Kendari pos edisi 18 september 2013

Page 2

Aneka

Kendari Pos |Rabu, 18 September 2013

2

Bom Meledak di Pos Polantas

Merebut Keuntungan di Balik PNS Nganggur

Terduga Pelaku Terekam CCTV

Catatan ...............

Semarang,KP Teror terhadap anggota kepolisian tak hanya terjadi di Jakarta. Namun kini mulai merambah di Kota Semarang. Sasarannya, Pos Polisi Unit Lalu Lintas (Pos Polantas) Polsek Genuk di Jalan Raya Kaligawe, Kelurahan Terboyo Kulon, Kecamatan Genuk, Semarang. Sebuah ledakan yang diduga bom molotov terjadi di samping Pos Polantas tersebut, Senin (16/9) malam. Bom dengan daya ledak low explosive itu sempat membuat geger petugas yang berjaga serta warga sekitar. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut. Sebab, saat kejadian, dua petugas berada di ruangan sebelah. Informasi yang dihimpun Radar Semarang menyebutkan, ledakan keras itu terjadi sekitar pukul 19.40. Saat itu, di dalam pos sedang berjaga dua petugas lalu lintas, yakni Brigadir Bambang Sujadi dan Aiptu Margono. Keduanya berada di ruang sebelah di pos polisi yang disekat menjadi dua ruangan tersebut. Menurut Brigadir Bambang, saat itu dirinya tengah berbincang dengan Aiptu Margono, tiba-tiba terdengar suara ledakan keras dari luar pos polisi, dekat ruangan sebelah. Sontak, keduanya berhamburan keluar. Apalagi, ledakan begitu keras dan persis di sisi barat pos polisi. “Suaranya cukup keras, saya langsung keluar,” aku Brigadir Bambang kepada Radar Semarang. Begitu keluar, ia kian kaget mendapati kepulan asap dan tercium bau mesiu. Sejumlah tukang ojek yang mangkal di timur Pos Polantas ikut kaget dan berlarian ke arah lokasi ledakan. Namun saat itu tidak ada seorang pun di dekat lokasi. Sedangkan kondisi jalanan terlihat lengang. “Ada pecahan logam dan bau mesiu di sekitar lokasi,” katanya. Kerasnya ledakan menyebabkan talud di barat Pos Polantas rusak. Kaca samping pos juga pecah berantakan.”Suaranya keras, sampai saya terbangun saat ketiduran di pos ojek,” ujar salah satu tukang ojek, Saduri, 51. Awalnya, ia mengira jika ledakan keras akibat ban truk atau bus pecah. Tapi, dugaannya ternyata meleset. Karena setelah mendatangi lokasi, tercium bau seperti bahan mercon. Tidak hanya itu, di lokasi terlihat pecahan logam aluminium. Ironisnya, kejadian itu dianggap biasa oleh petugas setempat. Bahkan, mereka langsung membersihkan lokasi. Padahal sesuai prosedur, harusnya dilakukan olah TKP terselebih dahulu oleh tim Inafis, unit Gegana maupun tim Puslabfor. “Saya juga ikut mem-

bersihkan serpihan,” kata Saduri. Tim Gegana dan Inafis Polda Jateng sendiri baru datang Selasa (17/9) pagi kemarin. Mereka langsung melakukan olah TKP dan penyisiran. Petugas menyisir di sebelah barat pos polisi. Penyisiran sampai parit dan tanah kosong di belakang pos polisi. Dengan menggunakan metal detector, petugas mencari serpihan-serpihan kecil bekas ledakan. Hasilnya ditemukan serpihan besi kecil yang diduga berasal dari bahan ledakan. Hingga kemarin, suasana di lokasi kejadian ledakan masih dipasang police line. Sejumlah warga yang penasaran tampak memadati sekitar lokasi. Sedangkan sejumlah polisi masih terlihat berjaga-jaga di lokasi untuk mengantisipasi kejadian serupa. Kapolda Jateng Irjen Pol Dwi Priyatno yang datang ke TKP mengatakan, ledakan tersebut ditimbulkan dari bom yang berdaya ledak rendah atau low explosive. Meski begitu, ia mengaku masih belum bisa memastikan jenis bom yang dipasang di dekat Pos Polantas Polsek Genuk tersebut. Namun dari olah TKP ditemukan serpihan alumunium yang cukup berbahaya jika mengenai tubuh manusia. “Saya sudah mengecek lokasi, memang bom tapi daya ledaknya low explosive,” katanya. Dwi Priyatno menambahkan, tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut. Hanya kaca yang pecah dan tembok sedikit retak akibat ledakan. Pihaknya fokus untuk memburu pelaku agar diketahui modus dalam ledakan. “Masih diselidiki, apakah ada timer atau bagaimana untuk memicu bom tersebut meledak,” ujarnya. Hasil pelacakan dari dua kamera CCTV (Closed-circuit television) yang dipasang di Pos Polantas tersebut diketahui ada seorang pria misterius yang datang ke lokasi. Pria yang terpantau CCTV itu berjalan ke arah barat pos dan terlihat meletakkan sesuatu. Dalam rekaman itu, waktu menunjukkan pukul 19.04. “Sedangkan ledakan terjadi pukul 19.40 lebih 40 detik. Hasil rekaman CCTV ada seorang pria misterius sesaat sebelum ledakan,” kata Dwi Priyatno. CCTV yang sempat merekam wajah terduga pelaku tersebut dipasang di sudut Pos Polantas, persisnya di kerangka kayu teras depan. Sedangkan bom molotov yang meledak itu diletakkan di pagar samping Pos Polantas yang selama ini kerap menjadi tempat duduk. Sedangkan dari CCTV satunya yang dipasang di sisi timur, terekam tiga orang dengan mengBaca BOM di Hal. 12

