Dukomdar2014

Page 1

SISTEM KOMUNIKASI RADIO KEDARURATAN Edisi Pertama 2006 - Diedit 2014

Oleh: Drs. Wyn W. Purwinto, MA,. CAS,. DBA. (*)

Tipe S (Shadow Operations): 

     

Operasi bayangan dilakukan oleh seorang operator dengan alkom radio transceiver genggam (handy talky) sambil berjalan kaki, naik sepeda, sepeda motor atau mobil. Bertugas secara taktikal mengirim dan menerima pesan darurat bagi suatu tim, unit, atau organisasi lain yang tidak memiliki perangkat radio komunikasi. Atau berfungsi sebagai operator pendamping yang meminjamkan radionya untuk digunakan oleh petugas dari organisasi yang ia bantu, dengan syarat petugas ybs bisa menggunakan alkom. Menggunakan HT 2M (lebih baik 2M/70CM dual band) FM dng power minimum 2.5 watts & programmable CTCSS encoder untuk jarak jangkau hingga 15 km jika tanpa repeater (radio pancar ulang). Memprogram sejumlah frekuensi duplex/repeater dan frekuensi simplex untuk komunikasi darurat yang siap digunakan kapan saja dan dimana saja berada. AC/DC power adapter dan atau battery charger dng rechargeable batteries. Disarankan membawa battery backup yang cukup. Earphone atau Headset (VOX disabled) dengan external mic. Backup antena telescopic superstick untuk jangkauan tx/rx lebih jauh. Bracket atau mini mag-mount dng cable minimum 3 meter & mobile antenna untuk tugas bayangan sementara dalam kendaraan.

Tipe B (Base Station Operations/Stasiun Tetap):   

Stasiun tetap yang bisa disetup di rumah, gedung, kantor, shelter, rumah sakit, klinik, tenda, posko dlsb. Dioperasikan oleh minimum 3 operator secara bergantian sesuai kebutuhan. Satu diantara 3 operator tersebut adalah ketua tim. Berfungsi untuk mengirim dan menerima pesan darurat bagi suatu tim, unit atau organisasi yang dilayaninya.

1


  

  

Menggunakan radio transceiver 2M (lebih baik 2M/70CM dual band) FM dng power berkemampuan 25 watts atau lebih untuk jarak jangkau hingga 100 km jika tanpa repeater (radio pancar ulang). Memprogram sejumlah frekuensi duplex/repeater dan frekuensi simplex untuk komunikasi darurat yang siap digunakan kapan saja dan dimana saja berada. Menggunakan antena luar yang mampu menampung power 25 watts atau lebih. Dilengkapi dengan pipa pendukung antena dan coax cable minimum 15 meter berikut 2 konektor PL-259. Ditambah sejumlah brackets, telescopic clamps, pasak, kawat dan tali yang kuat. Dilengkapi dengan 30A power supply dan atau battery mobil 13.8V, power cable dengan fuse, fan, external speaker, earphone atau headset dengan external mic, dan power strip. Disarankan membawa antenna analyzer. Alat2 kantor (stationary) dan alat2 listrik yang dibutuhkan. Meja, kursi, dan peralatan logistik.

Tipe M (Mobile Station Operations/Stasiun Bergerak):  

  

Stasiun bergerak dengan perangkat radio portabiliti yang bisa disetup di kendaraan seperti sepeda motor, jeep, sedan, van, pickup, truck, bus, motorboat, dan posko bergerak. Dioperasikan oleh seorang operator secara taktikal mengirim dan menerima pesan darurat bagi suatu tim, unit, atau organisasi lain yang tidak memiliki perangkat radio komunikasi. Atau berfungsi sebagai operator pengendali yang meminjamkan radionya untuk digunakan oleh petugas dari organisasi yang ia bantu. Menggunakan radio transceiver 2M (lebih baik 2M/70CM dual band) FM dng power berkemampuan 25 watts atau lebih untuk jarak jangkau hingga 50 km jika tanpa repeater. Memprogram sejumlah frekuensi duplex/repeater dan frekuensi simplex yang siap digunakan kapan saja dan dimana saja berada. Menggunakan antena mobil yang mampu menampung power 25 watts atau lebih yang dilengkapi dengan coax cable minimum 6 meter berikut bracket atau magmount, power cable dengan fuse dan penjepit terminal battery, cigarette lighter adapter, dan external speaker. Alat2 kantor (stationary) dan alat2 listrik yang dibutuhkan.

