Warta Jemaat GPIA Immanuel, 05 Februari 2012

Page 1




MINGGU, 05 FEBRUARI 2012

HALAMAN 4

BAPA YANG MENANTI

Jika misalnya diadakan pemilihan untuk memutuskan yang manakah perumpamaan Yesus yang terkenal, tak perlu diragukan lagi pastilah perumpamaan "Anak yang hilang" akan mendapat suara terbanyak. Apa sebab Dia mengisahkan cerita ini? Kepada siapa Dia alamatkan cerita ini? Dan apa maknanya bagi kita sekarang ini? Menurut Lukas, perumpamaan ini adalah salah satu jawaban-Nya kepada ahli Taurat dan orang-orang Farisi masa itu yang telah mengkritik Yesus karena Ia membuka pintu Kerajaaan Allah bagi orang-orang yang rendah dan berdosa. Tetapi bagaimana ia harus ditafsirkan? Dan benarkah ia adalah perumpamaan tentang anak yang hilang? Satu-satunya penjelasan yang masuk akal tentang kisah ini ialah bahwa Bapa itu menggambarkan Allah, sang kakak menggambarkan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, dan sang adik menggambarkan para pemungut cukai dan sampah masyarakat dengan siapa Yesus bersahabat. Karena itu di dalam perumpamaan ini, melalui mulut Yesus, Allah menyatakan pengampunan-Nya yang cuma-cuma bagi pendosa yang bertobat, dan sekaligus menegur dengan lembut orang-orang Farisi yang menganggap dirinya benar. Jadi judul yang lazim kita berikan pada perumpamaan ini sebenarnya kurang tepat. Sementara orang mengusulkan judul "Dua Anak yang Hilang". Ada yang hendak ditekankan di sini: karena, jika si anak bungsu itu terhilang di negeri yang jauh", sang kakak tidak kalah terhilangnya di balik perlindungan pembenaran diri sendiri. Tetapi judul "Dua Anak yang Hilang" juga dapat membuat perumpamaan ini keluar dari intinya: Karena tokoh utamanya bukanlah sang anak, tetapi sang Bapa. Bahkan sampai ke adegan yang terakhir di dalam drama singkat ini, yaitu percakapan yang mengesankan dengan sang kakak, sang Bapalah yang menjadi tokoh terpentingnya. Jadi sebutlah perumpamaan ini, seperti yang dilakukan seorang penulis, "perumpamaan tentang kasih Bapa", atau lebih tepat lagi, seperti yang dilakukan orang lain, "Bapa yang menanti". Sebenarnya tak begitu menjadi persoalan, sebab Bapa itu menanti karena mengasihi, dan Bapa itu jelas-jelas menggambarkan Allah. Perumpamaan-perumpamaan Yesus adalah cerita-cerita yang diambil dari kehidupan yang nyata. (Inilah yang membedakannya dengan alegori-alegori yang sering membawa orang menerawang ke negeri antah-berantah.) Perumpamaan ini pun tak terkecuali. Di zaman Yesus mereka mempunyai banyak anak yang terhilang. Kita juga mempunyai: pemuda (atau pemudi) yang berkata, "Mengapa saya tak boleh lepas dari kontrol orang

tua barang sedikit saja -orang-orang tua itu amat menjengkelkan — supaya saya sempat melihat hidup ini sebelum saya mapan benar". Setiap generasi mempunyai "negeri jauhnya" sendiri-sendiri dan salah satu di antaranya sekarang ini bernama "negeri Hippie". Tetapi jika kisah ini berasal dari kehidupan yang nyata, ia juga lebih daripada itu. Sementara orang mengira bahwa melalui perumpamaan ini Yesus berkata, "Beginilah seorang Bapak di dunia ini akan memperlakukan anaknya yang hilang yang kembali. Bukankah Bapa yang baik yang di atas juga demikian?" Tetapi dalam kenyataan beginikah yang selalu dibuat oleh seorang bapak terhadap anaknya yang hilang yang kembali? Akan larikah ia menemui, memeluk dan mencium mereka, memberikan mereka baju-baju baru dan hadiah-hadiah mahal serta mengadakan pesta untuk mereka?

