Inovasi Online edisi PPI Dunia

Page 1


01


02


03


ALOKASI DANA ANGGARAN PENDIDIKAN 20% : KEGAGALAN INSTITUSI DALAM MENGEMBAN AMANAH KONSTITUSI Gisty Ajeng Septami dan Rachmat Reksa Samudra

Departemen Ilmu Ekonomi, Universitas Indonesia, INDONESIA. agiseptami@gmail.com rachmat.reksa@gmail.com

Pendahuluan

Dewasa ini, keberhasilan suatu negara juga diukur dari tingkat pendidikannya. Suatu negara dapat dikatakan maju apabila perkembangan sistem pendidikannya baik. Menindaklanjuti hal tersebut, pemerintah Indonesia pun serius dalam upaya memajukan pendidikan di Indonesia. Pemerintah pun menerbitkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai implementasi dari Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (3). Sejak itu, pemerintah dan DPR RI pun selalu mengusahakan anggaran untuk pendidikan minimal 20% dari APBN.

04

Pengalokasian dana di atas pun memiliki dampak. Data dari BPS menunjukkan adanya peningkatan angka partisipasi sekolah serta penurunan tingkat buta huruf di masyarakatdari tahun 2003 hingga 2012. Kontra dengan prestasi peningkatan akses pendidikan, peringkat Indonesia di PISA 20121 berada di posisi buncit. Pada bidang Matematika dan Sains, Indonesia berada di peringkat 64. Sedangkan pada bidang membaca, Indonesia berada di peringkat 60.


Studi ini berfokus pada kontrasnya besarnya alokasi anggaran pendidikan nasional dengan peringkat Indonesia pada survey PISA. Anggaran yang cukup besar seharusnya tidak hanya berkorelasi pada meluasnya akses, tetapi juga meningkatnya mutu serta kualitas sistem pendidikan itu sendiri. 2. ISI 2.1. EQUITY VERSUS QUALITY Beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia sangat serius dalam memajukan pendidikan nasional. Terlihat pada gambar 2 dibawah ini, tingkat partisipasi sekolah di Indonesia memiliki peningkatan tiap tahunnya. Tren positif ini pun diikuti dengan penurunan tingkat buta huruf.

Meski terdapat beberapa prestasi di dunia pendidikan, namun sayangnya, pemerintah cenderung berfokus pada pembangunannya saja, bukan pada peningkatan kualitas. Tabel di bawah ini menunjukkan peringkat Indonesia pada studi PISA dari tahun ke tahun. Terlihat dari skor rata-rata Indonesia pada semua bidang kompetensi stagnan, begitupun peringkatnya. Hal ini jelas menggambarkan buruknya kualitas pendidikan Indonesia.

1 PISA(Programme for International Student Assessment) adalah surveiyang diikuti oleh negara yang tergabung dalam The Organisation for Economic Co-operation (OECD). PISA menguji kemampuan siswa di tiga bidang, yakni Matematika, membaca, dan Sains. PISA 2012 diikuti oleh lebih dari 510,000 siswa usia 15 tahun di 65 negara dan wilayah

05

Kontrasnya antara pembangunan infrastruktur disajikan pada gambar di bawah ini. Hasil studi PISA baik dalam meningkatkan kesetaraan pendidikan, dimana posisi Indonesia berada di dalam kategori greater equity. Tetapi, hal itu tidak diselaraskan dengan kualitas pendidikannya. Hal itu terbukti dari posisi Indonesia yang masih di posisi below-average mathematics performance.

2.2. ANGGARAN YANG KURANG TEPAT SASARAN Anggaran pemerintah untuk pendidikan dapat dikatakan cukup besar, yakni berkisar 20%. Pengeluaran belanja pemerintah untuk pendidikan sendiri juga masih belum tepat sasaran. Hal ini terlihat dari pembagian fungsi biaya yang dianggarkan di APBN pada tabel di bawah ini:


inequality di masa depan. Pendapat tersebut pun selaras dengan kesimpulan yang diambil oleh Jean-Marie Viaene dan Itzhak Zilcha pada paper-nya yang berjudul Public Funding of Higher Education. Mereka mengatakan bahwa pendanaan pendidikan tinggi akan menimbulkan inefisiensi. Mengirim pelajar dengan kualitas rendah menuju perguruan tinggi justeru akan menimbulkan ketidaksetaraan dan ine-

Pada tabel di atas terlihat bahwa pemerintah cenderung fokus pada penyetaraan akses pendidikan tingkat perguruan tinggi, yakni sebesar 32.22%. Ironisnya, Indonesia hanya mencatatkan 3 perguruan tingginya di The Times Higher Education Survey. Dimana Universitas Gadjah Mada yang berada pada peringkat 360, ITB di posisi 369, dan Universitas Indonesia di peringkat 395 dari 400 perguruan tinggi yang disurvei. Apabila ditinjau lebih lanjut, sistem penganggaran Indonesia cukup berbeda dengan negara-negara berkembang lainnya. Hasil studi yang dilakukan oleh Llyod Gruber dan Stephen Kosack, pada paper-nya yang berjudul The Tertiary Tilt Education and Inequality in the Developing World, mengungkapkan bahwa apabila suatu negara berkembang mengalokasikan dananya terbesarnya untuk pendidikan tingkat atas, hal ini justru meningkatkan

06

fisiensi. Sehingga, akan lebih baik apabila pendanaan tersebut dialokasikan ke pendidikan dasar untuk membentuk pelajar yang berkualitas dari dasar. Sistem alokasi anggaran pendidikan yang diterapkan Indonesia selama ini jelas menunjukkan kesalahan perhitungan dari pemerintah. Alokasi yang lebih besar pada pendidikan tinggi justeru menimbulkan ketidak-efisienan dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Makadari itu, perlu adanya rumusan anggaran baru yang dapat menimbulkan kesetaraan dan efisiensi. 3. KESIMPULAN Pada dewasa ini, pendidikan merupakan salah satu indikator penting dalam membangun potensi masyarakat. Makadari itu, diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 bahwa negara wajib menyisihkan minimal 20% dari dana APBN dan APBD untuk pendidikan. Implementasi Undang-Undang tersebut dapat dikatakan berjalan lancar dengan arah kebijakan peningkatan kemudahan akses pendidikan. Namun di sisi lain, pembangunan tersebut tidak diselaraskan dengan peningkatan kualitas pendidikan. Kondisi yang kontras tersebut disebabkan oleh dua kesalahan logika pemerintah dalam melakukan pen-


penganggaran dana pendidika, yakni memperbesar biaya infrastruktur dibandingkan pengembangan kualitas pendidikan nasional serta pos anggaran yang lebih besar pada pendidikan tinggi, bukan di pendidikan dasar. Maka dari itu, perlu adanya regulasi ulang sistem anggaran untuk pendidikan. Di masa depan, pemerintah perlu mempertimbangkan untuk memperbesar anggaran di bagian penelitian dan pengembangan pendidikan dibandingkan pembangunan infrastruktur. Hal ini agar kualitas pendidikan Indonesia dapat menyusul prestasi secara kuantitasnya. Sehingga, pada akhirnya, tidak hanya kesetaraan yang dapat dicapai oleh Indonesia, tetapi juga mutu pendidikan yang tinggi dan efisiensi dalam pembentukan kompetensi masyarakat sejak dini.

DAFTAR PUSTAKA BPS. (2013). Indikator Kesejahteraan Rakyat; Welfare Indicators. Jakarta: BPS. Driana, E. (2012). Menyikapi Hasil PISA 2012. http://doa-bagirajatega.blogspot.com/2013/12/menyikapi-hasil-pisa-2012-elin-driana.html. [Diakses pada Rabu, 25 Desember 2013, pukul 12.15 WIB] Gruber, L. and Kosack, S. (2013). The Tertiary Tilt: Education and Inequality in the Developing World.. World Development Vol. 54, pp. 253 – 274, 2014. Hutabarat, B. (2013). Membangun Kompetensi Manusia Indonesia. http://www. investor.co.id/home/membangun-kompetensi-manusia-indonesia/66147. [Diakses pada Kamis, 26 Desember 2013, pukul 17.00 WIB] Ibrahim. (2012). Pro Kontra Anggaran Pendidikan http://www.luwuraya.com/index. php/site/detailopini/92/Pro-Kontra-Anggaran-Pendidikan/ [Diakses pada Rabu, 25 Desember 2013, pukul 13.00 WIB] Irawan, A. (2009). Anggaran Pendidikan, Alokasi dan Korupsi. http://nasional.news. viva.co.id/news/read/29523-anggaran_pendidikan__alokasi_dan_korupsi . [Diakses pada Rabu, 25 Desember 2013, pukul 13.00 WIB] Kemdikbud RI. (2011). Survei Interanasional PISA. http://litbang.kemdikbud.go.id/ index.php/survei-internasional-pisa. [Diakses pada Kamis, 26 Desember 2013, pukul 12.30 WIB]

07


Kemenkeu RI. (2013). Data Pokok APBN 2007 – 2013. Jakarta: Kemenkeu. Kemenkeu RI. (2013). Kebijakan dan Kriteria Pengalokasian Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan Menengah Tahun 2014. Jakarta: Kemenkeu Kubo, A. E. (2013). Indonesian Education Falls Behind its Economic Growth. http:// thediplomat.com/2013/12/indonesian-education-falls-behind-its-economic-growth/. [Diakses pada Kamis, 26 Desember 2013, pukul 17.35 WIB] Nusantaranews. (2009). Jangan Mempolitisasi Anggaran Pendidikan 20%. http://nusantaranews.wordpress.com/2009/03/26/ jangan-mempolitisasi-anggaran-pendidikan- 20/ [Diakses pada Rabu, 25 Desember 2013, pukul 13.00 WIB] OECD. (2013). PISA 2012 RESULTS IN FOCUS; What 15-year-olds know and what they can do with what they know. --- : Author. Oktaviani, I. (2009). Keterkaitan Antara Alokasi Anggaran dan Kinerja Sektorial: Kasus Sektor Pendidikan. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor Pranoto, I. (2013). Kasmaran Bermatematika. Kompas. Edisi 26 Desember 2013. Halaman 6 Priyono, E. (2008). Anggaran Pendidikan 20% Ternyata Dibagi-bagi. http://m. suaramerdeka.com/index.php/read/ news/2008/09/25/14603. [Diakses pada Rabu, 25 Desember 2013, pukul 13.15 WIB]