Tipe H (HF Stations/Stasiun High Frequency: Strategic Communications):  

Stasiun tetap atau portable yang bisa disetup di rumah, gedung, kantor, shelter, rumah sakit, klinik, tenda, posko dlsb. Atau pun untuk mobiling. Dioperasikan oleh minimum 3 operator secara bergantian sesuai kebutuhan. Satu diantara 3 operator tersebut adalah ketua tim. Stasiun HF ini bisa dilengkapi dengan stasiun tetap VHF/UHF. 2


 

  

Berfungsi untuk mengirim dan menerima pesan darurat bagi suatu tim, unit atau organisasi yang dilayaninya. Menggunakan radio transceiver HF (10M hingga 160M) dng power berkemampuan minimum 100 watts untuk jarak jangkau lebih dari 100 km. Atau digunakan pada lokasi bencana secara NVIS (Near Vertical Incident Skywave) karena sulitnya propagasi darat yang dipersyaratkan untuk mendukung operasi VHF/UHF. Menggunakan antena luar yang mampu menampung power minimum 100 watts. Dilengkapi dengan pipa pendukung antena dan coax cable minimum 15 meter berikut 2 konektor PL-259. Ditambah sejumlah brackets, telescopic clamps, pasak, kawat dan tali yang kuat. Dilengkapi dengan 30A power supply dan atau battery mobil 13.8V, power cable dengan fuse, fan, external speaker, earphone atau headset dengan external mic, dan power strip. Disarankan membawa dummy load dan antenna analyzer. Alat2 kantor (stationary) dan alat2 listrik yang dibutuhkan. Meja, kursi, dan peralatan logistik untuk stasiun tetap. Atau peralatan portabiliti yang mendukung operasi taktikal HF untuk medan sulit.

MESSAGE HANDLING: 1. Pesan non-formal: Suatu pesan verbal yang singkat, tegas, lugas, dan langsung menuju ke sasaran. Tanpa pesan tertulis. Berisi berita singkat atau permohonan penting. Contoh: Pesan berisi laporan singkat tentang sejumlah korban mati dan luka yang membutuhkan ambulance segera. Pesan ditujukan langsung ke pos kesehatan, rumah sakit atau puskesmas terdekat yang dilengkapi dengan mobil ambulance. 2. Pesan formal: Suatu pesan tertulis yang berisi berita atau laporan ringkas lengkap dengan nama pengirim, nama penerima, hari, tanggal, jam pengiriman, permohonan jawaban, dll sesuai kepentingan penulis pesan atau organisasi yang besangkutan. Menggunakan format tertentu. 3. Pesan-pesan bisa dikirim dan diterima melalui pengendali jaringan komunikasi (NCS: net control station) jika ditetapkan, atau pun langsung kepada stasiun sasaran jika tanpa pengendali jaringan komunikasi. Perlunya diadakan NCS atau pun tidak itu tergantung kebutuhan sesuai dengan sikon, skala bencana, dan jumlah stasiun radio komunikasi darurat yang dioperasikan. 4. Ada 4 jenis herarki pesan: Emergency (berita darurat), Priority (pesan penting tetapi tidak darurat), Welfare (pesan tentang keadaan sikon daerah bencana atau korban), dan Routine (semua pesan yang tidak dalam kategori E, P & W di atas). Setiap pesan formal perlu diberi inisial E, P, W atau R sesuai dengan jenis pesannya untuk memudahkan prosedur lalu lintas pesan bagi para operator yang bertugas. 5. Setiap pesan yang dikirim dan diterima oleh stasiun tetap hendaknya dicatat dalam buku traffic handling log oleh operator yang betugas. Pengawas stasiun perlu mengetahui dan menandatangani log sehari sekali pada akhir jadwal tugasnya. 3


6. SOP (Standard Operating Procedure) yang digunakan disesuaikan dengan SOP resmi jenis komunikasi radio yang besangkutan atau berdasarkan SOP organisasi yang dilayani. Contoh: SOP BNPB, SOP amatir radio, SOP militer, SOP polisi, SOP maritim, SOP komunikasi radio antar penduduk, dlsb.

