Pontianak Post

Page 15

Pontianak Post

OPINI

Sabtu 6 Maret 2010

20 15 29 18 30 22 27 28 29

Menuju Kota Berwawasan Lingkungan

Editorial

Menunggu Wakil Rakyat Berkelahi Lagi BANYAK pelajaran yang bisa dipetik dari Pansus Hak Angket Kasus Bank Century. Sebagai sebuah rangkaian kerja politik, kasus Bank Century sungguh sarat nilai meskipun hasil pansus itu sendiri masih jauh dari memuaskan. Nilai itu, misalnya, semua tahu bahwa tak ada kesetiaan abadi dalam politik. Tapi, melihat pembelotan partai-partai yang berkoalisi dengan Partai Demokrat, yang di era kepemimpinan SBY-Boediono ini mendapat jatah menteri, tetaplah mencengangkan. Belum setahun gerbong pemerintahan SBY-Boediono berjalan, tapi sudah mendapat ancaman ketidakharmonisan di internal kabinetnya. Lobi, negosiasi, dan pingpong politik yang dilontarkan SBY beberapa hari menjelang sidang paripurna bahwa dia akan me-reshufle menteri-menteri dari partai anggota koalisi agar sikapnya melunak ternyata tak kesampaian. Malah sikap “melawan” terhadap ancaman reshuffle itu justru ditunjukkan dengan vulgar saat voting pemilihan opsi apakah kebijakan bailout salah atau tidak. Di sini kita bisa membayangkan suasana batin seperti apa yang terjadi di lingkaran istana sekarang ini. Ketidakharmonisan kabinet telah berulang-ulang memberikan kita pengalaman buruk, karena konflik internal akhirnya lebih banyak menguras energi ketimbang tenaga yang dicurahkan untuk melaksanakan program kerja para menteri. Dan, tanda-tanda itu telah nyata ditunjukkan lewat perjalanan Pansus Century. Kita terkesima dengan gaya Gayus Lumbuun sekaligus termehek-mehek oleh ulah Ruhut Sitompul juga karena ada Pansus Bank Century. Gayus yang tutur katanya berusaha mewakili perasaan rakyat kebanyakan setidaknya memberi kita harapan bahwa tidak semua wakil rakyat mengecewakan. Gayus dan segelintir wakil rakyat yang lain itu bisa menjadi secercah sisi cerah akan keterwakilan perasaan rakyat di gedung dewan meski sisi lainnya tetap lebih mirip dengan kepalsuan dalam sinetron dan dagelan memuakkan. Di luar gedung DPR para demonstran ingar-bingar dengan retorikanya sendiri. Masih ingat kasus demo dengan cara menuntun kerbau di Bundaran HI kapan hari itu? Ciri khas demonstrasi adalah: semakin diperhatikan, diliput, disiarkan, dan disebarluaskan, semakin merasa sukseslah sang demonstran. Kasus demo dengan kerbau telah menjadi polemik karena SBY pun merasa tersentil dengan penggambaran kerbau yang malas dan tidak pintar. Karena demo itu, polisi lantas melarang para demonstran berunjuk rasa dengan melibatkan binatang. Di saat sidang paripurna Pansus Bank Century para demonstran sebenarnya bertindak lebih gila lagi. Mereka bahkan ada yang membawa seekor babi yang ditempeli foto Wapres Boediono. Tapi, esoknya, koran-koran ternyata bersikap bijak dan tak berminat dengan memuat foto demo yang tak mengindahkan etika itu. Ini tentu pelajaran penting bagi siapa pun. Bagi demonstran, meski demokrasi menjamin kebebasan dalam menyampaikan pendapat, ada etika yang tak boleh diinjak dan dicampakkan begitu saja. Media juga punya tugas penting untuk tidak gegabah melahap hal-hal yang secara visual terlihat atraktif. Pelajaran lain, banyak yang menilai kericuhan yang terjadi di akhir sidang Pansus Bank Century tak ubahnya perilaku siswa taman kanak-kanak seperti kata Gus Dur. Terhadap hal ini, agaknya kita musti lebih teliti dalam menafsir sindiran Gus Dur. Perkelahian yang dimaksud Gus Dur tentu bukan semua bentuk perkelahian. Kalau perkelahian itu seperti yang ditunjukkan para wakil rakyat di pansus, yang berkelahi karena kepentingan golongannya, tentu kita pantas malu. Tapi, kalau suatu saat nanti para wakil rakyat berkelahi karena benar-benar ingin memperjuangkan aspirasi rakyat, kita pasti senang adanya. Itu karena perjuangan wakil kita setara dengan gaji tinggi dan aneka fasilitas yang diterimanya. (*)

