Pontianak Post

Page 19

Pontianak Post

EdukasI

Minggu 22 Februari 2009

Resensi Judul Buku : Laku Spiritual Sultan: Langkah Raja Jawa Menuju Istana Penulis : Arwan Tuti Artha Penerbit : Galangpress, Jogjakarta Cetakan : I, Januari 2009 Tebal : 174 halaman

Memahami Sabda Pandhita Ratu ‘’Buat apa sebuahTahta dan menjadi Raja apabila tidak memberi manfaat bagi masyarakat’’ (Sri Sultan Hamengku Buwono IX, 7 Maret 1969) TIDAK banyak yang tahu kalau keputusan Sultan Hamengku Buwono X bakal maju menjadi calon presiden (capres) pada pilpres 2009 bukan semata-mata atas keinginan ‘’nafsu’’politiknya semata. Lewat pertemuan akbar dengan rakyatnya atau pisowanan ageng pada 28 Oktober 2008, bertepatan Hari Sumpah Pemuda, Sultan dengan lantang menegaskan,‘’Dengan memohon petunjuk kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dengan niat yang tulus memenuhipanggilanpada Ibu Pertiwi, dengan ini saya menyatakan siap maju menjadi calon presiden 2009.’’ Sejak itu, dan hingga hari ini, peta politik Tanah Air berubah drastis dan kian hari kian memanas. Bagaimana tidak, sebagian kalangan sebelumnya tidak begitu memperhitungkan Sultan bakal berani dan ‘’nekat’’ maju menjadi capres, sebab ia sendiri sedang mengurusi rakyat Jogja di singgasana keratonnya. Sebagian lain berpendapat, wacana Sultan akan maju ke bursa pencalonan presiden sesungguhnya sudah tercium pada saat dirinya menyatakan tidak lagi bersedia menjadi gubernur Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ) pada 2007. Dari sana, muncullah spekulasi di balik sikap Sultan dalam memperlakukankekuasaandanberpolitik.Pertama,dengan tidak menolak menjadi gubernur pada periode berikutnya, selain karena alasan telah menjabat dua kali periode, Sultan seolah hendak memberikan pelajaran demokrasi kepada rakyat Jogja dan masyarakat luas pada umumnya. Padahal, oleh pemerintah pusat, Jogja dilabeli ‘’daerah istimewa’’ yang tidak mempersoalkan manakala masyarakat setempat menghendaki Sultan sebagai raja sekaligus gubernur. Kedua, ada anggapan bahwa majunya Sultan ke bursa capres merupakan kritik praksisnya terhadap pemerintahan pascareformasi, yang tak juga berhasil menyejahterakan rakyat. Realitas kemiskinan, pengganguran, konflik antarindividu maupun kelompok, dan lain-lain, mengetuk sekaligus membuka hati Sultan untuk ikut andil secara langsung mengurusi rakyat Indonesia. Pemerintahan saat ini, menurut penilaian Sultan, gagal menjalankan amanah rakyat sehingga berada di titik nadir kemelaratan. Ketiga, deklarasi Sultan yang menyatakan siap berlaga dalam kompetisi capres 2009 adalah bentuk penyaluran hak politiknya sebagai warga negara, walau risiko yang ditanggung amatlah besar. Sultan rela meninggalkan tahta kerajaannya demi --apa yang ia yakini-- kepentingan rakyat. Bahkan, Sultan ikhlas mencopot gelar wong agung-nya (seperti) seratus tahun lalu, jika memang harus luntur dengan sendirinya lantaran ia terjun ke dunia politik. Pada pijakan ketiga poin itulah, buku ini berbicara sangat kompleksmenyangkutseluk-belukkehidupandanperjuangan Sultan menuju gerbang istana negara.ArwanTutiArtha, penulisnya, mengangkat persoalan