KELENGKAPAN OPERATOR:       

Membawa atau mengenakan tanda pengenal organisasinya. Membawa surat tugas. Dalam keadaan darurat maka surat tugas bisa diserahkan kemudian pada saat bertugas di lapangan. Membawa semua kartu penting (KTP, SIM, ATM/kredit, kesehatan, asuransi dlsb) dan uang secukupnya. Membawa HT beserta peralatan pendukungnya dan alat2 komunikasi lainnya yang dibutuhkan sebagai alternative (cellphone, modem, laptop, tablet, digital interface, bluetooth, dll) Membawa obat2an, alat2 survival, alat2 monitoring (radio am/fm, scanner), alat pelindung badan (topi, masker, kacamata, kaos tangan, jas hujan, dlsb) dan logistik seperlunya. Juga peralatan elektronika radio bila siap tersedia. Membawa tas berisi perlengkapan pribadi lainnya sesuai kebutuhan untuk jenis dan lokasi penugasan. Operator minimum telah menguasai pengetahuan tentang metode informasi dan komunikasi darurat yang meliputi SOP (Standard Operating Procedure), emergency traffic handling, NCS (Net Control Station) system, emergency station setup dan teamwork. Disarankan mengikuti kursus atau latihan kebencanaan yang meliputi teori dan praktek NIMS (National Incident Management System), ICS (Incident Command System), shelter management, health service management, logistic management, search and rescue, metode mitigasi, dan P3K/CPR. Bilamana perlu dengan tambahan pengetahuan dan praktek tentang CERT (Citizen Emergency Response Team), MFR (Medical First Responder) dan survival. Kemampuan atau keahlian lain seperti mengendarai kendaraan roda 2, 4 & 6, memasak, kesehatan/keperawatan, stress management, kependidikan, fotografi/dokumentasi, seni menghibur dll yang relevan dengan penanggulangan bencana akan ada kemungkinan dibutuhkan di lapangan. Semakin banyak jumlah operator yang menguasai teori dan praktek radio informasi dan komunikasi darurat maka akan semakin baik bagi suatu wilayah tertentu dalam rangka siaga bencana. Jagalah kesehatan dan keamanan diri setiap hari sebelum menolong orang lain. Tanggap - Tangkas - Tangguh.

Drs. Wyn W. Purwinto, MA, CAS, DBA, adalah instruktur infokom PB, lulusan ARRL-ARECC (Amateur Radio Emergency Communication Course), U.S.A, dan beberapa emergency management courses dari Emergency Management Institute (EMI) – FEMA, Departement of Homeland Security, U.S.A. Telah sering menatar dan melatih para operator & relawan radio infokom via international online forum (IRESC, FAIRS, IARES, dll), dan via traditional training di U.S.A. & Indonesia sejak tahun 2003. Sebagai Extra Class Accredited Volunteer Examiner dari ARRL dan Authorized Hamradio Examiner dari W5YI National Volunteer Examiner Coordinator, U.S.A. sejak tahun 2003. Pendiri INTEREST (INTErnational Radio Emergency Support Team). American hamradio callsign: AB2QV; Indonesian hamradio callsign: YB3WWP; RAPI/CB: JZ13QVZ.

4


Lampiran tentang hukum kebencanaan: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA No. 24 Tahun 2007 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. 2. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. 3. Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. 4. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. 5. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. 6. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana. 7. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. 5


8. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. 9. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. 10. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. 11. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. 12. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. 13. ‌

6


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.