Mata Panah 2021

Page 1

Edisi 2021

MATA PANAH

· Esai Festival Arkeologi · Himpunan Mahasiswa Arkeologi Universitas Gadjah Mada 1


Tim Mata Panah Pelindung Ketua Departemen Arkeologi FIB UGM Dr. Mimi Savitri, M.A. Penasihat Ilmiah Drs. Tjahjono Prasodjo, M.A. Penanggung Jawab Ketua Himpunan Mahasiswa Arkeologi FIB UGM Candrika Ilham Wijaya

Pimpinan Redaksi Ridwanda Rafii P. Editor Dhiya Nabilla Susatyo | Muh. Lanang Adiyatma M. Florentin Nadya Layouter Devina Ocsanda | Ulfa Ifatul N. Ridwanda Rafii P. | Wulan Dwi R. Fotografer Prabanndaru Wahyuaji

2


Sambutan Ketua Festival Arkeologi #5 Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dimana atas berkat, rahmat, dan hidayahnya kumpulan artikel-artikel populer yang disatukan dalam bentuk majalah berjudul “MATA PANAH” dapat diterbitkan dengan baik. Untuk edisi majalah kali ini, kami mengusung tema mengenai “Arkeologi Digital” yang dimana tema ini juga dicetus bersamaan dengan salah satu program kerja Himpunan Mahasiswa Arkeologi Universitas Gadjah Mada yakni Festival Arkeologi #5 yang diadakan pada tahun ini. Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Mimi Savitri, M. A. selaku Kepala Departemen Arkeologi kemudian Drs. Musadad, M. Hum. Selaku pembina Himpunan Mahasiswa Arkeologi Universitas Gadjah Mada dan tidak lupa juga kepada rekan-rekan panitia Festival Arkeologi, Warganing Hima, serta teman-teman pembaca sekalian yang dengan semangat menginisiasi serta berpartisipasi aktif dalam penerbitan majalah ini. Kami memahami betul dalam edisi majalah ini masih banyak terdapat kekeliruan baik dari segi manapun sehingga kami selaku panitia sangat membuka peluang untuk teman-teman pembaca dalam mengkritisi, mengomentari, serta memberikan pendapatnya terkait majalah ini. Di luar hal itu, kami harap dengan terbitnya majalah ini teman-teman pembaca sekalian dapat memperoleh sudut pandang, ilmu, serta wawasan baru terutama dalam tema Arkeologi Digital. Terima kasih dan selamat membaca teman-teman pembaca

Salam, Ketua Panitia Festival Arkeologi #5

3


Archaseam (Archaeological Museum Game): Aplikasi Media Pembelajaran Interaktif Berbasis Augmented Reality dan Game -Based Learning Guna Meningkatkan Minat Belajar Arkeologi Generasi Muda Miftachul Jannah Mahasiswa Universitas Airlangga Dunia internasional mengenal Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan budaya yang melimpah. Banyak jurnal internasional yang memuat material culture dan budaya Indonesia yang diteliti oleh peneliti asing (Batubara, 2015, p. 4). Kekayaan budaya yang melimpah di Indonesia juga dibuktikan dengan adanya 439 museum dan cagar budaya sebanyak 1.635, bahkan ada lima warisan budaya Indonesia yang telah ditetapkan oleh UNESCO (Kemendikbud, 2021). Banyaknya budaya ini sudah ada sejak lama, bahkan sebelum Indonesia merdeka di tahun 1945. Keberagaman kebudayaan di Indonesia ini tersebar secara luas dari Sabang hingga Merauke, serta menjadi aset, pusaka, dan identitas bangsa Indonesia yang harus dijaga. Namun, saat ini banyak generasi muda yang tidak tertarik untuk mempelajari sejarah bangsa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hariyanto, dkk (2020), bahwa hanya sebanyak 7,7% dari 78 responden generasi muda mengatakan tertarik dengan sejarah sedangkan mayoritas tertarik dengan hiburan. Hal ini berarti lebih banyak generasi muda yang tidak tertarik untuk mempelajari sejarah. Penelitian lain menyebutkan bahwa sebanyak 55% dari 100 responden generasi muda merasa kesulitan dan bosan dalam memahami sejarah (Mejiro dkk, 2018, p. 178). Generasi muda lebih menikmati kebudayaan asing yang lebih modern karena mudah didapatkan dibandingkan dengan kebudayaan bangsa mereka sendiri (Irmania dkk, 2021, p. 155). Kemajuan teknologi memudahkan untuk mengakses informasi dari budaya asing yang lebih menarik dan memberikan rasa ingin tahu daripada mempelajari budaya bangsanya sendiri (Angela dan Yoedtadi, 2019, p. 394). Generasi muda cenderung berfikir realistis bahwa sejarah adalah masa lampau yang bukan menjadi fokus untuk dipelajari, diingat, dan dibahas Selain itu, sebagian generasi muda memiliki semangat nasionalisme yang telah memudar dan berada di tahap cukup memprihatinkan (Rahayu, 2019, p. 1-7). Adanya berbagai teknologi baru dari waktu ke waktu dapat memudahkan penyampaian informasi, kemudahan komunikasi jarak jauh, serta terciptanya berbagai alat optimasi yang canggih (Schroeder, 2019). Saat ini, hampir semua generasi muda memiliki gadget. Salah satu perkembangan teknologi yang mempengaruhi generasi muda adalah game. Jumlah pengguna game terus mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan zaman. Terdapat 75% pengguna game online meningkat di saat pandemi COVID-19 ini (CNN, 2020). Pada umumnya, game diciptakan sebagai sarana hiburan. Tetapi, seiring dengan perkembangan zaman, game dapat digunakan sebagai media edukasi yang lebih interaktif untuk diterapkan di era globalisasi saat ini, khususnya untuk generasi muda. Berdasarkan potensi tersebut maka penulis mengajukan ide yaitu Archaseam (Archaeological Museum Game): Aplikasi Media Pembelajaran Interaktif Berbasis

