Pontianak Post

Page 19

Pontianak Post

Opini

Rabu 10 Desember 2008

19

editorial

Birokrasi Keuangan Pendidikan Harus Ditata Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) tetap melarang pungutan dalam bentuk apa pun dari sekolah negeri kepada orang tua murid. Alasannya, sekolah negeri harus murah dan bebas biaya. Setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pidato kenegaraan Agustus lalu mengatakan bahwa pemerintah mulai tahun ajaran 2009/2010 akan memenuhi amanat UUD, yakni 20 persen dana APBN untuk pendidikan, seolah semua masalah terkait pendanaan pendidikan sekolah negeri sudah selesai. Karena itu, selain pendidik (guru) segera menerima kenaikan penghasilan minimal Rp 2 juta per bulan (Jawa Pos, 8/12), harapan untuk segera menikmati perbaikan mutu pendidikan, belajar mengajar, dan sarana belajar terus mengebu-gebu.Semudah itukah kelak kenaikan kualitas pendidikan dan belajar mengajar di negeri ini? Segampang mengucurkan dana 20 persen dari APBN itukah perbaikan mutu pendidikan di sini? Tampaknya hanya orang yang berpikiran kurang normal yang menyederhanakan persoalan terkait mutu pendidikan. Kenaikan dana operasional untuk penyelenggaraan pendidikan memang menentukan. Namun, harus dipahami bahwa dana bukan segala-galanya. Justru masalah-masalah lain pendidikan harus turut dipikirkan dan dicarikan solusi. Dalam hal ini buruknya birokrasi di banyak instansi pendidikan harus dijadikan contoh. Misalnya, sistem distribusi dana pendidikan dari kas negara yang tidak transparan dan tidak melanggar aturan hukum harus jelas. Semua orang paham birokrasi terkait pelayanan publik di bidang pendidikan tergolong amat buruk. Tidak ada kejelasan dan kepastian waktu yang bisa dipertanggungjawabkan kapan dana untuk keperluan penyelenggaraan tertentu suatu pendidikan bisa cair. Kini keadaan bisa lebih buruk karena pengeluaran untuk alokasi pendanaan apa pun harus berbasis kinerja. Sistem ini -pengeluaraan dana pemerintah berbasis kinerja- sebenarnya amat baik. Sistem ini mengikuti sistem pembukuan dan audit internasional. Hanya, sering terjadi bahwa sistem seperti ini memunculkan kecenderungan bagi para pelaksana birokrasi untuk tidak mau mengambil risiko. Karena berbasis kinerja, berarti uang tidak gampang bisa dicairkan. Salah sedikit bisa masuk bui. Program pemberantasan korupsi, selain bertujuan mulia, ternyata membawa implikasi bagi pembentukan sikap tak mau mengambil risiko. Bahkan, lebih baik program tidak jalan atau tidak dijalankan jika berisiko berhadapan dengan aparat hukum. Ini juga disebabkan dalam banyak hal terjadi ketidakjelasan mengenai pelanggaraan administratif dan pelanggaran pidana. Aturan hukum mana yang harus didahulukan pun sering rancu. Sebuah peraturan menteri kedudukannya bagi aparat birokrasi bisa melampaui UU. Bahkan, aparat birokrasi bisa terseret melakukan pelanggaran pidana hanya karena tidak menjalankan peraturan menteri sekalipun tidak melanggar UU. Celakanya, dalam sistem perundang-undangan di negeri sesungguhnya peraturan menteri berada di bawah UU.Ketidakpastian, ketidakjelasan, dan kerancuan sistem perundang-undangan juga sangat mungkin terjadi di jajaran Depdiknas. Ketika kerancuan dan kekacaubalauan posisi antarperaturan hukum yang sering terjadi kelak dalam praktiknya pendanaan yang memadai dalam penyelenggaraan pendidikan menjadi tidak banyak berguna untuk memacu peningkatan kualitas pendidikan dan pengajaran. Oleh sebab itu, kesediaan pemerintah mengalokasikan 20 APBN untuk pendidikan harus diikuti reformasi birokrasi di seluruh jajaran Depdiknas. Juga sistem birokrasi keuangan perlu segera ditata serta kekacauan posisi antarperturan hukum harus segera diperbaiki.**

