Jurnal Kota Tua

Page 1



Kata Pengantar ‘Jurnal Kota Tua’ ini merupakan kelanjutan dari jurnal yang pernah dibuat tahun lalu dengan tujuan yang sama. Dengan tema ‘Atmosfer’, setiap calon anggota organisasi Publication Unit Arsitektur UPH mendapat tugas untuk membuat buku ini dari nol sampai akhirnya dapat dinikmati di tangan pembaca. Namun tidak semata-mata syarat, Djoernal ini juga menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mengembangkan bakat dan minat dalam publikasi, yaitu : menulis, fotografi, dan grafis. Berkaitan dengan divisi yang akan mereka masuki, setiap anak mendapat tu-

gas yang berbeda. Divisi menulis akan berhubungan dengan kegiatan liputan dan penulisan yang akan diterbitkan di website konteks.org. Oleh karena itu, dalam tugas ini mereka diberi tugas membuat hasil liputan mengenai atmosfer di Kota Tua, dari nuansa, suasana, warna, dan aktivitas yang berlangsung di sana. Divisi fotografi akan mendokumentasikan acara-acara arsitektur, baik di kampus maupun di luar. Oleh karena itu, mereka diberi tugas untuk menangkap momen atmosfer di Kota Tua, dimana obyek manusia menjadi fokus utamanya.

Terakhir, divisi grafis akan mengerjakan halhal yang berhubungan dengan desain, seperti desain poster, buku, dan website. Oleh karena itu, mereka ditugaskan untuk mendesain keseluruhan layout dari buku Djoernal ini. Buku ini terdiri dari 10 foto dan 5 tulisan yang merupakan hasil karya dari masing-masing anak. Setiap foto akan menjelaskan tulisan, dan setiap tulisan akan melengkapi foto. Selamat menikmati atmosfer Kota Tua melalui buku ini. Tim Redaksi Konteks





Karya Edbert Fernando | Fotografi Ephraim Jeshanah Atmosfer sebuah kata yang erat kaitannya dengan temperatur. Temperatur sendiri merupakan sebuah tolak ukur dari pergerakan molekular yang memiliki besaran absolut. Tentunya dalam sebuah karya visual, temperatur tidak dapat memiliki makna yang sama, dan tidak dapat diukur dengan metode yang demikian. Secara visual, atmosfer ruang yang dirasakan melalui temperatur paling jelas diwakili melalui warna. Elemen warna mendeskripsikan temperatur melalui sifat warna panas dan dingin. Sifat warna terbentuk dari memori yang kita dapat melalui

objek visual yang kita lihat sehari – harinya. Seperti contoh, kita mengasosiasikan warna merah, kuning, dan jingga dengan api dan sifat api yang panas, sebaliknya, kita memiliki persepsi lain terhadap warna biru, ungu, ataupun hijau, karena objek – objek visual seperti air yang memberikan kesan sejuk atau dingin pada warna – warna tersebut. Tidak hanya melalui temperatur, elemen lain yang mempengaruhi atmosfer ruang, ialah tekstur. Tekstur, sebuah elemen yang rasanya sukar dipisahkan dengan indra peraba. Meski demikian, bukan berarti

tekstur sebuah objek, secara spesifik objek – objek arsitektur, tidak dapat ditangkap secara visual. Tekstur kasar dapat dilihat dari permukaan objek yang memiliki liku – liku yang relatif abstrak, berbeda dengan tekstur halus, yang permukaannya terlihat lebih licin. Dengan foto, dapat terlihat bahwa atmosfer di Kota Tua dapat dieksposisikan melalui pencahayaan, warna, serta tekstur. Beberapa foto dengan jelas memaparkan warna pastel, seperti contoh, warna – warna pada sepeda yang beragam. Warna – warna



cerah yang menggambarkan suasana yang ramai, ceria, ketimbang warna monokrom yang lebih condong melukiskan kondisi mencekam dan sepi. Cahaya juga merupakan faktor yang penting secara visual dalam penggambaran atmosfer ruang. Oleh karena cahaya, adanya perbedaan gelap terang yang mempengaruhi suhu dan tentunya atmosfer ruang. Objek yang terkena cahaya langsung tentunya lebih panas daripada yang tidak terkena langsung. Sama halnya dengan gelap terang dalam suatu ruang, tentunya ruang yang memiliki pencahayaan lebih, terasa