4


Augmented Reality dan Game-Based Learning Guna Meningkatkan Minat Belajar Arkeologi Generasi Muda. Aplikasi ini ditujukan pada generasi muda agar lebih mudah untuk memahami dan berminat belajar arkeologi yang ada di museum. Tujuan dari aplikasi ini untuk meningkatkan minat dan pengetahuan, serta memudahkan generasi muda mempelajari arkeologi dalam museum dengan dilengkapi teknologi Augmented Reality (AR). Metode game-based learning yang digunakan pada aplikasi pembelajaran ini diyakini dapat menarik minat dan mampu mempermudah generasi muda dalam mengingat atau memahami arkeologi yang ada dalam museum. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Winatha dan Setiawan (2020) mengatakan bahwa motivasi dan prestasi mahasiswa yang termasuk sebagai generasi muda mengalami peningkatan secara signifikan setelah adanya penerapan metode game-based learning. Salah satu penyebabnya adalah pengalaman belajar yang lebih menyenangkan dapat meningkatkan kreatifitas dan daya ingat. Teknologi Augmented Reality (AR) yang digunakan di aplikasi ini diyakini dapat mempermudah pengguna belajar dari visualisasi museum yang terlihat sangat nyata mengingat teknologi Augmented Reality (AR) memiliki kemampuan dapat menampilkan citra sintetis ke dunia nyata. Teknologi ini memiliki kelebihan yang memungkinkan pengguna melakukan interaksi secara tidak langsung. Akan tetapi, teknologi modern ini membutuhkan kompleksitas komponen dan pakar ahli yang mana umumnya berasal dari Eropa dan Jepang (Satria dkk, 2018, pp. 1-11). Aplikasi Archaseam ini memudahkan masyarakat, khususnya generasi muda dalam penggunaannya karena pembelajaran dapat diakses kapan saja, dimana saja, dan praktis sesuai dengan kebutuhan generasi muda saat ini. Pengguna juga dapat dengan mudah mengunduh Archaseam melalui Google Play ataupun Apple Store dengan gratis tanpa membutuhkan biaya. Selain itu, aplikasi ini dapat dimanfaatkan untuk menjaga kondisi psikis pengguna melalui fitur yang disediakan sehingga pengguna dapat terhindar dari stres akademik.

Gambar 1. Interface awal Archaseam.

5


Pada tampilan interface awal Archaseam, terdapat bahwa calon pengguna harus melakukan registrasi akun terlebih dahulu sebelum memasuki halaman utama aplikasi. Dalam tahap registrasi, calon pengguna perlu untuk memasukkan username, email, dan password agar dapat mengakses aplikasi Archaseam secara privasi. Apabila akun pengguna telah terdaftar maka pengguna akan masuk ke halaman atau menu utama aplikasi Archaseam yang menawarkan berbagai fitur yang dapat dimanfaatkan secara maksimal. Aplikasi ini memiliki fitur utama bernama MuVi Courses. Tampilan awal setelah membuka fitur MuVi Courses adalah daftar museum yang dapat pengguna pelajari cagar budaya atau koleksi arkeologi yang ada di dalamnya. Di dalam fitur inilah terdapat teknoloGambar 2. gi Augmented Reality (AR) dan game-based learning yang memudahkan Tampilan Awal MuVi pengguna belajar karena dapat memvisualisasikan secara nyata Courses keadaan museum dan memiliki tampilan seperti game yang pada akhirnya memberikan skor kepada pengguna setelah mengerjakan persoalan agar pengguna dapat mengukur kemampuan dan pemahamannya mengenai arkeologi koleksi tersebut. Di dalam fitur ini terdapat beberapa tahapan dengan tampilan yang menarik sehingga pengguna tidak cepat bosan dalam Gambar 3. Tahapan memmelakukan pembelajaran. Berikut merupakan tahapan atau cara ilih karakter kerjanya. 1. Memilih salah satu karakter yang akan memvisualisasikan pengguna seakan-akan pengguna berada di museum tersebut. 2. Karakter yang dipilih dapat digunakan pengguna untuk menjelajahi museum dan dapat dengan mudah menekan tanda yang berada di setiap koleksi arkeologi atau cagar budaya untuk dapat mempelajarinya lebih lanjut. Teknologi AR digunakan dalam fitur tersebut 3. Ketika tanda yang ada di suatu koleksi arkeologi atau cagar budaya ditekan, maka akan muncul video pembelajaran singkat dengan tampilan menarik oleh pengajar yang telah berpengalaman yang akan menjelaskan secara singkat tetapi lengkap mengenai koleksi arkeologi atau cagar budaya yang telah dipilih.