gagasan

Siaran Berita Bilingual PADA 1990-an, di layar televisi terdapat orang di dalam lingkaran sedang memeragakan kecakapan tangannya ketika pembaca berita menyampaikan laporan. Orang itu disebut penerjemah bahasa isyarat. Dia bertugas menerjemahkan isi berita agar dapat dinikmati kaum tunarungu. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, hal tersebut tidak pernah muncul lagi. Padahal, hakikat penyiaran berita adalah menyampaikan informasi secara jelas untuk semua masyarakat, tidak terkecuali tunarungu. Alangkah baiknya kalau sekarang penerjemah bahasa isyarat itu dihadirkan kembali, khususnya untuk acara-acara penting seperti berita. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) seharusnya mengimbau seluruh stasiun televisi untuk melakukan siaran berita bilingual. Novi Sukma D

Pontianak Post

Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingku­ ngan dan melindungi investasi pembangunan. Pada umumnya paradigma masyarakat terhadap sampah dengan sifat padat yang dihasilkan dari aktivitas rumah tangga adalah benda yang yang tidak lagi diinginkan atau tidak bernilai ekonomis. Dengan adanya UU No. 18 /2008, keseriusan dan keharusan pengelolaan sampah mulai diperhatikan dari hulu (sumber sampah) sampai hilir (tempat pembuangan akhir) dengan implementasi konsep seperti 3 R sampai 5 R, sedangkan pada masyarakat penekanan 3 R lebih diutamakan, karena memaksimalkan pencapaian dengan 3 R saja sudah cukup banyak menangani masalah sampah. Reuse, Reduse, Recycle kemudian ditambah Revalue dan Recovery. Reduse yaitu mengurangi timbunan sampah, Reuse yaitu dengan upaya pemanfaatan kembali sampah atau barang yang sudah tidak berguna lagi. Recycle adalah pendaurulangan dari sampah menjadi produk lain yang bernilai ekonomis. Recovery adalah menemukan kegunaan atau manfaat lain dari

barang tersebut. Dan revalue yaitu memberi nilai dari barang yang disampahkan agar dapat dijual sebagai barang bekas layak pakai. Kota Pontianak merupakan Ibukota Propinsi Kalimantan Barat yang terdiri dari 6 (enam) kecamatan dan terbagi menjadi 29 (dua puluh sembilan) kelurahan dengan luas 107,82 km². Jumlah penduduk di Kota Pontianak setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dimana pada tahun 1980 jumlah penduduk keseluruhan mencapai 299.490 jiwa, dalam kurun waktu 10 tahun kedepan tahun 1990 meningkat menjadi 396.658 jiwa, sedangkan pada tahun 2000 jumlah penduduk keseluruhan mencapai 464.534 jiwa. Pada 2008 jumlah penduduk mencapai 543.996 (sumber BPS Kota Pontianak 2008). Peningkatan jumlah penduduk dan laju pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat di kota Pontianak akan memberikan dampak pada jumlah sampah yang dihasilkan. Dari beberapa kajian yang ada, diketahui bahwa sampah yang dihasilkan oleh masyarakat perkotaan untuk setiap jiwanya sebesar 2 kg per hari sehingga sampah yang ada di kota Pontianak sekitar 1083 ton setiap harinya. Begitu banyaknya sampah tentunya diperlukan

