Pontianak Post

Page 8

APRESIASI

8

A

Pontianak Post

Puisi

lexa semakin mendekat padaku. Aku mundur perlahan, tetapi dia terus menghampiriku. Aku semakin kalut.

MAAFKAN DEWIKU

Aku takut. Darah mengalir dari kepalanya. Aku... aku telah memukulnya dengan tongkat bisbol di lapangan. Aku merasakan kepalaku mulai berkunang-kunang. Aku mual. Aku jijik. Aku ingin berteriak, tetapi sesuatu seperti membekap mulutku rapat sekali. Aku pun mulai menangis sesenggukan.

Puting beliung itu kau tiupkan pada mayatku. Katamu hanya hembusan nafas tipismu Percikan api memedaskan mataku Katamu hanya kedipan sederhana mata sipitmu. seperti pupet tanpa pegangan seharusnya kau dapat mengendalikan. Maafkan dewiku aku hilang Terhempas dari sekumpulan binatang. Tubuhmu menggoncangkan Layaknya beduk azan tanda akhir zaman. Maafkan aku dewiku Aku tanpa penghalang Membengkak di tubuh busuk yang kau bangkitkan Aku hilang, lenyap dari kenyataan dan kejelasan Maafkan aku dewiku.

Aku terus mundur, mundur, lalu... “Aaaakkhh! !� “Gubrak! !� “Aww.. ! !� aku meringis karena terjatuh dari sofa. Ternyata aku bermimpi, dan aku teringat sejak tadi menunggu Alexa, sahabat karibku, yang tidak juga pulang. Sampai aku tertidur. Aku masih ketakutan, menggigil. Air mata mengalir deras di pipiku. Mimpi itu buruk dan amat mengerikan. Tak sekadar ketakutan biasa yang lalu dengan mudah terlupa. Memang mengerikan bermimpi seperti itu, tetapi jauh mengerikan bagiku karena aku takut darah. Hemophobia, kata kamus kedokteran milik Alexa.

Trauma Itu Kambuh Lagi

Aku melihat jam dinding. Pukul sebelas malam. Tak kunjung kembali Alexa itu. Aku tak tahan sendirian setelah bermimpi macam itu. “Ke mana sih Alexa itu?? Nggak jelas ngilangnya, nggak balik-balik juga. Hiks hiks...,� aku mengutukinya sambil tetap menangis.

Cerpen : Novita Wijayanti

Aku ingin menyalakan televisi, membuat keributan atau sesuatu apapun yang dapat membuatku cepat lupa akan mimpi barusan, meskipun aku tahu itu sulit. Phobia ini terlalu menyakitkan, mengerikan. Aku bisa gila lama-lama kalau begini. Phobia ini berawal saat ibuku-orang yang paling kusayangi meninggal. Tepat di depan mataku, dalam jarak kurang dari lima meter beliau tertabrak mobil. Bersimbah darah, dalam pelukanku. Seorang bocah ingusan berusia tujuh tahun yang penakut. Aku saat itu hanya terbelalak tak percaya. Lalu beberapa detik setelahnya aku menangis sampai akhirnya pingsan. Sejak itulah, aku tak berani melihat darah. Jangankan darah yang amat banyak seperti korban keganasan Israel, bahkan hanya setetes saja aku sudah menangis ketakutan. Hampir menyerah mereka semua menasehatiku agar tak perlu aku takut dengan darah. “Kita juga punya

Minggu 22 Februari 2009

darah, kita hidup salah satunya karena ada darah. Tau nggak?� tanya Alexa, mencoba menghiburku. Pernah Alexa dan teman-temannya mencoba memberiku terapi. Tetapi hasilnya, buruk. Si tukang terapi-yang tak lain adalah teman Alexa jurusan Psikologi yang mencoba-ciba kemampuannya, kudorong dari sofa. Kepalanya pun benjol. Alexa sampai kebakaran jenggot karena aku tak bisa disembuhkan. Tetapi aku kagum padanya, karena aku bukan keluarganya, tetapi ia berusaha keras seperti is ingin menyembuhkan ibunya dari sakit. “Udahlah, Lex, aku nggak papa kok. Asal nggak hat darah aja aku baik-baik aja kok,� hiburku padanya suatu hari. “Nggak bisa gitu! Kamu mesti, hares, wajib sembuh! Mana bisa kayak gitu, sementara aku mahasiswa Kedoteran dan semester ini bakal banyak bab yang bahas tentang darah, operasi, macem-macem! Kamu di sini, satu kos sama aku. Bakal sering kamu lihat gambar darah. Bisa gila juga aku lama-lama melihat kamu yang tambah gila ini!� ujarnya jengkel.

Ah, lagi-lagi aku melamun. Tetapi aku sudah tak menangis lagi. Pipiku juga sudah kering dari air mata. Sekali lagi aku melihat penunjuk waktu yang menempel di dinding. Pukul 11.30. Aku mulai khawatir. “Ke mana aja sih anak ini?? Jangan jangan dia kenapanapa! !� gumamku takut. Paranoid mulai memenuhi pikiranku. Wajar saja, karena sejak pukul lima sore tadi tak juga Alexa kembali.

