Pontianak Post

Page 6

6

INTERNASIONAL AMERIKA

Pontianak Post l Jumat 19 November 2010

Perdana Menteri Thailand Batal Kunjungi Rusia Ketegangan Hubungan setelah Ekstradisi Penyelundup Senjata

SIAP MENANG: Sarah Palin

2012, Palin Yakin Kalahkan Obama WASHINTON DC - Pemilihan presiden Amerika Serikat masih dua tahun lagi. Namun gema politiknya mulai terasa. Mantan Gubernur Alaska Sarah Palin optimistis bisa mengalahkan Presiden Barack Hussein Obama dalam pemilu 2012. Palin mendeklarasikan dirinya sebagai kandidat calon presiden pada sebuah wawancara dengan stasiun televisi ABC kemarin (18/11) waktu setempat. Pernyataannya tersebut merupakan yang kesekian kalinya bahwa dirinya akan maju sebagai capres. Kepada ABC, Palin menyatakan telah mendengar suara dukungan dari seluruh rakyat AS. Mantan kandidat wakil presiden dari Partai Republik pada 2008 tersebut menjadi figur utama dalam pemilu pendahuluan mendampingi John McCain. Palin saat ini bekerja sebagai analis berita di Fox News. Dia telah berkeliling AS untuk memperkenalkan dirinya sebagai calon presiden 2012. “Saya berpikir yang terbaik untuk negara ini, untuk berwacana, untuk keluargaku, dan untuk hal yang baik,” serunya. Dalam sebuah wawancara dengan New York Times online yang diterbitkan pada Rabu (17/11), palin memastikan langkahnya untuk maju dalam pemilu presiden berikutnya. “Saya telah mempertimbangkan masak-masak dan telah mendiskusikan keputusan saya kepada keluarga,” katanya seperti dikutip BBC. Laporan berbagai media tersebut juga disiarkan dalam program reality show Sarah Palin’s Alaska di stasiun televisi TLC. Sejumlah tokoh Partai Republikan lainnya yang juga menyatakan akan bersaing dengan Obama adalah mantan ketua DPR Newt Gingrich, mantan calon presiden Republikan 2008 Mitt Romney, dan mantan Gubernur Minnesota Tim Pawlenty. (cak/dos)

BANGKOK - Hubungan Thailand-Rusia menegang pasca ekstradisi Viktor Bout ke Amerika Serikat (AS) Selasa lalu (16/11). Membela keputusan yang membuat Kremlin kebakaran jenggot, Perdana Menteri (PM) Abhisit Vejjajiva membatalkan rencana lawatannya ke Negeri Beruang Merah itu. Keputusan itu dia umumkan kemarin (18/11). “Tidak ada campur tangan Washington dalam ekstradisi Viktor Bout ke AS Selasa lalu,” tandas pemimpin 46 tahun tersebut seperti dilansir Agence France-Presse tersebut. Meski AS memang menginginkan Bout, Abhisit menegaskan bahwa pemerintahannya sama sekali tidak bermaksud membuat Rusia marah. Apalagi, selama dua tahun terakhir, tarik-ulur ekstradisi Bout memang dipantau ketat Moskow. Menurut Abhisit, Rusia bisa saja membatalkan ekstradisi tersebut andai mereka aktif berkonsultasi dengan Thailand. Sayangnya, selama ini, Kremlin cenderung pasif. Sebaliknya, Gedung Putih terus mendesak Bangkok untuk mengekstradisi pemasok senjata kelompok teroris dan militan internasional itu ke AS. Desakan itulah yang membuat pemerintahan Abhisit

REUTERS

DIKAWAL: Viktor Bout pedagang senjata ASAL Rusia dikawal oleh anggota satuan polisi khusus Thailand setelah sidang di pengadilan pidana di Bangkok.

mengirim Bout ke Negeri Paman Sam. “Baik saya maupun Menteri Luar Negeri (Kasit Piromya) sudah menyarankan kepada Rusia untuk lebih aktif terlibat dalam kasus ini. Tapi, mereka tidak menanggapi saran kami dengan serius. Seharusnya,

Anda (media) bertanya kepada Rusia, mengapa dulu mereka diam saja,” lanjut politikus lulusan St John’s College, Oxford University, tersebut dalam jumpa pers. Terkait ekstradisi yang menuai protes Rusia itu, Abhisit memilih absen dalam konferensi tingkat

tinggi di St. Petersburg pekan depan. Pertemuan yang dihadiri para pemimpin negara itu akan membahas upaya untuk mencegah punahnya spesies harimau Asia. Seharusnya, dia bertolak ke kota terbesar kedua Rusia itu Minggu lusa (21/11). PM Vladimir Putin sendiri yang dijad-

