Newsletter Permatanet Edisi 2

Page 1

Daftar Isi

MAMPU

Empowering Indonesian Women for Poverty Reduction

Liputan Utama - Status Hukum Pekerja Rumahan Melalui Perda? 2 - SPR Sejahtera Desak Pemprov Sumut Membuat Perda 3

Pekerja Rumahan Bukan Pekerja Murahan

SADAR - Rekomendasi Urgensi Perda Perlindungan Pekerja Rumahan 4 GENDER - Laki-laki Juga Perlu Paham Gender 5

CERITA PEKERJA - Kini Saya Tahu K3 6 - Suryani: “Saya Sangat Ingin Menjadi Pengurus SPR Sejahtera� 6

PERLINDUNGAN PEKERJA - K3 Sebagai Kesadaran Pekerja Rumahan 7 Profil - Aku Ingin Jadi Pemimpin Bagi Anak-Anak

8

permatanet pekerja rumahan mampu dan tangguh

Urgensi Perda dan Pelatihan Kapasitas

Bagi Pekerja Rumahan Pekerja Rumahan merupakan fenomena yang kian marak di Indonesia. Jenis pekerjaan ini mayoritas dilakukan oleh perempuan, terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan Organisasi Non Pemerintah sebagai Mitra ILO MAMPU. Berdasarkan data penelitian NGO tersebut, tahun 2015, jumlah pekerja rumahan perempuan jauh lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki dengan upah maksimum Rp 200.000 setiap minggunya setara dengan Rp. 800.000 sebulannya, sangat jauh dibawah upah minimum propinsi Sumatera Utara yang mencapai Rp. 1.625.000. Ironisnya, tidak adanya perlindungan dan pengakuan hukum dari pemerintah terhadap pekerja rumahan di Indonesia terlihat dari tidak adanya peraturan yang mengatur secara khusus mengenai

pekerja rumahan. Tentu saja hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi perjuangan para pekerja rumahan untuk mendapatkan kejelasan status atas hubungan kerja serta hak dan kewajiban yang seharusnya mereka dapatkan. Sementara itu, sebagai pekerja yang sampai saat ini belum diakui statusnya secara formal, pekerja rumahan tidak mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja. Malah permasalahan pekerja rumahan semakin kompleks antara lain: Invisibility/tersembunyi (lokasi bekerja pekerja rumahan berada di rumah dan di lingkungan yang sulit terjangkau dan tersembunyi); Status hubungan kerja tidak pasti (pekerja rumahan melakukan pekerjaan dengan kontrak lisan atau tidak tertuang di dalam sebuah kontrak

newsletter

Edisi 2 / Nopember 2015 - Januari 2016

tertulis); Kondisi kerja buruk; Upah rendah; Posisi tawar lemah; Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) tidak tersedia; Perlindungan jika terjadi perselisihan tidak ada; Belum Terorganisir; Waktu kerja tidak jelas; dan Menanggung Resiko terhadap kerusakan kerusakan Produk. Oleh sebab itu, hal yang paling mendesak adalah harus adanya pengakuan hukum yang eksplisit terhadap pekerja rumahan sebagai kategori pekerja khusus di dalam undang- undang dan peraturan Indonesia. Pendek kata, perlu adanya dorongan terhadap pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap pekerja rumahan dalam bentuk kebijakan/peraturan, seperti Perda, misalnya. D i sa m p i n g i tu , g u n a meningkatkan kapasitasnya, perlu adanya pelatihan-pelatihan dasar untuk pekerja rumahan, seperti yang dilakukan Bitra, misalnya Pelatihan Gender; Pelatihan K3; Pelatihan Organisasi; dan Pelatihan Pengetahuan Hukum. (red) Edisi 2: Nopember 2015 - Januari 2016

