Pontianak Post

Page 15

Pontianak Post

Senin 11 April 2011

ANEKA PONTIANAK

Tindak Pembakar Lahan

Developer Perumahan Bakar ...

Sambungan dari halaman 9

Sambungan dari halaman 9

keringanan untuk mereka,” tandas Darmawan kemarin. Perlakuan untuk perusahaan perkebunan ini diakui berbeda dengan perlakuan terhadap masyarakat pembakar lahan. Khusus untuk masyarakat, menurutnya proses penindakan cenderung mempertimbangkan aspek kemanusiaan. Apalagi luas lahan yang terbakar relatif kecil. Selama ini, kata Darmawan, pihaknya terus melakukan pemantauan di lapangan dan bekerjasama dengan tim pos pengaduan lingkungan dan instansi terkait dalam menanggulangi kebakaran lahan. Sebagai contoh adalah lahan perkebunan PT PSP di Purun belum lama ini. Di samping memonitor kejadian kebakaran, pihaknya juga mengkaji kemungkinan adanya unsur kesengajaan dalam kebakaran tersebut. “Tetapi kadang-kadang kita agak sulit untuk mencari bukti, apakah lahan benar-benar dibakar dengan sengaja oleh pihak perusahaan. Untuk itu, mau tidak mau pelaku harus tertangkap tangan,” katanya. Ketika proses hukum PT Wilmar beberapa tahun lalu, masalah bukti ini juga menjadi kendala sehingga terdakwa dibebaskan oleh Pengadilan Kota Singkawang. Peristiwa tersebut

dipandang sebagai sebuah bahan pelajaran berharga bagi BLH. Melihat kesulitan ini, untuk sementara BLH lebih cenderung melakukan upaya-upaya pembinaan kepada pihak perusahaan. Upaya pembinaan ini misalnya dengan mengingatkan pihak perusahaan tentang persiapan sarana prasarana penanggulangan kebakaran, penyiapan embung air dan lain-lain. “Itu memang ada tahapan atau tata caranya. Kita tidak berani bawa ke pengadilan kalau data atau bukti kita tidak kuat,” ujarnya. Di sisi lain, tambah Darmawan, sebetulnya di sektor perkebunan, upaya pengontrolan atau pencegahan pembakaran lahan sudah sangat ketat. Bahkan, dalam RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil/ Konferensi Minyak Sawit Lestari), ada sanksi khusus yang diberikan kepada perusahaan yang melakukan pembakaran lahan. Dalam RSPO ini, prinsip pengelolaan perkebunan sawit secara berkelanjutan sangat ditekankan. “Kalau melanggar aturan, misalnya membuka lahan dengan cara bakar, mereka tidak bisa menjual produksi minyak sawitnya. Tidak ada yang mau beli. Karena itu, mereka sangat takut. Jadi, tanpa kita hukum pun, mereka sudah terhukum sendiri,” jelasnya. (rnl)

Pasir Zircon Menjanjikan,... Sambungan dari halaman 9

medan berpasir. Kanan kirinya hutan yang tandus. Usai melintasi jalan perkebunan kelapa sawit tersebut, terdapat beberapa titik jalan seperti kubangan lumpur. Jalan ini juga yang digunakan oleh warga untuk beraktivitas sehari-hari. Kurang lebih dua jam perjalanan darat, harus melanjutkan perjalanan dengan menggunakan speedboat. Naiknya dari sebuah dermaga di Dusun Bagan Cabe, Desa Air Hitam Besar, Kendawangan. Waktu tempuh mencapai lokasi pertambangan liar itu sekitar 1,5 jam. Dari kejauhan sudah terdengar raung mesin dong peng. Air keruh mengalir ke sungai Air Hitam. Mesin dong peng yang belum digunakan, ditambat di pinggir sungai Air Hitam. Lokasi tambang liar coba ditelusuri. Jalan menuju ke dalam lokasi dari pinggir sungai kecil itu, berupa kayu. Sekitar 50 meter berjalan kaki usai turun dari speedboat, terlihat sudah banyak bangunan rumah kayu di kanan kiri. Begitu juga menginjakkan kaki ke dalam lokasi, lebih banyak lagi rumah-rumah yang berdiri. Ada kehidupan lain di sini, selain aktivitas menambang puyak yang terus berlangsung. Raung mesin dompeng semakin terdengar. Terlihat kawasan yang cukup luas. Hamparan pasir putih membentuk gunung-gunung kecil dan kolam, tanda sudah dilakukan penggalian. Eskploitasi alam terus dilakukan untuk mencari pasir zircon. “Kadang satu hari bisa dua kampel. Satu kampelnya berisi satu kwintal,” kata KS, salah satu pria yang ditemui di warung lokasi tambang Air Hitam pekan lalu. Satu kwintal kata dia, sama dengan 100 kilogram. Di warung itu sudah ada beberapa kampel atau karung puyak yang siap diangkut. Tak jarang pekerja tambang juga dieksploitasi tenaganya, karena harga puyak yang dijual begitu murah kepada para penampung. Salah satu pekerja ditemui di lokasi tambang liar Dusun Air Hitam mengakui,

