lampungpost edisi 15 mei 2013

Page 12

CMYK

±

OPINI rabu, 15 mei 2013

Lampung Post menerima opini orisinal dan tidak dikirim ke media lain, tak lebih dari 5.000 karakter. Kirim via e-mail ke redaksi@lampungpost.co.id atau redaksilampost@yahoo.com. Kami mengutamakan tulisan yang mengkaji fenomena aktual di lingkungan masyarakat Lampung.

±

Biro Wilayah Barat (Tanggamus, Pringsewu, Pesawaran): Sudiono (Kabiro), Abu Umarly, Erlian, Meza Swastika, Mif Sulaiman, Sayuti, Widodo. Biro Wilayah Selatan (Lampung Selatan): Herwansyah (Kabiro), Aan Kridolaksono, Juwantoro, Usdiman Genti. Senior Account Manager Jakarta: Pinta R Damanik. Senior Account Manager Lampung: Syarifudin Account Manager Lampung: Edy Haryanto. Manager Sirkulasi: Indra Sutaryoto. Manager Keuangan & Akunting: Rosmawati Harahap. Harga: Eceran per eksemplar Rp3.000 Langganan per bulan Rp75.000 (luar kota + ongkos kirim). Alamat Redaksi dan Pemasaran: Jl. Soekarno Hatta No.108, Rajabasa, Bandar Lampung, Telp: (0721) 783693 (hunting), 773888 (redaksi). Faks: (0721) 783578 (redaksi), 783598 (usaha). http://www.lampungpost.com e-mail: redaksi@lampungpost.co.id, redaksilampost@yahoo.com.

Asisten Redaktur: Aris Susanto, Isnovan Djamaludin, Kristianto, Lukman Hakim, Musta’an Basran, Rinda Mulyani, Rizki Elinda Sary, Sri Wahyuni, Vera Aglisa.

Kantor Pembantu Sirkulasi dan Iklan: Gedung PWI: Jl. A.Yani No.7 Bandar Lampung, Telp: (0721) 255149, 264074. Jakarta: Gedung Media Indonesia, Kompleks Delta Kedoya, Jl. Pilar Raya Kav. A-D, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp: (021) 5812088 (hunting), 5812107, Faks: (021) 5812113.

Liputan Bandar Lampung: Agus Hermanto, Delima Napitupulu, Iyar Jarkasih, Ricky P Marly, Sony Elwina Asrap. LAMPOST.CO Asisten Redaktur: Adian Saputra, Sulaiman. Content enrichment redaktur: Alhuda Muhajirin. Bahasa: Wiji Sukamto (Asisten Redaktur), Chairil, Susilowati. Foto: Hendrivan Gumay (Asisten Redaktur), Ikhsan Dwi Satrio, Zainuddin. Dokumentasi dan Perpustakaan: Syaifulloh (Asisten Redaktur), Nani Hasnia.

Kalianda: Jl. Soekarno-Hatta No. 31, Kalianda, Telp/Fax: (0727) 323130. Pringsewu: Jl. Ki Hajar Dewantara No.1093, Telp/Fax: (0729) 22900. Kotaagung: Jl. Ir. H. Juanda, Telp/Fax: (0722) 21708. Metro: Jl. Diponegoro No. 22 Telp/Fax: (0725) 47275. Menggala: Jl. Gunung Sakti No.271 Telp/Fax: (0726) 21305. Kotabumi: Jl. Pemasyarakatan Telp/Fax: (0724) 26290. Liwa: Jl. Raden Intan No. 69. Telp/Fax: (0728) 21281.

Desain Grafis redaktur: DP. Raharjo, Dedi Kuspendi. Asisten Redaktur: Sugeng Riyadi, Sumaryono. Biro Wilayah Utara (Lampung Utara, Way Kanan, Lampung Barat): Mat Saleh (Kabiro), Aripsah, Buchairi Aidi, Eliyah, Hari Supriyono, Hendri Rosadi, Yudhi Hardiyanto.

