Pontianak Post

Page 30

SINGKAWANG

30

HENDY ERWINDI/PONTIANAK POST

FESTIVAL SINGKAWANG: Persiapan Festival Singkawang yang akan dimulai, malam ini, Kamis (17/6), sudah dilakukan sejak kemarin (16/6).

Dairi Belajar ke Singkawang SINGKAWANG – Kota Singkawang dikunjungi Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, kemarin (17/6). Kedatangan rombongan kabupaten yang terletak di Danau Toba itu untuk melihat potensi pariwisata Singkawang dan pengembangannya. Kunjungan ini merupakan rangkaian kegiatan dari kunjungan mereka ke Kabupaten Sambas. Kabupaten Dairi melirik pengelolaan pertanian, khususnya jeruk Sambas. “Sayang kalau hanya melintasi Singkawang. Kami sudah dengar kota ini, khusus pariwisatanya. Sekalian saja, siapa tahu ada yang dapat kami timba ilmu mengembangkan pariwisata di Singkawang ini,” ungkap Bupati Dairi Kanjeng Raden Adipati (KRA) Johnny Sitohang Adinegoro. Dalam dialog penuh kekeluargaan tersebut,

Johnny menyempatkan diri memperkenalkan kabupaten yang dipimpinnya saat ini tersebut. Daerahnya terletak pada ketinggian 600 – 1.600 meter di atas permukaan laut, dengan luas wilayah 2 ribu kilometer persegi. Dairi, kata dia, merupakan daerah agraris. Semua jenis tanaman bisa tumbuh di sana. “Tanah kami sangat subur karena berada di ketinggian. Dairi juga merupakan daerah penghasil timah terbaik di dunia.” katanya berpromosi.Sama halnya dengan Kota Singkawang, Kabupaten Dairi diakui Johnny sebagai salah satu tujuan wisata. Dairi merupakan salah satu dari tujuh kabupaten yang mengelilingi Danau Toba. “Danau Toba dimiliki oleh tujuh kabupaten, namun Dairi merupakan tempat yang terindah, terdalam, dan terluas,” ungkapnya. “Kami banyak dikunjungi wisatawan, tidak

sia-sia datang ke sana,” promosi dia. Wakil Wali Kota Singkawang Edy R Yacoub membalasnya dengan mempromosikan kota ini. Dikatakannya, Kota Singkawang yang baru berumur delapan tahun telah menjadi kota yang spesifik. “Singkawang adalah kota yang spesifik, hal ini dikarenakan masyarakatnya yang plural atau majemuk. Terdiri dari banyak etnis, tiga terbesar yaitu Tionghoa, Melayu, dan Dayak,” paparnya. Kebhinekatunggalikaan, kata Edy, selalu dikedepankan Pemerintah Kota Singkawang dalam tugas memperkuat komitmen persaudaraan sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Dinamika persoalan yang tak luput terjadi karena aspek pluralisme adalah sebagai ciri-ciri kota yang akan maju,” tegasnya. (hen)

Pontianak Post

Kamis 17 Juni 2010

Sayangkan Pemangkasan Cabor dan Atlet BENGKAYANG – Sangat disayangkan jika memang telah terjadi pemangkasan terhadap cabang olahraga (cabor) dan atlet kontingen Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Kalbar X Tahun 2010 dari Kabupaten Bengkayang. “Sangat disayangkan jika memang benarbenar terjadi pemangkasan atlet dan cabang olahraga. Apalagi seperti diketahui, bahwa kemajuan pembinaan cabang olahraga dan atlet adalah salah satu cermin kemajuan pembangunan Kabupaten Bengkayang. Kok jadi mundur KONI Bengkayang?” ungkap Mulyadi, pemerhati pembangunan Kabupaten Bengkayang kepada Pontianak Post kemarin (16/6). Mantan anggota DPRD Kabupaten Bengkayang ini begitu menyayangkan kebijakan tersebut, pasalnya pada perhelatan sebelumnya, semua cabang olahraga dikirim untuk ikut serta. “Tapi mengapa sekarang ini mau dipangkas jumlah cabang olahraga dan atlet yang dikirim?” ungkapnya tak habis pikir. Ia mengatakan jika menyangkut persoalan dana, seharusnya sejak 4 tahun lalu, atau setelah Porprov IX dicarikan solusinya. Namun yang terjadi, pemangkasan dilakukan menjelang agenda besar olahraga tingkat daerah tersebut. “Kan bisa dievaluasi sejak 4 tahun yang lalu? carikan solusinya! Bukan berarti sudah