08

Saad, S. (2011). Anggaran Pendidikan 20%, untuk Siapa..?. http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/16/anggaran-pendidikan-20-untuk-siapa-347083.html . [Diakses pada Rabu, 25 Desember 2013, pukul 13.30 WIB] Suara Pembaharuan. (2013). Skor PISA Jeblok, Mendikbud Janji Tidak Tinggal Diam. http://www.suarapembaruan.com/ nasional/skor-pisa-jeblok-kemdikbud-janji-tidak-tinggal-dia m/46053.[Diakses pada Rabu, 25 Desember 2013, pukul 14.00 WIB] Su, X. (2004). The Allocation of Public Funds in a Hierarchical Educational System. Journal of Economic Dynamic & Control 28 pp. 2485 – 2510, 2004 Viaene, J, and Zilcha, I. (2013). Public Funding of Higher Education. Journal of Public Economics 108, pp. 78 – 89, 2013


Bank of Biomass (BoB): Sarana Optimalisasi Bioenergi Indonesia Immanuel Sanka dan Muhammad Zusron

Universitas Gadjah Mada, INDONESIA SynBio UGM, sanka.immanuel@gmail.com Kelompok Studi Kelautan Fakultas Biologi, .muhammadzusron93@gmail.com

Pendahuluan

Sumber energi dari minyak akan habis dalam 10 tahun, gas alam dalam 30 tahun, dan batu bara dalam 80 tahun (Lubis, 2013). Kini, energi yang dikembangkan yaitu energi baru terbarukan. Energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia yang digunakan untuk pemenuhan energi baru sekitar 6% dari total sumber energi, padahal ketentuan dari target yang telah ditetapkan dari ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation 2010-2015 menuntut target penggunaan energi terbarukan sebesar 15% pada 2015 (Lubis, 2013; Suryadi, 2012). Sulitnya perkembangan EBT di Indonesia dikarenakan tingginya investasi untuk alat dan produk yang dihasilkan tidak sebanding dan masih belum optimal. Seharusnya dengan potensi yang ada di Indonesia, EBT dapat berkembang dengan baik.

09

Salah satu sumber EBT yang melimpah di Indonesia yaitu biomassa. Biomassa dapat diproduksi dari material organik seperti tanaman, hewan hingga mikroorganisme dan nantinya dapat digunakan sebagai sumber energi atau biasa dikenal dengan bioenergi (SEAI, 2014). Konsep Bank of Biomass (BoB) muncul sebagai sarana pengolahan sumber daya alam serta kemelimpahan biodiversitas yang ada di Indonesia dengan pemanfaatan biomassa yang terintegrasi secara optimal.


2. ISI 2.1. SUMBER BIOENERGI Potensi bioenergi di Indonesia sangat besar untuk dikembangkan. Bioenergi yang sudah dikembangkan yaitu bioenergi generasi pertama menggunakan crude palm oil (CPO), diikuti dengan pengembangan biomassa dengan pemanfaatan selulosa (generasi kedua), dan kini sedang dikembangkan dari mikroorganisme seperti mikroalga (generasi ketiga) (Soerawidaja, 2014). Produk bioenergi yang memiliki manfaat yang cukup banyak yaitu biofuel . Biofuel mencakup semua bentuk hasil bahan bakar dari sumber hayati yang terbarukan termasuk limbah biomassa, meliputi biohidrogen, arang (charcoal), biomethane, biomethanol, bioethanol, biobutanol (biogasoline), biodiesel, bio-oil, dimethyl ether (DME) dan dimethyl furan (DMF) (Oliveira dan Franca, 2009). Dari biofuel, berbagai konversi produk bioenergi lain. Sumber bionergi dapat diambil dari residu makanan dan pertanian, hasil hutan dan perikanan, dan seluruh sampah organik. Hal ini dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia dengan kapasitas yang sangat melimpah. Teknologi pengolah biomassa menjadi energi dapat dilakukan dengan tiga proses yaitu fisik atau mekanik, biologis dan termokimia. Mayoritas produksi energi dari biomassa yang berasal dari kayu dan limbah kayu 64%, limbah padat 24%, limbah pertanian 5%, dan limbah pembuangan akhir 5%, dilakukan dengan proses termokimia yaitu melalui gasifikasi dan pirolisis (Demirbas & Balat, 2007). Pengolahan biomassa dari mikroorganisme lebih banyak dilakukan dengan proses fisik atau mekanik melalui pressing and extraction. Sedangkan, biomassa dari tumbuhan

10

herba (sayur-sayuran, tebu, jagung, beat, sorghum, dan cotton), pertanian laut, dan kompos dapat dilakukan melalui proses biologi yaitu anaerobik digestion dan fermentasi (Gullu, 2003). Dari berbagai pengolahan, seluruhnya dapat dilakukan oleh dilakukan di skala industri hingga pemanfaatan pribadi. 2.2. BANK OF BIOMASS : OPTIMALISASI BIOENERGI Konsep Bank of Biomass (BoB) dapat mengoptimalkan bioenergi karena kemelimpahan keanekaragaman hayati dan biomassa di Indonesia. Biomassa dari generasi pertama, kedua dan ketiga akan dikumpulkan ke dalam suatu sarana pemerintah dan diolah secara terpusat. Dengan bantuan home industry dan stimulus dari pemerintah, maka biomassa akan diproses dengan konsep biorefinery. Hasil dari biopharmaeutical memiliki harga yang sangat tinggi dan dapat menekan harga untuk produk lain seperti bioethanol, biodiesel, dan biofuel. Skala home industry pun dapat melakukan pengembangan biorefinery ataupun kultivasi untuk mendapatkan biomassa. Untuk membangun satu pabrik biogasoline kapasitas produksi 7,618 juta kL hanya membutuhkan 15,6 juta ton minyak nabati dari ekstraksi biomassa dengan investasi sekitar US$ 300 juta (Rp. 3,3T). Produksi dari 7,618 jutakL biogasoline akan menghasilkan pula 2,514 jutakL light cycle oil. Sedangkan untuk produksi 3,514 juta kL green diesel membutuhkan 4,1 juta ton minyak nabati akan menghasilkan pula 632 ribu kL bioavtur. Dengan demikian, apabila dana subsidi BBM tersebut dialokasikan untuk pembangunan pabrik pengolah


bioenergi nasional atau Bahan Bakar Nabati (BBN) maka akan ada sekitar 60 pabrik yang akan terbangun di seluruh provinsi di Indonesia (Soerawidaja, 2014).

Pada Gambar 1., diperlihatkan alur dari konsep Bank of Biomass diawali karena kemelimpahan keanekaragaman hayati dan biomassa di Indonesia. Biomassa dari generasi pertama, kedua dan ketika akan dikumpulkan ke Bank of Biomass. Dengan bantuan home industry serta stimulus dari pemerintah, maka biomassa akan diproses dengan konsep biorefinery. Hasil dari biopharmaeutical memiliki harga yang sangat tinggi dan dapat menekan harga untuk produk lain seperti bioethanol, biodiesel, dan biofuel. Skala home industrypun dapat melakukan pengembangan biorefinery ataupun kultivasi untuk mendapatkan biomassa. Jikalau dapat diimplementasikan secara menyeluruh dan saling terintegrasi, konsep ini akan mendongkrak sumber energi di Indonesia.

11

3. PENUTUP Dengan sumber daya yang dimiliki Indonesia, bioenergi dapat menjadi pengganti sumber energi tak terbarukan seperti batubara, minyak bumi dan gas alam. Bank of Biomass akan dapat mendukung pengembangan sumber energi Indonesia dengan melalui energi baru terbarukan (bioenergi) yang optimal.


DAFTAR PUSTAKA Demirbas, M. F., and M. Balat. 2007. Biomass pyrolysis for liquid fuels and chemicals : A review. Journal of Scientific & Industrial Research. 66:797-804. Gullu, D. 2003. Effect of catalyst on yield of liquid products from biomass via pyrolysis. Energy Sources. 25:735-765. Lubis, A. M. 2013. Indonesia told to focus on renewable energy. The Jakarta Post, July 13 2013. Oliveira, L. S., and A. S. Franca. 2009. From solid biowastes to liquid biofuels. In: Agricultural Wastes, Chapter 11. Nova Science Publishers, Inc. SEAI,2014. Bioenergy. http://www.seai.ie/ Renewables/Bioenergy/. Diakses 20 Maret 2013. Soerawidaja, T. H. 2014. Peran kunci bahan bakar nabati (BBN) di dalam mewujudkan ketahanan energi nasional. Seminar Insinyur Kimia. Jakarta,13 Februari 2014. Suryadi, B. 2012. Will ASEAN realise its 2015 renewable energy goals? [Online]. TheEnergyCollective.com. Available: http://theenergycollective.com/benisuryadi/95741/asean-races-152015-smes 2014].