Gambar 4. Tahapan menjelajahi museum

Gambar 5. Tahapan video pembelajaran

4. Setelah video pembelajaran sudah selesai, maka akan Gambar 6. Tahapan dilanjutkan post-test yang akan mengukur pemahaman mengerjakan post-test pengguna berupa Multiple Choice Question dengan pertanyaan singkat yang jawabannya sudah dijelaskan sebelumnya. Jika jawaban dari pengguna salah, maka akan ada tampilan yang menyatakan kalau jawaban salah,

6


begitu pula ketika jawaban yang dipilih benar. Namun, tidak ada pembetulan jawaban ketika jawaban yang dipilih salah, sehingga pengguna dapat mengulang video pembelajaran apabila dirasa kurang paham. 5. Setelah semua soal dikerjakan, maka akan ditampilkan nilai yang diperoleh agar pengguna dapat mengukur kemampuan dan pemahamannya. Apabila kurang memuaskan, pengguna dapat mengulang video pembelajaran ataupun kembali ke tahapan menjelajahi museum. Nilai yang didapatkan akan secara otomatis menambahkan poin dan XP yang telah diperoleh sebelumnya.

Gambar 7. Tahapan penampilan nilai yang diperoleh

Aplikasi Archaseam didukung oleh beberapa fitur pendukung lainnya, selain fitur utama berupa MuVi Courses. Fitur-fitur pendukung tersebut adalah BArcha (Brand Ambassador Archaseam), Archanity (Archaseam Community), Evenasion (Event Nasional), dan MyEval (Evaluasi Pembelajaran). Selain itu, juga terdapat fitur pemeringkatan, poin pengalaman (XP), dan menu diskusi. Fitur-fitur ini diharapkan dapat mendukung pengguna agar dapat ikut serta meningkatkan minat generasi muda lainnya dan meningkatkan kemampuan dan pemahaman dengan tampilan yang menarik. BArcha (Brand Ambassador Archaseam) merupakan fitur pendukung yang memungkinkan pengguna untuk mendaftar sebagai bagian dari Archaseam yang akan ikut serta mempromosikan dan menyosialisasikan aplikasi Archaseam kepada generasi muda melalui media sosial milik Archaseam, serta media sosial milik mereka. Proses Gambar 8. Tahap perekrutan BArcha dilakukan di aplikasi ini melalui tahapan-tahapan FDG yang juga dilakukan seperti bermain game agar calon BArcha menjalankan proses ini dengan menyenangkan. Hal pertama yang dilakukan dalam perekrutan adalah tahap registration, yang mana calon BArcha diharuskan mengisi data aktual masing-masing dan memilih karakter yang mereka sukai seperti pada gambar 3. Setelah itu, calon BArcha akan diseleksi melalui tahap cerdas arkeolog dimana di tahap ini wawasan pengetahuan mengenai tinggalan arkeologi dan cerita di balik arkeologi calon BArcha diuji yang tampilannya seperti gambar 6. Selanjutnya adalah tahap focus group discussion, yang mana calon BArcha dengan karakter yang mereka pilih akan melakukan diskusi mengenai wawasan arkeologi dan program kerja apa saja yang mereka usulkan seperti pada gambar 8 berikut. Archanity yang bertempat tinggal di sekitar museum. Selain itu, ada program kerja IdeArcha yang berupa forum untuk menampung ide-ide dari anggota Archanity. Tampilan dari fitur ini juga dibuat menarik seperti bermain game, salah satu contohnya seperti pada gambar 8.

7


Evenasion (Event Nasional) merupakan fitur pendukung yang masih berkaitan dengan program kerja Archanity. Evenasion ini memuat berbagai informasi acara-acara yang diadakan oleh Archanity dan juga museum-museum yang ada di Indonesia. Acaraacara yang ada dapat berupa pameran, lomba, webinar, dan lain-lain. Salah satu contoh lomba yang dapat diadakan adalah lomba pemeringkatan yang ada di aplikasi Archaseam yang mana pengguna dengan peringkat teratas akan diberikan reward. Selain itu, Evenasion akan bekerja sama dengan museum-museum yang ada di seluruh Indonesia dan BArcha untuk mempromosikan acara-acara yang akan dilaksanakan. Selanjutnya adalah MyEval (Evaluasi Pembelajaran). MyEval merupakan fitur pendukung aplikasi Archaseam yang dapat menampilkan secara menyeluruh hasil pencapaian pengguna Archaseam. Di dalam fitur ini terdapat grafik yang menggambarkan perolehan nilai dan keaktifan pengguna. Fitur ini juga mendorong keinteraktifan antara pengguna dengan aplikasi sehingga ada hubungan yang saling mendorong kemajuan bersama. Selain itu, terdapat rekomendasi atau saran yang menjadi bahan evaluasi atau pendorong pengguna untuk dapat memperbaiki dan meningkatkan semangat belajar arkeologi mereka. Aplikasi Archaseam juga dilengkapi dengan fitur pemeringkatan dan poin pengalaman (XP). Penggunaan fitur ini diharapkan dapat menjadi motivasi pengguna Archaseam dalam belajar arkeologi. Fitur pemeringkatan dinilai dari poin-poin yang telah pengguna dapatkan dari mengerjakan soal dan memenangkan lomba. Selanjutnya, fitur poin pengalaman (XP) dinilai dari keaktifan pengguna dalam menggunakan aplikasi Archaseam ini. Selain itu, terdapat menu diskusi yang memfasilitasi pengguna untuk dapat menanyakan hal-hal yang mereka ingin ketahui mengenai arkeologi. Aplikasi Archaseam dapat menjadi solusi untuk mendorong para generasi muda belajar mengenai arkeologi dengan lebih interaktif dan menyenangkan, terutama di era globalisasi dan pandemi COVID-19 yang memerlukan teknologi sebagai pendukung segala kebutuhan. Pengimplementasian aplikasi Archaseam ditujukan kepada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda. Semakin banyak generasi muda yang berminat dengan arkeologi, maka keberagaman warisan cagar budaya Indonesia akan tetap terus lestari. Dengan adanya aplikasi Archaseam, diharapkan dapat meningkatkan minat dan pengetahuan, serta memudahkan generasi muda mempelajari arkeologi dalam museum.