lebih mengundang dibanding ruang yang pencahayaannya minim. Begitu pula dengan tekstur, terlihat bahwa setiap objek memiliki perbedaan tekstur masing – masing, tekstur alami yang abstrak, tentunya berbeda dengan objek – objek yang bersifat geometr. Karena tekstur tertentu, maka objek atau ruang dapat bersifat menolak, yang secara jelas telah memberi kesan lebih, tidak hanya pada objek tertentu, namun juga terhadap atmosfer ruang sekelilingnya. Secara keseluruhan, Kota Tua memiliki atmosfer ruang yang beragam, karena Kota

Tua itu sendiri merupakan suatu domain yang tidak kecil. Kota Tua seperti ibarat memiliki pemisah antar ruang yang tidak riil, alias imaginatif. Atmosfer di luar ruang, atau public space tentunya berbeda dengan di dalam ruang. Pencahayaan yang berbeda, udara yang berbeda, warna – warna yang berbeda. Namun itulah, yang menyebabkan atmosfer di Kota Tua ini begitu berbeda dari tempat lain.



Karya Benedicta Christella | Fotografi Randy Gunawan Sunyi, itulah satu kata yang cukup menggambarkan kawasan Kota Tua Jakarta pada hari itu. Pelataran Kota Tua Jakarta yang terkenal ramai dengan para wisatawan hari itu terlihat sepi. Ini pasti dikarenakan hari itu bukanlah hari libur sehingga tidak banyak pengunjung yang terlihat memadati kawasan wisata Kota Tua Jakarta tersebut. Selain itu, sinar matahari yang sangat menyengat juga membuat banyak pengun-

jung mengurungkan niatnya untuk mengunjungi kawasan dengan luas sekitar 1,3 kilometer persegi tersebut. Kesunyian benar-benar bisa dilihat dan dirasakan hari itu. Para pedagang kaki lima di sekitar pelataran yang biasanya terlihat sibuk dan dikerumuni oleh para wisatawan karena dagangan nya yang khas tersebut tampak menganggur dan terlihat kesepian. Manusia patung yang biasanya menghibur para pengunjung terlihat

sedang melamun kesepian. Sepeda onthel warna warni yang biasanya menjadi rebutan para pengunjung untuk disewa menyusuri sudut kota juga terlihat berjejer rapi di pinggir pelataran. Biasanya kawasan ini dipadati pengunjung di hari libur terutama di sore hari. Kawasan ini adalah salah satu tempat yang tepat bagi para wisatawan karena gedung-gedung di tempat ini selain unik, juga merupa-



kan saksi bisu peristiwa masa lalu, jadi tidak hanya berwisata, tetapi juga bisa lebih mengenal sejarah tentang kota Jakarta. Terdapat banyak museum di kawasan ini seperti Museum Fatahillah, Museum Wayang, Museum Bank Indonesia, Museum Seni Rupa & Keramik yang selain menarik dari luar karena style bangunan “tempo dulu” nya, juga menarik dari dalam karena masing-masing museum tersebut menyimpan banyak ben-

da bersejarah yang bisa membantu para pengunjung dalam mengenal dan memahami peristiwa yang terjadi di masa lalu. Jadi tidak heran saat hari libur tiba kawasan ini sangat ramai dan penuh dengan pengunjung dari berbagai kota. Selain sebagai wisata, tempat ini juga cocok dikunjungi oleh orang-orang yang hendak menghindari hiruk-pikuknya jalanan ibukota. Suasana tentram dan jauh berbeda

dari kota bisa dirasakan disini. “Serasa kembali ke masa lalu”, mungkin adalah ungkapan yang cocok saat berada di kawasan Kota Tua Jakarta. Bangunan bangunan tua, persewaan sepeda onthel, jajanan tradisional yang dijual para pedagang kaki lima, seperti kerak telor, es selendang mayang, ketoprak dan makanan khas Betawi lain adalah beberapa hal yang mendukung suasana “tempo dulu” sangat terasa di kawasan ini.