RALAT

Terjadi kesalahan penulisan pada Opini terbitan hari Selasa, tanggal 9 Desember 2008. Opini berjudul “Krisis Ekonomi Global, Bagaimana dengan Sektor Kesehatan?” tertera nama penulisnya Syamsul Kurniawan. Seharusnya ditulis oleh dr Mohamad Subuh selaku Ketua IDI Wilayah Kalbar. Demikian kesalahan ini Redaksi perbaiki. Mohon maaf.

gagasan

Perlindungan Konsumen Ditengah Maraknya Produk Berbahaya Sekarang heboh jamu berbahaya, kosmetik berbahaya, makanan-minuman mengan­ dung susu bermelamin produk RRC yang berbahaya, beras mengandung bahan pengawet berbahaya dan seterusnya. Apa yang salah, sehingga kejadian seperti selalu berulang, kemanakah peran pengawa­ san dari instansi-instansi yang berwenang mengeluarkanizin produksi, izin berlaku danbe­re­darnya suatu produk? Sebuah tanda tanya besar. Jelas konsumen lagi-lagi menjadi korban. Semakin terbuka­ nya pasar sebagai akibat dari proses mekanisme pasar yang berkembang adalah hal yang tak dapat dielakkan. Seringkali dalam transaksi ekonomi yang terjadi terdapat permasalahanpermasalahan yang menyangkut persoalan sengketa dan ketidakpuasan konsumen akibat produk yang di konsumsinya tidak memenuhi kualitas standar, bahkan ada yang membahayakan. Karenanya, adanya jaminan peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan jasa yang diperolehnya di pasar menjadi urgen. Jaminan Hak Konsumen Berdasarkan UU Nomor Ta­ hun 1999, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlin­ dungan kepada konsumen. Nah, dari itu, perlindungan konsumen fokusnya bertujuan pada usaha meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian

konsumen untuk melindungi diri, mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan jasa, meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. Kemudian sebenarnya, adanya UU ini cukup representatif apabila telah dipahami oleh semua pihak, karena didalamnya juga memuat tentang upaya menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan ke­ terbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi, menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan, konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha, kewajiban mereka untuk meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, ke­sehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen. Kemudian di dalam UU Perlindungan Konsumen pun diatur tentang pelarangan bagi pelaku usaha yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label. Hak-hak konsumen dalam UU Nomor 8 Tahun 1999, telah diatur secara jelas. Konsumen mempunyai hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan jasa, hak untuk memilih barang dan jasa serta mendapatkan

Oleh: Rudy Handoko barang dan jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Kemudian konsumen berhak pula atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan jasa, hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan, hak untuk mendapatkan advokasi, perlin­ dungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsu­ men secara patut, hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang dan jasa yang diterima tidak sesuai kualitasnya atau tidak sebagaimana mestinya. Namun, memang pada realitanya, terkadang konsumen seringkali berada pada posisi yang kurang menguntungkan dan daya tawarnya lemah. Ini karena mere­ka belum memahami hak-hak mereka dan terkadang sudah menganggap itu persoalan biasa saja. Untuk itu mesti dibangun ge­rakan secara massif antar ele­men masyarakat yang care terhadap advokasi kepentingan konsumen. Peran Lembaga Perlin­ dungan Konsumen Dalam hal ini, peran lembaga yang bergerak di bidang perlin­ dungan konsumen menjadi pen­ ting, peran-peran ini diakui oleh pemerintah. Lembaga perlin­ dungan konsumen yang secara swadaya didirikan masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan

perlindungan konsumen. Lembaga perlindungan konsumen berperan untuk menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa, memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya, serta bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindu­ ngan konsumen, membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk mene­ rima keluhan atau pengaduan konsumen, melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen. Peran Lembaga Pengawasan Secara nasional, selama ini dapat dinilai bahwa yang bertanggung jawab terhadap pengawasan peredaran barang-barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat adalah BPOM dan departemen terkait yang mengeluarkan izin produksi, perdagangan dan peredaran suatu produk. Mestinya pihak-pihak ini teliti sebelum mengeluarkan izin terhadap suatu produk, jangan sampai ‘dikibuli’ pengusaha, yang akhirnya rakyat dirugikan oleh hadirnya produk yang membahayakan. Untuk konteks daerah, BPOM dan dinas-dinas terkait juga selalu reaktif dalam menanggapi persoalan. Seharusnya mereka lebih proaktif dan antisipatif, bukan menunggu telah muncul kasus ke permukaan akibat keluhan konsumen baru mereka bertindak. Kemudian, problem

pembinaan terhadap pelaku usaha juga mesti diperhatikan agar tumbuh kesadaran mere­ka untuk tidak memproduksi produkproduk yang tidak ber­kualitas dan menjualnya kepada konsumen. Lebih lanjut, penindakan secara hukum mesti tegas agar tidak menjadi preseden buruk dan kejadiannya berulang. Kewajiban Konsumen Untuk itu, konsumen pun perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya. Sosialisasi perlindu­ ngan konsumen mesti dilakukan terutama untuk strata sosial menengah ke bawah, dengan asumsi bahwa untuk konsumen dari strata menengah ke bawah inilah yang lebih rentan terhadap masalah-masalah yang memerlukan perlindungan konsumen akibat ketidakpahaman mereka. Keberpihakan kepada konsumen dimaksudkan untuk meningkatkan sikap peduli yang tinggi terhadap konsumen (wise consumerism). Untuk peningkatan kesadaran dan kewaspa­ daan konsumen, konsumen juga memiliki kewajiban untuk membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan jasa, demi keamanan dan keselamatan. Maka telitilah sebelum membeli dan mengkonsumsi suatu produk! ** *) Penulis; Pegiat Lembaga Studi Sosial dan Demokrasi (eLSSiDe); Divisi Riset JARI Orwil Borneo Barat.

Pemimpin Ideal Menurut Perspektif Kebangsaan Ayo Basmi Korupsi dengan Segala Cara Menyambut Hari Korupsi Dunia pada 9 Desember 2008 (hari ini), mari kita tuntaskan penyakit kronis korupsi di negeri ini secara baik dan tuntas. Jangan setengah-tengah! Jangan memandang siapa yang korupsi dan pangkatnya. Korup­ si adalah penyakit akut yang harus kita basmi dengan segala cara. Sehingga, diperlukan sosok orang yang supergila dalam menangani korupsi di negeri ini. Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan, negeri kita bisa bebas korupsi pada 2025. Pertanyaannya, mampukah hal itu terwujud? Korupsi seolah tidak pernah akan berhenti selama denyut nadi manusia masih ada. Karena itu, kita harus berani membuat gebrakan nasional sehingga korupsi benar-benar habis dan berhenti serta setiap orang akan takut berbuat korupsi.

Pojok

Wisnu Widjaja Kalibuntu, Panggung, Tegal

Anggaran pendidikan di Kalbar disetujui 13,75 persen. * Padahal usulan 14,41 %. Dua pasang pelajar SMA ditangkap satu kamar. * Inikah hasilnya?

Pawang

Pontianak Post

Sudah berkali-kali kita memilih pemimpin mulai dari tingkat RT sampai presiden maupun wakil rakyat melalui pemilihan umum maupun pemilihan Kepala Daerah dan desa. Dengan pengalaman yang banyak, seharusnya kita tidak salah lagi dalam memilih, se­ hingga pemimpin yang terpilih adalah pemimpin yang ideal. Persoalannya adalah pemimpin ideal yang didambakan oleh banyak orang makin sulit dipe­ roleh karena kriteria yang di­­ per­g unakan sangat beragam dan selalu dilatarbelakangi kepentingan golongan, kelompok, etnik, daerah dan partai. Masing-masing kelompok atau golongan memiliki kepenti­ ngan dan untuk memenangkan kepentingannya, ada orang yang sudah terbiasa menghalalkan segala cara. Orang partai memiliki kepentingan, pengusaha, organi­ sasi sosial, pemuda, mahasiswa, wartawan, dosen, guru dan lainlain juga memiliki kepentingan. Mereka berdikusi, berdebat atau mengajukan argumentasi untuk meyakinkan kelompok lain agar mendukung pemimpin