walkan memimpin pertemuan empat hari tersebut. Secara resmi, Abhisit memang tidak menyebut ekstradisi Bout sebagai alasannya membatalkan kunjungannya ke St. Petersburg. Bahkan, dia membantah jika pembatalan itu berkaitan dengan ekstradisi Bout. Kemarin, dia menegaskan bahwa alasan utama yang membuat dia batal hadir dalam pertemuan penting itu adalah agenda politik dalam negeri. Yakni, pembahasan amandemen konstitusi (UUD). “Saya harap, pemerintah Rusia bisa bersikap bijak dan tidak membiarkan kasus ini mengganggu hubungan baik kedua negara,” ungkap Abhisit. Dia mengaku sudah menelpon Presiden Dmitry Medvedev untuk mengabarkan bahwa dirinya akan absen dalam forum internasional tersebut. Sebagai gantinya, Thailand akan mengirimkan Menteri Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Suwit Khunkitti. Memperkuat pernyataan Abhisit, Jubir Pemerintah Thailand Panithan Wattanayakorn memaparkan bahwa pelaksanaan pertemuan di St. Petersburg itu berbarengan dengan diskusi amandemen konstitusi di Bangkok. Yakni, Selasa sampai Kamis pekan depan. “PM harus hadir dalam rapat gabungan parlemen untuk membahas rencana amandemen,” tandasnya seperti dilansir harian Bangkok Post. (hep/dos)

Aung San Suu Kyi Bebas, Tiongkok Bergeming Tetap Penjarakan Peraih Nobel BEIJING - Tiongkok menjadi satu-satunya negara yang masih

memenjarakan seorang peraih Nobel perdamaian setelah Myanmar membebaskan Aung San Suu Kyi. Namun banyak pihak pesimistis pembebasan ikon demokrasi Myanmar tersebut akan mengubah kebijakan pemerintah Tiongkok terkait penahanan Liu Xiaobao, peraih Nobel itu. Ketua Komite Nobel Thorbjoern Jagland menyatakan pembebasan pemenang Nobel Perdamaian 1991 seharusnya menjadi penyemangat seluruh tahanan politik di seluruh dunia, termasuk Liu. Tapi banyak pengamat meragukan momen pembebasan tersebut bisa mempengaruhi Beijing. “Saya tidak melihat bahwa (pembebasan Suu Kyi0 itu akan berdampak (terhadap Beijing),” ujar Ian Hollliday, profesor ilmu politik di University of Hong Kong. “Dalam beberapa hal, Tiongkok mempunyai kalkulasinya sendiri berdasar kondisi stabilitas nasionalnya. Dan Tiongkok tidak akan peduli dengan apa yang dipikirkan Amerika Serikat dan negara lainnya,” jelasnya. Liu, seorang penu-

lis 54 tahun, divonis 11 tahun penjara setelah menulis sebuah petisi pada 2008 yang menuntut dilakukannya reformasi politik di Tiongkok. Dia dianugerahi Nobel Perdamaian pada 8 Oktober. Penghargaan itu yang membuat Beijing muntab. Rezim militer Myanmar membebaskan Suu Kyi dari tahanan rumahnya akhir pekan lalu. Dalam hal itu Tiongkok, sekutu Myanmar, sama sekali tidak berkomentar. “Pembebasan Aung San Suu Kyi berarti hanya tinggal Tiongkok, satu-satunya negara yang masih memenjarakan seorang peraih Nobel Perdamaian,” tegas Nicholas Bequelin, peneliti Asia di Human Rights Watch. Dia memperingatkan, Tiongkok akan sangat kesulitan mendapatkan dukungan publik internasional ketika masih memenjarakan seorang peraih Nobel. Holliday berpendapat sorotan dunia tersebut akan membuat Tiongkok semakin tidak nyaman. Apalagi gelaran agenda penganugerahan Nobel, 10 Desember, semakin dekat. “Tapi, kali ini, suatu hal yang tidak biasa terjadi, semua perhatian dunia akan mengarah ke tempat lain (Tiongkok),” jelasnya seperti dilansir AFP. Jean-Philippe Beja, seorang ahli Tiongkok pada pusat penelitian CNRS, Paris menyatakan bahwa pembebasan Suu Kyi akan meningkatkan tekanan kepada Tiongkok. “Kalau junta Myanmar saja, yang mempunyai citra buruk di mata dunia, membebaskan seorang peraih

AFP PHOTO / GOH CHAI Hin

JAGA: Polisi China menjaga rumah Liu Xia, istri peraih Nobel Perdamaian Nobel Liu Xiaobo, di Beijing (14/10).