Karya Jacky Pan | Fotografi Meissy Clarissa Kota Tua. Sebuah kata yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Kota Tua merupakan daerah-daerah Indonesia yang memiliki sejarah yang cukup penting di balik mereka. Kota Bandung, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Medan dan Solo. Hampir seluruh kota besar Indonesia memiliki sebuah ‘Kota Tua’ di dalamnya. Namun di antara seluruh ‘Kota Tua’ yang ada tentu ada satu yang paling terkenal, dan itu tidak lain berasal dari ibukota Indonesia; Jakarta. Kota Tua Jakarta merupakan sebuah wilayah khusus yang membentang seluas 1,3 kilo-

meter persegi melintasi Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Banyak sekali hal-hal menarik yang dapat kita amati pada daerah khusus ini terutama arsitekturnya yang mencerminkan ‘Indonesia Klasik’. Semangat ‘Indonesia Klasik’ sangat tercermin dari bangunan yang berada di sekitarnya seperti Museum Bank Indonesia, Museum Sejarah Jakarta, Museum Wayang. Bangunan tersebut memiliki fungsi-fungsi untuk menegingatkan atas masa lalu, klasik. Selain bangunan megah tersebut, bangunan lain yang berada disekitar juga memiliki

karakter-karakter ‘Indonesia Klasik’. Bangunan-bangunan sudah memiliki beberapa retakan di sana-sini. Cat dinding yang mulai terkupas melawan cuaca. Pagar-pagar besi yang sudah mulai berkarat. Semua ini merupakan tanda perlawan-perlawanan bangunan terhadap waktu. Selain gedung-gedung yang ada disekitar baik masif apa tidak, sebuah arsitektur yang cukup penting pada jantung Kota Tua Jakarta adalah Taman Fatahillah. Berbeda dari bangunan lainnya, Taman Fatahillah merupakan sebuah lapangan terbuka,



arsitektur lansekap. Namun tetap saja cerminan ‘Indonesia Klasik’ dapat kita lihat. Aktivitas-aktivitas ‘Klasik’ mulai dari bersepeda sampai dengan memakan bakso gerobak dapat ditemukan di Taman Fatahillah. Dengan adanya satu karya arsitektur berinteraksi dengan karya arsitektur lainnya dalam sebuah daerah, terjadilah aktivitas-aktivitas tertentu yang berlangsung pada daerah tersebut berdasarkan arsitekturnya. Dari situ, lahirlah sebuah semangat dan karakter yang khas terhadap daerah itu sendiri. Dan dalam kasus Kota Tua Jakarta; ‘Indonesia

Klasik’. Seperti penduduk Kota Tua yang walau sudah tua, tetap berdiri teguh menghadapi hari-harinya. Arsitektur juga harus bisa dengan teguh mempertahankan maksudnya saat dihadapi dengan rintangan. Arsitektur Kota Tua dengan baik menunjukkan kesuksesannya dalam hal tersebut. Walau ditengah berjalannya zaman, aktivitas-aktivitas yang dilakukan di Kota Tua tetap sama dan tidak berubah. Hal-hal ‘jadul’ masih dilakukan orang-orang yang ada di Kota Tua. Namun waktu pada akhirnya memadamkan segalanya. Maka sebelum di-

padamkan, kita sebagai generasi muda Indonesia wajib menerima tongkat estafet dan melanjutkan semangat mereka; semangat ‘Indonesia Klasik’. Sebagai pelajar arsitektur, salah satu caranya adalah untuk memerhatikan budaya serta semangat daerah sekitar dalam membangun. Tugas seorang arsitek tidak sekedar mengolah ruang, ia juga harus memperhatikan manusia-manusia yang ada di sekitarnya sehingga terbentuk sebuah integrasi yang harmonis antara ruang olahan arsitek dengan aktivitas manusia.