Dalam sebuah catatan per­ jalanan seorang nahkoda kapal Gubernur Stanford, bahwa kota Singkawang merupakan kota pelabuhan dan niaga yang selalu menjadi penyuplai bahan-bahan kebutuhan pokok untuk pendu­duk Kota Monterado pada abad 18 dan 19 (Nukilan Catatan Per­jalanan Goerge Windsor Earl dalam alih bahasa “Monterado Tempo Doeloe” oleh: M. J Mooridjan). Mayoritas penduduk Kota Singkawang dihuni oleh etnis China, lalu disusul oleh etnis Dayak dan Melayu. Sehingga tidak mengherankan jika Singkawang juga dikenal dengan kota Amoy. Secara etimologi Singkawang berasal dari tiga suku kata dialek bahasa Hakka yakni; San yang berarti gunung, Khew berarti muara dan Jong berarti lautan, dengan demikian Kota Singkawang merupakan kota yang terletak diantara gunung dan muara dan dekat dengan lautan (bdk. X.F. Asali; 2008:106). Pada masa orde baru, kota Singkawang merupakan ibu kota pemerintah tingkat II Kab. Sambas. Sebagai ibukota Kabupaten juga kota administratif (kotif), tentu geliat kota Singkawang masa itu, cukup memegang peranan penting dalam tata niaga di Kalbar, selain kota Pontianak sendiri yang merupakan Ibu Kota Provinsi. Setelah gelombang reformasi menghempas rezim orde baru dengan turunnya Presiden Soeharto dari tahtanya, maka terjadi suatu perubahan dalam sistem pemerintahan, tuntutan otonomi daerah semakin menguat dari daerah-daerah yang telah jenuh dengan sentralisasi pemerintahan orde baru. Maka sesuai dengan UU. No 22. Tahun 1999 mengenai otonomi daerah, terjadilah pemekaran daerah dihampir seluruh provinsi dan kabupaten di seluruh Indonesia. Begitu juga yang terjadi pada kota Singkawang yang sebelumnya sebagai Ibukota Kab. Sambas, akhirnya masuk wilayah Kab. Bengkayang setelah terjadi pemekaran Kab. Sambas. Kota Singkawang yang memiliki fasilitas yang lebih siap untuk menjadi ibu kota Bengkayang

hanya seumur jagung, karena setelah pembangunan fisik gedung perkantoran pemerintahan di Kota Bengkayang selesai, maka secara otomatis ibukota Kab. Bengkayang pun pindah Ke Kota Bengkayang yang sebelumnya hanya sebagai kota Kecamatan. Setelah beberapa tahun masuk dalam wilayah pemerintahan Kab. Bangkayang, geliat kota Singkawang perlahan-lahan redup sebagai kota rujukan tata niaga yang pernah jaya di zaman sebelumnya. Namun pada tahun 2003, akhirnya Singkawang kembali menjadi kota mandiri yang dikenal dengan sebutan Pemerintahan Kota (Pemkot) dengan walikota sebagai kepala daerahnya. Sebagai walikota pertama Pemerintah Kota (Pemkot) Singkawang, Awang Ishak dan Raymundus Saelan sebagai wakilnya, berusaha menata kembali Kota Singkawang menuju kota tata niaga yang pernah jaya pada masa sebelumnya. Maka pembangunan-pembangunan fisik mulai menggeliat, semua sektor mulai diperhatikan, khususnya pendidikan, kesehatan, jalan raya, pelabuhan sebagai prioritas. Namun Awang Ishak harus puas dengan pembangunan yang telah dia mulai selama lima tahun, karena untuk meneruskan apa yang telah dimulainya untuk kota Singkawang gagal setelah dalam pilkada 2007 harus mengakui keunggulan Hasan Karman dan Edy R.Yacoub untuk memimpin Singkawang periode 2007-2012. Dengan slogan “Spektakuler” dalam kampanye pilkada 2007, Hasan Karman dan Edy R. Jacoub hendak menunjukkan bahwa Kota Singkawang memiliki potensi sumber daya manusia, sosial, budaya, ekonomi, dstnya yang dapat membawa kesejahteraan bagi warganya. Sekedar untuk mengatakan beberapa hal spektakuler yang terjadi di Kota Singkawang dalam kepemimpinan Hasan Karman dan Edy R. Yacoub, antara lain; kota bersih yang memperoleh Adipura, Kota penyelenggara MTQ dengan mempertunjukkan penari 1.000 tahar, perayaan Cap Go Meh yang beberapa kali mencatat rekor