Nobel, mengapa Tiongkok tetap bertahan?,” tandasnya. Beja menyatakan, para petinggi di Tiongkok, sebenarnya bisa membebaskan Liu, jika mereka mau. “Mereka (pemerintah Tiongkok) sudah membebaskan sejumlah tahanan politiknya dengan alasan kesehatan. Ini adalah keputusan politik,” lanjutnya. Liu baru akan bebas pada 2020 jika

harus menjalani seluruh masa hukumannya. Beberapa tapol Tiongkok yang sudah dibebaskan adalah Wang Dan, Han Dongfang dan Chen Ziming, sosok penggerak demonstrasi di Tiananmen pada 1989. Atau Wei Jingsheng dan Xu Wenli, tokoh politik liberal pada periode yang dikenal dengan nama “Musim Semi Beijing” 1978-1979. (cak/dos)

Dibanding Indonesia, Sapi Lebih Murah, Kambing Lebih Mahal Sambungan dari halaman 1 Sebagian besar masjid juga tidak menggunakan pengeras suara saat melakukan takbir. Warga negara Indonesia (WNI) melaksanakan salat Iduladha di halaman Sekolah Internasional Indonesia di Yangon (Indonesian International School of Yangon/ IISY). Salat Iduladha itu diikuti sekitar 100 WNI dengan imam H Maulana Quari Hafiz Muhammad Yunus, ustad Masjid Al Mush’ab (masjid milik KBRI Yangon). Yang bertindak sebagai khotib adalah T.B. Ade Rahmatullah. Selain mengadakan salat Iduladha dan pemotongan hewan kurban, KBRI menggalang dana untuk korban bencana banjir di Wasior, letusan Gunung Merapi, dan tsunami di Mentawai.

Di Myanmar, lebih banyak warga muslim yang berkurban sapi daripada kambing, termasuk di KBRI Yangon kemarin. Hewan kurban yang disembelih terdiri atas sembilan ekor sapi dan dua ekor kambing. Harga sapi di Myanmar lebih murah daripada di Indonesia. Harga sapi Myanmar yang cukup besar sekitar Rp5 juta. Dengan ukuran sapi yang sama, di Indonesia harganya bisa mencapai Rp9 juta. Bila seekor sapi ditanggung tujuh orang, berarti setiap orang hanya perlu iuran Rp700 ribuan. Itu harga sapi di Yangon. Bila mau mencari sapi ke desadesa, harganya lebih murah, bisa hanya Rp3,5 juta. “Sebab, konsumsi daging sapi di Myanmar tidak banyak. Sebagian warga Buddha tidak mengonsumsi daging sapi,” jelas Atase

Pertahanan KBRI Yangon Dedi Priatna Ariestiadi. Sementara itu, harga kambing justru lebih mahal dibanding di Indonesia. Harga seekor kambing berukuran sedang di Myanmar mencapai Rp1,2 juta. Di Indonesia, harga kambing dengan ukuran yang sama hanya Rp700 ribu-Rp 800 ribu. Daging-daging kurban milik para WNI dibagikan kepada warga di perkampungan muslim, panti jompo, serta warga tidak mampu di Yangon. Untuk panti jompo dan warga tidak mampu, daging dibagikan dalam kemasan plastik setelah ditimbang. Namun, untuk warga di perkampungan muslim, daging kurban diserahkan kepada pesantren atau madrasah setelah disembelih dan dikuliti. Nanti pesantren atau madrasah membagikannya kepada warga sekitar. Salah satu pesantren yang dikirimi daging kurban oleh KBRI adalah Jamia Arabic Furqania Darul Ulum di Jalan Aung Mingalar, Yangon. Pesantren tersebut berdiri di kawasan perkampungan muslim. Sebagian adalah warga keturunan India dan Pakistan. Pesantren tersebut tidak memotong hewan kurban. Mereka hanya menerima seekor sapi utuh yang sudah disembelih dan dikuliti pihak

KBRI. “Nanti kami bagikan untuk warga di sekitar pesantren kami. Kami sangat berterima kasih,” ungkap Ismail Baggia, pengasuh pesantren tersebut. Dia menyatakan, pesantrennya dihuni 150 santri. Namun, saat Iduladha, sebagian besar di antara mereka pulang ke rumah masing-masing. Hanya beberapa santri yang tinggal. “Mereka besok sudah masuk kembali,” ujar pria 93 tahun itu. Di sejumlah masjid di Yangon, terlihat antrean pembagian daging kurban. Metode pembagiannya sama dengan di Indonesia. Sehari sebelumnya, masjid membagikan kupon kepada warga tidak mampu. Kupon itu digunakan untuk mengambil jatah daging kurban di masjid. Misalnya, yang terlihat di masjid kawasan Tarmway, warga mengantre sejak pukul 10.00. Padahal daging kurban baru siap dibagikan pukul 12.30. Saat Koran ini melihat pembagian daging kurban di tempat tersebut, ada sekitar 300 warga yang sedang mengantre. Menariknya, antrean untuk laki-laki dan perempuan dipisah. “Mereka kan bukan muhrim, jadi tidak boleh jadi satu antaranya,” tegas Thin Nyunt, salah seorang pengurus masjid di Tarmway.(dos)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.