ideal menurut kepentingannya masing-masing. Mereka yang tidak puas melalui perdebatan, ada yang memasang iklan di media elektronik maupun cetak untuk membangun citra baik, memasang baliho, berkunjung ke pasar dengan memborong makanan atau bahan pangan, membantu masjid, pondok pesantren, membantu membangun gedung atau jalan dan tentu ada juga yang obral janji, melakukan intimidasi, mendatangkan artis atau menggelar kesenian rakyat. Hal ini bermakna bahwa makin beragam kepenting­ an makin sulit memperoleh pemimpin yang ideal. Orang partai berkepentingan untuk menolak calon independen, sedangkan warga yang kurang percaya dengan partai sangat berkepentingan untuk menampilkan calon independen. Partai besar mensyaratkan calon presiden harus didukung minimal 20 persen, sehingga pesaing mereka sedikit karena partai yang memiliki suara besar sangat langka, sedangkan partai kecil memiliki kepenti­n gan cukup 3 persen dukungan sudah

Oleh: Ngusmanto dapat mengajukan calon presiden. Supaya kepentingan terakomodasi, mereka melakukan kompromi. Jika langkah kompromi sulit diwujudkan, partai besar bisa memilih cara voting atau melakukan tekanan kepada partai yang kecil dan berbeda kepentingan. Kepen­tingan golongan, kelompok, partai dan daerah ada yang sejalan dengan kepentingan bangsa dan negara, tetapi ada pula yang berbeda atau tidak sejalan, terutama dalam penentuan pemimpin yang ideal. Ada kelompok yang memandang bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang berjenis kelamin laki-laki karena memiliki waktu banyak dan bisa keluar kapan saja untuk bertemu dengan warganya. Kelom­p ok lain menyatakan bahwa pemimpin yang baik harus beragama tertentu, berlatar belakang sipil, dari etnik tertentu dan seorang lulusan perguruan tinggi. Kelompok lain menyatakan bahwa pemimpin yang ideal adalah pemimpin

yang memiliki latar belakang militer karena tegas dan berwibawa, berumur di bawah 50 tahun atau berasal dari generasi muda, terbebas dari dosa Orde Baru dan reformis. Apabila perdebatan terus berlatar belakang kepentingan dan pengentalan primordialis­me (agama, etnik, asal dae­rah dan jenis kelamin) maka pemimpin ideal akan makin sulit dilahirkan. Untuk itu, agar pemimpin ideal yang didambakan dapat diwujudkan maka pemimpin ideal menurut prespektif wawasan kebangsaaan perlu menjadi pola pikir, pola sikap dan pola tindak kita. Pemimpin ideal menurut perspektif wawasan kebangsaan sangat sederhana yaitu pemimpin yang bersumber dari Putra-Putri Warga Negara Indonesia terbaik tanpa membedakan laki-laki atau perempuan, militer atau sipil, agama tertentu, etnik tertentu, muda atau tua, sarjana atau bukan sarjana dan daerah tertentu. Kata kunci pemimpin ideal adalah pemimpin yang berasal dari putra putri WNI terbaik, tanpa melihat atau membedakan jenis kelamin, etnik, agama,

asal daerah, muda atau tua, dan atau sipil atau militer, sarjana atau bukan. Lebih tegas lagi, pemimpin ideal adalah pemimpin terbaik dalam makna yang obyektif dan didasarkan pada kepentingan bangsa dan negara, bukan kepentingan golongan, kelompok dan partai. Pemimpin demikian akan memperlakukan siapa saja secara adil, siapapun yang datang (pendukung maupun bukan pendukung) adalah anak atau warganya, akan bertindak obyektif, memiliki kepribadian dan moral terpercaya, tidak pilih kasih, cinta tanah air, rela berkorban, berani menegakkan kebenaran dan keadilan, dapat menumbuhkan kesetiakawanan sosial, siap menerima kritik dan jika menghadapi permasalahan dan kegagalan tidak akan mencari kambing hitam, mendapat simpati dan kepercayaan rakyat serta didukung program atau kebijakannya. Alangkah indahnya kita memiliki pemimpinan nasional maupun daerah yang demikian. ** *) Penulis, Ketua LPKM Untan dan Dosen Fisip Untan.