1


Liputan Utama

Status Hukum Pekerja Rumahan Melalui Perda? Dari beberapa regulasi tentang ketenagakerjaan, keberadaan pekerja rumahan sebagai objek hukum yang terikat dengan aturan atau norma ketenagakerjaan sebenarnya sudah terakomodir. Misalnya UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 2 Tahun 2004 tentang PPHI, dan UU No. 21 tahun 2000 tentang SP/SB. Sayangnya, definisi hukum yang memberikan indikator yang jelas terhadap siapa saja yang disebut pekerja, masih saja menimbulkan multitafsir dan menimbulkan perdebatan apakah pekerja perumahan masuk dalam katagori pekerja atau pekerja mandiri yang tidak memiliki hubungan hukum antara “Buruh dengan Majikan”? Hal ini terungkap dalam diskusi interaktif bertajuk Bedah UUK No. 13 Tahun 20013 tentang Status Hukum Pekerja Rumahan yang diadakan Bitra Indonesia Desember lalu, di Medan. Diskusi yang melibatkan pengurus Serikat Pekerja Rumahan Sejahtera, Perwakilan SP/SB, Asosiasi Pengusaha (APINDO), NGO, Akademisi dan Dinas Tenaga Kerja Propinsi dan Kabupaten/ Kota, BAPPEDA, Bagian Hukum dan DPRD Propinsi Sumatera Utara, ini mencoba membedah UU No. 13 Tahun 2003 yang menyangkut status hukum pekerja rumahan. Hawari Hasibuan, dari Divisi Advokasi Bitra Indonesia menjelaskan,

2 Edisi 2: Nopember 2015 - Januari 2016

undang-undang tidak menyebutkan secara eksplisit tentang pekerja rumahan sehingga banyak orang memiliki pandangan berbeda terkait status hukum pekerja rumahan ini. “Itu sebabnya, Bitra merasa perlu mengadakan sebuah kajian dan kesepahaman bersama terkait satus hukum pekerja rumahan serta adanya rekomendasi atas kedudukan Hukum pekerja rumahan agar lebih jelas dan terlindungi,” katanya. Wahyudhi (Ketua Badan Pengurus BITRA) yang secara ringkas sebagai berikut : Ucapan terima kasih dan selamat dating atas kehadiran peserta. Acara ini akan mendiskusikan, mencari solusi, memperluas strategi, dan mencari gagasan bersama bagaimana melakukan penguatan terhadap Pekerja Rumahan. Sebelum menyentuh issu ini, Bitra banyak bekerja untuk pertanian dan pedesaan. Ini masih issu baru, tetapi BITRA tidak hanya pada hal-hal tehnis tetapi memikirkan ke hal-hal yang lebih strategis. Sudah sampai pada tataran Pekerja Rumahan dilindungi secara kebjakan. Instrumen bisa dijalankan dengan baik setelah ada landasan kebijakan sebagai rujukan. Itu sebabnya Bitra sembari mencari peluang untuk mendorong penguatan kelompok dan memberi pengetahuan, juga menggagas cara bagaimana mendorong kebijakan melalui Perda dengan mencari dukungan dari SB/SP, mendiskusikan dengan para ahli dan praktisi agar Perda ini dapat ditelaah dengan gagasan yang mendalam. Frans Bangun dalam sambutannya saat membuka diskusi mengatakan, Bitra menjadi pendobrak soal Perda tentang Pekerja Rumahan. Saya komit bagaimana ini digolkan dalam bentuk

Perda. Tanggal 15 ada pertemuan ILO tentang Pekerja Rumahan, goalnya adalah adanya Perlindungan Tentang PR dan aturan tehnis tentang implementasinya. Harapan 2016 didukung oleh Daerah termasuk Sumatera Utara bekerjasama dengan Disnakertrans, didukung ILO dan Bitra bercita-cita soal Perda tentang Perlindungan Pekerja Rumahan. Dinas Tenaga Kerja Propsu mendukung upaya menggolkan Perda yang diusulkan BITRA/PR didukung oleh MAMPU/ILO, usulan isi Perda Ketenagakeraan, Bab I. INTA (Ijin Ketenagakerjaan) Bab 2: Pengawas Ketenagakerjaan, Semua pengawas ketenagakerjaan ditarik ke provinsi. Bab III. Perlindungan Pekerja Rumahan. (jc) Penerbit: Yayasan BITRA Indonesia Medan Pimpinan Umum: Wahyudhi Pimpinan Redaksi: Erika Rosmawati Dewan Redaksi: Rusdiana, Iswan Kaputra, Hawari Hasibuan Redaktur Pelaksana: M. Ikhsan Reporter: Juhendri Chaniago, Diana Silalahi, Dewi B Tampubolon Layout & Fotografer: Anto Ungsi Manajemen Pelaksana: Icen Sirkulasi: Berliana Siregar, Fira Handayani Redaksi: Jl. Bahagia By Pass No. 11/35 Medan - 20218 Telepon: 061-787 6408 Fax: 061-787 6428 Email: bitra@indosat.net.id