12


PEMANFAATAN MOS UMBI PORANG (Amorphophallus muelleri) SEBAGAI KANDIDAT PREBIOTIK PADA AYAM BROILER Lia Nur Aini

Universitas Airlangga, Indonesia. Mahasiswa Profesi Dokter Hewan, lianuraini.91@gmail.com

Pendahuluan

Umbi porang (Amorphophallus muelleri) termasuk famili Araceae, merupakan jenis tanaman umbi yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Kelebihan umbi porang adalah mudah didapat, indeks panen tinggi dan juga mampu menghasilkan karbohidrat (Sumarwoo, 2005). Di Indonesia, umbi porang banyak ditemui di daerah Sumatera, Jawa, Madura, Bali, dan NTB). Di Jawa pengembangan porang telah dimulai di Jawa Timur seperti di Madiun, Nganjuk, Jember, Kediri dan Ngawi. Umbi porang banyak dimanfaatkan dibidang industri dan kesehatan (Anonimous, 2013). Di Jawa, umbi porang dengan nama porang atau iles-iles (Dwiyono, 2009). Umbi porang telah menjadi komoditas eksport khususnya ke jepang. Komoditas ini digunakan sebagai bahan pembuatan

13

produk pangan yang disebut konnayaku. Kegunaan lain adalah sebagai pakan ternak, bahan baku industri farmasi dan kosmetika (Pitojo, 2007). 2. ISI 2.1. KANDUNGAN UMBI PORANG (Amorphophallus muelleri) Umbi porang memiliki glukomannan. Glukomanan termasuk serat pangan (dietary fiber) tidak tercerna dan harus dicerna secara enzimatik sehingga menjadi bagian yang dapat diserap oleh saluran pencernaan. Kadar glukomanan pada umbi polar yang sudah masak adalah 32-35% (Sumarwoto, 2005). Glukomanan dapat digunakan sebagai makanan yang menyehatkan (Ramadhan, 2012). Glukomanan dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak khususnya ayam.


Pada ayam, glukomannan umbi porang dapat difungsikan sebagai kandidat prebiotik. Prebiotik adalah nondigestible food ingredient yang mempunyai pengaruh baik terhadap host dengan memicu aktifitas, pertumbuhan selektif, atau keduanya terhadap satu jenis atau lebih mikroba usus. Nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroba organ usus adalah polisakarida, pectin, selulosa, hemiselulosa dan oligosakarida yang bersifat tidak tercerna oleh host (inang), namun mampu dimanfaatkan oleh mikroba. Oligosakarida banyak terdapat pada tanaman umbi- umbian salah satunya pada glukomanan umbi porang (Arista, 2012). Glukomanan pada umbi porang merupakan heteropolisakarida atau karbohidrat yang berikatan dengan protein. Secara umum, protein pada tumbuhan telah diketahui memiliki peran penting dalam mencegah pertumbuhan mikroba atau sebagai protein antimikroba. Hingga saat ini telah ditemukan beberapa protein antimikroba yang berasal dari tanaman baik dari umbi atau bagian tumbuhan lainnya. Jenis protein yang dapat berfungsi sebagai protein antimikroba salah satunya adalah lektin. Lektin merupakan kelompok protein yang berikatan dengan karbohidrat yang spesifik. Lektin banyak terdapat umbi. Protein umbi porang yang diduga berikatan dengan glukomanan juga diduga tergolong dalam lektin, sehingga kemungkinan dapat berfungsi sebagai protein (Mahayasih, 2013). Berat molekul protein larut air umbi porang yang kemungkinan memiliki aktivitas antibakteri dari S. aureus dan E. coli adalah protein dengan BM 17 kDa dan 19 kDa. Protein larut air umbi porang dapat

14

menghambat pertumbuhan bakteri Idengan efektifitas penghambatan lebih besar pada bakteri S. aureus daripada E. coli (Mahayasih, 2013). 2.2. FUNGSI MOS SEBAGAI KANDIDAT PREBIOTIK Mannooligosakarida (MOS) pada glukomanan umbi porang diperoleh melalui hidrolisis polisakarida dengan reaksi enzimatis dengan enzim mannanase. Pada penelitian Dinoto (2013) pada kultur curah mannooligosakarida dengan bakteri Lactobacillus fermentum dan Lactobacillus plantarum asal manusia. Pada hasil penelitian tersebut terbukti bahwa mannooligosakarida dapat meningkatkan 10,9 % total mikroba lactobasili dibandingkan dari sumber karbon lainnya. Penggunaan mannooligosakarida yang disintesis dari glukomanan umbi porang dapat digunakan sebagai kandidat prebiotik yang berperan dalam memodulasi mikrobiota saluran cerna ayam yang menguntungkan. Pada saluran pencernaan ayam terdapat sekitar 100-400 mikroflora, baik yang menguntungkan maupun merugikan. Beberapa mikroflora menguntungkan diantaranya Escherichia coli, Lactobacillus sp., Streptococcus sp., dan Bacteroides sp. Sedangkan yang termasuk mikroflora merugikan ialah Salmonella sp (Anonimous, 2012)


Penelitian glukomanan porang pada mencit oleh Aprilia (2012) ternyata mampu mempengaruhi jumlah sel Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium longum. Glukomanan porang juga dapat meningkatkan total SCFA dan menurunkan pH digesta tikus. Oligosakarida dengan mudah difermentasi oleh Bifidobacteria yang ada dalam saluran pencernaan dan menghasilkan SCFA yang dapat menurunkan pH usus. Kondisi demikian mengakibatkan persentase bakteri menguntungkan meningkat, sedangkan persentase bakteri pembusuk menjadi berkurang misalnya populasi bakteri Gram negatif dapat menurun (Haryati, 2010) Hanafi (2008) dalam turner (2000) menjelaskan bahwa ayam yang diberi MOS dapat menurunkan koloni S. thypimurium pada sekum. Pada ternak kalkun, MOS akan meningkatkan level plasma Ig G dan Ig A pada cairan empedu. Anti-infeksi dari MOS pada fimbriae Salmonella yang menyebabkan tidak terjadinya kolonisasi oleh Salmonella. MOS ini tak dapat dicerna oleh hewan monogastrik tetapi dapat dimanfaatkan oleh bakteri asam laktat sebagai sumber energi. Manan membantu perlawanan terhadap kolonisasi patogen dengan berperan sebagai reseptor analog untuk fimbrae Tipe 1 dalam E. coli dan Salmonella sp. Mekanisme cara kerja mananoligosakarida disajikan pada Gambar 2. (Haryati, 2011).

15

3. PENUTUP Berbagai penelitian dari efektivitas MOS pada umbi porang telah banyak dilakukan dengan hasil yang dapat membantu individu dalam melawat bakteri maupun meningkatkan pertumbuhan. Dengan demikian glukomanan umbi porang dapat dikembangkan sebagai tambahan pakan fungsional. Menurut Ferket (2002) MOS dapat dijadikan alternatif antibiotik pemacu pertumbuhan (Hanafi, 2008). MOS dapat dijadikan sebagai kandidat prebiotik sehingga dapat mengurangi penggunaan antibiotik yang saat ini semakin meresahkan. DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 2012. Mengenal Mikroflora Usus. http://info.medion.co.id. Diakses Tanggal 30 Juli 2014. Anonimous. 2013. Mengenal Budidaya Porang dan Manfaat Ekonominya Bagi Petani Hutan di Blora. http://www.infoblora. com. Diakses Tanggal 30 Juli 2014. Aprilia, Veriani. 2012. Karakteristik dan Potensi Prebiotik Glukomanan dari Umbi Porang (Amorphophallus muelleri Blume syn Amorphophallus oncophyllus Prain). Tesis. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. Arista. Dafi. 2012. Pengaruh Pemberian Tepung Ubi Jalar Merah Ditambah Ragi Tape Terhadap Performa dan Organ Pencernaan Ayam Broiler. Skripsi. Bogor. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institusi Pertanian Bogor. Dinoto A, Watumlaran C.C. Yopi. 2013. In vitro modulation of human intestinal microbiota mannoligosaccarides shintesized from amorphophallus muelleri Glucomanan. Mycrobiologi Vol. 7 No 4:144-151.


DARI ACFTA (ASEAN-CHINA FREE TRADE AREA) MENUJU AFTA (ASEAN FREE TREAD AREA) 2015 Milla Hanifah dan Anisa Fatakh Sabila Universitas Telkom, INDONESIA. Fakultas Informatika, millahanifah19@gmail.com Fakultas Rekayasa Industri, dafasa.317@gmail.com

Pendahuluan

Indonesia telah menghadapi ACFTA (ASEAN-China Free Tread Area) sejak awal Januari 2010 tentunya menyebabkan dampak positif dan negatif. Meluapnnya barang hasil import yang berasal dari China membuat semakin melemahnya produksi barang lokal karena sifat pesimisme para produsen dalam negeri. Banyaknya dampak yang ditimbulkan oleh perjanjian ACFTA ini seharusnya membawa pemerintah melakukan strategi demi menyelamatkan industri-industri dalam negeri. Dengan pengalaman menghadapi ACFTA, Indonesia seharusnya sudah mempunyai persiapan untuk menghadapi AFTA (ASEAN Free Trade Area) 2015 dengan memperbaiki dan mempelajari strategi untuk meningkatkan daya saing dengan negara lain.

16

2. ISI 2.1. ACFTA (Asean-China Free Trade Area) ACFTA adalah suatu kawasan perdagangan bebas di antara anggota-anggota ASEAN dan Cina. Kerangka kerjasama kesepakatan ini ditandatangani di Phnom Penh, Cambodia, 4 November 2002,berlaku efektif mulai 1 Juli 2004 dan ditujukan bagi pembentukan kawasan perdagangan bebas pada tahun 2010, tepatnya 1 Januari 2010. Tujuan lainnya dari ACFTA adalah meliberalisasi perdagangan barang dan jasa melalui pengurangan atau penghapusan tarif serta mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan kedua belah pihak secara bilateral. Dan ternyata setelah berlakunya ACFTA ini terdapat perubahan nilai perdagangan antar Indonesia dengan China.