Penerbit: PT Masa Kini Mandiri. SIUPP: SK Menpen RI No.150/Menpen/ SIUPP/A.7/1986 15 April 1986.

Biro Wilayah Tengah (Lampung Tengah, Metro, Lampung Timur): Chairuddin (Kabiro), Agus Chandra, Agus Susanto, Andika Suhendra, Djoni Hartawan Jaya, Ikhwanuddin, M. Lutfi, M. Wahyuning Pamungkas, Sudirman, Suprayogi.

Percetakan: PT Masa Kini Mandiri, Jl. Soekarno - Hatta No. 108, Rajabasa, Bandar Lampung Isi di Luar Tanggung Jawab Percetakan. DALAM MELAKSANAKAN TUGAS JURNALISTIK, ­WARTAWAN LAMPUNG POST DILENGKAPI KARTU PERS DAN TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA ATAU M ­ EMINTA IMBALAN DENGAN ALASAN APA PUN.

Biro Wilayah Timur (Tulangbawang, Mesuji, Tulangbawang Barat): Juan Santoso Situmeang (Kabiro), Merwan, M. Guntur Taruna, Rian Pranata.

Nuansa Wong Gunung

±

Partisipasi Opini

Member of Media Group Pemimpin Umum: Bambang Eka Wijaya. Wakil Pemimpin Umum: Djadjat Sudradjat. Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Gaudensius Suhardi. Wakil Pemimpin Redaksi: Iskandar Zulkarnain Pemimpin Perusahaan: Prianto A. Suryono. Dewan Redaksi Media Group: Saur M. Hutabarat (Ketua), Bambang Eka Wijaya, Djadjat Sudradjat, Djafar H. Assegaff, Elman Saragih, Laurens Tato, Lestari Moerdijat, Rahni Lowhur Schad, Suryopratomo, Toeti Adhitama, Usman Kansong. Redaktur Pelaksana: Iskak Susanto. Kepala Divisi Percetakan: Kresna Murti. Sekretaris Redaksi: M. Natsir. Asisten Redaktur Pelaksana: D. Widodo, Umar Bakti Redaktur: Heru Zulkarnain, Hesma Eryani, Muharam Chandra Lugina, Nova Lidarni, Sri Agustina, Sudarmono, Trihadi Joko, Wiwik Hastuti, Zulkarnain Zubairi.

±

±

12

LAMPUNG POST

±

CMYK

±

SEORANG teman, yang berprofesi sebagai tukang ojek, mendapat penumpang bapak tua yang tinggalnya di puncak Gunung Betung. Sang Bapak hendak ke Pringsewu. Mereka lewat rute Bandar Lampung. Di jalan mereka asyik ngobrol. “Naik apa tadi, Pak, kok pagi buta sudah sampai di bawah,” tanya teman. “Ya saya jalan kaki, lah dari gunung mau naik apa-apa kan susah. Masih mending jalan n LAMPOST/HENDRIVAN kaki, badan sehat, ngirit ongkos, dan tidak Susilowati Wartawan khawatir ngguling,” kata sang Bapak mantap. Lampung Post “Hebat ya, Pak, dari puncak ke kaki gunung jalan kaki kuat, sampai bawah pun Bapak tidak kelihatan lelah. “Lah, sudah biasa, kalau orang kota ya gerak sedikit saja capek, kalau wong gunung kan emang sudah biasa naik turun, jadi enggak capek lagi,” jawabnya dengan optimistis. Sambil ngobrol ngalor-ngidul, tidak terasa perjalanan sudah sampai di Telukbetung. “Nah, Pak kita sudah sampai ke kota, motornya minum dulu ya, kita mampir di pompa bensin,” kata teman tadi. Motor pun berbelok ke SPBU. Sang Bapak mulai celingakcelinguk di “dunia lain”. Sedikit heran, banyak bingung, dan dia memilih mengamati tanpa mengomentari. Saat sang Bapak asyik jelalatan melihat hal aneh, sang teman telah usai meminumi motornya, segera memanggil sang Bapak. Penumpangnya itu berlari-lari kecil menuju motor. Ada yang membuat terbengong-bengong sang teman, yang membuatnya tidak sabar bertanya. “Pak, sandal Bapak mana? Dipakai saja, jangan dilepas,” tanya teman yang keheranan karena penumpangnya bertelanjang kaki. “Lo, saya dari gunung kan memang tidak pakai sandal,” kata sang bapak tanpa merasa bersalah. “Lo, Pak, kita kan mau pergi jauh, masak tidak pakai sandal, nanti kakinya kena batu,” teman saya terus mengejar. “Lah, saya selama di gunung, yang banyak belukarnya saja tidak pernah pakai sandal dan tidak pernah kena duri, apa lagi di sini yang jalannya halus,” kata sang bapak santai. Tinggallah teman saya terbengong-bengong, antara ingin membantah dan menahan tawa. n