DAFTAR PUSTAKA Angela, N., dan Yoedtadi, M. G. (2019). Pemanfaatan Media Sosial Oleh Komunitas Historia Indonesia. Prologia, 3(2). Batubara, Asyhadi Mufsi. (2015). Menjadi Modern Tanpa Kehilangan Identitas: Problematika Pelestarian Cagar Budaya di Wilayah Sulawesi Tenggara. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur, 9(1). CNN Indonesia. (2020). Pengguna GIM Online Meningkat 75% Kala Corona. URL: https:// www.cnnindonesia.com. Diakses pada tanggal 5 Agustus 2021. Hariyanto, Odaa I.B., Muchsinati, Evi S., Resnika, Yukie, H., Angelina, V. Michelle, Prasena, Rio R., Surbakti, Thea E., Putra, R. S., Panjaitan, V. D. 2020. Rancangan Website Sejarah Membangun Nasionalisme Mahasiswa Universitas Internasional Batam Sebagai Generasi

8


Muda Di Era Globalisasi. National Conference for Community Service Project (NaCosPro), 2(1). Irmania, E., Trisiana, A., dan Salsabila, C. (2021). Upaya mengatasi pengaruh negatif budaya asing terhadap generasi muda di Indonesia. Dinamika Sosial Budaya. 23(1). Kemendikbud. (2021). Statistik Kebudayaan 2021. URL: publikasi.data.kemendikbud.go.id. Diakses pada tanggal 9 Agustus 2021. Mejiro, Varian D., Gunawan, Peter R., dan Wianto, E. (2018). Perancangan Augmented Reality Sebagai Alat Bantu Edukasi Pelajaran Sejarah Di Indonesia Bagi Siswa SMP dalam Serat Rupa Journal of Design Volume 2, Nomor 2, Juli 2018. Rahayu, W. (2019). Pembelajaran Sejarah untuk Generasi Z dalam Jurnal Pendidikan Sejarah Indonesia Volume 2, Nomor 1, Juni 2019. Satria, R., Nugraha, A., Siddik, dan Fitriati, D. (2018). Desain Produk Kacamata Pintar Menggunakan Interaksi Manusia Dan Komputer. Seminar Nasional Pengaplikasian Telematika 2018. Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Pancasila. Schroeder, R. (2019). Book Review: Social Theory after the Internet: Media, Technology and Globalization dalam The International Journal of Press/Politics. 24(1). Winatha, Komang R. dan Setiawan, I M. D. (2020). Pengaruh Game Based Learning Terhadap Motivasi dan Prestasi Belajar. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 10(3).

9


Inovasi Aplikasi MUSEUMKU Sebagai Pemandu Museum Virtual untuk Meningkatkan Pengalaman Pengunjung Museum Melalui Edukasi Secara Interaktif

P

Muhammad Favian Adinata Mahasiswa Universitas Diponegoro eradaban dan kebudayaan terus mengalami perubahan dan perkembangan. Keduanya saling berkaitan satu sama lain dalam mempengaruhi segala aspek kehidupan umat manusia.