Oleh: Muhammad Dipo Alam ST MT penanganan yang tepat demi mewujukan visi yaitu Pontianak Kota Khatulistiwa Berwawasan Lingkungan Terdepan di Kalimantan Tahun 2025. Penanganan yang tepat juga juga akan mengurangi kebiasaan masyarakat yang membakar sampah walaupun kebiasaan membakar sampah secara bebas memang sudah membudaya di masyarakat dan kebiasaan tersebut sangat sulit untuk menghentikan, namun bukan berarti tidak mungkin untuk dikurangi bahkan ditiadakan demi terwujudnya visi kota Pontianak yang kita cintai. Dapat dibayangkan jika kegiatan pembakaran sampah masih terus berlangsung di perkampungan padat dalam kota. Perlu diketahui bahwa sampah zaman dulu berbeda dengan sekarang dimana jenis-jenis sampah saat ini cenderung didominasi oleh sampah sintetis kimia seperti plastik, karet, styrofoam, logam, kaca dan sebagainya. Dari beberapa sumber diketahui bahwa apabila sampahsampah tersebut dibakar, maka akan mengeluarkan gas-gas beracun yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat yang

menghirupnya dan memperburuk kualitas lingkungan udara. Hasil pembakaran sampah plastik menghasilkan gas dioxin yang mempunyai daya racun 350 kali dibandingkan asap rokok. Dioxin termasuk super racun dan bersifat karsinogenik bila masuk kedalam jaringan tubuh manusia terutama saraf dan paru-paru, sehingga dapat mengganggu sistem saraf dan pernafasan termasuk penyebab kanker. Pembakaran styrofoam akan menghasilkan CFC yang dapat merusak lapisan ozon dan berbahaya bagi manusia. Ada beberapa persoalan yang dihadapi dalam penanganan sampah khusunya untuk kota Pontianak diantaranya adalah: pertama; sosial politik, yang menyangkut kepedulian dan komitmen pemerintah dalam menentukan pengelolaan (sampah), dalam rangka meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat mengenai penanganan sampah yang baik. Kedua, aspek sosial demografi yang meliputi sosial ekonomi (pasar dan pertokoan, dan kegiatan rumah tangga) yang semakin bertambah setiap tahunnya. Ketiga, sosial budaya yang menyangkut keberadaan dan interaksi antar lembaga adat mengenai kesadaran untuk penangan sampah yang baik dan benar kepada masyarakat. Keempat, keberadan lahan untuk tempat

penampungan sampah sementara untuk setiap kelurahan. Kelima, keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli sampah. Penanganan sampah yang baik merupakan pendekatan pengelolaan sampah yang didasarkan pada kebutuhan dan permintaan masyarakat, direncanakan, dilaksanakan (jika feasible), dikontrol dan dievaluasi bersama masyarakat. Pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) hanya­lah sebagai motivator dan fasilitator. Fungsi motivator dan fasilitator adalah memberikan dorongan agar ada jalan keluar terhadap persoalan sampah yang diha­dapi. Pada saat ini terutama di kota-kota besar peningkatan laju timbunan sampah perkotaan (2 – 4 % / tahun) jika tidak diikuti dengan penanganan yang baik tentunya akan berdampak pada pencemaran lingkungan yang selalu meningkat dari tahun ke tahunnya. Hal tersebut tentunya tidak kita inginkan bersama,semoga masyarakat semakin sadar untuk mejaga lingkungan demi terwujudnya cita-cita bersama untuk menuju Kota Khatulistiwa Berwawasan Lingkungan Terdepan di Kaliman­tan Tahun 2025. Amin. **