Jurnalis PERMATAnet dalam melaksanakan tugasnya tidak dibenarkan menerima amplop atau imbalan apapun. Bagi masyarakat yang melihat dan dirugikan, silakan menghubungi redaksi dan menggunakan hak jawabnya.


Sekitar 80-an pekerja rumahan yang tergabung dalam Serikat Pekerja Rumahan (SPR) Sejahtera Sumatera Utara (Sumut) mendesak Pemprov Sumut untuk membuat peraturan daerah (Perda) guna melindungi hakhak pekerja rumahan. Desakan ini muncul mengingat nasib pekerja rumahan, khususnya di Sumut, yang kondisinya sangat memprihatinkan. Demikian salah satu rekomendasi Kongres SPR Sejahtera ke-II yang diadakan di Medan, Januari 2016. Sebelumnya, kongres dimulai dengan seminar tentang kondisi realitas pekerja rumahan di Sumatera Utara dan urgensi kebijakan daerah untuk perlindungan pekerja rumahan dengan narasumber Frans Bangun SH. MHum (Disnaker Sumut), Janter Sirait (Komisi E DPRD Sumatera Utara), dan Moderator Suhib Nuridho. Kongres juga dihadiri oleh sejumlah aktivis buruh serta didukung oleh Bitra Indonesia.

Frans Bangun mengatakan, pemerintah komit dalam memberikan perlindungan pada pekerja perempuan. Semoga semakin solid, aktif untuk memperjuangkan hak-haknya sesuai aturan yang berlaku. “Mimpi kita adalah membuat Perda, kalau lahir ini Perda pertama di Indonesia. Semoga dapat meningkatkan kinerja dan produktifitas. Ke depan semoga K3, upah, jam kerja maka pekerja pekerja perempuan semakin terlindungi. Semoga kongres kedua ini berjalan dengan baik,” katanya. Janter Sirait menjelaskan, kontribusi perempuan sangat rendah sampai diatur UU soal keanggotaan 30% perempuan. Yang belum ada perlindungan terhadap pekerja rumahan. Jadi bagaimana kita mendorong UU yang membuat pekerja lebih nyaman. Di dalam UU tidak ada pekerja rumahan. Tetapi yang ada adalah pekerja borongan. Karena itu perlu

Edisi 2: Nopember 2015 - Januari 2016

3

Liputan Utama

SPR Sejahtera Desak Pemprov Sumut Membuat Perda

menganalisa lebih dalam lagi (yuridis, filosofis dan sosiologis). Seminar-seminar harus ditambah. Perlu ada DIM (Daftar Inventarisasi Masalah). Dari sana akan ada kesimpulan yang dirumuskan di Perda. “Jujur, proses Perda membutuhkan waktu yang sangat panjang (Konsultasi disnaker, komisi E, biro prolegda Sumut). Kalian harus terus lakukan konsultasi dan kunjungan-kunjungan untuk ketemu dengan DPRD,” ujarnya. Selanjutnya majelis kongres menetapkan dan melantik pengurus SPR Sejahtera Sumut terpilih, periode 2016-2019, yaitu Lilik Sitompul (Ketua); Juliani (Wakil Ketua); Lisna Nasution (Sekretaris); Suryani (Wakil Sekretaris); Iin Nurlina (Bendahara). Untuk Pengurus DPC Kabupaten Deli Serdang: Mislam (Ketua); Susanti Wakil Ketua I); Turini (Wakil Ketua II); Memfi Dayanti (Sekretaris); Sri Wahyuni (Wakil Sekretaris I); Suartini (Wakil Sekretaris II); Samsiah (Bendahara). Pengurus DPC Kota Medan: Kurniwati (Ketua); Rosita Limbong (Wakil Ketua I); Rama (Wakil Ketua II); Dani Rahayu (Sekretaris); Reni Esrayana (Wakil Sekretaris I); Fitriani (Wakil Sekretaris II); dan Sri Mentari (Bendahara). (jc)