Hasil penelitian mengenai perkembangan realisasi investasi China ke Indonesia adalah sebagai berikut :

Tabel di atas menggambarkan bahwa persentase investasi China ke Indonesia dibandingkan dengan total investasi dunia ke Indonesia tidak ada peningkatan, sesudah perjanjian AC FTA hanya rata- rata sebesar 0,006% sedangkan sebelumnya juga rata-rata sebesar 0,006%. Namun yang menarik dari tabel di atas terlihat peningkatan investasi China ke Indonesia setelah dibukanya perdagangan bebas ACFTA dari rata-rata 32,43 juta US$ menjadi 59,33 juta US$, hampir dua kali lipat. Sedangkan total perdagan Indonesia-Cina dan Indonesia-Dunia adalah sebagai berikut :

Tabel di atas menggambarkan bahwa nilai ekspor Indonesia ke China banyak didominasi oleh ekspor migas. Sedangkan hasil rata-rata perdagangan Indonesia sebelum dan sesudah ACFTA adalah sebagai berikut :

17

Tabel di atas menggambarkan bahwa pertumbuhan perdagangan ekspor migas lebih unggul daripada non migas. Hal ini menandakan bahwa China sedang haus bahan mentah dan sumber energi untuk mengerakkan ekonominya. Sehingga bahan mentah Indonesia diserap kemudian digantikan dengan impor barang industri hasil olahan dari China. 2.2. AFTA (Asean Free Trade Area) 2.2.1. Lahirnya AFTA Pada pertemuan tingkat Kepala Negara ASEAN (ASEAN Summit) ke-4 di Singapura pada tahun 1992, para kepala negara mengumumkan pembentukan suatu kawasan perdagangan bebas di ASEAN (AFTA) dalam jangka waktu 15 tahun. 2.2.2. Manfaat AFTA bagi Indonesia 1. Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan penduduk sebesar Âą 500 juta dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam. 2. Biaya produksi yang semakin rendah dan pasti bagi pengusaha/produsen Indonesia yang sebelumnya membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota ASEAN lainnya dan termasuk biaya pemasaran.


3. Pilihan konsumen atas jenis/ragam produk yang tersedia di pasar domestik semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu tertentu. 4. Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya. 2.2.3. Tantangan AFTA bagi Indonesia Pengusaha/produsen Indonesia dituntut terus menerus dapat meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis secara profesional guna dapat memenangkan kompetisi dari produk yang berasal dari negara anggota ASEAN lainnya baik dalam memanfaatkan peluang pasar domestik maupun pasar negara anggota ASEAN lainnya.

3. PENUTUP AFTA memiliki keuntungan dan tantangan bagi Negara Indonesia. Sehingga, dalam menghadapi AFTA tahun 2015 mendatang, Indonesia harus bersiap diri dari sekarang dan mempersiapkan rancangan-rancangan strategi dalam menjalaninya. Maka, dari tantangan yang ada kami memiliki strategi-strategi untuk Indonesia dalam menghadapi AFTA dengan analisis data ACFTA yang telah ada sebelumnya. Strategi yang dipaparkan di atas secara simultan dan berkesinambungan. Dan yang terpenting adalah menggerakkan peran aktif masyarakat sehinga bisa menghadapi tantangan maupun memanfaatkan peluang adanya AFTA. Semoga Indonesia dapat menghadapi AFTA. DAFTAR PUSTAKA

2.2.4. Strategi Strategi yang dapat dilakukan berdasarkan hasil analisis pasca ACFTA untuk menghadapi AFTA adalah : 1. Mengkaji kebijakan-kebijakan China dalam perekonomian khususnya dalam memajukan industry perdagangannya. 2. Memperbaiki daya saing produk lokal. 3. Meningkatkan mutu sumber daya manusia, baik pelaku usaha maupun tenaga kerjanya dengan memaksimalkan peran akademisi seperti para peneliti dan ahli ilmu teknologi untuk menunjang dunia usaha. Juga dengan memudahkan memperoleh sumber daya barang produksi, baik dengan merendahkan harga listrik ataupun batu bara untuk dalam negeri. 4. Mendorong masyarakat agar lebih menggunakan produk dalam negeri dibanding produk luar negeri.

18

http://www.fiskal.depkeu.go.id/2010/adoku/Ragimun_Analisis%20investasi%20 China%20ke%2 0Indonesia%20sebelum%20 dan%20sesudah%20ACFTA.pdf h t t p : / / w w w. t a r i f . d e p k e u . g o . i d / O t h ers/?hi=AFTA


PEMBANGKIT LISTRIK OSMOSIS: TEKNOLOGI PEMANFAATAN POTENSI BAHARI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN Nurlia Damayanti dan Zahra Zaffira S.R Institut Pertanian Bogor, INDONESIA Teknologi Industri Pertanian, dnurlya20@gmail.com) Matematika, sabilaza15@gmail.com)

Pendahuluan

Pada era globalisasi ini, banyak wilayah di Indonesia yang masih mengalami krisis daya terutama daerah-daerah yang jauh dari pusat pemerintahan. Hal ini terjadi disebabkan adanya peningkatan penduduk di Indonesia yang berarti kebutuhan akan energi pun meningkat. Salah satu wilayah di Indonesia yang mengalami krisis energi ini adalah wilayah Kalimantan Tengah yang memiliki tingkat pertumbuhan beban yang tinggi dengan rasio elektrifikasi sebesar 56,2% dan persentase desa berlistrik sebesar 37,83%. Selain itu, kondisi defisit pasokan listrik yang hanya sekitar 95 megawatt dari pasokan normal 260 megawatt memperparah kondisi wilayah tersebut sehingga terjadi pemadaman listrik berjam-jam. (Velano 2011). Selama ini, energi yang digunakan

19

oleh seluruh negara merupakan energi yang tidak terbarukan sehingga pada batasnya nanti energi tersebut akan habis. Hal ini menyebabkan Perusahaan Listrik Negara (PLN) sering melakukan pemadaman listrik bergilir atau meningkatkan biaya listrik sehingga beberapa masyarakat yang kurang mampu tidak dapat menggunakan energi listrik secara layak. Melihat kondisi ini, maka diperlukan suatu solusi alternatif yang dapat mengatasi hal tersebut, sehingga kebutuhan listrik masyarakat terpenuhi dan masyarakat dapat dengan mudah mengakses informasi serta mengembangkan teknologi untuk kesejahteraan masyarakat itu sendiri.


2. TEKNOLOGI ALTERNATIF SUMBER ENERGI TERBARUKAN Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan dengan jumlah lautan dan sungai terbesar di dunia. Banyaknya jumlah lautan dan sungai di Indonesia membuat jumlah muara sungai yang merupakan wilayah badan air tempat masuknya satu atau lebih sungaike laut atau samudera juga semakin banyak. Bergantung pada lokasi dan kondisi lingkungannya, muara dapat mengandung banyak relung ekologis dalam area kecil, dan begitu juga terkait dengan tingginya keanekaragaman hayati. Kecocokan muara sungai sebagai tempat permukiman, membuat lingkungan muara sungai popular sebagai tempat tinggal manusia. Banyaknya pasokan listrik yang harus dipenuhi oleh masyarakat Kalimantan Tengah, khususnya yang bermukim di area sekitar muara sungai, menyebabkan perlunya suatu teknologi pembangkit listrik yang terbarukan. Pembangkit listrik yang melibatkan muara sungai dapat menjadi salah satu alternatif sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan karena tidak menimbulkan polusi pada atsmosfer atau air, dan tidak mempengaruhi ekosistem di sungai maupun di dasar laut. Pembangkit listrik ini menggunakan energi osmosis dengan berlandaskan pada fenomena alam yang memungkinkan pohon menghisap air dari daun. Prinsip itu kemudian diterapkan pada pembangkit listrik ini dengan menyalurkan air tawar dan air laut yang memiliki kandungan garam tinggi ke bilik yang dipisahkan oleh sebuah membran buatan hasil pertemuan air laut dan air tawar. Membran tipis itu dapat dilewati air, tapi tidak dapat ditembus garam.

20

Molekul garam dalam air laut menarik air tawar menembus membran, menyebabkan tekanan pada bilik air laut meningkat. Hal itu terjadi karena air mengalir dari konsentrasi rendah ke konsentrasi yang lebih tinggi hingga konsentrasi keduanya menjadi sama, seperti halnya pada peristiwa osmosis. Perpindahan air ini akan mengakibatkan adanya perubahan volume dan tekanan pada bilik yang lebih pekat. Tekanan tersebut setara dengan tekanan pada tangki air setinggi 120 meter atau sama dengan sebuah air terjun, itulah yang digunakan untuk menggerakan turbin dan menghasilkan listrik. Tekanan ini kemudian akan menyebabkan pergerakan air sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi kinetik. Konsep tersebut kemudian digunakan pada pembangkit listrik osmosis, yaitu dengan memanfaatkan air laut dan air tawar.

Salah satu pengujian sumber energi ini dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan energi entropis dari interaksi antara air tawar dan air garam dengan elektroda baterai. Baterai entropi mixing ini bekerja dengan mempertukarkan elektrolit (cairan yang mengandung ion atau partikel bermuatan listrik) antara ketika baterai sudah diisi dan ketika dibuang. Ion-ion dalam air adalah natrium dan klorin yang dihasilkan, sehingga semakin banyak voltase yang dihasilkan.


\

khusus untuk menyempurnakan teknologi ini sebelum akhirnya dapat diterapkan.

DAFTAR PUSTAKA Andi. 2011. Mekanisme Fisiologis Proses Difusi dan Osmosis Di Dalam Sel [Terhubung Berkala] http://www.othe.org (10.00 WIB; 26 Juni 2014). Terjadinya proses ini dapat didukung dengan tersedianya sumber energi yang baik, yaitu pada lokasi sungai yang berbatasan langsung dengan laut (muara). Hal ini ditunjukkan dengan volume air tawar yang dihasilkan dari muara sungai atau delta ditambah dengan air garam yang melimpah di lautan. Sistem ini akan memutar beberapa aliran sungai untuk menghasilkan tenaga sebelum air kembali ke laut. Debit air akan menjadi campuran air sungai dan air laut dan dilepaskan ke dalam suatu daerah dimana dua air sudah bercampur. Dengan debit 50 meter kubik (lebih dari 13.000 galon) air per detik, pembangkit listrik terknologi ini dapat menghasilkan hingga 100 megawatt listrik. Listrik sebesar itu sudah cukup untuk mendukung kebutuhan listrik sekitar 100.000 rumah. 2. PENUTUP Pembangkit listrik osmosis ini sangat tepat digunakan sebagai sumber energi terbarukan yang dapat mengatasi permasalahan pasokan listrik di Indonesia khususnya di wilayah dekat muara sungai. Namun, pengetahuan akan teknologi pembuatan membran yang lebih efektif yang mampu menarik cukup banyak air agar dapat menciptakan tekanan yang efektif sebagai penggerak turbin masih sangat terbatas. Sehingga diperlukan penelitian

21

Nano Letter Journal. 2011. Pembangkit LListrik Tenaga Air Laut – Tawar, Perbedaan Kadar Garam, Delta. Muara Sungai [Terhubung Berkala] http://gizmag.com/. (08.00 WIB; 25 Juni 2014). Velano Gilang. 2011. Studi Perencanaan Pembangunan PLTU Batubara Asam 650 x 10 Unit Dalam Rangka Interkoneksi Kalimantan – Jawa. Jurusan Teknik Elektro. Fakultas Teknologi Industri. ITS Surabaya.