untuk satu kilogramnya puyak dihargai Rp2.800. “Biasa kami jual Rp2.800 perkilogram,” kata salah satu pekerja, Rd, kepada wartawan saat menelusuri lokasi pertambangan liar di Dusun Air Hitam, Kendawangan, pekan lalu. Harga ini tergolong murah. Bila dibandingkan dengan daerah tetangga, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, harga puyak bisa menembus Rp4.500 perkilogram. Diduga ada tekanan dari oknum pengusaha penampung kepada para pekerja di Kendawangan tersebut. Mau tidak mau, pekerja harus menjual barang hasil tambang mereka kepada pengusaha penampung. “Biasanya kalau warga tidak mau, dilaporkan ke aparat penegak hukum,” ungkap sumber Pontianak Post, yang enggan namanya dikorankan. Mendulang energi perut bumi juga dijadikan mata pencaharian bagi sebagian masyarakat. Tak hanya dari Ketapang, dari luar bumi Aleale pun rela datang untuk berjuang mencari nafkah di lokasi tambang liar. Misalnya, perempuan yang mengaku bernama I (51). Ia sudah beberapa bulan berdiam di lokasi pertambangan tersebut. Bahkan, bersama suami, anak dan menantunya. “Dalam sehari kalau di sini bisa dapat 400 kilogram puyak. Kalau emas ada juga, bisa tiga, empat, lima hingga enam gram perhari. Kadang ada yang 12 gram,” katanya. Untuk puyak, kata dia, kadang perbulan bisa mencapai 10 ton. “Kalau emas sekitar dua ons lah,” terangnya. Dia mengatakan, satu mesin modalnya hanya Rp20 juta saja. Biasanya, dibiayai oleh bos. Informasi yang diterima Pontianak Post, bos-bos yang membiayai aktivitas ini adalah orang berpengaruh dan bermodal besar tentunya. “Satu mesin itu paling habiskan 10 liter minyak. Minyaknya bos yang sediakan, tidak tahu ngambil dimana,” kata I. “Kita disini untuk kerja, cari makan,” ungkap warga asal Sambas ini. (*)

Tanpa SPj, BOS Ditahan Sambungan dari halaman 9

Mulyadi juga meminta sekolah yang sudah mendapatkan kucuran dana BOS tahap pertama, agar menyerahkan surat pertanggungjawaban (SPj). Kalau tidak menyerahkan SPj, maka dana tahap kedua tidak bisa diberikan kepada sekolah yang bersangkutan. “Harus segera menyerahkan SPj. Setelah itu, baru kami bisa kucurkan BOS tahap dua,” tegas Mulyadi. Total dana BOS yang dicairkan untuk triwulan I tersebut sebesar Rp10.499.027.199. Rinciannya, untuk Sekolah Dasar Negeri Rp5.068.872.950. SD Swasta, Rp1.635.300.000. Sedangkan untuk SMP Negeri jumlahnya Rp2.296.116.749 dan SMP Swasta Rp1.498.737.500. Dana Bos sekarang masuk di kas daerah. Kemudian, dari kas daerah ditransfer ke rekening Diknas Kota Pontianak.