Mukhtar Mukti Ali rythemofme@yahoo.com

PAGI

Aku berjalan keluar kos. Melihat kiri dan ke kanan, sepi. Gelap gulita karena lampu-lampu penerang jalan sudah remang-remang. Kadang kala mati tiba-tiba. Dan sialnya kali ini, lampunya mati. Dalam gelap, dan tanpa penerangan pula dari cahaya bulan, aku berjalan mencari Alexa. Sepanjang jalan aku tak bertemu siapa pun. Yah, tentu saja karena ini sudah malam. Tiba-tiba aku mendengar suara langkah kaki di belakangku. Aku tetap berjalan dengan sejuta spekulasi. Jangan-jangan orang di belakang mau culik aku?? Jangan jangan dia pembunuh?? “Len toooloong to.. loong..,� tiba-tiba kudengar suara itu. Sepertinya aku kenal. “..Len... Len... tolong aa..ku..,� orang itu memanggilku. Aku mulai berpikir jernih. Itu, itu suara Alexa! “Lex?� aku memanggil namanya dan menoleh ke belakang. Kepalanya, Ya Tuhan! Kepalanya! Seperti dejavu aku. Kepalanya mengalir deras cairan merah itu, bau anyir. Hemophobia ini kambuh. Kepalaku berkunang-kunang, air mataku mengalir lebih deras. “Adduuhh... Len! bangun dong! Aku bercanda! Aduuhh..Her, bantuin! Gara-gara kamu nih!� (*)

Pagi.... Saat mentari menyongsong Bersinar terang Menghangatkan persada Burung-burung berterbangan Berkejaran, Berkicau bersahutan Seolah pagi ini milik mereka Bumi.... Engggan beranjak tuk pergi Walau berkali dihianati Walau berkali tersakiti Walau berkali terlukai Aku.... Pantaskah aku menyerah Pantaskah aku pasrah Pantaskah aku berhenti Di sudut jalan penuh duri Dunia.... Seakan tak perduli Membiarkanku tersudut di jalan ini Dengan luka tak berperi Menanti ajal tiada pasti Sampai bila jiwaku pergi Dan tak pernah kembali Karsinah dharaba@yahoo.co.id

S.Yadi K. (Supriyadi Kusnun) bergabung di sanggar Garajas Bulungan Jakarta pada tahun 1970. Sampai saat ini masih menjadi anggota Sanggar Kamboja. Lukisan-lukisannya yang ditampilNDQ DGDODK ÂżJXU SRWUHW PDQXVLD lukisan yang di buatnya selalu ia kombinasikan antara cat air, drybrush, acrylic, pensil dan krayon. Lukisannya terseleksi untuk mewakili Indonesia dalam sebuah tour ke negara-negara ASEAN.

“Berhias�, 135 cm x 85 cm, 1999

“Menatap�

“Mengasuh Adik�, 84 cm x 104 cm, 1999

Terbang Setiap Hari Dengan

BOING 737 Dan AIR BUS A 319

PONTIANAK - JAKARTA

4X

Reservasi JAKARTA

(021) 3840 888

DARI TERMINAL 1B BANDARA SOEKARNO HATTA Computer Sabre/A bacus Atau hubungi BIRO PERJALANAN ANDA

Jam : 07.00,07.55, 11.55, 16.00 WIB Telp. :(0561) 734488

PTK - YGY - SUB (PP) Jam 10.10 WIB

JAKARTA - BANJARMASIN

2X

Jam : 08.05, 17.55 Telp. :(0511) 58996

“Gadis Sedang Duduk�, 110 cm x 67 cm

JAKARTA - BALIKPAPAN

2X

Jam : 08.05, 15.10 Telp. :(0542) 739225

JAKARTA - PALEMBANG

2X

JAKARTA - TARAKAN

2X

Jam : 05.10 Telp. :(0561) 32262

JAKARTA - JAMBI

2X

Jam : 09.50, 12.15, 15.20 Telp. : (0717) 436980

JAKARTA - PAKANBARU

2X

Jam : 17.15, 11.40 Telp. :(0761) 856031

Jam : 10.05, 15.40 Telp. :(0561) 50643, 51861

JAKARTA - MEDAN

JAKARTA - PANGKALPINANG

3X

Jam : 08.05, 11.40 Telp. :(0711) 378655

2X

Jam : 07.30, 13.05 Telp. :(061) 4537620

JAKARTA - PADANG

2X

Jam : 10.45, 18.25 Telp. :(0751) 446600

JAKARTA - SEMARANG Jam : 07.00, 18.25 Telp. :(024) 3549888

2X

JAKARTA - YOGYA

2X

Jam : 15.50 Telp. :(0274) 32262

JAKARTA - SURABAYA

3X

Jam : 08.05, 14.35, 16.05 Telp. :(031) 5049666

PONTIANAK-BATAM-MEDAN

4X

Jam : 10.30

JAKARTA - MANADO Jam : 15.10 Telp. : (0341) 855878

JAKARTA - MAKASAR Jam : 05.00 Telp. : (0411) 3655255

JAKARTA - KUPANG Jam : 14.35 Telp. : (080) 830555

JAKARTA - JAYAPURA Jam : 22.00 Telp. : (0967) 550666

JAKARTA - MANOKWARI Jam : 22.00 Telp. : (0986) 215666

JAKARTA - BIAK

Jam : 22.00 Telp. : (0981) 591636

JAKARTA - DENPASAR

2X

Jam : 16.00, 20.15 Telp. :(0361) 429620

JAKARTA - BATAM

2X

Jam : 10.30, 13.50 Telp. :(0778) 429620

PONTIANAK - KUCHING (Via Pontianak) Jam : 08.00 Telp. : (082) 244299

GUANGZHOU

Dari Terminal 2D Jam : 07.30 Telp. : 86-20-6120 6350


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.