Sadar

Rekomendasi Urgensi Perda Perlindungan Pekerja Rumahan Pekerja rumahan menjadi fenomena yang kian marak terjadi dan mungkin menjadi salah satu pilihan sistem tenaga kerja bagi perusahaan di Indonesia. Sayangnya, tidak jelasnya status dan hubungan kerja pekerja rumahan dengan perusahaan semakin mempersulit pekerja rumahan untuk mendapatkan perlindungan dari Pemerintah. Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tidak ada pula menyebutkan atau menyinggung secara khusus untuk perlindungan pekerja rumahan. Tidak adanya perlindungan hukum dan pengakuan dari pemerintah terlihat dari tidak adanya satupun peraturan atau kebijakan yang melindungi pekerja rumahan di Indonesia. Hal ini menjadi satu tantangan khusus bagi pekerja rumahan untuk memperjuangkan kejelasan status dan hubungan kerjanya kepada pemerintah. Untuk itu perlu adanya dorongan terhadap pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum bagi pekerja rumahan berupa kebijakan/peraturan. Realitas inilah yang jadi pemikiran bagi BITRA Indonesia dengan SPR-Sejahtera untuk segera mendorong pemerintah daerah untuk membuat kebijakan daerah yang dapat melindungi pekerja rumahan. BITRA Indonesia telah menginisiasi pembentukan tim perumus PERDA perlindungan pekerja rumahan dan rumusan draft PERDA tersebut telah final. Draft ini dili-

4 Edisi 2: Nopember 2015 - Januari 2016

hat akan menjadi salah satu alternatif usulan perlindungan pekerja rumahan dan telah disampaikan kepada Komisi E DPRD Sumatera Utara dalam audensi dan dialog, Januari 2016, dimana diharapkan draft tersebut dapat dijadikan kebijakan daerah yang dapat melindungi melindungi pekerja rumahan. Sebelumnya Bitra membuat kertas posisi yang berisikan rekomendasi urgensi perlunya Perda perlindungan Pekerja Rumahan sebagai berikut: Berdasarkan analisa kajian sosiologis pekerja rumahan maka terbuktilah bahwa pekerja rumahan yang mayoritas adalah perempuan merupakan korban dari adanya logika kapitalis yang menekankan efektivitas dan efisiensi yang tinggi sehingga meminimalisasi jaminan sosial bagi para pekerja, dan juga interseksinya dengan praktik patriarki yang membuat sistem kerja menjadi bias gender dan merugikan perempuan, sehingga perempuan menjadi pihak yang tereksploitasi yang membutuhkan adanya perlindungan. Berdasarkan analisa dalam kajian yuridis maka sesungguhnya pekerja rumahan masuk dalam kriteria pekerja yang tercantum dalam undang-undang Ketenagakerjaan. Dan UU Ketenagakerjaan tersebut sudah cukup untuk menjadi pijakan awal pengakuan dan perlindungan bagi pekerja rumahan di Indonesia.Maka dari itu UUK bisa dijadikan sebagai acuan/payung hukum pembuatan peraturan dibawahnya ter-

kait pekerja rumahan. Melalui kertas posisi ini maka direkomendasikan: 1. Pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan dan peraturan daerah, dengan berkonsultasi dengan pengusaha dan pekerja, tentang perlindungan pekerja rumahan; 2. Pemerintah pusat maupun daerah bersedia menyusun dan melaksanakan rencana untuk memungkinkan akses ke program dan pelayanan pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup pekerja rumahan dan untuk menanggapi tantangan yang teridentifikasi yang dihadapi oleh pekerja rumahan; 3. Pemerintah pusat maupun daerah menyediakan sumber daya dan dana untuk perlindungan dan kesejahteraan pekerja rumahan; 4. Pemerintah pusat maupun daerah melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program yang disusun untuk perlindungan bagi pekerja rumahan; 5. Pemerintah pusat maupun daerah memfasilitasi para pemangku kepentingan, seperti pemerintah itu sendiri, pengusaha, maupun berbagai pihak dalam upaya peningkatan kesadaran dan penegakan kebijakan dan peraturan tentang Pekerja Rumahan. Demikian kertas posisi ini disampaikan sebagai salah satu dasar pertimbangan pentingnya kebijakan daerah (Perda) untuk perlindungan pekerja rumahan di Sumatera Utara. Sumber: Kertas Posisi Urgensi Peraturan Daerah Perlindungan Pekerja Rumahan di Sumatera Utara, Yayasan Bitra Indonesia