Peradaban menjadi apparatus pelaksana kehidupan manusia, sementara kebudayaan adalah ekspresi hidup itu sendiri (Sutrisno, 1994, p. 41). Sejarah peradaban manusia dari masa sebelumnya telah membawa manusia menuju tingkat peradaban yang lebih tinggi. Dengan bertumpu pada sejarah di masa lampau, umat manusia memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai suatu hal, kemudian menjadikannya sebagai pembelajaran dan evaluasi dalam menghadapi tantangan baru di masa mendatang. Dalam mempelajari sejarah, beragam metode dan sarana pembelajaran dapat digunakan, salah satunya dengan melakukan kunjungan ke museum. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, disebutkan bahwa museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, berupa benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya atau yang bukan Cagar Budaya, dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat. Dalam definisi tersebut, museum tidak hanya berfungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda yang berhubungan dengan sejarah perkembangan umat manusia, tetapi juga berkewajiban untuk mentransfer nilai-nilai yang terkandung dalam benda koleksinya (Armiyati et al, 2020, p. 82). Museum seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sebagai sarana edukasi dan wisata bagi masyarakat. Namun, keadaan yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa pemanfaatan museum belum dilakukan secara optimal. Museum dinilai masih kurang maksimal, sehingga masih banyak yang perlu dibenahi oleh museum (Suraya et al, 2014, p. 4). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membenahi museum adalah dengan cara melakukan modernisasi dan digitalisasi pada museum. Digitalisasi teknologi mulai dilakukan pada museum-museum di Indonesia, seperti pada Museum Galeri Indonesia Kaya dan Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Teknologi digital yang telah diterapkan pada kedua museum tersebut, antara lain: aplikasi mobile, augmented reality, dan multimedia interaktif. Namun, fenomena yang terjadi di Museum Galeri Indonesia Kaya dan Museum Perumusan Naskah Proklamasi saat ini adalah kedua museum cenderung sepi dari pengunjung (Arany, 2019, p. 5). Fenomena sepinya pengunjung museum mengindikasikan bahwa pengalaman pengunjung di museum masih tidak cukup baik. Jika pengalaman yang dirasakan oleh pengunjung baik, maka akan ada pengaruh positif terhadap keinginan untuk berkunjung kembali dan keinginan untuk merekomendasikan kepada orang lain yang kemudian berpengaruh terhadap jumlah pengunjung yang datang (Lin, 2012, p. 1-22). Selain itu, tidak sedikit pengunjung museum yang tidak mendapatkan pendampingan oleh pemandu museum. Hal tersebut dapat meningkatkan potensi kebosanan yang dialami oleh pengunjung. Oleh karena itu, perubahan dan pengembangan pada museum perlu dilakukan, salah satunya dengan cara mentransformasikan museum dalam konsep new museum. Pada konsep new museum, model edukasi tidak lagi berbasis pada koleksi, tetapi kombinasi antara koleksi dan pengunjung (Armiyati et al, 2020, p. 85-86). Dari konsep tersebut, dapat diketahui bahwa model edukasi yang tepat untuk digunakan di museum adalah dengan cara melibatkan indera serta pengalaman pengunjung melalui pendekatan secara interaktif serta mengombinasikan edukasi

10


dan hiburan. Model edukasi tersebut mendukung agar pengunjung memiliki keikutsertaan dan keterlibatan secara aktif dalam proses edukasi di museum yang lebih menarik dan menyenangkan. Berdasarkan fenomena-fenomena di atas, dibutuhkan inovasi teknologi digital yang dapat diimplementasikan dengan optimal di museum. Inovasi tersebut berfungsi sebagai sarana untuk menunjang penyampaian informasi dan edukasi di museum agar lebih interaktif. Pengembangan teknologi berfokus pada tujuan untuk memberikan fasilitas kepada pengunjung agar merasa terdampingi, sehingga dapat meminimalisasi potensi kebosanan yang dialami oleh pengunjung museum. Pengalaman berwisata merupakan aspek penting yang harus diperhatikan oleh museum sebagai tempat wisata sejarah agar dapat memberikan pelayanan yang prima kepada pengunjungnya. Menurut Kim (2012), pengalaman berwisata dapat dilihat dari tujuh dimensi yang dirasakan pengunjung, yaitu kesenangan (Hedonism), penyegaran (Refreshment), budaya lokal (Local Culture), kemaknaan (Meaningness), pengetahuan (Knowledge), keterlibatan (Involvement), dan kebaruan (Novelty). Dalam rangka meningkatkan pengalaman berwisata, museum dapat melakukan pembaruan pada fasilitas publik melalui modernisasi dan digitalisasi teknologi. Menurut Seyedmahmoud (2018), adanya alat teknologi digital di museum dapat meningkatkan pengalaman yang didapatkan pengunjung. Teknologi tersebut dapat berupa aplikasi mobile, augmented reality, dan multimedia interaktif. Di Indonesia, ketiga teknologi digital tersebut sudah digunakan di beberapa museum. Namun, teknologi tersebut masih membutuhkan pengembangan lebih lanjut agar dapat memberikan manfaat yang optimal. Apabila pengembangan tersebut terealisasi, maka dapat menunjang untuk mewujudkan konsep new museum sebagai bentuk transformasi museum yang lebih baik dan modern. Berdasarkan tinjauan-tinjauan tersebut, penulis memiliki gagasan, yaitu membuat aplikasi mobile bernama MUSEUMKU. Aplikasi MUSEUMKU berguna dalam proses pendampingan dan pemanduan pengunjung museum secara virtual agar dapat meningkatkan kualitas penyampaian informasi dan edukasi di museum. Sasaran dari pengembangan aplikasi MUSEUMKU adalah untuk masyarakat umum, khususnya untuk generasi milenial. Menurut Arany (2019), kehidupan generasi milenial sangat dipengaruhi oleh adanya teknologi digital yang telah ada di sekitar mereka sejak kecil. Pengunjung milenial menuntut adanya digital experience dari setiap titik perjalanan wisata mereka (Lim et al., 2017). Menteri Pariwisata Arief Yahya (2018) mengatakan bahwa generasi milenial adalah segmen yang penting karena tak hanya ukuran pasarnya besar dan terus bertumbuh, tetapi juga kekuatan mempengaruhinya yang luar biasa atau disebut big and loud. Pengembangan aplikasi mobile merupakan salah satu langkah yang baik dalam memenuhi kebutuhan digital experience bagi wisatawan milenial yang kemudian diharapkan dapat turut berdampak positif dalam mempengaruhi wisatawan lainnya dari segala usia. Aplikasi mobile adalah sebuah aplikasi yang memungkinkan untuk melakukan mobilitas dengan menggunakan perlengkapan seperti PDA, telepon seluler atau handphone (Surawijaya et al., 2017, p. 36). Pengembangan aplikasi mobile dipilih atas dasar beberapa pertimbangan yang dilakukan oleh penulis, antara lain: pengembangan teknologi (aplikasi mobile) dapat dilakukan secara berkelanjutan berupa pembaruan aplikasi oleh pengembang, lebih mudah didapatkan oleh pengguna karena dapat diunduh melalui ponselnya, dan biaya pembuatan dan perawatan yang relatif murah. MUSEUMKU merupakan aplikasi yang berkonsep “One for All”, yaitu cukup satu aplikasi untuk digunakan oleh pengunjung pada museum-museum di Indonesia, khususnya pada museum yang telah terdaftar di aplikasi MUSEUMKU. Tujuan dari diterapkannya konsep tersebut adalah untuk mewujudkan sistem digital terintegrasi pada museum-museum di Indonesia sebagai satu kesatuan industri pariwisata edukasi berwawasan sejarah. Setiap museum dapat mengajukan untuk didaftarkan pada aplikasi MUSEUMKU guna memperoleh manfaat dalam percepatan upaya digitalisasi pada museum. Aplikasi MUSEUMKU dapat menjadi media yang menjembatani wisatawan dengan museum yang akan dikunjunginya. Aplikasi ini dapat memfasilitasi kebutuhan wisatawan dalam hal penerimaan