Karya R. Yudha | Fotografi Jennifer Gabriella Kota tua. Nama identik yang hampir beberapa kota di Indonesia punya kota tua ini. Kawasan bersejarah yang menyimpan sejuta kisah suka maupun haru pada masanya yang sekarang hanya sebagai nilai historis dari kawasan tersebut. Kota Tua adalah kawasan yang berbeda diantara megahnya kota metropolitan. Memang beberapa daerah yang sengaja membiarkan Kota Tua tetap ada guna untuk mengingatkan kembali atas sejarah sebelum daerahnya menjadi megah seperti sekarang. Seperti contoh pada Kota Tua di daerah Jakarta Barat ini. Kota Tua yang menjadi destinasi favorit bagi para warga dalam atau luar daerah untuk menikma-

ti bagaimana atmosfer kehidupan di Kota Tua di Jakarta ini. Kawasan Kota Tua yang membentang luas ini berlokasi di perbatasan antara Jakarta Barat dengan Jakarta Utara. Kawasan ini menjadi daya tarik bagi warga untuk merasakan wisata dengan sensasi yang berbeda daripada umumnya di daerah Jakarta ini. Memberikan atmosfer nostalgia terhadap sejarah pembangunan ataupun sejarah penjajahan pada masa kolonial Belanda. Mengingatkan kita bahwasanya sebelum berkembang seperti sekarang, ada perjuangan yang dikorbankan untuk perkembangan seperti sekarang ini. Kita bisa tahu telah memasuki daer-

ah kawasan Kota Tua dengan memperhatikan sekitarnya. Kawasan Kota Tua hampir seluruh bagiannya dipenuhi dengan bangunan-bangunan tua yang masih orisinil tentu dengan sedikit hasil renovasi. Bangunan-bangunan yang berbentuk masif yang mayoritas sama bentuknya dengan cat putih yang sudah rusak dan terkupas oleh cuaca dan beberapa susunan tembok batanya yang sudah rapuh juga rusak susunannya dengan ditumbuhi tumbuhan-tumbuhan menjalar. Bangunan disini dibiarkan orisinil bentuknya agar tidak menghilangkan ciri khas kolonial dari tiap bangunan. Karena posisinya yang berada di kawasan Kota Tua, maka cita rasa kolo-



nial dan klasik nya harus tetap terasa dan terjaga. Beberapa bangunan tua disini pun juga banyak yang sudah direstorasi gunanya. Seperti dijadikan restoran, museum dan tempat wisata lainnya. Restorasi disini pun berguna untuk memfungsikan kembali bangunan-bangunan tua ini agak tidak terbengkalai dan pengunjung bisa merasakan suasana didalam bangunan tersebut. Mengajak para pengunjung merasakan bagaimana suasana didalam bangunan tua yang masih minim dengan teknologi. Namun dari bangunan-bangunan tersebut, yang paling populer di kawasan ini tentunya adalah plaza depan Museum Fata-

hillah. Plaza ini tempat berkegiatan paling banyak yang bisa dilakukan. Bisa dudukduduk menikmati suasana, bersepeda, menikmati momen dengan berfoto bahkan bisa menikmati jajanan disekitar. Dibanding mengunjungi dalam bangunan, pengunjung lebih suka untuk bersantai disini. Plaza disini mempunyai saksi sejarah lebih banyak ketimbang di bangunan-bangunan sekitarnya. Karena, segala aktivitas, dan peristiwa pada masa lampau banyak terjadi di plaza ini. Banyak sekali peninggalan sejarah pada masa lampau yang masih tersimpan menghiasi plaza ini. Seperti meriamnya, tempat pemandian ditengah plaza, atapun bahkan

prasasti-prasasti lantai yang terawat hingga kini. Sebagai seorang arsitek, tidak hanya kita menciptakan sebuah karya spektakuler dan dinamis, tapi tentu sebuah sejarah bisa menciptakan perkembangan desain yg mutakhir. Kita harus tahu sejarah guna sebagai informasi untuk perkembangan sebuah desain. Bagaimana sebuah desain mutakhir pada jaman dahulu bisa dijadikan sebuah ide desain untuk masa yang mendatang. Bagaimana orang pada zaman dulu bisa menciptakan sebuah desain dengan minimnya teknologi.