ke-Sultan-an lewat perspektif budaya Jawa (baca: Kejawen), semacam ‘’ilmu batin’’. Perspektif model ini, tampaknya sangat baik dan bagus untuk mengetahui tujuan yang sebenarnya dari apa yang dilakukan Sultan dalam tindak-laku perbuatan maupun ucapannya. Hal itu jelas jauh berbeda manakala strategi analisis yang digunakan dengan pendekatan akademis yang cenderung kaku dan kering dari realitas yang senyatanya. Arwan tiada henti selalu mengingatkan bahwa segala tindak-tanduk dan ucapan Sultan adalah cerminan kawula (rakyat) untuk gusti (raja). Seorang raja, karena menjadi pusat kekuasaan, maka rakyat hanya akan mendengar apa yang disabdakan, baik itu perintah, larangan atau pernyataan. Oleh sebab itu, di kerajaan Jawa tak ada hukum, kecuali kata-kata keramat raja yang dikenal sebagai sabda pandhita ratu. Apa yang sudah diucapkan seorang raja merupakan keputusan final yang tidak bisa ditarik kembali. Keputusan final seorang raja itu ora wolak-walik sepisan mungkasi. Artinya, sekali tidak perlu diulangi karena sudah melalui pertimbangan panjang, cermat dengan penuh kesabaran (hlm. 81). Apalagi, apa yang dikatakan seorang raja itu ibarat sabda, memiliki kekuatan magis dan kekuatan mistis. Artinya, kata-kata seorang raja bukan semata-mata milik raja saja, melainkan kata-kata yang sudah disempurnakan dengan kekuatan kosmik dan sudah meresap ke dalam perasaan dan pikiran raja bersangkutan. Boleh jadi, apa yang bakal terjadi nanti, sebenarnya telah diperhitungkan matang-matang oleh Sultan. Lantas, apakah ada jaminan Sultan benar-benar bisa menjadi presiden RI berikutnya? Apakah ia akan dicalonkan dari partai besar yang sampai saat ini masih menaunginya? Buku ini tidak berbicara kemungkinan-kemungkinan politis itu. Yang amat ditekankan dalam buku setebal 174 ini adalah niat tulus Sultan untuk memperbaiki bangsa. Keputusan itu bukan merupakan manuver politik, tetapi sesuai dengan panggilan hati dan jiwanya. Sultan tidak akan main-main dengan ucapannya, bahkan dalam mengurus negeri ini. Itulah yang dia ucapkan, ‘’Sekali lagi saya ingin mengabdi, bukan merecoki negeri” (hlm. 111). Tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi niat Sultan untuk maju sebagai capres. Ini adalah konsekuensi logis dari sabda pandhita ratu. Tidak heran Sultan terlihat ‘’menghindar’’ ketika ada kabar bahwa dirinya akan dilamar menjadi cawapres mendampingi capres Megawati yang diusung PDI Perjuangan baru-baru ini. Sultan masih memegang teguh sabda pandhita ratu itu, sebagai capres bukan cawapres. Tapi entah di kemudian hari... Sultan percaya bahwa dirinya saat ini sedang ditunggutunggu masyarakat luas, terutama masyarakat Jawa untuk memimpin bangsa ini. Sebab, dalam tradisi Jawa, untuk mewujudkan bangsa yang sejahtera, diyakini ada satria pinilih yang tampil. Dialah orang yang sebelum waktunya keluar masih disimpan atau dipingit. Orang Jawa selalu berharap hadirnya satria piningit untuk memegang tampuk pimpinan. Mungkinkah? Kita lihat saja nanti. Sebentar lagi. (*) *) Lailiyatis Sa’adah, guru PAUD di UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, dan pengelola Taman Baca AIDA di Jember.