pendaftar sudah pada gelisah, belingsatan, galau, cemas, harap-harap cemas, dan satu hal lagi: mereka sudah menyiapkan duit. Untuk apa? Untuk nyogok. Status pegawai negeri sipil ternyata masih menjadi lapangan kerja favorit. Saking favoritnya, segala cara bisa dilakukan untuk mencapainya. Dan, kemungkinan masih akan terus menjadi favorit hingga hukum benarbenar tegak. Apa kaitannya dengan tegaknya hukum? Karena pendapatan PNS itu sebenarnya proporsional dan terukur. Gajinya jelas, tunjangannya riil. Kalau saya ikut-ikut gayanya Vicky Prasetyo, take home pay-nya PNS itu sudah jelas angkanya. Dengan kondisi harga-harga saat ini, gaji PNS golongan tiga tanpa tunjangan jabatan sebenarnya hanya bisa beli sepeda motor, dan kalaupun anaknya dibelikan kendaraan, kira-kira hanya bisa cukup untuk harga sepeda kumbang. Tapi kenapa ada yang kaya? Ada yang bisa beli mobil baru, bisa bangun rumah dengan pilar menyerupai tiang bendera kantor gubernur? Bahkan ada yang membangun rumah berpilar setara dengan pilar-pilar teras kantor gubernur. Inilah penyebab hingga PNS itu menjadi favorit. Andai saja aparat hukum tega menjalankan aturan bahwa penyelenggara negara itu wajib menyetorkan daftar kekayaan, wajib diusut harta kekayaannya, kira-kira penjara seluas lapangan bola pun terasa sempit. Usaha sampinganmu tidak ada, warung kelontong depan rumahmu tidak ada, istrimu hanya ibu rumah tangga, suamimu tidak ada, hasil kebun tidak ada, tapi kamu punya duit banyak. Kalau dilakukan pembuktian terbalik, ini bisa jadi santapan lahap tegaknya hukum. Tak disiplin masuk kantor, sedikit kerja, dan gaji tak pernah terlambat, kira-kira inilah yang menjadikan lapangan kerja di PNS itu menjadi idola. Tapi kalau mau jujur, sesungguhnya jumlah pegawai di setiap instansi sudah sangat meluber dibanding pekerjaan yang ada. Andai ada keputusan pemerintah atau undang-undang meswastanisasi manajemen lembaga pemerintah lalu kemudian kinerja kepala daerah diukur dari keuntungan yang terjadi,