SIRE (SIMPLE RESEARCH) : SOLUSI PENYELESAIAN MASALAH PENDIDIKAN INDONESIA Putri Novianti

Universitas Sebelas Maret, INDONESIA, Pendidikan Kimia, putrinovianti_12@yahoo.com

Pendahuluan

Kesenjangan ekonomi, kriminalitas, rendahnya kualitas pendidikan, serta berbagai permasalahan lain yang mendera Indonesia mengindikasikan bahwa krisis berkepanjangan ini sudah semakin mendesak untuk dicarikan solusinya. Salah satu permasalahan yang banyak disoroti adalah rendahnya kualitas pendidikan. Kaum pelajar terutama mahasiswa sebagai kaum intelektual yang mempunyai pemikiran kreatif dan inovatif dapat berperan aktif dalam usaha penyelesaian permasalahan bangsa ini sehingga satu-persatu permasalahan bangsa dapat diselesaikan.

22

2. ISI 2.1. RENDAHNYA MUTU PENDIDIKAN INDONESIA, SALAH SATU PERMASALAHAN BANGSA Masalah kualitas pendidikan merupakan salah satu objek yang paling disoroti di negeri ini. Kualitas pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih tergolong rendah, ini disebabkan karena pendidikan yang seharusnya membuat manusia menjadi manusia, tetapi dalam kenyataannya seringkali tidak demikian. Pendidikan di Indonesia hanyalah menghasilkan “manusia robot�. Karena pendidikan yang diberikan ternyata berat sebelah atau tidak seimbang. Pendidikan ternyata mengorbankan keutuhan, kurang seimbang antara belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Jadi unsur integrasi cenderung


semakin hilang, yang terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak hanya berpikir. Sebab ketika orang sedang belajar, maka orang yang sedang belajar tersebut melakukan berbagai macam kegiatan, seperti mengamati, membandingkan, merasakan, meragukan, menyukai, semangat, dan sebagainya. (Nugraha, 2013) Sistem pendidikan kita “memaksa” siswa untuk menguasai semua pelajaran atau bidang studi. Sistem ini dirasa kurang dapat menghasilkan generasi masa depan yang memiliki kompetensi cukup untuk menghadapi persaingan era globalisasi. Karena pada hakikatnya setiap orang memiliki kemampuan dasar yang berbeda-beda antara satu sama lain, dan memiliki kecenderungan tidak merata untuk semua jenis kemampuan, seperti kemampuan di bidang eksakta dan bidang sosial. (Rizana, 2010) Pendidikan seringkali dipraktekkan sebagai sederetan instruksi guru kepada peserta didik. Guru hanya mengarahkan peserta didik untuk menghafal secara mekanis pelajaran yang diajarkan. Peserta didik dianggap sebagai “kotak isian”, dimana pengetahuan dari guru ditransfer ke peserta didik dan pengetahuan tersebut tinggal diambil bila sewaktu-waktu diperlukan. Guru masih lemah dalam menggali potensi anak didik, hal ini menjadi salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Proses pendidikan yang baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk berpikir kreatif bukan memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam proses belajar.

23

2.2. SOLUSI PERMASALAHAN : SIRE (SIMPLE RESEARCH) Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Oleh karena itu, pendidikan harus dijadikan prioritas dalam pembangunan negeri ini. Berbagai permasalahan ini harus segera diselesaikan. Jika tidak segera diselesaikan, maka bisa berdampak pada pembangunan bangsa dan ketahanan negara untuk menghadapi era globalisasi. Dalam mengembangkan kualitas pendidikan di Indonesia, salah satu solusi yang saya tawarkan yaitu pengadaan “Simple Research (SIRE)” di setiap jenjang pendidikan. SIRE merupakan penelitian sederhana yang dilakukan peserta didik. Tujuan SIRE yaitu untuk mengasah kecerdasan, potensi, kreatifitas, kemandirian, dan tanggung jawab peserta didik supaya menjadi manusia bermanfaat dan mampu bersaing di masa depan. Pengadaan SIRE merupakan suatu langkah yang memungkinkan peserta didik untuk mengamati, membandingkan, dan meneliti objek secara langsung. Cara belajar seperti inilah yang mampu merangsang perkembangan peserta didik. Kaum pelajar terutama mahasiswa sebagai kaum intelektual yang mempunyai pemikiran kreatif dan inovatif dapat menginisiasi dan membantu guru dalam pengadaan SIRE di sekolah-sekolah. Sumbangan pemikiran kreatif dan inovatif mahasiswa dapat membantu berjalannya program sehingga tujuan SIRE dapat tercapai. Pengadaan SIRE dapat dilakukan pada berbagai jenjang pendidikan. Penelitian yang diberikan disesuaikan dengan jenjang pendidikannya. Jadi SIRE ini tidak menuntut peserta didik untuk melakukan


penelitian besar, melainkan dimulai dengan hal-hal kecil tetapi berdampak positif bagi perkembangan peserta didik. Sebagai contoh, peserta didik pada tingkat pendidikan dasar dapat diberi tugas untuk meneliti jenis-jenis daun di lingkungan sekolah, kemudian peserta didik diarahkan untuk mengamati karakteristik masing-masing daun yang ditelitinya. Semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin tinggi pula takaran objek yang diteliti. Kondisi tersebut dimaksudkan karena secara normal tingkat pengetahuan peserta didik meningkat sejalan dengan jenjang pendidikannya. Dengan diterapkan SIRE ini, peserta didik lebih aktif sedangkan guru hanya menjadi fasilitator untuk mengarahkan peserta didiknya. Jika SIRE diterapkan, bukan tidak mungkin kualitas pendidikan di Indonesia akan mengalami peningkatan. Karena pengadaan SIRE berorientasi pada praktek yang memberikan kesempatan peserta didik untuk berinteraksi langsung dengan objek yang diteliti. Peserta didik akan menjadi semakin terampil, aktif, kreatif, dan kritis dalam menghadapi permasalahan. 3. PENUTUP Masalah kualitas pendidikan merupakan salah satu objek yang paling disoroti di negeri ini. Permasalahan ini harus segera diselesaikan karena dapat berdampak pada pembangunan bangsa. Pengadaan SIRE merupakan suatu langkah yang mampu merangsang perkembangan peserta didik sehingga peserta didik semakin terampil, aktif, kreatif, dan kritis dalam menghadapi permasalahan. Jika SIRE diterapkan, bukan tidak mungkin kualitas pendidikan di Indonesia akan mengalami peningkatan.

24

DAFTAR PUSTAKA Kholifah, Abdullah. (2013) Kepemimpinan Mahasiswa dan Gerakan Perubahan. [available at:http://abdullahkholifah.wordpress. com/2013/02/27/kepemimpinan-mahasiswa-dan-gerakan -perubahan/] [accessed 29/06/2014]. Muliani. (2014) Masalah Pendidikan di Indonesia. [available at: http://gurupintar.ut.ac. id/component/content/article/177-masalah-pendidikan-di-indonesia.htm l] [accessed 29/06/2014]. Nugraha, Yahya Dwi Putra. (2013) Pengadaan “KETAN� (Kegiatan Penelitian) Untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan Indonesia di Masa Depan. [available at:http:// yahyanugraha09.blogspot.com/2013/05/ pengadaan-ketan-kegiatan-penelitian. html] [accessed 29/06/2014]. Rizana, Rama. (2010) Kreativitas dan Kemandirian Sebagai Aset Pembangunan Daya Saing Bangsa. [available at:http:// ramarizana.wordpress.com/2010/06/24/ tulisan-essay-saya-miti-award-2010/] [accessed 29/06/2014].


Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG ) untuk Meningkatkan Taraf Hidup Nelayan. Studi Kasus : Nelayan Kabupaten Demak (Pilot Project) Rian Adiaprana

Universitas Diponegoro, INDONESIA. Perikanan, adiaprana.rian@gmail.com

Pendahuluan

Masalah kemiskinan adalah masalah yang paling krusial untuk dituntaskan. Kemakmuran dan kelayakan hidup adalah hak pokok masyarakat yang harus dipenuhi oleh negara. Namun, pada realitanya kehidupan masyarakat terutama diwilayah pesisir sangatlah mengenaskan. Data BPS (dalam Jawa Tengah dalam angka 2009) jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia pada Bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta (14,15 persen). Pada umumnya penduduk miskin bekerja di subsektor pertanian tanaman pangan dan perikanan (nelayan). Kita ambil contoh di kabupaten Demak misalnya. Kabupaten Demak mempunyai potensi perikanan yang sangat besar dengan panjang pantai 34,1 Km