Ombak yang besar, udara yang dingin, itulah yang selalu aku rasakan setiap harinya. Namaku Safrizal Purba (28 tahun), anak ke-2 dari 5 bersaudara. Ayahku seorang nelayan, sedangkan ibuku seorang pekerja rumahan pengupas udang yang hasilnya jauh dari kelayakan. Aku bekerja sehari-hari bersama ayahku sebagai nelayan. Ibuku dan teman-temannya mempunyai kelompok yang bernama “Kelompok Pekerja Rumahan Pengupas Udang�. Kelompok mereka didampingi oleh Yayasan Bitra Indonesia yang beralamat di Medan. Suatu ketika aku diajak mengikuti pelatihan mewakili keluarga pekerja rumahan selama 3 hari. Awalnya aku tidak mau dan merasa malu berhubung aku tidak pernah mengikuti pelatihan, apalagi ini katanya mengenai “Gender�. Aku bingung karena aku tidak mengerti apa itu gender. Namun, aku penasaran sehingga aku mau menerima ajakan dari salah seorang staf

lapangan Bitra. Karena dikatakan pelatihan itu adalah tempat belajar, maka aku mau. Dalam pelatihan tersebut ternyata pesertanya banyak ibu-ibu pekerja rumahan yang senasib dengan ibuku, walaupun beda jenis bahan yang dikerjakan. Semula aku terkejut, namun setelah berjalan pelatihan tersebut aku mulai akrab dengan setiap peserta, baik itu ibu-ibu pekerja rumahan maupun dengan beberapa peserta laki-lakinya. Selama 3 hari aku ikuti, lama-kelamaan aku merasa senang mengikuti pelatihan tersebut karena materinya ternyata mengenai perempuan dan laki-laki dalam hal pembagian peran di keluarga. Gender itu ternyata peran yang bisa digantikan dengan laki-laki. Artinya, dalam mengurus keluarga, bukan kodratnya perempuan saja. Selama ini yang aku ketahui, yang bertanggung jawab mengurus keluarga seperti memasak, mengurus anak, mencuci, membersihkan rumah dan lain-lain hanya dilakukan oleh perempuan/isteri. Ternyata itu salah, laki-laki juga harus bertanggung jawab dalam berbagi peran, dan itulah yang namanya gender. Aku sangat senang sekali mendapatkan materi pelatihan ini. Selama ini aku tipe orang yang tidak pernah perduli dengan ibuku. Kalau melihat

dia lagi sibuk di dapur, paling aku hanya menyapu tempat untuk aku tidur-tiduran di depan tivi dan menonton seharian kalau aku lagi tidak bekerja. Namun, setelah aku mendapatkan pelatihan tentang gender ini, aku merasa selama ini tertidur dan sekarang aku sudah ikut ambil bagian pekerjaan ibuku seperti mengambil jemuran dan melipat pakaian. Termasuk mencuci piring walau terkadang tetanggaku suka iseng dan mengatakan “rajin ye�, aku tak perduli. Aku pernah sharing mengenai gender ini dengan ayahku, tapi ayahku tidak ada respons. Mungkin karena dia sudah tua sehingga tidak mengerti lagi, aku maklum. Paling tidak aku beritahu sama ayahku biar dia tahu apa yang membuat aku berubah. Ketika aku sharing dengan teman-temanku, mereka juga sangat senang, dan bilang, “Aku maulah. Kalau ada lagi aku di ajak ya.� Sekarang aku sangat sayang dengan ibuku dan tidak mau menyakiti hatinya dan perempuan-perempuan lainnya. Ternyata selama ini aku telah membiarkan ibuku kelelahan dalam mengurus rumah dan anak-anaknya termasuk mengurus ayah. Aku berharap semua laki-laki mengetahui apa itu gender. (Diana Silalahi)