Terbit 7 Kali Seminggu. Izin terbit Menteri Penerangan RI No. 028/SK/Menpen/SIUP/A7. Tanggal 3 Februari 1986. Per­setujuan Peru­bahan Nama No: 95A/Ditjend. PPG/K/1998 Tanggal 11­September 1998. Alamat Redaksi dan Tata Usaha: Jalan Gajah Mada No. 2-4 Pontianak 78121. Kotak Pos 1036. Fax. (0561) 736607. Telepon Redak­si: (0561) 735070.Telepon Iklan/Pema­saran:735071. Hunting (Untuk seluruh bagian) Fax. Iklan 749637. Email: redaksi @pon­tianakpost.com. Penerbit: PT.Akcaya Utama Press PERTAMA DAN TERUTAMA DI KALIMANTAN BARAT Pontianak. Pembina: Eric Samola, SH, Dahlan Iskan. Pemimpin Umum: Tabrani Hadi. Pemimpin Re­daksi/Penang­gung Jawab: B Salman. Wakil Pemimpin Redaksi : Nies Alantas. Pe­mimpin Perusahaan: M. Nurdin Idris. Sidang Redaksi: Abu Sofian, H Holdi, Muslim Minhard, Surhan Sani, Mela Danisari, Mursalin, Khairul­rahman. Sekre­taris Redaksi: Endah Djaniawati. Dewan Pengarah Redaksi: Agusno Sumantri. Staf Redaksi: Marius AP, Mizar B, Donatus Budiono, Budi Darmawan, U Ronald, Efrizan, Asianti Jawa Pos Group Falevy, Budianto, Chairunnisya, M Khusdarmadi, Pracetak/Artistik: Karnadi (Koordinator), Abdurahman, Sartika, Ratnawati, Sujarwadi, Muhsinin, Heri S, Sudarmadi, Grafis: A.Riyanto, Ilustrator: Kessusanto, Sigit. Fotografer: Timbul Mudjadi, Bea­ring, Sando Shafella. Biro Singkawang: U Ronald, Zulkarnaen Fauzi, Hari Kurniathama (Jl. Gunung Raya No.15 Telepon (0562) 631912). Biro Sambas: Mursalin (Jl P Anom Telp (0562) 392683) Biro Sanggau: Anto Winarno (Jl. Sudirman No. 4 Telp. (0564) 21323). Biro Ketapang: Adi Chandra, Andre Januardi (Jl. Gajahmada No. 172. Telp. (0534) 35514). Kabupaten Pontianak: Hamdan, Pringgo. Biro Sintang: Mustaan, Budiman. Pema­saran/Sirkulasi: Tri Hanjaya. Iklan: Dewiyanti.S. Percetakan: Surdi. Devisi Event/Kombis: Robert Iskandar Jakarta: Max Yusuf Alkadrie, Bank: BPD Kalbar, BEII, Bapin­do. Harga Lang­ganan per 1 Bulan dalam kota Rp 65.000,- (luar kota tambah ongkos kirim). Tarif iklan: Per mm kolom hitam putih Rp 20.000,- spot colour Rp 25.000,- full colour Rp 30.000,- Iklan baris Rp 8.000,- per baris (minimal 2 baris, mak­­si­mal 10 baris) pem­bayaran di muka. Telepon Langganan/ Pengaduan: 735071. Iklan: 730251. Perwakilan Jakarta: Jl. Jeruk Purut-Al-Ma’ruf No.4 Pasar Ming­gu, Jakarta Selatan 12560. Telepon: 78840827 Fax. (021) 78840828. Percetakan: PT.Akcaya Pariwara Pontianak. Anggota SPS-SGP ISSN 0215-9767. Isi di luar tanggung jawab percetakan.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.