Mungkin Anda pernah mendengar kisah tentang anak yang hilang di zaman modern yang ketika tiba di "negeri jauh" di sebuah gereja, dinasihatkan oleh pendeta setempat untuk "pulang ke rumah dan bapaknya pasti memotong lembu gemuk untuknya". Si anak hilang melakukannya. Kemudian, ketika bertemu kembali dengan sang pendeta, ia ditanya "Nah, apakah ayahmu memotong lembu gemuk untukmu"? "Tidak" jawabnya dengan sedih, "Ayahku hampir-hampir memotong si anak yang hilang". Siapakah yang menyangkal bahwa di dalam masyarakat kita yang "terbuka" ini yang sering terjadi juga demikian? Maksudnya ialah, cerita Yesus ini lebih besar daripada hidup kita. Bapa si anak hilang bukanlah Bapa yang biasa tetapi seorang Bapa yang luar biasa. Yang Yesus lukiskan di sini ialah kasih Allah yang melimpah - anugerah-Nya yang tak masuk akal bagi manusia-manusia yang tak layak menerimanya. Namun, jika tehnga kita lebih peka, kita akan mendengar lebih banyak hal dalam perumpamaan ini. Banyak dari

perumpamaan Yesus mengandung apa yang disebut oleh para ahli "Kristologi yang implisit", yaitu isyarat-isyarat terselubung tentang siapa Dia sebenarnya: Messias atau Juruselamat yang dijanjikan. Perumpamaan ini pun salah satu di antaranya. Ia bukan sekadar kisah tentang anugerah Allah; ia adalah isyarat terselubung yang dilakukan oleh pengisahnya untuk Allah, menjadikan kebaikan dan anugerah ilahi itu nyata bagi manusia. "Apa yang Kubuat," kata Yesus, sebagai jawaban terhadap para pengkritik-Nya, "menyatakan hakikat dan kehendak Allah. Dalam pelayanan-Ku ini kasih Allah kepada orang-orang berdosa yang bertobat diaktualkan". Dengan kata lain Yesus mengatakan diri sebagai "rasul" Allah, atau "utusan khusus" Allah bagi manusia. Jadi, begitu kita bertanya siapakah Dia ini, yang memahami diri-Nya sendiri sebagai kebaikan dan anugerah Allah dalam darah dan daging seorang Galilea? Justru di sini, ketika kita melibatkan Kristus ke dalam perumpamaan ini seseorang mungkin akan memprotes: "Tetapi tak ada salib dalam perumpamaan ini. Ia hanya memproklamasikan pengampunan Allah yang cuma-cuma kepada petobat. Bukankah ini inti sejati dari Injil Yesus dan doktrin bahwa "Kristus mati untuk dosa-dosa kita" adalah memistikkan Injil yang sederhana oleh koruptornya yang terbesar, Paulus dari Tarsus?" (Sampai kini pun, dalam ketidaktahuan mereka, sementara orang tetap mempersalahkan rasul besar itu.) Terhadap sanggahan ini kita dapat menjawab bahwa "Kristus mati untuk dosa-dosa kita" bukanlah doktrin yang ditemukan oleh Paulus, tetapi seperti 1 Korintus 15:1 dan seterusnya memperlihatkan, Ia adalah pasal pertama dari pengakuan iman Kristen yang paling mulamula, dan yang diterima oleh semua rasul lain. Namun dalam hal ini mungkin lebih kena untuk mengingat bahwa sebuah perumpamaan selalu hanya menekankan satu segi tertentu, dan kita tak dapat mengharapkan seluruh Injil di dalamnya. Sebenarnya, perumpamaan-perumpamaan Injil membentuk suatu untaian tafsiran tentang kampanye besar - Kerajaan Allah melawan kerajaan kejahatan yang akhirnya menyebabkan Yesus disalib. Yesus tidak mengutarakan seluruh tujuanNya - yang juga adalah tujuan Allah baik di dalam perumpamaan ini maupun di dalam perumpamaan lain. Dia baru mengutarakannya pada saat yang paling akhir, akhir yang memahkotai seluruh karya-Nya di bumi, dan yang tentangnya Ia meneriakkan penuh, "Sudah genap". Sebab ada saat-saat di mana ketika katakata bahkan perumpamaan-perumpamaan besar pun tak berfaedah, dan ketika hanya perbuatanlah yang menjelaskan mengapa Allah telah mengutus Dia ke dalam dunia. Perbuatan itu adalah sa-










Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.