnya organisasi hingga tidak adanya prestasi yang diberikan. Kubu yang berseberangan pun membikin kompetisi tandingan dengan Liga Prima Indonesia. Beberapa klub lama seperti Persebaya Surabaya, PSM Makassar, Persema Malang, dan Persibo

Bojonegoro pun bergabung di sini. Sedangkan PSSI dengan PT Liga Indonesianya tetap menyelenggarakan Indonesia Super League (ISL) sebagai puncak tertinggi dari kompetisinya meski saat itu mereka kehilangan beberapa anggotanya. Dampaknya pun cukup terasa. Masyarakat sempat memberikan respons positif. Harapan tinggi pun sempat diberikan kepada LPI.

Sayang, di tengah jalan penataan kompetisi pun tidak jauh beda daripada sebelumnya. Misalnya, jadwal yang sering berubah hingga minimnya nilai positif dari tengah lapangan. Tetapi, itu sudah cukup menjadi senjata untuk melengserkan Nurdin. Namun, di tengah jalan, kubu yang semula sukses mendudukkan Djohar pun berbalik arah. Banyak di antara mereka yang menyeberang ke kubu yang dulu mendukung Nurdin. Ontran-ontran ini pun berlanjut ke tim nasional Indonesia. PSSI di bawah nakhoda Djohar melarang pemain yang berlaga di kompetisi di luar Indonesian Premier League (IPL, yang dulu LPI) membela

Indonesia di kancah internasional. Nama-nama yang sudah familier seperti Markis Haris Maulana, M. Robby, M. Nasuha, Ahmad Bustomi bahkan Bambang Pamungkas pun tidak ada lagi. Dengan materi pemain dari IPL, Indonesia dipermalukan tuan rumah Bahrain dengan sepuluh gol tanpa balas dalam pertandingan Pra- Piala Dunia Grup E. Ini menjadi aib sepak bola tanah air karena belum pernah Pasukan Garuda –julukan timnas Indonesia– dijebol lawan sebanyak itu. Memang, selama diperkuat para pemain yang berlaga di ISL, Indonesia juga belum pernah memetik kemenangan. Namun, mereka belum pernah kalah sebanyak

itu dalam satu pertandingan. Harus diakui, bagaimanapun, ontran-ontran di kepengurusan dan dualisme sistem kompetisi tetap memberikan dampak bagi pemain serta prestasi timnas. Padahal, masyarakat sudah lama menantikan lahirnya prestasi. Bukan hanya mengenang kejayaan masa lalu. Setiap saat pasti disebut Indonesia pernah berlaga di Olimpiade Melbourne 1956 dan bisa menahan tim tangguh Uni Soviet dengan kiper legendarisnya Lev Yashin. Atau juga nyarisnya lolosnya Indonesia ke Olimpiade sebelum akhirnya kalah adu penalti dari Korea Utara di Jakarta pada 1976. Kini mungkin masyarakat berdebar. Bukan karena menunggu prestasi, namun sanksi dari FIFA (Federasi Sepak Bola Internasional) terkait dengan dualisme kepengurusan. Meski, sebenarnya, sanksi itu akan mematikan sepak bola dan prestasi Indonesia. Kalau sanksi itu bisa menyatukanperbedaan dan membawa maju sepak bola kita, apa salahnya. (*)

Terbit 7 Kali Seminggu. Izin terbit Menteri Penerangan RI No. 028/SK/Menpen/SIUP/A7. Tanggal 3 Februari 1986. Per­setujuan Peru­bahan Nama No: 95A/Ditjend. PPG/K/1998 Tanggal 11­September 1998. Alamat Redaksi dan Tata Usaha: Jalan Gajah Mada No. 2-4 Pontianak 78121. Kotak Pos 1036. Fax. (0561) 760038/575368. Telepon Redak­si: (0561) 735070.Telepon Iklan/Pema­saran:735071. Hunting (Untuk seluruh bagian) Fax. Iklan 741873/766022. Email: redaksi@pon­tianakpost.com. Penerbit: PT.Akcaya PERTAMA DAN TERUTAMA DI KALIMANTAN BARAT Utama Press Pontianak. Pembina: Eric Samola, SH, Dahlan Iskan. Komisaris Utama: Tabrani Hadi. Direktur: Untung Sukarti. Pemimpin Re­daksi/Penang­gung Jawab: B Salman. Redaktur Pelaksana: Khairul­rahman, Muslim Minhard, Donatus Budiono, Basilius Sidang Redaksi: Abu Sofian, Surhan Sani, Mela Danisari, Yulfi Asmadi, Andre Januardi, Mursalin, Robert Iskandar, Efprizan. Sekre­taris Redaksi: Silvina. Staf Redaksi: Marius AP, U Ronald, Deny Hamdani, Budianto, Chairunnisya, M Kusdharmadi, Hari KurniJawa Pos Group atama, Hendy Irwandi, Pracetak/Artistik: A Riyanto (Koordinator), Grafis: Sigit Prasetyo, Ilustrator: Kessusanto. Fotografer: Timbul Mudjadi, Sando Shafella. Biro Singkawang: Zulkarnaen Fauzi (Jl. Gunung Raya No.15 Telepon (0562) 631912). Biro Sambas: (Jl P Anom Telp (0562) 392683) Biro Sanggau: Anto Winarno (Jl. Sudirman No. 4 Telp. (0564) 21323). Biro Ketapang: Achmad Fachrozi, (Jl. Gajahmada No. 172. Telp. (0534) 35514). Kabupaten Pontianak: Hamdan, . Biro Sintang: Wahyu Ismir. Pema­saran/Sirkulasi: Kiki Fredrik S; Iklan: Dewiyanti.S. Percetakan: Surdi. Devisi Event: Budi Darmawan. Jakarta: Max Yusuf Alkadrie. Harga Lang­ganan per 1 Bulan dalam kota Rp 65.000,- (luar kota tambah ongkos kirim). Tarif iklan: Per mm kolom hitam putih Rp 40.000,- spot colour Rp 45.000,- full colour Rp 50.000,- Iklan baris Rp 15.000,- per baris (minimal 2 baris, mak­­si­mal 10 baris) pem­bayaran di muka. Telepon Langganan/Pengaduan: 735071. Iklan: 730251. Perwakilan Jakarta: Jl. Jeruk Purut-Al-Ma’ruf No.4 Pasar Ming­gu, Jakarta Selatan 12560. Telepon: 78840827 Fax. (021) 78840828. Percetakan: PT.Akcaya Pariwara Pontianak. Anggota SPS-SGP ISSN 0215-9767. Isi di luar tanggung jawab percetakan.

Pontianak Post


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.