dekat baru dicari. Seharusnya setelah Porprov IX itu, sudah ada gambarannya, mana yang perlu dievaluasi?” ungkapnya. Begitu juga dengan evaluasi atlet dan cabang olahraga, seharusnya sudah dilakukan sejak lama. Apalagi, menurut Mulyadi, saat ini semua cabor dan para atlet sudah mempersiapkan diri. “Kalau dipangkas, akan menimbulkan kekecewaan, sehingga timbul image yang tidak baik terhadap pembangunan di bidang olahraga Kabupaten Bengkayang,” ungkap Mulyadi. Dia berharap jumlah atlet dan cabang olahraga untuk Porprov X dipertahankan, jangan dipangkas. “Kalau bisa ditambah lagi. Kalau ini dikurangi berarti sebuah kemunduran bagi pembinaan olahraga Kabupaten Bengkayang. Kalau pemangkasan cabor dan atlet itu karena masalah dana, itu tanggungjawab Pemda Bengkayang dan bagaimana KONI menyiapkannya?” ungkapnya. Ia juga mengatakan bahwa KONI semestinya bisa saja mencari pihak sponsor yang mau memberikan bantuan dana. Misalnya dari perusahaan-perusahaan yang ada. “Bisa saja, selagi itu tidak dilarang dan sesuai ketentuan. Tapi itu juga seharusnya disiapkan dari awal, karena ini even empat tahunan. Jadi sejak 2006 itu harusnya sudah dipersiapkan,” tuntas Mulyadi. (ody)

Buah Demokrasi untuk Reformasi SINGKAWANG – Eki Barlianta, sekjen DPD Forum Persaudaraan Anak Bangsa (F.PAB) Kalbar menegaskan bahwa demokrasi adalah sebuah tatanan atau sebuah sistem dalam suatu pemerintahan, yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Atau dengan kata lain, dapat pula diartikan pemerintahan yang didasarkan pada kedaulatan rakyat. “Berdasarkan hal tersebut, maka sudah selayaknya siapapun yang menjadi pemimpin dalam suatu tatanan pemerintahan yang mengatasnamakan demokrasi, untuk menjalankan sepenuhnya apa yang menjadi amanah rakyatnya,” kata Eki kepada Pontianak Post. Ia menambahkan, demokrasi memang akan selalu menimbulkan pro dan kontra. Namun keadaan tersebut bukan untuk dijadikan sebagai tameng dalam menggalang political will dan political power untuk mempertahankan imej

atau kesan bahwa sang penguasalah yang harus tetap berkuasa. Hingarbingarnya demokrasi sudah terdengar dan terlaksana sejak RI merdeka sampai ke pelosok tanah air, termasuklah Singkawang. Bahkan, kata dia, untuk mencapai suatu sistem demokrasi yang sempurna, telah terjadi suatu perubahan pada semua lini dan aspek kehidupan masyarakat. Termasuk pula sistem birokrasi sehingga perubahan ini tertuang dalam perjalanan sejarah RI. Tepatnya 1998, ketika era Orde Baru sudah tidak berdaya lagi untuk mengakomodir apa yang menjadi tuntutan rakyat, maka muncul suatu pergerakan nasional dari Sabang sampai Merauke yang dikenal dengan reformasi. Ia menambahkan, reformasi sudah berjalan di seluruh tanah air selama lebih kurang dua dekade dengan empat agenda utamanya yaitu bubarkan Orde Baru dan partainya, hapuskan