25

aktivitas perikanan didukung oleh 3.594 perahu dengan berbagai jenis dan ukuran, 3.527 nelayan juragan, 6.848 nelayan pandega, 4.022 petani tambak dan 3.113 petani kolam. Sedangkan untuk prasarana lainnya, tersedia pusat pendaratan ikan yaitu Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Moro Demak di Kecamatan Bonang serta Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Buko dan TPI Bungo di Kecamatan Wedung. Dengan sumber daya perikanan yang besar tidak membuat masyarakat Demak khususnya nelayan menjadi makmur. Ironisnya masyarakat nelayan di demak adalah masyarakat yang tergolong lemah ekonominya. pada tahun 2006, jumlah keluarga pra sejahtera di Kabupaten Demak adalah 150.442 KK (52,40%) dari 287.082 KK. Keluarga pra sejahtera di Kabupaten Demak juga tercatat cukup tinggi yaitu


sebesar 48,80 %, di atas rata-rata Jawa Tengah 33,33% pada tahun 2008. Tingkat pengeluaran per kapita Kabupaten Demak tercatat sebesar Rp.630.100, dibawah rata-rata Jawa Tengah sebesar Rp.633,600 (Gunanto, 2011). Kemiskinan yang diderita masyarakat nelayan adalah dilatar belakangi oleh beberapa hal yaitu, tidak menentunya hasil tangkapan ikan akibat cuaca, overfishing dan alat pendeteksiikan yang hampir tidak ada. Sebenarnya ada alat untuk mendeteksi lokasi ikan yang bernama Fish Finder, namun karena harganya yang mahal membuat nelayan tidak dapat menjangkaunya. Ribuan nelayan di pantai utara (pantura) mengaku semakin sulit menentukan titik pencarian ikan di laut utara Jawa sehingga hasil tangkapan mereka tidak sebanding dengan modal melaut (Republika. co.id). Rizal seorang nelayan tradisional mengungkapkan kendala yang dihadapi adalah tidak ada alat pendeteksi ikan dan kebanyakan nelayan hanya mengandalkan pengalamannya membaca cuaca secara manual dan sayang sekali tidak selalu berhasil (Harian Medan Bisnis). Pemecahan kasus yang kita tawarkan dalam masalah ini adalah penggunaan Penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk kelompok nelayan dalam penentuan lokasi ikan (fishing ground) sehingga nelayan dapat dengan pasti menentukan arah melaut. Lokasi yang sudah ditentukan membuat nelayan tidak menghabiskan banyak bahan bakar untuk berkeliling dan hasil tangkapanya pun terjamin. Setelah menentukan titik lokasi yang tepat selanjutnya pembangunan rumpon yang berfungsi sebagai tempat berlindung, mencari makan, memijah, dan berkumpulnya

26

ikan. Sehingga sustainability populasi ikan juga tetap terjaga dan mempermudah nelayan mendapat ikan. 2. ISI Program ini dilakukan untuk membantu nelayan Kabupaten Demak untuk mendapatkan hasil tangkapan yang lebih baik. Cara yang dilakukan untuk meningkatkan hasil tangkapan yaitu menggunakan SIG yang mendapatkan data dari satelit. SIG akan mencatat data suhu, klorofil a dan lain-lain sehingga dapat diprediksi letak fishing ground atau daerah penangkapan ikan. Cara untuk aplikasi SIG kepada kelompok nelayan yaitu dengan memberikan bantuan berupa computer dan konektor internet kemudian melakukan pengolahan data dan penentuan koordinat fishing ground. Data selanjutnya di berikan dalam bentuk peta areal lokasi. Untuk menentukan titik koordinat tersebut digunakan kompas dan GPS sebagai referensi awal. Data tersebut di update tiap bulannya.

Setelah Nelayan mendapatkan lokasi fishing ground tahap selanjutnya yaitu memasang rumpon pada lokasi yang dinilai paling banyak terdapat ikan. Hal ini dimaksudkan agar ikan yang terdapat di areal


sekitar dapat berkumpul pada rumpon sehingga nelayan dengan mudah menangkap ikan. Selain itu rumpon tersebut dapat digunakan sebagai posisi awal operasi penangkapan ikan. RUMAH IKAN atau Rumpon di kelola oleh masing masing kelompok nelayan (sekitar 5 nelayan) dan masing masing kelompok ditandai dengan posisi Koordinat dengan GPS sendiri.

Setelah Rumpon terpasang maka yang selanjutnya dilakukan adalah melakukan pengontrolan dengan menggunakan laporan pada table board. Hal ini dimaksudkan agar dapat menentukan penurunan atau peningkatan jumlah tangkapan yang selanjutnya akan ditindaklanjuti dengan treatment tertentu. Bisa juga untuk menentukan apakah lokasi penangkapan ikan perlu diganti atau tidak.

3. Penutup Masalah kemiskinan nelayan yang merupakan masalah nasional sebenarnya sudah terlihat akar masalahnya. Untuk itu peran serta science dalam memecahkan masalah ini sangat diperlukan.

27

Aplikasi fungsi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk nelayan dan pembangunan rumpon adalah hal yang paling bagus untuk diterapkan. SIG berfungsi untuk menemukan fishing ground sehingga nelayan tahu arah melautnya. Rumpon berfungsi sebagai rumah ikan sekaligus sebagai solusi untuk over fishing yang terjadi terutama di laut jawa. Solusi yang ditawarkan ini bisa menjadi jawaban untuk permasalahan-permasalahan yang disebutkan diatas. DAFTAR PUSTAKA Gunanto, Agung dan Edy Yusuf. 2011. Analisis Kemiskinan Dan Pendapatan Keluarga Nelayan Kasus Di Kecamatan Wedung Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Indonesia. Fakultas Ekonomi dan BisnisUNDIP. Semarang Hartoko,A . 2006. Review Report. Sector Strategy Study of Information System Ministry of Marine Affairs and Fisheries. MMAF & ADB. Unpublished http://pusjui.kkp.go.id/index.php/component/content/article/45-berita-bawah/218peresmian-sentra-ikan-asap-di-kabupaten-demak diakses tanggal 6 Juni 2014 http://www.medanbisnisdaily.com/news/ read/2012/10/04/118292/peralatan_masih_ tra disional_tangkapan_nelayan_minim/#. UJAFcK7xyCo diakses tanggal 6 Juni 2014 http://www.republika.co.id/berita/nasional/ jawa-barat-nasional/12/08/06/m8avbs- nelayan-pantura-alami-paceklik-ikan diakses tanggal 6 Juni 2014


UPAYA MEMINIMALKAN KEKERASAN PADA ANAK DAN REMAJA MELALUI PARENTS-TV EDU: PENDIDIKAN ORANG TUA MELALUI MEDIA TELEVISI Syurawasti Muhiddin

Universitas Hasanuddin, Indonesia. Psikologi, syuramuhiddin@gmail.com

Pendahuluan

Kekerasan pada anak dan remaja merupakan kekerasan yang marak terjadi dewasa ini. Berbagai kasus kekerasan anak dan remaja seolah-olah menjadikan kekerasan sebagai budaya baru bangsa Indonesia. Survei dari UNICEF Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 1,5 juta remaja mengalami kekerasan seksual dalam kurun waktu satu tahun terakhir (detiknews, 2014). Mereka tentunya tidak hanya sekedar mengalami kekerasan seksual, tetapi juga kekerasan emosional. Berbagai kasus kekerasan yang terjadi menjadikan kekerasan sebagai suatu fenomena yang begitu memprihatinkan. Misalnya, seorang kakak perempuan membunuh adik kandungnya sendiri karena perebutan kaos kaki yang berlanjut pada saling meledek. Selain itu, seorang anak SD menikam kawan

28

sebangkunya karena takut dilaporkan kepada guru dan polisi setelah ketahuan mencuri HP milik korban (Hisbut Tahrir Indonesia, 2012). Kekerasan yang menimpa anak dan remaja, baik pada posisi ketika dia menjadi korban maupun pelaku, akan memberikan suatu dampak yang negatif. Sebagai remaja yang berkembang secara emosional, mereka pasti dipengaruhi oleh pengalaman mereka. Pengalaman yang penuh dengan kekerasan dapat menyebabkan efek negatif bagi perkembangan remaja. Korban dari kekerasan cenderung tidak bagus di sekolah, terlibat dalam perilaku minum alkohol, upaya bunuh diri, dan perkelahian fisik. Korban juga dapat membawa pola kekerasan tersebut dalam kehidupannya di masa yang akan datang ketika dewasa


(Centers for Disease Control and Prevention, 2014) Fenomena kekerasan yang terjadi tentunya memiliki penyebab, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Kekerasan memiliki konsekuensi negatif bagi perkembangan remaja. Dengan demikian diperlukan suatu upaya untuk menguranginya. Apa sajakah penyebab kekerasan pada remaja dan bagaimana upaya meminimlkan kekerasan tersebut? 2. ISI 2.1. PENYEBAB KEKERASAN PADA ANAK DAN REMAJA Kekerasan yang dilakukan oleh anak dan remaja dikaitkan dengan agresi. Agresi dapat diartikan sebagai tindakan yang disengaja oleh seseorang terhadap orang lain yang dapat menyebabkan luka, penderitaan ataupun kerusakan (Sarwono & Meinarno, 2011; Strickland, 2011). Agresi dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor yang menjadi sumber agresi seperti situasi sosial, situasi personal, kebudayaan, sumber daya dan media massa (Sarwono & Meinarno, 2011). Hal ini kemudian mengarah pada berbagai bentuk kekerasan Dari berbagai faktor di atas, media massa merupakan faktor yang cukup besar kontribusinya dalam menyebarkan perilaku agresi, termasuk kekerasan. Salah satu teori yang menjelaskan hal ini adalah teori kultivasi. Menurut teori ini, terpaan media yang terus-menerus akan memberikan gambaran dan pengaruh pada persepsi pemirsanya. Teori ini percaya bahwa televisi bertanggung jawab dalam membentuk atau mendoktrin konsepsi pemirsanya mengenai realitas sosial yang ada disekelilingnya, termasuk mengenai kekerasan. Lebih jauh

