Intro2emcomm

Page 1

KOMUNIKASI RADIO AMATIR KEDARURATAN Edisi Pertama 2006 - Diedit 2014

Oleh: Drs. Wyn W. Purwinto, MA., CAS., DBA. (*)

Kegiatan EmComm (komunikasi darurat via amatir radio) biasanya dijalankan manakala infrastruktur telekomunikasi dan listrik telah padam akibat bencana. Oleh sebab itu, pada salah satu sticker ARRL (organisasi nasional amatir radio Amerika Serikat) tersebut “When All Else Fails…” (bilamana sistem komunikasi lainnya telah gagal). Kegiatan amatir radio adalah berskala internasional dan menjadi bagian dari ITU (International Telecommunication Union) yang organisasinya dinamai IARU (International Amateur Radio Union) yang bermarkas di Newington, Ct, USA. IARU menyelenggarakan Global Amateur Radio Emergency Communications (GAREC) annual conference. Hans Zimmermann, F5VKP/HB9AQS adalah IARU International Coordinator for Emergency Communications (foto pada halaman terakhir). Di Amerika Serikat antara lain ada ARRL-ARES (Amateur Radio Emergency Service) milik suatu organisasi nasional amatir radio, RACES (Radio Amateur Civil Emergency Service) milik pemerintah federal, REACT (Radio Emergency Associated Communication Team) dan MARS (Military Amateur Radio Service). Di Indonesia ada ARES, IARES yang exist sejak 2005, BARES berdiri tahun 2008, dan tahun 2009 lahir ORARI-CORE. Pramuka Brigade Penolong (BP) 13/JaTim pada tahun 2012 telah dilatih untuk menggunakan sistem komunikasi darurat amatir radio. Januari 2014 berdiri INTEREST (International Radio Emergency Support Team) yang mulanya terdiri dari WNI yang memiliki the US amateur radio license & callsign.

Awalnya emcomm adalah merupakan bagian dari kegiatan amateur radio social service (layanan sosial amatir radio atau dukom). Layanan sosial ini meliputi kegiatan radio komunikasi untuk kepanitiaan atau perayaan seperti karnaval, bazar, perlombaan, konvoi, wisata, konperensi, outbound, hamfest (hamradio festival), dll. Namun dikala darurat bencana seringkali kegiatan layanan sosial amatir radio bergeser menjadi layanan emcomm atau dukom. Radio amatir emcomm tidak berdiri sendiri di lokasi bencana. Kegiatan emcomm adalah merupakan dukom bagi unit2 dan kelompok2 maupun individu2 yang membutuhkan dikala darurat bencana. Seringkali digunakan untuk menyatukan sistem jaringan radio komunikasi darurat bagi sekalian unit operasional US-FEMA (Federal Emergency Management Agency) dan BNPB/BPBD/Satlak. 1


Dengan demikian setiap unit operasional penanggulangan bencana yang telah memiliki sistem komunikasi khusus internal organisasinya akan bisa memanfaatkan sistem jaringan dukom menyeluruh berbasis emcomm radio amatir. Ini akan memudahkan pimpinan posko (EC = Emergency Coordinator) untuk menginstruksikan unit2 operasional secara simultan, terarah, efisien dan efektif. Biasanya yang menjadi sukarelawan emcomm adalah para operator yang sudah terlatih dan memiliki brevet emcomm tertentu seperti lulusan ARRL-ARECC (Amateur Radio Emergency Communications Course), diklat RACES, diklat MARS, dan aktif melakukan NTS (National Traffic System – kegiatan transmitting, receiving & delivering pesan secara nasional) serta Field Day (latihan radio komunikasi darurat di outdoor/lapangan/taman dll selama 24 jam). Kegiatan emcomm bisa berskala lokal, daerah, nasional dan internasional tergantung skala darurat bencana itu sendiri. Contoh: Paska tsunami Aceh tahun 2004 yang melibatkan berbagai organisasi radio komunikasi nasional maupun internasional. Laporan tentang kegiatan emcomm paska tsunami di Aceh bisa dibaca pada artikel ““Zulu Stations” a Mainstay in Hard-Hit Indonesia”” karangan Wyn Purwinto, AB2QV, dalam majalah QST edisi Mei 2005.