Edisi 2: Nopember 2015 - Januari 2016

5

Gender

Laki-laki Juga Perlu Paham Gender


Cerita Pekerja Cerita Pekerja

Kini Saya Tahu K3 Sudah 2 tahun lamanya kami pekerja rumahan didampingi Yayasan BITRA Indonesia, yang terdiri dari beberapa sektor antara lain pengupas udang, penjahit majun, penggunting cabai, penggunting bawang dan penggunting tali selop. Saya, Rosita Limbong, secara pribadi merasa senang dan beruntung

mengenal BITRA. Banyak pelatihan/ pendidikan yang diselenggarakan oleh BITRA dan saya sering dilibatkan di setiap pelatihan/pendidikan. Saat ini saya terpilih dan dipercayai menjadi ketua pengurus kelompok di kelompok pekerja rumahan, khususnya penggunting cabai kering yang berada

Suryani: “Saya Sangat Ingin Menjadi Pengurus SPR Sejahtera� Namanya Suryani, lahir di Galang, 4 Juli 1989 silam. Memiliki 1 orang anak laki-laki berusia 5 tahun, perempuan yang tinggal di Dusun 3 Dagang Klambir Tanjung Morawa itu sehari-harinya bekerja sebagai pembungkus pipet (sedotan untuk air mineral kemasan). Upahnya tergolong sangat kecil. Untuk menyelesaikan 1 goni pipet, hanya dihargai Rp 8.000. Padahal untuk menyelesaikan 1 goni pipet itu, dia membutuhkan waktu 2 hari, dimana perharinya menghabiskan sekitar 7 atau 8 jam kerja. Menurutnya, pekerjaan tersebut memang sangat menyiksa karena yang dia dapatkan tidak sesuai dengan yang diakeluarkan yaitu untuk waktu, tenaga dan bahkan materi/uang yang dia keluarkan untuk membeli lilin yang merupakan salah satu alat untuk membungkus pipet tersebut. Tapi dia tidak punya pilihan lain, kondisi ekonomi keluarga yang rendah memaksanya untuk

6 Edisi 2: Nopember 2015 - Januari 2016

mengerjakan pekerjaan tersebut. Istri Hanafi itu kemudian bercerita tentang pengalamannya saat mengikuti pelatihan manajemen dan administrasi yang diadakan Bitra Indonesia pada

di Jalan Kawat III, Tanjung Mulia, Medan. Kelompok pekerja rumahan penggunting cabai beranggotakan 24 orang dan kami sering mengadakan diskusi rutin tiap bulan, berganti-ganti tempat (rumah ke rumah) guna memantau perkembangan/permasalahan kelompok. Bulan Mei 2015 lalu saya juga dilibatkan mengikuti pelatihan/pendidikan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang diselenggarakan oleh Bitra Indonesia. Dalam pelatihan tersebut banyak sekali yang bisa saya petik pelajarannya. Selama ini saya sering tidak memperhatikan kesehatan terutama kalau lagi asyik bekerja, sampai-sampai saya harus menahan haus, lapar, malah sering menahan buang air kecil/BAB ke kamar mandi. Ternyata hal ini tidak baik. Di dalam materi K3 ternyata banyak sekali hal-hal yang harus diperhatikan dalam bekerja. Salah satunya masalah posisi duduk waktu bekerja yang dapat mempengaruhi kesehatan dan tempat duduk juga harus yang nyaman, tidak tinggi sekali. (Penulis: Rosita Limbong, pekerja rumahan penggunting cabai) November 2015 lalu. Pengalaman selama 3 hari itu sangat berkesan baginya. Saat ini, Suryani menjabat sebagai ketua Kelompok/PKTD dan berharap supaya pada periode kedepannya, dia bias menjadi pengurus SPR Sejahtera di tingkat cabang atau daerah. Dia juga semakin bersemangat saat suaminya sudah memberikan dukungan dan kepercayaan atas keinginan Yani untuk menjadi pengurus SPR Sejahtera. (Dewi Bernike Tampubolon)