29

lagi, hal tersebut akan mempengaruhi budaya kita secara keseluruhan. Selain itu, merebaknya tindakan kekerasan pada anak dan remaja juga dijelaskan dengan teori pembelajaran sosial. Menurut teori ini, seseorang belajar bukan hanya dari pengalaman langsung tetapi juga dengan meniru dan mencontoh lingkungannya. Proses ini diperkuat oleh penguatan (reinforcement). Media massa dapat menjadi salah satu penguat terjadinya perilaku kekerasan tersebut. 2.2. UPAYA MEMINIMALKAN KEKERASAN ANAK DAN REMAJA MELALUI PARENT TV-EDU Pada dasarnya, kita perlu memahami upaya mengatasi agresi untuk meminimalkan kekerasan di kalangan anak dan remaja. Upaya untuk mengatasinya di antaranya dengan pengamatan atas hal yang baik dan pengubahan pola pikir (Sarwono & Meinarno, 2011). Dalam upaya tersebut, diperlukan kontribusi dari berbagai pihak dalam kehidupan anak dan remaja. Pihak keluarga, khususnya orang tua, merupakan pihak yang paling penting. Anak-anak belajar melalui proses imitasi dengan mencontoh tingkah laku orang tuanya. Dengan demikian, orang tua perlu untuk mengembangkan sikap yang tepat dalam lingkungan keluarganya. Pendidikan informal dalam keluarga sangat efektif dan strategis untuk menanamkan nilai-nilai dasar kehidupan, emosional, keadilan dan nilai-nilai lainnya, termasuk saling menghargai dan menyayangi sesama manusia dan menghindari kekerasan. Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama dalam pendidikan


keluarga ini. Sebagai pendidik utama, orang tua perlu memahami kekerasan itu sendiri. Misalnya mengenai penyebab, dampak dan cara menghindari kekerasan. Orang tua akan bertindak sesuai dengan persepsi dan pandangannya terhadap suatu hal. Dengan demikian, orang tua perlu diberikan pemahaman terlebih dahulu mengenai kekerasan kemudian dapat mengimplementasikannya dan mengajarkannya kepada anak-anaknya. Dalam upaya memberikan pemahaman kepada orang tua, diperlukan suatu media yang mudah dijangkau oleh orang tua. Media tersebut adalah televisi. Orang tua seyogyanya disajikan program-program yang berkaitan dengan kampanye anti kekerasan. Misalnya suatu film atau sinetron tentang dampak kekerasan bagi anak dalam rumah tangga dan lingkungan sekolah. Program tersebut dapat juga berupa iklan layanan masyarakat. Penayangan program seperti ini menjadi suatu sarana pengamatan yang baik dan pengubahan pola pikir. Sasaran utama dari Parent TVEdu adalah orang tua. Namun secara tidak langsung hal ini juga dapat bermanfaat bagi anak. Bila anak senantiasa melihat orang tuanya menyaksikan program-program yang memberitahukan bahaya kekerasan maka anak mengikutinya dan secara bertahap akan menginternalisasi isi dari tayangan tersebut. Dengan demikian, anak juga mendapatkan pemahaman sendiri selain pengajaran dan contoh dari orang tuanya

3. PENUTUP Kekerasan di kalangan anak dan remaja dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti situasi sosial, situasi personal, kebudayaan, sumber daya dan media massa. Parent TV-Edu merupakan upaya meminimalkan kekerasan tersebut melalui pendidikan orang tua dengan memanfaatkan media televisi yang didasarkan pada pemikiran mengenai pentingnya peran orang tua dalam pendidikan anak dan pengaruh media massa terhadap penyebaran fenomena sosial, termasuk fenomena kekerasan. DAFTAR PUSTAKA Rofiq, A. (2014). Survei RI-UNICEF: 1,5 Juta Remaja Alami Kekerasan Seksual 1 Tahun Terakhir, detiknews.com [internet] 7 th July 2014. Available at http://news.detik.com/ kanal/10/berita [Accessed 7th July 2014]. Centers for Disease Control and Prevention. (2014). Understanding Teen Dating Violence Fact Sheet. Available at http://www.cdc.gov/violenceprevention/pdf/teen-dating-violence-2014-a.pdf [Accessed 22th May 2014]. Hizbut Tahrir Indonesia. (2012). Budaya Kekerasan Menghinggapi Anak dan Remaja, Bahaya!. Available at http://hizbut-tahrir. or.id/category/alwaie/anรกlisis-alwaie/ [Accessed 7th July 2014) Sarwono, S.W. & Meinarno, E.A. (2011). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika

30


REAKTUALISASI BUDAYA BATIK NUSANTARA BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN Yuhan Farah Maulida

Universitas Gadjah Mada, INDONESIA. Sosial Ekonomi Pertanian, yuhanfarahmaulida@gmail.com

Pendahuluan

Batik merupakan kesatuan dimensi kebudaayaan yang meliputi proses pra sampai pasca produksi. Batik tidak saja merupakan karya seni rupa yang unik dari segi warna, motif serta kegunaannya, namun merupakan representasi simbol dan filosofi Bangsa Indonesia. Namun, seiring dengan kondisi lingkungan Indonesia yang mengalami involusi, budaya batik nusantara juga secara tidak langsung mengalami involusi. Budaya batik dan Indonesia merupakan suatu kesatuan yang integral, jika ingin menyelesaikan masalah lingkungan maka perlu dilakukan reaktualisasi budaya batik berbasis ramah lingkungan.

31

2. ISI 2.1. BATIK SEBAGAI SUATU INDUSTRI Tahun 2009, batik Indonesia diakui UNESCO dalam Representative List of the Intangable Cultural Heritage of Humanity. Hal ini menjadi pemacu pemerintah maupun pengusaha batik untuk ekspansi manfaat, bukan hanya dari filosofinya tapi dari peluang bisnis. Hasilnya, sejak 2009 permintaan batik tiap tahunnya meningkat sekitar 56%. Hal ini didukung dengan kecenderungan peningkatan jumlah industri batik sebesar 7% - 8% per tahunnya. 2.2. INDUSTRI BATIK KONTEMPORER Produksi batik mencakup proses Ketel, Nyoret, Nglowong, Nembok, Medel, Ngerok, Mbironi, Nyolet serta Nyoga (Yudhoyono, 2010). Bahan-bahan yang dibutuhkan berupa kain katun, lilin, pewarna,


serta bahan bakar untuk melelehkan lilin. Peningkatan permintaan batik memacu produksi dan peningkatan permintaan sarana produksi. Industri batik kontemporer telah menghasilkan batik dalam jumlah besar serta berimplikasi pada peningkatan tren pemakaian batik. Di satu sisi, batik menjadi budaya populis. Namun pada sisi lain, industri batik juga berpotensi mengantarkan Indonesia pada involusi lingkungan. Mayoritas pembatik selama ini cenderung menggunakan bahan-bahan yang tidak ramah lingkungan. Lilin yang digunakan adalah microwax atau parafin yang non-biodegradable. Limbah lilin yang bercampur dengan pewarna tekstil dapat mencemari perairan karena meningkatkan Chemical Oxygen Demand (COD) dan membunuh organisme (Al-Kdasi et. al., 2004). Bahan lain yang kurang ramah lingkungan adalah kain batik. Banyak industri batik menggunakan bahan pemutih yang berlebihan. Selain itu, penggunaan pestisida sangat berlebihan pada budidaya katun. Di sisi lain, kain sintetispun sama sekali bukan solusi ramah lingkungan. Para pembatik menggunakan kompor untuk melelehkan lilin. Sebelum diberlakukannya kebijakan konversi minyak tanah ke gas, pembatik sangat bergantung pada minyak tanah. Minyak tanah maupun gas merupakan energi tidak terbarukan dan diperkirakan segera habis. Kondisi cadangan energi fosil Indonesia disajikan pada Tabel 1.

32

Teknologi kompor listrik yang baru munculpun belum sepenuhnya solutif. Menurut Wakil Menteri ESDM, energi listrik juga tidak luput dari kondisi yang mengkhawatirkan. Jika tidak dilakukan penambahan pembangkit listrik, maka tahun 2018 Pulau Jawa mengalami krisis listrik. 2.3. INTEGRASI TEKNOLOGI RAMAH LINGKUNGAN PADA INDUSTRI BATIK Pada dasarnya industri batik mendapatkan sorotan luar biasa dari aspek ekologi karena limbahnya yang berbahaya. Penggunaan microwax dan parafin dapat diganti dengan bahan yang lebih ramah lingkungan seperti gondorukem (sejenis resin dari cemara), lilin kote (dari sarang tawon), maupun mata kucing (sejenis damar). Sedangkan pewarna tekstil dapat diganti dengan bahan alami yang tersedia melimpah seperti daun indigo, kayu nangka, nyamplung, batang mahoni, jelawe, serta daun mangga kweni. Beberapa pembatik sebenarnya telah melestarikan budaya batik dengan pewarna alami seperti di Indramayu, Jawa Barat dan Imogiri, Yogyakarta. Namun, jumlah pembatik yang menggunakan pewarna sintetis jauh lebih banyak.


Penggunaan kain katun yang kurang ramah lingkungan dapat diantisipasi dengan menggunakan kain katun organik. Selain itu, penggunaan serat alami seperti bambu, nyamplung, serta rami mulai dikembangkan melalui label eco-fashion. Untuk melelehkan lilin, bahan bakar nabati dapat menjadi solusi pengganti bahan bakar fosil dan listrik. Baru-baru ini, buah maja dikembangkan sebagai bahan bakar nabati pengganti minyak tanah. Dalam Majalah Green Life Inspiration disebutkan bahwa untuk mendidihkan air satu liter hanya perlu waktu 8 menit, sedangkan minyak tanah butuh waktu 16 menit.

dari batik biasa, sehingga secara ekonomi bisnis batik tetap menguntungkan. Di sisi lain, alam dan budaya tetap lestari, sehingga pada masa ini batik ramah lingkungan lebih relevan dari batik kontemporer. DAFTAR PUSTAKA Ahimsa, G. (2014). Gurihnya Lumpia Hasil Gorengan Buah Maja. Green Life Inspiration Magazine. Edisi Energi Terbarukan, pp. 2729. Al-Kdasi, A., Idris, A., Saed, K. dan Guan, C.T., (2004). Treatment of textile wastewater by advanced oxidation processes. Global Nest the International Journal. Vol 6, pp 222-230. Anonim. (2012). Bahan Baku Batik. [http:// kelompok8akt.blogspot.com/]. [Diakses pada 10 Juli 2014].