Kegiatan hamradio emcomm secara khusus dibagi menjadi: 1) Resource Type S: Shadow Operation, 2) Resource Type B: Base/Shelter/Rest Stop/Net Control, 3) Resource Type M: Mobile, 4) Resource Type H: High Frequency (Strategic Communications), 5) VHF/UHF/HF Digital Resource Types: 5a) Resource Type DA (Digital APRS Operations), 5b) Resource Type DM (Digital Messaging Operations), 5c) Resource Type DT (Digital Tracker), 5d) Resource Type DN (Digital Networking), 5e) Resource Type DH (Digital HF), and 5f) Resource Type DV (Digital ATV). Peralatan radio komunikasi yang paling populer adalah HT (handy transceiver) VHF (144-148 MHz)/UHF (430-450 MHz; Indo 430-438 MHz) untuk shadow operations, radio portable VHF/UHF/HF (2M/70CM/6M & 10M – 160M) untuk base station maupun mobile station. Di Indonesia pada tahun 2009 telah ditetapkan Center of Activity for Emergency pada frekuensi2 147.000 Mhz (2M); 21.360 MHz (15M); 18.160 MHz (17M); 14.300 MHz (20M); 7.110 MHz (40M); dan 3.600 MHz (80M). Penggunaan headseat lebih praktis ketimbang menggunakan handmic, agar operator tidak terganggu banyak noise dan bisa sekaligus menulis pesan. Berbagai macam portable emergency antennas (mobile antennas, J-Pole VHF/UHF antenna, Hustler & HiGain VHF/UHF antennas, field antennas: portable HF vertical, dipole & yagi) sering dipakai sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan. Teknik pemasangan stasiun radio dan antena juga disesuaikan lingkungan alam dan fisik setempat. Teknik NVIS (Near Vertical Incident Skywave) untuk pemasangan antena dan pancaran HF jarak sedang dan jauh tepat sasaran juga seringkali digunakan pada kegiatan emcomm. Teknik NVIS merupakan adopsi dari teknik yang diciptakan dan digunakan oleh militer pada perang dunia kedua. Artikel tentang NVIS dalam bahasa Indonesia yang komprehensif telah ditulis oleh Bambang Sutrisno YB0KO atas inspirasi dan dukungan dari Wyn W Purwinto AB2QV melalui presentasi di sarasehan nasional amatir radio di Murnajati, Lawang, Jawa Timur, 2006. Aktifis emcomm Indonesia lainnya yang punya pengalaman dan reputasi nasional dan internasional adalah Iwan Suwandi W7NZ/YE1NZ (ARRLARES & US-RACES), Adikusumo YB3FY (BNPB-INFOKOM), dan Triadi Suparta YB0KVN (ORARI-CORE). 2


Masih banyak lagi operator ORARI yang pernah terlibat kegiatan emcomm di lokasi darurat bencana lokal maupun nasional yang tidak saya sebut satu persatu di sini. Kita berterimakasih kepada mereka yang dengan sukarela, ikhlas dan sabar telah menolong kegiatan infokom dari penanggulangan bencana yang pernah digiati. Semoga mereka diberi keselamatan, rahmat dan berkah untuk bisa selalu menjadi relawan/wati dikala dibutuhkan oleh BNPB/BPBD/Satlak/masyarakat setempat. Guna meneruskan layanan sosial, memperbanyak kuantitas operator khusus dan meningkatkan kualitas pengetahuan & keterampilan emcomm perkenankan saya menghimbau agar para operator tingkat penegak, penggalang dan siaga bersedia menjadi sukarelawan/wati emcomm di lokal masing2. Juga saya ingin mengajak para calon operator untuk segera mengikuti ujian nasional amatir radio dan mengembangkan hobi serta aktif sebagai relawan emcomm. Indonesia sudah dikenal sebagai gudang bencana alam, non alam dan sosial. Maka seringlah berlatih emcomm dan field day sehingga mampu mendukung kegiatan infokom penanggulangan bencana. Semakin besar kekuatan emcomm semakin cepat layanan sosial radio komunikasi kedaruratan bagi masyarakat korban bencana. Semoga amal sedekah anda diridhoi dan diberi pahala oleh Illahi. Selamat berpartisipasi dalam penanggulangan bencana: Tanggap – Tangkas – Tangguh! *Drs. Wyn W. Purwinto, MA, CAS, DBA, adalah instruktur infokom PB, lulusan ARRL-ARECC (Amateur Radio Emergency Communication Course), U.S.A, dan beberapa emergency management courses dari Emergency Management Institute (EMI) – FEMA, Departement of Homeland Security, U.S.A. Telah sering menatar dan melatih para operator & relawan radio infokom via international online forum (IRESC, FAIRS, IARES, dll), dan via traditional training di U.S.A. & Indonesia sejak tahun 2003. Sebagai Extra Class Accredited Volunteer Examiner dari ARRL dan Authorized Hamradio Examiner dari W5YI National Volunteer Examiner Coordinator, U.S.A. sejak 2003. Pendiri INTEREST (INTErnational Radio Emergency Support Team). American hamradio callsign: AB2QV; Indonesian hamradio callsign: YB3WWP; RAPI/CB: JZ13QVZ.

3


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.