11


informasi, edukasi, dan reservasi kunjungan ke museum. Aplikasi MUSEUMKU dirancang agar bersifat user friendly, sehingga dapat dengan mudah digunakan dan dioperasikan oleh penggunanya. Tampilan antarmuka pada aplikasi MUSEUMKU didesain dan dibuat dengan menarik, sehingga memudahkan pengguna dalam menggunakan fitur-fitur yang ada pada aplikasi tersebut. Berdasarkan sifat penggunaannya, fitur-fitur pada aplikasi MUSEUMKU dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu fitur umum dan fitur khusus. Fitur umum adalah fitur yang dapat digunakan oleh wisatawan dan calon wisatawan meskipun belum mengunjungi museum. Fungsinya adalah untuk memberikan informasi umum mengenai museum, sehingga dapat menarik minat masyarakat untuk mengunjungi museum. Aplikasi ini juga mendukung proses pemesanan tiket atau reservasi secara daring dengan menggunakan metode pembayaran secara elektronik. Adapun fitur khusus adalah fitur yang hanya dapat digunakan oleh wisatawan di dalam museum. Fungsinya adalah untuk memenuhi kebutuhan pengunjung dalam memperoleh pendampingan secara virtual di museum, sehingga penyampaian informasi dan edukasi dapat dilakukan secara interaktif. Fitur-fitur khusus yang dimiliki oleh aplikasi MUSEUMKU ada tiga buah, yaitu VIRGO (virtual guide audio), VIRLY (virtual reality), dan AURA (augmented reality). Ketiga fitur tersebut hanya dapat diakses oleh wisatawan ketika sudah berada di museum. Hal tersebut disebabkan untuk mengaktifkan fitur tersebut, dibutuhkan pemindaian kode QR yang hanya dapat diperoleh di dalam museum. Kode QR merupakan teknik yang mengubah data tertulis menjadi kode-kode dua dimensi yang tercetak di dalam suatu media yang lebih ringkas (Irawan et al., 2018, p. 57). Kode QR ditempatkan di beberapa lokasi tertentu di dalam museum, kemudian pengunjung atau wisatawan dapat melakukan pemindaian dari kamera yang ada pada ponselnya melalui aplikasi MUSEUMKU. Fitur pertama yang dapat diakses melalui aplikasi MUSEUMKU adalah VIRGO (virtual guide audio). VIRGO adalah fitur khusus yang berguna dalam memandu wisatawan secara virtual berbasis audio. Pada fitur ini, wisatawan mendapatkan pemandu melalui suara dari ponselnya. Ketika menggunakan fitur VIRGO, wisatawan sangat dianjurkan untuk menggunakan earphone atau sejenisnya. Hal tersebut bertujuan agar tingkat kebisingan di museum dapat diminimalisasi, sehingga tidak mengganggu pengunjung museum lainnya.Salah satu strategi museum dalam mengedukasi pengunjungnya adalah dengan hadirnya pemandu museum sebagai fasilitator untuk membimbing dan memberikan informasi kepada pengunjung museum. Pemandu museum mempunyai tugas untuk menjaga, merawat, dan menyampaikan informasi yang penting kepada pengunjung museum (Setiawan et al., 2017, p. 2). Namun, tidak sedikit pengunjung museum yang tidak mendapatkan pendampingan oleh pemandu museum, baik disebabkan tidak adanya alokasi biaya dari pengunjung untuk menyewa pemandu museum, maupun disebabkan terbatasnya jumlah pemandu museum dalam memfasilitasi pengunjungnya. Dengan adanya fitur VIRGO di aplikasi MUSEUMKU, wisatawan dapat merasa terdampingi tanpa harus menyewa pemandu museum. Namun, VIRGO tidak serta-merta menggantikan fungsi dan keberadaan pemandu museum sepenuhnya. Pemandu museum tetap dibutuhkan dalam memandu pengunjung museum yang membutuhkan pembinaan dan pendampingan yang lebih baik dan teratur. Pemanduan dan pendampingan yang dilakukan oleh VIRGO berguna dalam memperkenalkan profil museum secara umum, memandu pengunjung dalam menelusuri setiap lorong atau ruangan di museum, dan memberikan informasi bersejarah mengenai benda-benda koleksi yang dimiliki oleh museum. Dalam pengisian suara untuk audio pada VIRGO, pengelola museum dapat membuatnya dengan dibantu oleh voice over atau pengisi suara agar penyampaian informasi dapat terdengar dengan jelas dan memiliki intonasi yang baik. Dalam penggunaannya, VIRGO dapat diaktifkan setelah pengunjung melakukan pemindaian pada kode QR yang telah disediakan di tempat tertentu di museum. Audio yang aktif pada ponsel pengunjung bergantung pada kode QR yang dipindai. Masing-masing kode QR diatur penempatannya oleh pihak pengelola museum agar audio yang diaktifkan pada fitur VIRGO sesuai dengan koleksi benda yang ada di dekat kode QR tersebut, sehingga penjelasan yang didapatkan pengunjung dari