Setelah itu, barulah di transfer ke rekening sekolah. Nanti kepala sekolah dan bendahara sekolah yang langsung mengambilnya. Penggunaan dana BOS ini diawasi ketat, agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan di lapangan nantinya. Dana BOS 2011 ini mengalami kenaikan sedikit dibanding tahun sebelumnya. Pada 2010 menurut dia, lebih dari Rp40 miliar. Sedangkan pada 2011 ini mencapai Rp42 miliar lebih. Kementerian Pendidikan Nasional menyatakan bawah hingga triwulan pertama 2011, hanya 182 diantara 427 kabupaten/kota yang sudah menyalurkan dana BOS kepada sekolah. Sisanya, 315 kabupaten/ kota terlambat karena berbagai persoalan administrasi dan prosedur pencairan BOS yang kini sudah ditransfer langsung ke rekening pemda. (ody)

Pontianak. “Itu sering kejadian. Mereka menyuruh masyarakat yang membakar untuk membuka dan membersihkan lahan,” ungkapnya kemarin. Cara ini dipilih pengusaha karena dianggap paling murah. Sayangnya, sampai sekarang petugas belum pernah menangkap tangan pelaku. Biasanya, kata Darmawan, tidak seorang pun ditemukan di sekitar lokasi kebakaran. “Orangnya tidak ada, tetapi apinya sudah kemana-mana,” ujarnya. Apabila tertangkap tangan, petugas siap membawa pelaku ke polisi untuk diproses lebih lanjut. Khusus untuk pelaku pembakaran dari kalangan masyarakat atau petani, Darmawan menyebutkan, beberapa tahun lalu pemprov sudah pernah melakukan penangkapan dan membawa pelaku ke polisi. Soalnya, kegiatan pembakaran yang mengganggu lingkungan memang tidak dibolehkan aturan. “Pernah tahun 2009 dulu, pelaku pembakaran di Parit H Husin kita proses ke polisi,” katanya. Hanya saja, sanksi yang diberikan diakui sangat ringan karena pertimbangan kemanusiaan. Apalagi lahan yang dibakar juga tidak terlalu

luas. Sebelum penindakan tegas terhadap masyarakat diambil, tambah Darmawan, setidaknya harus didahului oleh adanya insentif atau kompensasi dari pemerintah kepada masyarakat. Bentuk insentif atau kompensasi tersebut misalnya berupa pemberian bantuan handtractor kepada masyarakat agar mereka dapat membuka lahan tanpa bakar. Jika tidak demikian, penerapan hukum dirasakan sangat sulit. “Misalnya bantuan hand tractor itu diberikan untuk satu kelompok tani dan lalu mereka diminta menggunakannya bergiliran. Kalau insentif itu sudah kita berikan, baru kita bisa ambil tindakan hukum,” jelasnya. Anggota Komisi C DPRD Kalbar Tony Kurniady mendesak agar BLH beserta aparat terkait dapat mengejar pihak pengusaha (developer) yang melakukan pembakaran lahan. Menurut Tony, pelaku dari kalangan pengusaha tersebut harus dimintai pertanggungjawaban, ditindak tegas atau dicabut izinnya. Jangan sampai, pengusaha itu menimpakan kesalahannya kepada masyarakat. “Kalau itu sudah diketahui, harusnya ditindak tegas. BLH jangan sampai dikelabui oleh pengusaha. Bukan masyarakatnya yang dikejar tetapi pengu-

15

saha. BLH kan punya kewenangan. Kita minta BLH proaktif,” tandasnya. Hal ini mengingat dampak pembakaran lahan dan kabut asap yang ditimbulkan sangat luas. Asap telah mencemari udara sehingga mengganggu aktivitas masyarakat. Penderita infeksi saluran pernafasan akut meningkat dan upaya membangun kesehatan masyarakat juga jadi terkendala. Akibatnya, Indeks Pembangunan Manusia Kalbar menjadi kian terpuruk. Sementara itu, udara di Pontianak semakin memburuk. Pada pagi hari, indeks standar pencemaran udara mencapai 220. Padahal normalnya hanya 0-50. Menurut Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Pontianak Rusdiana, kabut tidak hanya terjadi pada malam hari, pagi hari juga demikian. “Pagi sudah ada kabut. Siang memang sudah mulai hilang, tapi sekitar pukul tiga sore, kabut mulai ada lagi, dengan kategori yang sudah tidak sehat,” katanya. Rusdiana mengimbau masyarakat Pontianak tidak membakar sampah, karena meski sedikit, sampah rumah tangga yang dibakar jika banyak akan juga menjadi penyumbang asap besar. (rnl/tin)