3. PENUTUP Integrasi pemanfaatan teknologi ramah lingkungan dalam proses produksi batik dapat menolong Indonesia untuk lestari serta mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia dalam jumlah banyak. Batik harus tetap lestari, namun juga harus sinergis dengan kelestarian alam. Reaktualisasi budaya batik dari proses produksi maupun filosofinya pasti dapat mengedukasi masyarakat untuk selalu mencintai alam. Proses produksi batik yang ramah lingkungan memang lebih mahal, terutama dari biaya pembelian kain organik, lilin dan biaya tenaga kerja. Namun, harga batik berlabel organik tiga kali lebih mahal

33

Atmaja, Y. W. C. (2013). Buah Maja Asal Muasal Majapahit. [http://www.satuharapan.com/read-detail/read/buah-maja-asal-muasal-majapahit]. [Diakses pada 10 Juli 2014]. Kementrian ESDM. (2010). Indonesia Energy Outlook 2010. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KESDM. Yudhoyono, A. B. (2010). Batikku: Pengabdian Cinta Tak Berkata. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


PENGEMBANGAN MODEL KOTA HEMAT ENERGI SEBAGAI SOLUSI PERMASALAHAN PERKOTAAN DI INDONESIA (Proses Penelitian) Zeji Mandala

Universitas Gadjah Mada, INDONESIA. Graduate Program, Fast Track Program, Urban and Regional Planning Department, Faculty of Engineering, zejimandala@gmail.com

Pendahuluan

1.1 PERMASALAHAN Kota hemat energi merupakan solusi permasalahan perkotaan di Indonesia melalui rekayasa transportasi dan guna lahan. Permasalahan di Indonesia adalah lonjakan penduduk kota yang semakin tinggi dan penggunaan teknologi konsumtif energi. Sebagai contoh pertumbuhan sepeda motor pada tahun 2009-2011 adalah 12,79% per tahun, pertumbuhan mobil pada tahun 2009-2011 adalah sebesar 9,87% per tahun dan pada tahun 2011 proporsi sepeda motor mencapai lebih dari 80% terhadap total kendaraan. Jika ditotal maka penghabisan konsumsi bahan bakar sektor transportasi mencapai 30.80 % dari total konsumsi bahan bakar (Ditjen Perhubungan Darat, 2013).

34

Pendapat ini diperkuat oleh Yudhoyono (2005) menyatakan Indonesia perlu melakukan gerakan penghematan energi dikarenakan pada masa mendatang akan terjadi keterbatasan sumber energi. Sumber energi minyak bumi Indonesia akan habis sekitar 18 tahun, gas akan habis sekitar 60 tahun dan batubara akan habis sekitar 150 tahun. Di samping itu, permasalahan


lain yang terjadi di kota besar di Indonesia seperti ketergantungan kendaraan pribadi, fenomena urban heat island, penempatan fungsi aktivitas yang tidak dapat ditempuh berjalan kaki, minimnya ruang terbuka hijau dan tumbuhnya pusat aktivitas baru yang menimbulkan kemacetan (Munawar, 2007). Hal ini menggambarkan bahwa penghematan energi sangatlah diperlukan karena sumber daya energi non terbarukan terbatas.

Beberapa kota di atas, berhasil menghemat energi dengan merekayasa penerapan skenario kebijakan transportasi dan guna lahan.

1.2 TINJAUAN BEST PRACTICE Menurut Karyono (2006) dan Budi (2007) mengungkapkan beberapa kota di mancanegara yang berhasil menerapkan penghematan energi diantaranya: (1) Kota London menerapkan garden city dan green belt dengan panjang jalur sepeda dan jalur pejalan kaki sebanyak 250 km, (2) Kota Nagoya Jepang dengan menerapkan kereta listrik (Densha) dan kereta bawah tanah (Cikatetsu) yang mampu mengangkut 1,1 juta penumpang/hari, (3). Kota Curritiba Brazil menerapkan transportasi publik masal yang mampu mengurangi ketergantungan warga kota terhadap mobil pribadi yaitu 50 kali lipat dari sebelumnya, dan (4) Pemintakan zoning dan land readjusment di kota Toyama Jepang. Seperti yang digambarkan sebagai berikut:

35

2. ISI Pengembangan model kota hemat energi merupakan simulasi model keruangan kota yang menerpadukan antara guna lahan dan transportasi dengan menggunakan alat kaji TRANUS. TRANUS merupakan alat kaji berupa software yang memodelkan hubungan keseimbangan dinamis antara transportasi perkotaan dan penggunaan lahan untuk mensimulasikan proses evolusi kota (De La Barra, 2011). Hubungan transportasi dan guna lahan memiliki hubungan yang erat dalam pergerakan manusia. Setiap pergerakannya tentu membutuhkan energi yaitu konsumsi energi lahan (jumlah bahan bakar/ m2 x lantai), konsumsi energi aktivitas (juta KwH/Tahun), konsumsi energi bahan bakar (jumlah perjalanan/hari) dan biaya operasi transportasi (juta/hari). Simulasi model ini dilakukan melalui rekayasa guna lahan dan transportasi yang dikembangkan selama kurun waktu 20 tahun. Model simulasi ini bersifat preskriptif yang mana digunakan untuk mencari pola kondisi masa depan terbaik yang dapat diterima oleh semua pihak dan bersifat umum dalam lokasi dan


kondisi tertentu (Djunaedi, 2000). Rekayasa ini dilakukan melalui beberapa skenario model yaitu (1) Skenario Model Luhak, (2) Skenario Model Region, (3) Skenario Model Mandala dan (4) Skenario Model Trend.

Pertama, Skenario Model Luhak merupakan skenario melalui pengurangan dan peningkatan densitas di area lokal terbatas atau kawasan-kawasan tertentu yang ada di kota besar. Skenario model ini dilakukan melalui pengkonsentrasian kegiatan kota kompak dan rekayasa motorized dan unmotorized. Kedua, Skenario Model Region merupakan skenario melalui adanya penyebaran densitas dipusat kota dengan adanya pemusatan di bebarapa kelurahan yang berbatasan dengan pusat kota. Skenario model ini dilakukan melalui pembatasan lahan baru diperkotaan, layanan bus, komuter dan aerobus. Ketiga, Skenario Model Mandala merupakan skenario kota sedang dengan rencana penataan ruang kota yang sekarang dilaksanakan. Skenario model ini dilakukan melalui pembatasan penyediaan lahan baru di pusat kota, penyedian ruang terbuka hijau dan ruang terbuka publik, layanan Bus Rapid Transit dan bus lokal. Keempat, Skenario Model Trend merupakan skenario model kota dengan mempertahankan penggunaan lahan dan transportasi yang ada saat ini (tanpa ada rekayasa). Skenario model ini digunakan

36

untuk melihat bahwa betapa pentingnya dibutuhkan adanya intervensi rekayasa trasportasi dan guna lahan. Dengan demikian, empat skenario model ditentukan besaran konsumsi energi berdasarkan konsumsi energi lahan (jumlah bahan bakar/m2 x lantai), konsumsi energi aktivitas (juta KwH/tahun), konsumsi energi bahan bakar (jumlah perjalanan/ hari) dan besaran biaya operasi transportasi (juta/hari). Selanjutnya, seberapa besar jumlah energi yang dikeluarkan dan penghematan yang bisa dicapai dari ke empat model. 3. PENUTUP Dengan demikian, dikembangkannya simulasi model ini, kota-kota besar di Indonesia dapat meningkatkan daya saing produk pelayanan keruangan kota yang terintegrasi antara guna lahan dan transportasi. Berikut pemetaan link simulasi masing-masing model:


Harapannya mampu menyelesaikan permasalahan kemacetan lalu lintas di kota-kota besar di Indonesia, keterbatasan lahan, dan penghematan energi dengan mendekatkan lingkungan permukiman, lapangan kerja dan sarana fasilitas sosial sehingga jaringan sirkulasi menjadi lebih pendek dan ringkas.

IPPUC. (1974-2004). “Rencana Induk Transportasi Kota Curritiba (Plano Diretor Transporte Curritiba): Integreted Transport Network”. Brazil: IPPUC/Banco de Dados.http:// ippucweb.ippuc.org.br/ippucweb/sasi/ home/default.php diakses pada tanggal 6 Juni 2012 pukul 19.30 di Perpustakaan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.

DAFTAR PUSTAKA

Karyono, T.H., (2006). Kota Tropis Hemat Energi: Menuju Kota Yang Berkelanjutan di Indonesia. Jurnal Teknik Lingkungan P3TLBPPT 7, Hlm 63-71.

Budi, B.S., 2007. Membangun Kota Hemat Energi. WALHI Jawa Barat. De la Barra, T, (2011), Integrated Transport and land Use Model: Decision Chains and Hierarchies, Cambridge University Press, Cambridge, U.K. Ditjen Perhubungan Darat. (2013). Konsumsi Energi Non Terbarukan di Indonesia. Badan Penenelitian Pengakajian Teknologi (BPPT). Jakarta: Dewan Energi Nasional. Djunaedi, A., (2000). Ragam Penelitian. Artikel Kuliah Metodologi Penelitian di Tingkat Program Pascasarjana, 1-9. IPPUC. (1999). “Rencana Induk Transportasi Kota Curritiba (Plano Diretor Transporte Curritiba): Karakteristik Sistem Bus Transit”. Brazil: IPPUC/Banco de Dados.http://ippucweb.ippuc.org.br/ippucweb/sasi/home/ default.php diakses pada tanggal 6 Juni 2012 pukul 19.30 di Perpustakaan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.

36

Munawar, A., (2007). Pengembangan Transportasi Yang Berkelanjutan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta: 1-28. Yudhoyono, S.B., (2005). Pidato Presiden Republik Indonesia Tentang Penghematan Energi [online]. detik.com [diakses 27 September 2013 pukul 16.00 WIB di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada].




Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.