Inovasi-Vol06-Mar2006

Page 6

INOVASI Vol.6/XVIII/Maret 2006

UTAMA

Revitalisasi Konsepsi Wawasan Nusantara John Fresly Hutahayan Program Master of Law, Niigata University, Japanese Development Scholarship /JDS 2005 E-mail: jfresly@yahoo.com 1. Pendahuluan Tylla Subijantoro, mahasiswi S-2 ilmu hukum Universitas New Delhi, India, tibatiba mencuri perhatian. Pertanyaannya kepada Presiden Yudhoyono saat kunjungan ke India konon membuat beliau marah. Pasalnya dia membandingbandingkan keadaan di Indonesia saat ini dengan keadaan dan kemajuan yang dicapai negara lain. (Gatra No. 6/Senin, 19 Desember 2005. Berkaitan dengan hal itu Presiden menegaskan bahwa warga negara Indonesia perlu untuk belajar menghargai bangsa sendiri. Bila kita coba renungkan, penegasan Presiden RI tentang perlunya kita membanggakan karya bangsa sendiri tampaknya masih sulit untuk dipahami. Apakah yang dimaksud adalah kita coba menggali nilai-nilai luhur yang pernah ada atau mencari konsep kebangsaan yang sudah dianggap usang? Dalam tataran praktis, rasanya sulit untuk tidak mendebat pandangan Presiden tersebut. Dengan kemudahan mendapatkan informasi tentang perkembangan negara lain, buruknya keadaan Indonesia di segala bidang merupakan fakta yang telah berbicara apa adanya. Globalisasi yang identik dengan pasar terbuka (open market) dan semangat persaingan (competition) membuat Indonesia yang masih dalam transisi demokrasi kehilangan jati dirinya. Katupkatup pengaman sosial tampaknya tidak bekerja dengan baik karena memang tidak mudah untuk mengelola perubahan yang sangat cepat. Itulah salah satu karakteristik dari revolusi teknologi informasi.

Secara normatif, himbauan Presiden tersebut adalah ungkapan keprihatinan akan kemunduran rasa kebangsaan akibat kegagalan rejim Orde Baru dalam membangun masyarakat yang adil dan sejahtera. Lalu timbul pertanyaan, apakah yang harus dilakukan untuk mematuhi himbauan pemimpin negara tersebut? Masih bisakah kita mengangkat nilai-nilai luhur yang selama masa Orde Baru disakralkan dan akhirnya kita campakkan begitu saja karena telah diselewengkan? Masih dapatkah kita berdamai dengan masa lalu dan secara jernih melihat persoalan bahwa yang menjadi penyebab terpuruknya bangsa Indonesia sebenarnya adalah pemimpinnya sendiri yang memanipulasi norma atau nilai-nilai yang ada untuk kepentingannya atau kelompoknya? Masih dapatkah kita menggali nilai-nilai luhur bangsa yang bisa kita jadikan pegangan untuk membangun Indonesia? Tulisan ini mencoba melakukan refleksi tentang himbauan Presiden tersebut dengan mengambil satu gagasan besar “founding father� yaitu konsepsi Wawasan Nusantara. Penulis berargumen bahwa konsepsi Wawasan Nusantara masih relevan untuk membangun nasionalisme bangsa untuk berhadapan dengan masyarakat dunia. Bila sederet pertanyaan diatas dielaborasi, akan terlihat bahwa nilai-nilai kebangsaan yang pernah mendominasi wacana kehidupan masyarakat Indonesia sejatinya masih dapat diwacanakan.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

3


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.