Demi WTP, Gencar Tarik Rumdin Sambungan dari halaman 9

untuk dialihstatus (didum). Menurut Nyarong, pemprov tidak ingin persoalan ini dibiarkan menggantung terlalu lama. Usai eksekusi tiga rumdin tersebut, masih ada sejumlah rumah dinas lain yang akan segera menyusul. Sebagaimana diberitakan, sebelumnya pemprov sudah melakukan eksekusi untuk dua rumah dinas yang ditempati mantan kepala dinas kehutanan dan mantan kepala dinas kesehatan. Lantas, bagaimana dengan

penarikan aset berupa kendaraan dinas? Menurut Nyarong, upaya itu juga akan terus dilakukan. Namun, sejauh ini tiap satuan kerja perangkat daerahmasih melakukan inventarisasi kendaraan dinas di instansinya masing-masing. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh sat pol pp ini menunjukkan bahwa pol pp tidak hanya identik dengan penertiban pedagang kaki lima. Menurut Nyarong, penertiban PKL hanya salah satu dari sekian banyak tugas yang diemban pol pp. Pada intinya, sat pol pp

mempunyai tugas memelihara dan menyelenggarakan ketenteraman dan ketertiban umum, menegakkan peraturan daerah serta keputusan kepala daerah. Ke depan, pihaknya akan terus memperdalam tugas pokok dan fungsi yang melekat pada pol pp serta berusaha melaksanakannya secara lebih optimal. “Sekarang kita sedang pelajari adanya indikasi kendaraankendaraan berat yang tidak bayar pajak, sarang walet dan lain-lain. Untuk menertibkan pembakaran lahan pun kita turun juga,” jelasnya. (rnl)

Kebakaran Dekati Pemukiman Sambungan dari halaman 16

sudah lama muncul. Yakni hampir selama empat hari lalu. Api tersebut diduga berasal dari Parit Demang. Dan terus menjalar hingga mendekat pemukiman warga di Bali Agung III. “Api sudah hampir empat hari menyala. Arah api berasal dari Parit Demang. Tapi tidak ada yang memadamkan karena dianggap jauh dari rumah. Hari ini (kemarin) apinya membesar sejak pukul 13.00,” kata

Agus. Kepanikan kebakaran lahan kali ini begitu terasa. Pengurus Masjid Komplek Bali Agung III Umul Ummah sampai harus mengeluarkan pengumuman kepada warga setempat. Seruan ditujukan kepada pria dewasa dan remaja agar bergotong royong membersihkian parit dengan segera. Sebagai upaya untuk mendapatkan sumber air. Lantaran, regu pemadam yang tiba ke lokasi tampak panik akibat keterbatasan sumber air yang

sangat dibutuhkan untuk memadamkan api. Doni (18), warga setempat mengatakan air parit mengering selama musim panas. Bersama beberapa anggota keluarga, dia berupaya menyelamatkan kedimamannya. Dengan menyemprotkan air ke dinding dan halaman rumah. Sambil berharap api tidak sampai menjalar ke pemukiman penduduk. Sementara lahan di areal hutan semak belukar yang terbakar menjadi kusam akibat jilatan api. (stm)

Kaji Kearifan Lokal Sambungan dari halaman 16

tempat yang dipandang tidak pantas secara etika, moral dan norma yang berlaku umum di masyarakat, seperti kompleks pelacuran dan perjudian, kecuali untuk kepentingan tugasnya sebagai anggota DPR. Aturan ini direncanakan juga akan disandingkan dengan kearifan lokal. “Kami juga akan mempertimbangkan kearifan lokal,

karena Kalbar kan berbeda dengan daerah lainnya. Tidak sama dengan di Jakarta. Budaya dan adat istiadat jauh berbeda,” jelasnya. Ali berharap, BK di DPRD Kalbar dapat lebih difungsikan demi menjaga citra dan nama baik DPRD. Hal ini mengingat wakil rakyat seringkali menjadi sorotan masyarakat. Dia juga mengatakan, pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota dewan dapat dibawa ke

ranah hukum. Setiap pelanggar dapat dikenai sanksi mulai dari teguran, bahkan bisa direkomendasikan untuk PAW. “PP Nomor 16 tahun 2010 mengisyaratkan adanya sanksi pidana bagi pelaku pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota dewan dan bisa berujung PAW. Itu juga diungkapkan Ketua BK DPR RI ketika melakukan sosialisasi kode etik dan tata beracara di DPRD Kalbar beberapa waktu lalu,” katanya. (rnl)