Pak de Pak Ho BPOM menemukan 17 produk kosmetik berbahaya.

Wah, mesti hati-hati ya, Pak Ho.

n FERIAL

Poj ok Masyarakat diminta waspadai uang palsu menjelang pemilukada. Segala cara dipakai biar menang?

n Komisi V DPRD Lampung mengakui pelesir ke luar negeri pakai APBD. Mumpunglah ya, Pak?

±

CMYK

n FERIAL

Advokat Kebudayaan Lampung Asarpin Esais dan Aktivis Sosial

S

EORANG advokat kebudayaan umumnya memiliki kecen­ derungan sebagai seorang pembela gigih nilai-nilai budaya yang diyakninya benar. Oleh sebab itu, tidak heran jika di antara mereka ada yang menjadi pemuja kebudayaan lokal, sekaligus menjadi pejuang gigih warisan kebudayaan primordial. Dalam sikap dan tindakannya, para advokat kebudayaan model ini sangat apologetika dan eksklusif. Mereka akan mempertahankan mati-matian apa yang diyakini benar tanpa mau membuka diri terhadap pandangan dan keyakinan pihak lain. Seorang advokat memiliki kecen­ derungan berdebat dan mengkritik. Bagi mereka, perdebatan adalah ajang unjuk kebolehan argumentasi, unjuk keilmiahan teori, dan ajang memojokkan lawan yang dianggap berbeda dan tidak sepaham. Sementara kritik bagi mereka menjadi semacam keharusan untuk membangun wacana kritis di bidang kebudayaan. Beberapa ciri di atas tentu saja tidak baku, mungkin juga keliru. Sebab, ke-

nyataannya, para advokat kebudayaan sering juga bersikap terbuka, bahkan amat terbuka dalam memandang persoalan. Udo Z. Karzi, misalnya, adalah sosok advokat budaya Lampung yang memiliki kecenderungan itu. Setiap esainya tentang kebudayaan Lampung mengandung semangat seorang pe­ ngacara, kebudayaan Lampung—dalam arti luas—adalah kliennya, yang ia perjuangkan dengan gigih agar mendapat tempat yang terhormat dan sejajar de­ ngan kebudayaan lain di masyarakat. Dalam buku terbarunya, Feodalisme Modern: Wacana Kritis tentang Lampung dan Kelampungan (Indepth Publishing, Bandara Lampung, April 2013), Udo memperlihatkan dirinya sebagai seorang advokat budaya Lampung yang sering ngotot mempertahankan argumen. Tetapi uniknya, Udo tetap bersedia membuka diri dan memahami pihak yang berseberangan pendapat dengannya. Bongkar Feodalisme Melalui esai-esainya, Udo berusaha membongkar sisa-sisa feodalisme lama dalam tradisi lisan Lampung dengan menghadirkan kebudayaan tulis yang dialogis. Ketika kelisanan budaya itu