ILO melaporkan bahwa satu pekerja meninggal setiap 15 detik akibat kecelakaan di tempat kerja atau sakit akibat kerja. Setiap 15 detik terdapat sekitar 160 kecelakaan kerja di dunia. Di Indonesia sendiri, dilaporkan bahwa selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir kasus kecelakaan kerja meningkat. Dari 96.314 kasus kecelakaan kerja di tahun 2009, meningkat mencapai 103.285 kasus kecelakaan kerja di tahun 2013. BPJS Ketenagakerjaan, yang semula dikenal dengan nama PT Jamsostek mencatat, di Indonesia tidak kurang dari 9 orang meninggal dunia akibat kecelakaan di tempat kerja setiap harinya di mana angka kematian akibat kerja di Inggris sebagai pembanding, hanya mencapai angka 2 orang per harinya. Karena tingginya angka kecelakaan kerja ini, maka diperlukan upaya-upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja atau sakit akibat kerja. Ilmu Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang merupakan bagian dari Ilmu Kesehatan Masyarakat adalah ilmu dan seni dalam pengelolaan bahaya (antisipasi, rekognisi, evalua-

si dan pengendalian) di tempat kerja yang berpotensi menurunkan derajat kesehatan dan kesejahteraan pekerja. Dengan lingkungan kerja yang aman dan sehat maka produktifitas perusahaan akan meningkat dan menunjang kelangsungan bisnis perusahaan tersebut. Selain itu, tuntutan regulasi nasional dan internasional mewajibkan perusahaan untuk menerapkan K3 di tempat kerja sehingga implementasi K3 di tempat kerja menjadi sangat penting. Menurut ilmu K3, ada lima bidang keilmuan K3 yang bersifat multidisiplin, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Kesehatan Kerja (Occupational health) 2. Keselamatan Kerja (Occupational safety) 3. Ergonomi (ergonomic) 4. Higiene Industri (Industrial Hygiene) 5. Faktor manusia dan perilaku dalam K3 (Human Factor and behavior in OHS) Oleh karena itu, Bitra sebagai organisasi masyarakat sipil yang perduli

pada keberadaan para pekerja rumahan juga turut melakukan upaya pendampingan guna meningkatkan kapasitas para pekerja rumahan tersebut, yaitu dengan mengadakan pelatihan K3. Hal ini dilandasi bahwa pekerja rumahan juga harus dilindungi dengan jaminan kesehatan dan keselamatan kerja. Selama ini para pekerja rumahan itu sendiri tidak sadar bahwa ia sebagai pekerja harus sadar akan prinsip kesehatan dan keselamatan kerja. Dengan ketidaksadaran tersebut, akhirnya mereka pun tidak kritis terhadap ketiadaan jaminan yang seharusnya mereka terima. Padahal, itu merupakan hal penting untuk keberlangsungan kerja mereka sendiri. Untuk itu, pelatihan K3 perlu diadakan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran para pekerja rumahan akan kesehatan dan keselamatan kerja. Selain mereka sendiri bisa bekerja dengan cara aman, mereka pun bisa kritis untuk menuntut adanya jaminan K3. Bagi Bitra sendiri, beberapa pelatihan K3 bagi pekerja rumahan yang pernah dilakukan merupakan bagian dari program Bitra dalam membangun kesadaran para pekerja rumahan. Sumber: www.fkm.ui.ac.id dan Kertas Posisi Urgensi Perda Perlindungan Pekerja Rumahan.