budaya Etnis Melayu. Hasan Karman dan Edy R. Yacoub menyadari betul bahwa dialog-dialog budaya yang saling menghargai dan toleran satu sama lain sebagai masyarakat majemuk (multikulturalis) dalam kerangka pembangunan budaya sebagai sebuah fundamen yang dapat memberikan landasan kuat pada pembangunan di sektor wisata serta pintu masuk pada sektor lainnya. Pengalaman pahit konflik antar etnis maupun komunitas di Kalbar yang tidak sedikit menelan korban jiwa dan menyisakan trauma pada psikologis masyarakat, kiranya dapat dikikis oleh pilar-pilar budaya dengan membuka pintu dialog-dialog yang tulus dan dinamis. Dan hal ini telah ditunjukkan oleh Kota Singkawang dengan pesta-pesta budaya yang mendapat perhatian cukup serius dari pemerintah dan menarik perhatian warga dan turis domestik maupun manca negara seperti; Imlek-Cap Go Meh, Gawai Dayak dan MTQ. Kepemimpinan yang Menggerakkan Dengan mencermati model kepemimpinan Hasan Karman dan Edy R. Yacoub dalam memimpin masyarakat Singkawang, jelas bahwa kedua pemimpin tersebut berusaha menterjemahkan potensi-potensi yang dimiliki oleh masyarakat dan berusaha mengakomodirnya dalam rencanarencana pembangunan kota Singkawang dengan sistem manajemen yang baik. Sistem manajemen yang baik tersebut dapat dilihat dari bentuk-bentuk koordinasi instansi-instansi organisasi yang dipimpinnya, dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan banyak individu, kelompok dan instansi. Kepemimpinan yang demikian adalah kepemimpinan yang menggerakkan dan memberdayakan seluruh elemen (yang beda-beda) untuk bersatu, berjuang dan bekerjasama mencapai cita-cita bersama (J. Daminta, SJ; 2001: 16). Tentu pemimpin yang menggerakan dan memberdayakan, tidak hanya memiliki visi dan misi jauh kedepan, namun memiliki

wawasan dan cakrawala yang luas serta bersikap inklusif/terbuka terhadap perbedaan-perbedaan yang nyata dalam masyarakat. Dengan bersikap inklusif terhadap perbedaan yang ada dan menyadari pentingnya kerjasama/jejaring, maka tidak mengherankan kalau pada event-event besar yang diselenggarakan di kota Singkawang, selalu mengundang para pejabat-pejabat pusat setingkat menteri maupun tokoh-tokoh nasional. Dengan demikian secara tidak langsung dapat mempromosikan potensi Wisata maupun potensi lainnya yang dimiliki Kota Singkawang secara efektif pada masyarakat luas melalui tokohtokoh nasional yang diundang datang ke Singkawang. Tulisan ini tentu bukan suatu usaha (bermaksud) untuk mengkultus-kan pribadi Hasan Karman dan Edy R. Yacoub dengan mengabaikan prestasi yang pernah diukir oleh para pendahulunya. Namun tulisan ini sebagai bentuk apresiasi terhadap gerak dan arah pembangunan yang telah dilakukan, serta beberapa prestasi yang telah dicapai oleh Hasan Karman dan Edy R.Yacoub dalam menahkodai Pemkot Singkawang dalam tiga tahun akhir ini. Kendati demikian, kita juga tidak dapat menutup mata bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang semestinya menjadi perhatian serius pemerintah kota Singkawang, terutama mengenai batas wilayah dan aset-asetnya dengan Kab. Bengkayang dan Kab. Sambas. Begitu juga de­ngan pelayanan publik berkaitan dengan air bersih, pendidikan, jalan raya dan listrik serta tata kota yang ramah lingkungan. Tentu, kita semua berharap dalam kepenatan dan hiruk pikuk perpolitikan nasional dan lokal yang saling sikut-menyikut untuk merebut kursi kekuasaan, semoga Kota Singkawang dapat menjadi “ikon wisata” yang tidak hanya sekelas dengan Yogyakarta, Bandung, Bali, Lombok, dst, namun juga menjadi “oase multikulturalis” yang dapat mengangkat harkat dan martabat masyarakat Kalbar dikancah peradaban nasional maupun internasional. **

*) Penulis, pemerhati masalah lingkungan.