19

n Belajar Geometri 40

Curva Rumah Siput KURVA rumah siput (Cochleoid) mempunyai bentuk yang mirip dengan bentuk cangkang siput (Gambar 1). Dalam sistem koordinat polar, kurva rumah siput ini berbentuk

r=

a sin q q

Dan dalam sistem koordinat kartesius berbentuk (x 2 + y 2) tan-1(y/x) = ay

x=

a sin t cos t t

y=

a sin 2 t t

Sedangkan persamaan parameternya berbentuk

y ( x 2 + y 2 ) tan −1 ( ) = ayay x Kurva rumah siput terdiri atas tak berhingga spiral yang yang melewati titik kutubnya dan menyinggung sumbu koordinat. Semua garis yang melalui titik kutubnya akan memotong kurva. Semua garis yang menyinggung kurva pada titik-titik potong ini

akan melalui titik kutub. Karena sifat ini orang memberi manka kurva rumah siput sebagai kurva yang transeden, yang melambangkan ke-takberhungan. Menembus ruang dan waktu. Kurva rumah siput pertama kali dipelajari oleh J. Peck (1700) dan dilanjutkan oleh Bernouilli (1726). Nama rumah siput (kochlias / Yunani) diusulkan oleh Benthan dan Falkenburg pada 1884. Jika ingin menggambar kurva rumah siput dapat mencoba cara ini. Tentukan sebuah titik O dan sebuah sumbu koordinat-Y. Gambar lingkaran-lingkaran yang melalui titik O dan menyinggung Sumbu-Y. Pada lingkaranlingkaran ini dicari titik-titik yang berjarak tetap dari titik O. Titik-titk ini akan membentuk kurva rumah siput. Banyak karya seni yang berbentuk kurva rumah siput. Di antaranya seperti disajikan pada Gambar 3. Ada literatur lain yang menyebutkan bahwa kurva rumah siput ini juga dipelajari dengan intensif oleh matematikawan Joseph Jean Baptiste Neiberg (lahir 30 oktober 1840 di Luxenberg dan meninggal

22 Mater 1926 di Belgia). Pada usia 19 tahun ia telah lulus dari Ecole normale des Sciences of the Facultee de Sciences, Universitas

Ghent. Pada usia 22 tahun diangkat sebagai professor di Ecole Normale de Nivelle dan mengajar aljabar, geometri deskriptif, geometri

proyeksidan geometri analitik. Banyak tulisan, salau satu di antaranya membahas kungsi rumah siput ini.(om tris)

Gambar 2

n Diagnose dan Remediasi Kesulitan Belajar Fisika 6

Resultan Gaya Sama dengan Nol Oleh : Leo Sutrisno GAYA merupakan besaran fisika yang sering juga menimbulkan miskonsepsi. Pada umumnya, gaya dipahami sebagai pendorong, penarik, atau pengangkat sebuah benda. Ada gaya dorong, gaya tarik dan gaya angkat. Karena didorong, ditarik atau diangkat sebuah benda bergerak. Dengan demikian gaya dihubungkan dengan benda yang bergerak. Ada sebagian siswa yang berpendapat bahwa gaya hanya bekerja pada benda yang bergerak. Berikut disajikan miskonsepsinya, cara menggali serta bentuk remediasinya, 1. Tidak ada gaya yang bekerja pada sebuah benda yang diam a. Tes diagmostik Letakkan sebuah sepotong balok kayu di atas meja. Gambarkan gaya-gaya yang bekerja pada balok itu (Gambar 1).

Siswa yang menganggap bahwa gaya hanya bekerja pada bendabenda yang bergerak tidak dapat menggambarkan gaya-gaya yang bekerja pada balok ini.

b. Remediasi Pada balok bekerja dua buah gaya, yaitu: gaya berat balok dan gaya normal bidang permukaan meja. Gaya berat berasal dari gaya gravitasi bumi. Arah gaya berat itu menuju inti Bumi. Secara matematis gaya berat tegak lurus bidang permukaan Bumi. Berarti, gaya itu juga tegak lurus bidang permukaan meja. Coba, bayangkan seandainya bidang permukaan meja itu diganti dengan selembar karet. Apakah bentuk permukaannya tetap mendatar atau melengkung? Melengkung! Balok menekan permukaan karet. Mengapa balok tidak terus bergerak menurun hingga di tanah? Karena ditahan oleh lembaran

Buku Baru

DEXTER, PEMBUNUH CHARMING

Jeff Lindsay, Dastan Books Jakarta, Januari 2009 (Novel) 1. OSTEOPOROSIS; MENGENAL, MENGATASI, DAN MENCEGAH TULANG KEROPOS, Hans Tandra, GPU Jakarta, Januari 2009 (Kesehatan) 2. CARA PASTI MENJADI KAYA RAYA, Erni Julia Kok, Enerjik Kharisma Surabaya, Januari 2009 (Finansial) 3. DILEMA PEREMPUAN, Anny Djadi W., Media Sobiz Jakarta, 2008 (Novel) 3. STILISTIKA AL-QUR’AN, MAKNA DI BALIK KISAH IBRAHIM, Dr Syihabuddin Qalyubi, LKiS Jogjakarta, Januari 2009 (Religiusitas) 4. REVOLUSI SEJARAH MANUSIA, Dr Munzir Hitama, LKiS Jogjajarta, Januari 2009 (Sosial)

