Kendari Pos Edisi 15 Januari 2013

Page 15

Metro

Kendari Pos | Selasa, 15 Januari 2013

Jembatan... penas, maka Menteri PU, Djoko Kirmanto menyarankan agar pembangunan jembatan menggunakan dana APBN saja. “Ketika saya dengar jembatan akan didrop dari Bappenas, saya turun tangan sendiri. Dan kita bersyukur, melalui kementerian PU, sesuai hasil konsultasi kami Pak Menteri memberi petunjuk, untuk pembangunan Jembatan tidak lagi pinjam anggaran luar negeri,” jelasnya. Dengan dana APBN, pembangunan jembatan tidak akan menghabiskan anggaran terlalu banyak. Hitungannya, paling menghabiskan Rp 400 miliar jika dibandingkan dengan dana LOAN yang bisa mencapai Rp 800 hingga 900 miliar. Sehingga dari sisi anggaran, lebih irit karena standarisasi yang digunakan harga satuan pemerintah. Karenanya, saat ini anggaran untuk jembatan sudah dalam proses pengalihan dari bantuan Cina ke APBN. Tapi dokumennya diperbaharui lagi karena pembiayannya sudah berubah. Untuk diketahui, Cina menghibahkan pada pemerintah provinsi dana sebesar Rp 662 miliar untuk pembangunan jembatan. Tapi dana tersebut kembalinya harus untuk Cina juga. Sebab, syarat yang diajukan pemerintah negeri tirai bambu itu, yang mengerjakan jembatan harus investor Cina. Bahkan, mereka menawar melebihi pagu yang disediakan. Dari tiga kali tender yang dilakukan, semuanya menawar di atas Rp 662 miliar. “Mudah-mudahan akhir 2013 sudah berjalan,” sambung Nur Alam. (dri)

15

Tahan Tersangka Proyek Mesin Jahit ! Kendari, KP Pihak kepolisian dianggap tidak bekerja serius menuntaskan kasus-kasus dugaan korupsi yang terjadi di Sultra. Kritikan itu dilontarkan sekelompok mahasiswa mengatasnamakan Forum Rakyat untuk Keadilan (Forak) Sultra, pagi kemarin (14/1) di markas kepolisian daerah. Massa juga menuntut korps berbaju coklat itu untuk tidak tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi. Salah satu yang menjadi sorotan dari sekian banyak perkara indikasi penyimpangan keuangan negara itu adalah proyek pengadaan mesin jahit pada Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga berencana (BPPKB) di Konawe Utara. Penyidik dianggap melakukan pembiaran, sebab sampai hari ini para tersangka korupsi mesin jahit masih bebas dan tidak menerima konsekwensi hukum atas status mereka. “Pihak kepolisian harus segera mencobloskan para tersangka ke tahanan. Karena berdasarkan hasil audit ditemukan adanya kerugian negara sekitar 300 juta rupiah, desak Korlap Forak Sultra, Setyawan. Massa juga mengancam, jika kasus tersebut tak bisa dituntaskan penyidik Polda Sultra, maka pihaknya akan mengadukan ke Mabes Polri. “Amiruddin Sami dan dua lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka, tapi sampai detik ini mereka belum ditahan. Padahal dibanding dengan kasus korupsi lain, para tersangkanya sudah ditahan. Sehebat apa mereka, sehingga belum tersentuh hukum,” sindirnya.

Korlap lainnya, Salim Alisman menilai kepolisian tidak mempunyai alasan dan dasar yang kuat secara hukum untuk tidak menahan ketiga tersangka. Ini terkesan ada ketakutan dan konspirasi antara tersangka dengan pihak penyidik Polda Sultra. Pasalnya, jika semua tersangka bisa mengembalikan kerugian negara, maka tak ada yang bisa dipenjara. “Mestinya Polda Sultra sudah menahan ketiga tersangka. Tapi, alasan penyidik tidak masuk akal dan telah melemahkan penegakan hukum di Sultra. Ini bukti kepolisian telah memberikan kebebasan serta perlindungan pada tersangka. Kami akan terus mengawal kasus ini sampai tuntas di Kejati,” timpal orator lainnya. Kanit I Unit I Subdit III Tindak Pidana Korupsi pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sultra, Iptu Rosana Labobar yang menemui massa mengatakan, sampai sejauh ini penyidik masih terus merapungkan perkara dugaan korupsi pengadaan sejumlah unit mesin jahit tersebut. Pada Jumat (11/1) pekan lalu, penyidik bahkan telah melimpahkan berkas Amirudin Sami yang kini menjadi Kadishut di Pemkab Konut ke kejaksaan. “Sementara itu dua tersangka lainnya, Nita dan Eva dijadwalkan pada Rabu (16/1) mendatang berkasnya akan ikut menyusul,” jelas Rosana. Iptu Rosana menjelaskan, alasan tak ditahannya Amirudin Sami dan tersangka lainnya karena telah menggembalikan sejumlah uang yang menjadi kerugian negara. Langkah itulah yang menjadi per-