baik itu yang bersifat profit maupun non profit, baik laba maupun nirlaba, sudah pasti akan banyak tenaga PNS yang akan dirumahkan. Sebenarnya, tidak ada salahnya kepala daerah melakukan uji petik pada satu atau lebih satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Apakah betul pekerjaan di Dinas A harus dikerjakan oleh banyak staf? Jangan sampai semua pekerjaan staf-staf itu sesungguhnya bisa dirampungkan oleh satu orang PNS cerdas profesional. Kalau itu terlalu ekstrim, bisa diuji di Dinas B yang PNSnya hanya terdiri dari kepala dinas dan lima kepala bidang. Begitu banyaknya pekerjaan PNS hingga harus setiap tahun menerima PNS? Jangan sampai yang dikerjakan hanya mengutak-atik daftar gaji orang-orang PNS tidak produktif tadi. Jangan sampai yang dikerjakan dan terlihat super sibuk padahal itu pekerjaan administrasi proyek. Administrasi proyek bukan pekerjaan inti PNS. Pekerjaan proyek adalah kerja tambahan tapi kadang-kadang memang tanpa disadari seolah-olah ini pekerjaan rutin. Kenapa seperti itu, karena belum pernah terdengar ada laporan tentang progres pekerjaan triwulanan, kwartal, semeteran atau tahunan dari SKPD. Yang ada adalah, laporan pertanggungjawaban kepala daerah tentang visi misinya. Kalau ini diakui, maka SKPD yang hanya diisi oleh kepala dinas dan lima kepala bidang, sesungguhnya bukan hal yang ekstrim. Ada indikator sederhana untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi staf di lembaga pemerintah. Apa indikatornya? Berkunjunglah di SKPD A, atau SKPD B, atau SKPD X, Y atau Z. Ternyata, di sana ada yang main catur, di sana ada staf yang duduk di kursi sambil mempertemukan kedua telapak tangannya sembari mendongak dengan kemiringan kurang lebih 15 derajat. Ternyata, dia nonton sebuah acara lagu daerah berirama dangdut yang disiarkan oleh pemilik TV kabel. Kenapa ia mendongak dengan kemiringan 15 derajat, karena TV ditetakkan di atas lemari tertumpuk map-map. Supaya kelihatan seperti kantor yang serius, di sisi depan map tertulis “surat keluar”, “surat masuk”. Ternyata, di sana ada staf yang hanya jalan-jalan dari ruangan satu ke ruangan lain. Ternyata di sana, ada sekumpulan ibu-ibu bercampur dengan perempuanperempuan muda yang lagi sibuk menancapkan ubi goreng yang tampak keriput ke

dalam mangkuk yang berisi sambal berlendir. Kelihatan keriput ubi gorengnya karena sebelum digoreng ubinya lebih dahulu dimasak, dan kenapa sambalnya berlendir, ternyata bahannya pun dari ubi tobuha dicampur lombok. Benar-benar pemborosan dan jauh dari yang namanya efisiensi. Tapi, inikan keputusan dan struktur negara, bukan perusahaan. Andai manajemen PNS berorientasi profit, kemungkinan kepala daerah dan anggotaanggota DPRD mengeluarkan keputusan strategis dengan sasaran laba. Misalnya, ini umpamanya, 30 persen PNS yang ada saat ini akan sangat menguntungkan jika dibukakan kebun secara massal. Bisa satu kawasan, boleh beda kawasan. Setiap PNS yang tak jelas jobnya, diberikan tanggungjawab mengelola kebun dengan tanaman inti tertentu yang telah ditetapkan pemerintah daerah, misalnya, luasnya satu hektar. PNS tersebut digaji negara, hasil kebunnya dari tanaman inti dikuasai sendiri. Pola ini akan jauh sangat menguntungkan, ketimbang membiarkan sistem kerja PNS yang mendongak nonton TV atau dibiarkan bercengkerama sambil mengerubuti ubi rebus goreng yang keriput bersambal lendir. Dengan jumlah PNS, misalnya, sebanyak 7000 orang dan sebanyak 30 persen atau sekitar 2000 orang dipekerjakan di kebun massal, berarti akan ada kebun massal seluas 2000 hektar akan sangat profuktif. Sudah pasti, keuntungan pula akan berlipat-lipat ganda. Yang paling sederhana saja, setiap hari, 2000 orang itu tidak akan mengeluarkan sewa ojek ke kantor. Kalau uang ojek 2000 PNS itu sebanyak Rp 10 ribu per hari, maka daerah telah mengirit uang PNS sebanyak Rp 20 juta per hari, atau Rp 600 juta per bulan, atau Rp 7,2 miliar per tahun. Dari pengiritan uang ojek saja sudah seperti itu. Artinya bahwa, dengan cara seperti ini, status PNS tetap menjadi favorit, dan keuntungan ganda berlipat-lipat juga didapat. Apa keuntungan daerah? Satu yang sudah pasti bahwa 2000 orang PNS yang tadinya tak jelas jobnya pasti sejahtera. Yang kedua, jika pemerintah daerah ingin mengambil keuntungan, mewajibkan pembayaran sewa ojek ke Dispenda saja sudah lumayan besar (Rp 7,2 Miliar per tahun) ketimbang pendapatan fasilitas umum lainnya. (nebansi@yahoo.com)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.