5. LOST IN BALI, Benny & Mice, KPG Jakarta, Januari 2009 (Komik) 6. REPUBLIK SALAH URUS, Mufid A. Busyairi, FIM Books Jakarta, 2009 (Sosial) 7. PEMBERSIHAN ETNIS PA­ LESTINA (HOLOCOUST KEDUA), Ilan Pappe, Elex Media Komputindo Jakarta, 2009 (Politik) 8. LA TAHZAN FOR MODERN MUSLIMAT, Annisa Lathifah, Dar!Mizan Bandung, Januari 2009 (Spiritualisme) 9. A SURVIVOR’S STORY, Lance Armstrong dan Sally Jenkins, Hikmah Jakarta, januari 2009 (Inspirasi)

karet ini. Dengan demikian, lembaran karet mengerjakan sebuah gaya yang mampu menahan agar balok tidak terus bergerak ke bawah. Gaya yang dikerjakan oleh lembaran karet untuk menahan balok itu disebut gaya normal. Jadi, pada balok itu bekerja dua macam gaya, yaitu: gaya berat bolok dan gaya normal lembaran karet. Arah gaya berat balok ke bawah. Arah gaya normal lembaran karet ke atas. Kedua gaya ini sama besar tetapi berlawanan arah. Akibatnya, balok tidak bergerak kemanapun. Balok diam (Gambar 2). Pemikiran ini sama persis dengan keberadaan balok kayu di atas meja. Pada balok kayu itu juga bekerja dua macam gaya, gaya berat balok kayu dan gaya normal bidang permukaan meja. Kedua gaya ini sama besar tetapi berlawanan arah. Akibatnya, balok kayu itu dia di atas meja. Catatan tambahan: titik pangkal gaya berat balok berada pada titik berat balok dan titik pangkal gaya normal permukaan lembaran karet berada pada bidang permukaan baloj yang bersentuhan dengan permukaan lembaran karet. 2. Jika tida ada lagi gaya yang bekerja pada sebuah benda yang sedang bergerak maka kecepatannya menurun sehingga pada suatu saat akan berhenti.

Tes diagnostic Sebuah pesawat ulang alik angkasa luar didorong oleh roket menuju ruang tanpa bobot. Begitu memasuki posisi yang sudah ditetapkan, roket dimatikan. Dalam keadaan seperti itu tidak ada gaya apa pun yang bekerja pada pesawat. Bagaimana gerak pesawat itu selanjutnya? (Gambar 3) Bagi siswa yang menganggap gaya hanya bekerja pada benda yang bergerak saja akan menyatakan setelah roket dimatikan maka kecepatan pesawat itu semakin menurun hingga pada saat tertentu berhenti. Remediasi Kenyataannya tidak demikian. Dalam ruang tanpa bobot, pesawat ulang alik ini tidak menerima gaya dari manapun tetapi juga tidak berhenti. Pesawat itu bergerak

mengelilingi Bumi dengan kecepatan tetap. Mengapa? Ketika roket masih menyala, pesawat memperoleh gaya dorong yang membuat kecepatannya makin lama makin tinggi. Pesawat memperoleh percepatan. Ketika roket dimatikan, tidak ada lagi gaya yang bekerja pada roket. Karena itu, pesawat tidak memperoleh percepatan. Karena tidak memperoleh kecepatan maka pesawat bergerak dengan kecepatan tetap, sebesar kecepatan terakhir saat roket dimatikan. Ketika ingin kembali ke Bumi, roket dinyalakan. Pesawat memperoleh percepatan lagi sehingga dapat memasuki jalan yang menuju kembali ke bumi. Apa yang terjadi, pada sebuah balok yang didoromg di atas lantai licin unutk beberapa waktu kemudian dilepaskan? Coba Jawablah!**


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.