Fenomena Kota Singkawang dan Pemimpinnya

Hilarinus Tampajara Pengamat Sosial dan Mahasiswa S2 Sosiologi Untan

MURI dengan Naga terbesar dan terpanjang, lampion terbanyak dan terbesar, Kue Keranjang terbesar dan terberat, Tatung yang terbanyak, dst. Dan beberapa kali juga memperoleh penghargaan dibidang budaya dan peningkatan produksi pertanian dan pangan. Pada dasarnya beberapa prestasi diatas memang bernuansa spektakuler dengan acara-acara serimonial yang dapat mengundang decak kagum masyarakat. Perkokoh Pilar Budaya Menuju Kota Wisata Dalam tiga tahun akhir ini, pesta budaya Cap Go Meh yang merupakan ikon budaya Singkawang dapat menarik minat para turis domestik maupun mancanegara dan pejabat-pejabat pemerintah pusat di Jakarta, tentu apa yang dilakukan oleh Kota Singkawang dengan Kepemimpinan Hasan Karman dan Edy R. Yacoub dengan kegiatan diatas demi membangun kota Singkawang melalui sektor budaya dan wisata yang menjadi potensi yang selama ini belum digarap secara maksimal. Kedua sektor ini diyakini dapat memberikan efek pada perputaran roda perekonomian rakyat, baik formal maupun nonformal. Kalau dilihat dari gerak arah pembangunan yang dilakukan oleh Hasan Karman dan Edy R. Yacoub dalam membangun kota Singkawang dimulai dari pembangunan budaya. ada tiga pilar budaya yang menopang dinamika kehidupan sosial masyarakat kota Singkawang yakni; budaya etnis China, budaya etnis Dayak dan

Terbit 7 Kali Seminggu. Izin terbit Menteri Penerangan RI No. 028/SK/Menpen/SIUP/A7. Tanggal 3 Februari 1986. Per­setujuan Peru­bahan Nama No: 95A/Ditjend. PPG/K/1998 Tanggal 11­September 1998. Alamat Redaksi dan Tata Usaha: Jalan Gajah Mada No. 2-4 Pontianak 78121. Kotak Pos 1036. Fax. (0561) 760038/575368. Telepon Redak­si: (0561) 735070.Telepon Iklan/Pema­saran:735071. Hunting (Untuk seluruh bagian) Fax. Iklan 741873/766022. Email: redaksi @pon­tianakpost.com. PenerPERTAMA DAN TERUTAMA DI KALIMANTAN BARAT bit: PT.Akcaya Utama Press Pontianak. Pembina: Eric Samola, SH, Dahlan Iskan. Komisaris Utama: Tabrani Hadi. Direktur: Untung Sukarti. Pemimpin Re­daksi/Penang­gung Jawab: B Salman. Redaktur Pelaksana: Khairul­rahman Sidang Redaksi: Abu Sofian, Muslim Minhard, Surhan Sani, Mela Danisari, Yulfi Asmadi, Donatus Budiono, Basilius. Sekre­taris Redaksi: Silvina. Staf Redaksi: Marius AP, U Ronald, Efrizan, Aseanti Pahlevy, Deny Hamdani, Budianto, Chairunnisya, Pringgo, Pracetak/ Jawa Pos Group Artistik: Karnadi (Koordinator), Grafis: A.Riyanto, Ilustrator: Kessusanto, Sigit. Fotografer: Timbul Mudjadi, Bea­ring, Sando Shafella. Biro Singkawang: Zulkarnaen Fauzi, M Khusdarmadi, Hari Kurniathama (Jl. Gunung Raya No.15 Telepon (0562) 631912). Biro Sambas: Mursalin (Jl P Anom Telp (0562) 392683) Biro Sanggau: Anto Winarno (Jl. Sudirman No. 4 Telp. (0564) 21323). Biro Ketapang: Andi Chandra, Andre Januardi (Jl. Gajahmada No. 172. Telp. (0534) 35514). Kabupaten Pontianak: Hamdan, . Biro Sintang: Mustaan, Budiman. Pema­saran/Sirkulasi: -. Iklan: Dewiyanti.S. Percetakan: Surdi. Devisi Event: Budi Darmawan. Kombis: Nurtiman. Jakarta: Max Yusuf Alkadrie, Bank: BPD Kalbar, BEII, Bapin­do. Harga Lang­ganan per 1 Bulan dalam kota Rp 65.000,- (luar kota tambah ongkos kirim). Tarif iklan: Per mm kolom hitam putih Rp 20.000,- spot colour Rp 25.000,- full colour Rp 30.000,- Iklan baris Rp 8.000,- per baris (minimal 2 baris, mak­­si­mal 10 baris) pem­bayaran di muka. Telepon Langganan/Pengaduan: 735071. Iklan: 730251. Perwakilan Jakarta: Jl. Jeruk Purut-Al-Ma’ruf No.4 Pasar Ming­gu, Jakarta Selatan 12560. Telepon: 78840827 Fax. (021) 78840828. Percetakan: PT.Akcaya Pariwara Pontianak. Anggota SPS-SGP ISSN 0215-9767. Isi di luar tanggung jawab percetakan.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.