dwifungsi ABRI, hapuskan KKN serta tegakkan supremasi hukum dan HAM ternyata tidak berjalan mulus seperti apa yang menjadi cita-cita reformasi khususnya di Kota Singkawang. “Sungguh sangat miris hal tersebut terjadi hanya karena ulah oknum-oknum yang hanya menjadikan reformasi sebagai tameng untuk menjalankan political will dan political powernya dengan tidak mengindahkan salah satu agenda reformasi yaitu hapuskan KKN demi mendapatkan keuntungan baik secara pribadi, kelompok maupun golongannya,” tegasnya. Reformasi di Indonesia dilaksanakan penuh dengan spirit persatuan dan kesatuan serta memerlukan spirit nasionalisme yang tinggi. “Sehingga sungguh sangat naif rasanya dan sangat tidak beretika bagi siapapun juga yang hendak menghilangkan spirit-spirit dimaksud,” ungkapnya. Dijelaskan Eki, reformasi yang

dilaksanakan secara nasional seharusnya menjadi cerminan bagi setiap pemimpin di daerah termasuklah Singkawang menjalankan hal serupa dengan mengacu pada spirit persatuan dan kesatuan serta spirit nasionalisme yang tinggi. “Namun fakta reformasi di Kota Singkawang saat ini sudah berada sangat jauh dari cita-cita reformasi, salah satu diantaranya adalah ketika muncul permasalahan patung naga yang ditanggapi secara beragam oleh masyarakat Kota Singkawang,” ujarnya. “Jelas tampak secara nyata bahwa spirit persatuan dan kesatuan serta spirit nasionalisme dalam era reformasi pada system pemerintahan demokrasi di Kota Singkawang sudah sangat-sangat memudar,” katanya lagi. Eki menegaskan, euforia pro dan kontra terhadap berdirinya patung naga di Kota Singkawang telah dijadikan sebagai suatu kesempatan

dan ajang unjuk kekuatan sekaligus kekuasaan bagi orang-orang tertentu, menciptakan suatu kondisi yang menguntungkan baik secara pribadi, kelompok maupun golongannya. Maka, kata dia, tidak perlu diulas kembali aksi-aksi yang telah terjadi beberapa waktu yang lalu di Kota Singkawang dalam kaitannya dengan patung naga. Tentunya aksi-aksi tersebut adalah buah dari demokrasi di era Reformasi khususnya di Kota Singkawang. Euforia pro dan kontra patung naga, menurut dia, akan menjadi polemik di tengah masyarakat ketika pemimpinnya tidak mampu melakukan suatu tindakan yang dapat menguntungkan semua pihak. “Atau dengan kata lain memberikan win win solution sehingga dapat menjaga situasi dan kondisi Kota Singkawang selalu kondusif,” tegasnya. Demokrasi di era reformasi, kata dia,

tidak memandang seseorang, baik secara individu, kelompok maupun golongan. Akan tetapi, lanjut dia, justru memandang setiap individu sebagai satu kesatuan yang utuh. “Yang seharusnya secara sadar dapat kita pahami bahwa sebagai satu kesatuan yang utuh, kita tidak dengan mudah dapat terpancing untuk menjadi pecahan-pecahan kecil yang justru dapat merugikan diri sendiri,” katanya. “Berdirinya patung naga bukan segala-galanya untuk Kota Singkawang yang memiliki beragam suku, budaya dan agama yang selama ini telah hidup secara berdampingan, tentunya tidak bisa dipertaruhkan hanya karena permasalahan patung naga yang diikuti dengan adanya kepentingan-kepentingan baik secara pribadi, kelompok maupun golongan,” tegas Eki. (ody)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.