timbangan penyidik untuk tak melakukan penahanan. “Kami menilai Amirudin Sami tidak akan melarikan diri, sebab tersangka berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Konut. Penyidik punya hak dan kewenangan untuk menahan atau tidak. Tapi bukan berarti berkas perkaranya tidak dilanjutkan,” tegasnya mantan Kapolsek Kemaraya itu. Seperti diberitakan sebelumnya, penyidik telah menetapkan tiga tersangka dalam proyek tersebut. mereka adalah Eva Ensimerda (istri mantan Pj Bupati Konut), Amiruddin Sami (mantan Kepala Badan PPKB) serta Nita SH (Direktris CV Mabarakka sebagai rekanan). Ketugian negara ditemukan mencapai Rp 350 juta, berdasarkan hasil audit BPKP. Sejumlah keanehan dalam proyek itu diantaranya, spesifikasi yang ada dalam kontrak tidak sesuai dengan mesin jahit yang ada. Terindikasi kuat ada pengurangan volume pekerjaan. Sesuai yang tertera dalam kontrak harusnya sebanyak 343 buah, namun yang terealisasi hanya 190 unit. Selain itu spesifikasi (merk) juga berbeda. Seharusnya merek Singer dengan harga Rp 1,5 juta tapi yang didatangkan bermerek Butterfly seharga Rp 1,1 juta. Dalam penyelidikan tersebut, beberapa saksi telah diperiksa diantaranya adalah Lince Situmorang (penyalur mesin jahit) dan Sriwati, ibu rumah tangga yang diketahui turut mengantar Eva Ensimerda membeli mesin jahit tersebut. Sembilan camat di Konut dan beberapa Kepala Desa pun dimintai keterangannya. (p2/p15)

Jadi Saksi... kehadiran gubernur dalam perkara itu, sebagai saksi fakta karena Nur Alam pernah menghadiri pertemuan tersebut. “Pertama kehadirannya di Excelso dan di rumah ibu Sesi,” katanya singkat. Sementara kuasa hukum terdakwa, H. Abidin Ramli, SH yang dihubungi menegaskan, jika saksi fakta gubernur tidak menghadiri persidangan hari ini maka akan menjadi preseden buruk bagi upaya penegakan hukum di Sultra. “Ketidakhadirannya merupakan indikator lemahnya penegakan supremasi hukum di Bumi Anoa. Jalan semakin panjang dan berliku bagi para pencari keadilan. Dan ini merupakan tanggung jawab Kejaksaan Tinggi sebagai penuntut,” tegasnya. Seperti yang diketahui selama ini, Lalu Yusuf bersama istrinya terjebak karena memeras gubernur melalui kerabatnya, Amran Yunus dengan meminta uang hingga Rp 1,4 miliar untuk mengamankan posisi Gubernur Sultra, H. Nur Alam dari beberapa laporan indikasi korupsi. Lalu Yusuf sebenarnya ingin bertemu langsung gubernur, namun niatnya tak kesampaian. Dana itu disebut akan dibagikan pada delapan rekannya di KPK. Curiga dengan gerak-gerik Yusuf, Amran pun mendesain pertemuan, tapi lebih dahulu melapor ke aparat Polda Sultra. Skenario pun disusun dan akhirnya Lalu Yusuf bersama istrinya dibekuk pada Jumat (21/9) sekitar pukul 23.00 Wita pada kediaman Amran di Perumahan Palm Indah. Di tempat perjanjian, Amran langsung memberikan uang senilai Rp 700 juta. Rp 200 juta diberi dalam bentuk tunai dan cek Rp 500 juta. Namun setelah uang itu digenggam Yusuf bersama istrinya, polisi pun langsung menangkap. (p16)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.