Jangan Beli Barang Curian Sambungan dari halaman 16

butuh kewaspadaan bersama agar mampu dicegah secara dini. Bentuk dukungan masyarakat banyak yang dapat dilakukan. Mulai dengan menolak penawaran barang tanpa asal usul jelas. Meski harganya murah. Karena aksi pencurian pasti membutuhkan pasar. Buat menjual hasil curian tersebut. Selain meningkatkan pengamanan di lingkungan tempat tinggal. “Kalau masyarakat bersedia membeli barang dengan harga murah. Misal labtob, telepon genggam, sepeda motor bisa

mendukung tindak kejahatan tumbuh subur. Kecuali barang yang ditawarkan bersurat lengkap. Semua bisa bebas membeli. Kalau pasar tidak mendukung, dengan sendirinya akan mematikan peluang,” kata Kapolresta. Kapolresta menambahkan, menghentikan kejahatan tidak cukup dengan tindakan hukum. Namun butuh dukungan semua pihak. Terutama masyarakat. Sebab masyarakat selain menjadi sasaran kejahatan merupakan pangsa pasar. “Hasil kejahatan pasti akan dijual pelaku. Masyarakat harus menolak dan jangan membeli. Kalau ingin

menghentikan aksi kejahatan,” kata dia. Karena itu, Kapolresta mengimbau masyarakat dapat berperan aktif menciptakan kondisi kambtibmas. Terutama menggiatkan kembali pengamanan lingkungan. Maupun memberi informasi secara cepat kepada aparat keamanan jika mengetahui tentang kejadian aksi kejahatan. Sementara pihaknya, lanjut Kapolresta, tetap menggiatkan patroli serta melakukan tindakan preventif. Dalam mengupayakan kambtibmas yang kondusif. (stm)

Api Tiga Meter dari Perumahan Komplek Bali... Sambungan dari halaman 16

kekurangan air. Parit yang nyaris kering, dibersihkan dan diperdalam untuk sumber air. Sementara warga Blok R lebih memilih untuk menebangi pohon dan semak-semak yang berada di bibir lahan. Mereka takut kalau-kalau tumbuhan kering tersebut terbakar lalu apinya menyambar rumah mereka. “Takut juga, soalnya angin kuatnya ke sini (ke arah rumah),” ujar salah seorang warga. Pemandangan hari itu, kabut asap pekat sudah menyelimuti sekitar komplek sejak pukul 12.30. Abu kebakaran terbang dan memasuki rumah penduduk. Ibu-ibu sibuk me-

nyelamatkan jemuran pakaian mereka, takut kotor oleh asap dan abu. Kebakaran ini merupakan yang kesekian kalinya sejak beberapa hari belakangan. “Kalau (kebakaran) yang besar sudah dari hari Jumat (8/10). Waktu itu dipadamkan warga dan empat mobil pemadam. Kami kira sudah benar-benar padam,” ungkap Anang Heriyana Takmi Masjid Um Mulummah. Ternyata ‘bersembunyi’ di dalam tanah gambut yang kering dan ‘mengamuk’ lagi kemarin. Untungnya api berangsurangsur mengecil setelah para pemadam kebakaran memperoleh ‘donor’ air dari sumur penduduk. Meski tidak bisa dibilang padam

sepenuhnya. Karena sumber sebenarnya berada jauh di dalam lahan. Selain oleh semak yang lebat, paling utama adalah jalan Blok R yang tidak dapat dimasuki mobil. Mobil pemadam sendiri nongkrong-nya di jalan Blok P, 50-an meter dari lahan. Sialnya, sebuah mobil milik Yayasan Pemadam Kebakaran Khatulistiwa amblas di pinggiran jalan Blok P. Ban depan dan belakang terbenam sedalam kurang lebih 50 centimeter. Perhatian warga pun beralih dari kebakaran ke amblasnya mobil. Dua jam lamanya, puluhan orang mencoba menolong mobil warna merah itu, namun gagal. Segala pengungkit sederhana dibuat, tetap gagal. (*)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.