12


VIRGO sesuai dengan apa yang dilihat oleh pengunjung di tempat tersebut. Setiap audio pada fitur VIRGO memiliki durasi yang tidak terlampau panjang, namun padat informasi. Audio yang sudah diaktifkan dapat dijeda, diputar ulang, dan dimatikan. Selanjutnya, fitur yang juga dimiliki oleh aplikasi MUSEUMKU adalah VIRLY (virtual reality). Virtual Reality atau biasa disebut dengan realitas maya merupakan sebuah teknologi yang membuat pengguna bisa berinteraksi dengan lingkungan dan disimulasikan oleh komputer ataupun gawai lain yang kompatibel (Kusumaningsih et al., 2017, p. 474). Fitur VIRLY pada aplikasi MUSEUMKU berperan dalam memberikan informasi kepada pengunjung dengan cara memanfaatkan teknologi virtual reality, sehingga pengunjung dapat merasakan pengalaman baru ketika berada di museum. VIRLY merupakan fitur yang berfungsi untuk menyampaikan informasi yang membutuhkan penggunaan teknologi virtual reality. Untuk mengaktifkan VIRLY, pengunjung harus melakukan pemindaian kode QR terlebih dahulu. Dalam implementasinya, fasilitas penunjang berupa kacamata VR harus disediakan oleh pihak pengelola museum agar fitur VIRLY dapat digunakan. Banyaknya kacamata VR yang disediakan di museum dapat diatur oleh pihak pengelola museum dengan mempertimbangkan rata-rata tingkat keramaian pengunjungnya. Semakin tinggi rata-rata tingkat keramaian pengunjungnya, semakin banyak pula kacamata VR yang harus disediakan. Pengunjung museum dapat menggunakan kacamata VR secara bergantian, kemudian meletakkannya kembali ke tempatnya semula. Pengunjung museum yang ingin menggunakan fitur VIRLY dapat memasangkan ponselnya ke kacamata VR, kemudian mengenakannya di kepala. Pada fitur ini, pengunjung dapat memperoleh pengalaman seolah-olah diajak melakukan penjelajahan ke suatu tempat tertentu melalui video 3D yang memungkinkan pengunjung dapat melihat secara 360 derajat. Selain itu, fitur ini juga dilengkapi dengan audio yang dapat memberikan informasi bersejarah. Berdasarkan data kuantitatif dari penelitian mengenai penggunaan virtual reality di Museum Sunan Drajat yang dilakukan oleh Kusumaningsih et al. (2017), diperoleh persentase kepuasan pengguna berdasarkan usability test, functionality test, dan penilaian kesesuaian objek 3D dengan objek real menunjukkan nilai rata-rata yang memuaskan, yaitu 89,14%, 91%, dan 99%. Dengan mengacu pada penelitian tersebut, teknologi virtual reality merupakan salah satu teknologi digital yang potensial untuk digunakan dan dikembangkan lebih lanjut. Fitur ketiga pada aplikasi MUSEUMKU adalah AURA (augmented reality). Menurut Ilhan et al. (2016), augmented reality adalah sebuah teknologi digital yang dapat menambahkan unsur sensori penglihatan, suara, dan sensor lainnya untuk meningkatkan imajinasi dan pengalaman pengguna. Dengan menggunakan augmented reality, pengguna dapat memvisualisasikan objek dalam bentuk 3 dimensi, sehingga dapat meningkatkan persepsi dan interaksi pengguna dengan dunia nyata (Haryani et al., 2017, p. 807). Pada dasarnya, prinsip kerja augmented reality adalah pelacakan (tracking) dan rekonstruksi (reconstruction) (Mustaqim et al., 2017, p. 42). Untuk mengaktifkan AURA, pengunjung dapat melakukan pemindaian kode QR menggunakan kamera melalui aplikasi MUSEUMKU untuk memperoleh informasi yang akan diteruskan ke sistem grafis berupa posisi kamera yang berisi data grafis dan objek virtual. Dalam sistem grafis, posisi kamera menentukan sudut pandang objek maya yang akan ditampilkan. Dalam penggabungan video, informasi dari sistem grafis digabung dengan video nyata dari kamera, lalu ditampilkan pada layar ponsel berupa augmented reality. Berdasarkan data kuantitatif dari penelitian di Museum Galeri Indonesia Kaya yang dilakukan oleh Arany (2019), diperoleh bahwa total skor aktual dari teknologi augmented reality adalah 516 dengan skor ideal 600. Persentase yang didapatkan oleh dimensi ini sebesar 86%, artinya nilai persentase tersebut termasuk dalam kategori sangat baik. Maka dari itu, teknologi augmented reality dalam fitur AURA merupakan teknologi digital yang dapat digunakan dalam menunjang peningkatan pengalaman pengunjung museum. Dalam pengembangan inovasi ini, dibutuhkan perencanaan yang baik dan matang, salah satunya dengan melakukan analisis SWOT. Menurut Istiqomah et al. (2017),