menjelma menjadi kelisan baru dalam bentuk pemberian gelar (adok) yang syarat politik, atau semacam politisasi budaya oleh para pejabat, Udo menangkapnya sebagai bentuk feodalisme modern. Pemberian gelar tidak lain adalah pengukuhan atas kekuasaan, yang mewariskan sistem feodalisme masa lampau. Pembelaan Udo terhadap budaya Lampung dan kelampungan yang hidup di tengah-tengah masyarakat, tidak sampai membuat tulisan-tulisannya menjadi apologetika dan eksklusif. Ia menghadirkan Lampung dan kelampungan melalui apa yang disebutnya sebagai wacana kritis. Pada bagian mana Udo mengeksplo­ rasi pendekatan budaya wacana kritis dalam mengkaji kebudayaan Lampung pada feodalisme modern, tentu amat sulit mengindentifikasinya. Sebab, apa yang ia tulis adalah sebuah esai kebudayaan yang longgar sifatnya, bukan traktat ilmiah dengan argumentasi dan pendekatan yang ketat. Semangat yang melatari kehadiran esai-esai Udo adalah semangat pengenalan dan pembelaan; serupa tetapi tidak sama dengan semangat seorang advokat. Namun, ciri-ciri keadvokatan

sebagaimana saya sebutkan di muka, tampaknya tertutup oleh semangat kritisisme sejarah yang terlampau membubung dan melambung. Beberapa esai masih mengan­ dung semangat primordial, tetapi ia kemudian sadar bahwa lingkungan tempatnya berkarya adalah dunia yang sangat plural sehingga mempertahankan hal itu mengandung bahaya dan risiko tersendiri, terutama jika ditarik dalam konteks wacana multikulturalisme. Dalam menyiasati hal itu, Udo melakukan dua hal yang cukup stra­ tegis, ke dalam ia berusaha membela argumennya tentang budaya Lampung dan kelampungan dan keluar ia tidak segan-segan melakukan kritik dan autokritik terhadap lawan bicaranya yang dianggap tidak sepaham dan tidak sejalan. Beberapa esai dalam buku ini merupakan tanggapan penulisnya terhadap tulisan orang lain, yang sebelumnya memang pernah dimuat di harian tempatnya bekerja. Dalam buku ini sangat jarang ditemukan esai yang bersifat reflektif sehingga banyak esai yang terasa tegas, tetapi tidak terlampau ketat dari segi linguistik. n

±

Politik Kemasan Benny Susetyo Pr. Budayawan

K

U A L I TA S p a r t a i politik (parpol) dan calon anggota le ­ gislatif (caleg) pada Pemilu 2014 sangat menentukan arah parlemen dan kebijakan politik, ekonomi, serta dimensi lainnya di Indonesia pasca-2014. Berdasar daftar caleg yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), sejumlah partai masih buruk secara administrasi dalam mempersiapkan caleg. Kualitas caleg pun, jika dikaji lebih dalam, menyimpan sejumlah persoalan. Hampir 90% caleg tidak berkualitas. Hal itu menandakan partai politik kehilangan keadaban politik. Politik hanya dimaknai do ut des. Berpolitik sekadar sarana mendapatkan transaksi belaka. Inilah yang membuat wajah parlemen tidak berubah karena motivasi mereka menjadi caleg untuk mencari kekuasaan dan uang. Hal demikian menyuburkan budaya KKN karena tindakan partai politik mengusung caleg yang merupakan keluarga dekat sebetulnya bentuk nepo-