Edisi 2: Nopember 2015 - Januari 2016

7

Perlindungan Pekerja

K3 Sebagai Kesadaran Pekerja Rumahan


Profil

Aku Ingin Jadi Pemimpin Bagi Anak-Anak Meskipun banyak temannya yang tampak sinis, malah menganggap soal serikat pekerja rumahan itu tidak begitu penting, tapi dengan tekad yang kuat, Dani tetap semangat mengikuti perkembangan organisasi pekerja rumahan tersebut. Sebab banyak manfaat yang sudah dirasakannya sejak menjadi anggota Serikat Pekerja Rumahan Sejahtera (SPR-Sejahtera). Apalagi setelah dia mengikuti berbagai pelatihan yang diadakan Bitra Indonesia, seperti pelatihan tentang ketenagakerjaan, kepemimpinan, Keselamatan dan kesehatan kerja (K3), gender, dan lainnya, maka keinginannya untuk belajar semakin kuat. Di lingkungannya sendiri, Dani tak bosan-bosannya mengajak teman-teman pekerja rumahan yang belum bergabung di SPR Sejahtera untuk ikut bergabung. Penolakan demi penolakan sudah biasa dia hadapi. Malah kata-kata seperti “kalau mau naik gaji ngapai harus masuk organisasi segala, kan bisa demo” dan “apa pula hubungannya ikut SPR Sejahtera dengan pekerjaan yang digeluti” sudah biasa dia dengar. Menghadapi hal ini, dengan sedikit berargumen, Dani cukup menjawab, “Bitra mendidik kami pekerja rumahan tidak boleh pake cara keras, kan bisa negosiasi. Dan kita selalu dituntut untuk belajar terus.” Perempuan bernama lengkap Dani Rahayu ini menambahkan, di Bitra para pekerja rumahan dididik bagaimana meminta secara baik-baik. “Dan pelan-pelan alhamdulillah ada banyak yang ikut. Meski begitu, tantangan untuk itu selalu ada,” katanya. Tak cuma itu, terkadang demi kegiatan SPR Sejahtera Dani mengaku per-

1: Nopember Agustus - Oktober 2015 - Januari 2015 2016 8 Edisi 2:

nah sampai menangis karena dimarahi keluarga masalah menitipkan anak saat dia harus mengikuti pelatihan di luar kota. “Inilah memang tantangan terbesarku, tapi syukur suami sudah mendukung. Bahkan suka mengantar bila aku ikut pelatihan. Dan aku yakin jika tujuan SPR nanti t e r capai me-

reka pasti akan bangga,” ujarnya. Menurut perempuan kelahiran Marelan, 1 Desember 1985 ini, pelatihan-pelatihan yang diikutinya selama ini sangat bermanfaat untuk keluarga, seperti pelatihan keuangan, K3, kepemimpinan dan gender. Dan bagi perempuan yang mengaku sempat putus sekolah ini, mendapat pengetahuan dari Bitra ibarat anugerah. Semangat belajarnya jadi tumbuh kembali. Bahkan sejak bergabung dengan SPR Sejahtera pada 2014 lalu, dia merasa ada banyak pengetahuan yang dia dapat. Mulanya ikut diskusi tentang pekerja rumahan dengan pendamping Diana Silalahi, saat itu Dani hanya kenal istilah mocok-mocok, tapi lambat laun dia sadar istilah pekerja rumahan. “Bahkan melalui SPR Sejahtera kita dididik supaya pandai bernegosiasi dengan pengusaha pemberi kerja. Kemudian belajar memahami UU tenaga kerja, isu-isu gender, kepemimpinan dan lain sebagainya. Dan aku merasa perkembangan luar biasa,” ujarnya. Sebelumnya, Dani merasa tidak perlu tahu soal-soal mengenai kepemimpinan, tapi berkat belajar dan mengikuti pelatihan yang diadakan Bitra Indonesia, pelan-pelan dia mulai belajar tentang K3 dan beruntung itu bisa diterapkan buat keluarga. Bahkan setiap kali selesai pelatihan dia selalu menceritakan hal-hal yang baru dipelajarinya kepada suami dan keluarga. Hal ini untuk menumbuhkan kesepahaman dalam rumah tangga. Terutama pada anaknya. Sebab dia ingin jadi pemimpin bagi anak-anaknya. “Aku ingin lebih baik lagi mendidik anak,” ujarnya. Ke depan, Dani berharap, semoga SPR Sejahtera lebih maju dan menyatukan visi misi, pengurus dan anggota juga harus solid. Terutama soal Perda perlindungan pekerja rumahan semoga cepat terwujud. “Maju terus SPR Sejahtera. Jangan goyang dengan segala riak-riak kecil dan dinamika organisasi,” katanya bersemangat. (jc)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.