Karya Gracia Hani | Fotografi Ron Mahayunan Sejumlah bangunan bersejarah di kawasan Kota Tua Jakarta telah memikat banyak pengunjung dengan keindahan bergaya kuno dan nilai sejarah yang tinggi. Menurut petugas pelayanan informasi Kota Tua, Cep Husni, kawasan Kota Tua telah menarik lebih dari 80.000 pengunjung pada hari Rabu (28/6/2017). Namun, berapa dari mereka yang sadar bahwa Kota Tua bukan hanya tempat untuk berwisata? Seperti tempat wisata pada umumnya, orang memotret, nongkrong dan

mempelajari sejarah sudah merupakan keseharian di Kota Tua. Dari aktivitas tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengunjung lebih gemar menikmati apa yang terlihat dari fisik ketimbang apa yang dapat dirasakan, seperti atmosfer. Padahal, menyertakan atmosfer dengan melakukan apapun sambil mengamati keadaan sekitar secara teliti akan mendekatkan mereka kepada Kota Tua secara emosional. Suatu kawasan dapat dihancurkan oleh bencana alam atau serangan teroris, se-

dangkan foto dan rekaman bisa hilang dengan berbagai sebab. Namun, atmosfer yang pernah dirasakan saat pengunjung pernah berwisata di Kota Tua merupakan sesuatu yang sulit untuk diabaikan. Karena, atmosfer dapat menimbulkan aneka perasaan dan mempengaruhi tindakan para pengunjung. Meskipun Kota Tua hanya memiliki luas sebesar 1.3 kilometer persegi, atmosfernya bisa berbeda, tergantung tempat dan waktu. Contohnya, bangunan-bangunan kuno yang masih terawat di kawasan Muse-



um Fatahillah dan pengunjung yang berkeliaran pada siang hari membangkitkan suasana yang ceria dan penuh nostalgia. Rasa nostalgia tersebut membangkitkan hasrat untuk bercerita tentang masa lalu kepada anak cucu. Sedangkan, berbagai bangunan usang yang memiliki lapisan cat terkelupas, bau logam berkarat dan lumut hijau menciptakan suasana yang berbeda. Dari komponen bangunan yang disebutkan, tentu usia bangunan tersebut termasuk tua, seolah-olah bangu-

nan tersebut berusaha untuk terlihat ada. Akibatnya, terciptalah rasa perjuangan yang mengingatkan pengunjung akan usaha para pahlawan Indonesia untuk kebebasan. Pada malam yang sunyi, suasanya bisa menjadi angker dan mengkhawatirkan sampai pengunjung merasa terancam. Walaupun dua orang berada di bagian Kota Tua yang sama, atmosfer yang dirasakan belum tentu sama. Contohnya, sepasang sahabat asing dan lokal sedang mengunjungi suatu museum di Kota Tua.

Museum tersebut menunjukkan aneka artifak bersejarah yang menimbulkan sikap kekanakan kepada sahabat asing, yaitu rasa ingin tahu yang besar dan semangat yang berkobar. Sedangkan, sahabat lokal merasa bangga dengan identitasnya sebagai warga Indonesia. Dengan bantuan atmosfer, hal yang seringkali dilupakan pengunjung, pengalaman ke Kota Tua dapat dinikmati semaksimal mungkin.



Karya Michelle Laurent | Fotografi Ephraim Jeshanah Sang bagaskara tersenyum penuh kehangatan Dering sepeda bersaut-sautan dengan nyanyian sang merpati Suara canda tawa para penikmat sejarah menghiasi salah satu tempat rekreasi khas Jakarta Tempat bersejarah perjuangan Bangsa Indonesia hingga meraih kata merdeka Teriakan para pejuang terngiang di telingaku.. MERDEKA! MERDEKA! MERDEKA! Dibalik jendela kaca ini ku mengamati.. Mengamati tempat bersejarah yang kini asri Tak ada lagi baku tembak Tak ada lagi sang pejuang yang bersimbah darah Yang ada hanyalah kemenangan Kemenangan yang telah kita raih dan kita pertahankan hingga saat ini Langit biru nan cerah seakan-akan menuntunku menikmati keceriaan tempat penuh kisah ini Dan kami menyebut semua keindahan ini dengan satu nama Kota tua.



DIVISI LAYOUT Bayu Abimanyu Randy Gunawan Violeta Puspita DIVISI DOKUMENTASI Eric Anathapindika Ephraim Jeshanah Jennifer Gabriella Meissy Clarissa Ron Mahayunan DIVISI MENULIS Benedicta Chistella Edbert Fernando Gracia Hani Jacky Pan M. Jessica Michelle Laurent R. Yudha Sebastian Brian

KONTAK KAMI Konteks Online redaksi@konteks.org





Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.