tisme yang merugikan partai itu sendiri. Banyak efek negatif yang ditimbulkan, misalnya, mandeknya kaderisasi partai. Bukan hanya itu, kekhawatiran utama bila saja nanti penguasa terpilih memiliki parlemen yang sebagian anggotanya adalah keluarga dekat, bisa dibayangkan begitu sulitnya melakukan kontrol terhadap kekuasaan. Lebih dari itu, sebetulnya politik dinasti tidak mencerminkan moralitas demokrasi yang menghendaki adanya ruang kompetisi yang sehat dan fair. Politik dinasti ialah sebentuk nepotisme yang se­ sungguhnya telah kita tolak dan mencederai semangat reformasi. Semangat kekeluargaan dalam politik lebih banyak menghasilkan praktik politik yang tidak sehat. Argumen nepotisme be gitu dekat dengan kolusi dan korup­s i hingga kini masih diterima dalam sebagian besar alam pikir publik. Nepotisme cenderung memanfaatkan akses politik tertentu untuk kepentingan orang dekat dan keluarga. Hal demikian tidak bisa diterima karena hanya akan melemahkan demokrasi.

±

Penuh Kepalsuan Hal lain yang menarik diungkap dalam politik caleg di ne­ geri ini ialah publik umumnya menilai apa yang dilakukan para caleg itu tidak lebih dari sebuah politik kemasan. Politik pencitraan diri yang lahir dalam pertarungan merebut simpati publik. Sebagai sebuah citra, sering apa yang tampak bukanlah apa yang sesungguhnya ada. Para caleg berhias diri dan tampil memukau di depan khalayak. Namun, lagi-lagi publik mempertanyakan apakah janji yang bertebaran dalam berbagai iklan politik itu bukan sebagai sebuah penipuan, seperti layaknya janji politik yang penuh dengan kepalsuan. Dalam kenyataannya, publik hanya disuguhi dengan pertarungan kata tanpa makna yang mendalam. Apa yang tampil tidak lebih sebagai sebuah jargon politik, bukan sebagai sebuah visi dan idealisme yang mencerminkan diri elite. Kita bisa memetik pelajaran dari pemilu-pemilu sebelumnya. Para caleg berhias diri dalam gambar partai dan me-

nyatakan diri sebagai sosok paling layak dipilih. Namun, pada perjalanan politik sepanjang lima tahun terakhir, ja­ ngankan perubahan mendasar yang terjadi dan berpengaruh terhadap kehidupan rakyat secara nyata, justru yang terjadi ialah tingkah laku para elite di Senayan yang amat mengecewakan. Politik priayiisme itu hidup menggurita di segenap lini pemerintahan dari daerah hingga pusat. Kita hidup dalam sebuah zaman di kala demokrasi, objektivitas, dan rasionalitas disanjung-sanjung, tetapi kepatuhan dan keterpaksaan secara tidak masuk akal dipraktikkan. Sebagai elite politik, mereka tidak sadar tindak-tanduk dan perilaku mereka selalu menjadi bahan pergunjingan masyarakat. Intinya, rakyat tertipu memiliki wakil rakyat yang demikian. Tertipu dan berulang kali tertipu memiliki pelayan yang suka mencuri uang rakyatnya sendiri. Inilah lingkaran kegelapan yang mewarnai kehidupan politik yang mencerminkan betapa nurani kita sebagai bangsa telah sirna di

muka bumi pertiwi ini. Caleg Berintegritas Barangkali tidak semua caleg yang memiliki kerabat dengan orang kuat partai merupakan caleg yang tidak berkualitas. Mungkin saja tidak semua caleg yang memiliki kerabat dengan penguasa merupakan sosok yang tidak layak pilih. Namun, yang senantiasa harus dihindari ialah bahwa nepotisme itu bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, sebab sudah menjadi bawaan manusia sejak lahir. Karena itulah kesadaran untuk membuka akses berpolitik selebar-le­ barnya dan transparan menjadi tuntutan utama. Kompetisi untuk menjadi calon anggota legislatif harus dipusatkan pada program yang terukur bagi kemakmur­ an masyarakat. Dibutuhkan perubahan budaya dan pola berpikir dari para elite politik untuk mengembangkan visi pemerintahan yang jelas fokusnya. Pola berpikir baru untuk mencapai kesadaran dalam mewujudkan cita-cita membangun kesejahteraan bersama sebagaimana dalam cita-cita republik. n

CMYK

±

±


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.