13


analisis SWOT adalah penilaian terhadap hasil identifikasi situasi untuk menentukan apakah suatu kondisi dikategorikan sebagai kekuatan (Strengths), kelemahan (Weaknesses), peluang (Opportunities), dan ancaman (Threats). Tujuan dilakukannya analisis SWOT pada pengembangan aplikasi MUSEUMKU adalah untuk memperkirakan strategi yang baik agar inovasi tersebut dapat diimplementasikan secara optimal. Kekuatan yang ada pada aplikasi MUSEUMKU adalah diterapkannya teknologi-teknologi digital yang berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya telah terbukti dapat meningkatkan pengalaman pengunjung museum. Aplikasi tersebut juga memudahkan masyarakat dalam memperoleh informasi mengenai museum serta memberikan kemudahan dalam reservasi secara daring. Penerapan konsep “One for All” memungkinkan penggunaan aplikasi MUSEUMKU ke museum-museum di Indonesia, khususnya pada museum yang telah terdaftar di aplikasi ini. Kelemahan yang ada pada aplikasi MUSEUMKU adalah penggunaan fitur VIRGO (virtual guide audio) tanpa disertai pemakaian earphone dapat berpotensi mengganggu kenyamanan pengunjung lain. Selain itu, terdapat perbedaan kemampuan masyarakat dalam mempelajari penggunaan fitur-fitur di aplikasi MUSEUMKU. Dalam situasi tertentu, dibutuhkan pihak museum agar dapat memberikan pengarahan kepada pengunjungnya, sehingga fitur-fitur di aplikasi MUSEUMKU dapat digunakan dengan baik. Penggunaan aplikasi MUSEUMKU berpeluang untuk mewujudkan percepatan digitalisasi teknologi pada museum. Selain itu, aplikasi ini juga berpeluang dalam meningkatkan kualitas penyampaian informasi dan edukasi yang lebih interaktif, sehingga dapat meningkatkan minat masyarakat untuk mengunjungi museum. Adapun ancaman yang berpotensi membahayakan aplikasi MUSEUMKU adalah serangan dari pihak tertentu berupa pencurian data dan pembajakan. Aplikasi ini membutuhkan keamanan siber yang tinggi untuk menghindari peretasan dan penyalahgunaan dari oknum yang tidak bertanggung jawab. Peningkatan kualitas informasi dan edukasi kepada pengunjung di museum perlu dilakukan, salah satunya dengan mentransformasikan museum dalam konsep new museum. Transformasi tersebut dapat dilakukan melalui inovasi dan pengembangan teknologi digital berupa aplikasi mobile. MUSEUMKU merupakan aplikasi mobile yang dirancang agar dapat mendukung digitalisasi museum di Indonesia secara terintegrasi. Aplikasi MUSEUMKU dapat digunakan pada museum-museum di Indonesia, khususnya pada museum yang telah terdaftar di aplikasi MUSEUMKU. MUSEUMKU berguna dalam memandu pengunjung museum secara virtual melalui fitur VIRGO (virtual guide audio), VIRLY (virtual reality), dan AURA (augmented reality). Fitur-fitur tersebut dapat mengoptimalkan penyampaian informasi kepada pengunjung museum. Dalam mengakses ketiga fitur tersebut, dibutuhkan pemindaian kode QR yang hanya dapat diperoleh di dalam museum. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan eksklusivitas bagi para pengunjungnya karena fitur tersebut hanya dapat diakses oleh wisatawan yang berkunjung langsung ke museum. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, inovasi aplikasi MUSEUMKU berpotensi untuk meningkatkan kepuasan pengalaman pengunjung museum. Apabila inovasi ini direalisasikan dan diimplementasikan dengan baik, maka dapat meningkatkan kualitas penyampaian informasi dan edukasi kepada pengunjung museum secara lebih interaktif. Gagasan dan ide penunjang lainnya selalu dibutuhkan sebagai bentuk adaptasi dalam upaya penyempurnaan konsep inovasi aplikasi MUSEUMKU agar dapat memberikan manfaat yang optimal. DAFTAR PUSTAKA Arany, Nisa Arizka. (2019). Pengaruh Alat Teknologi Digital terhadap Pengalaman Pengunjung pada Museum-Museum yang Mengaplikasikan Alat Teknologi Digital di Jakarta Pusat. Bandung: Sekolah Tinggi Pariwisata NHI. Armiyati, Laely., dan Dede Wahyu Firdaus. (2020). Belajar Sejarah di Museum: Optimalisasi Layanan dan Edukasi Berbasis Pendekatan Partisipatori dalam Jurnal Artefak, 7(2).

14


Gelter, Hans. (2017). Digital Tourism - An Analysis of Digital Trends in Tourism and Customer Digital Mobile Behaviour. Interreg Nord. Haryani, Prita., dan Joko Triyono. (2017). Augmented Reality (AR) sebagai Teknologi Interaktif dalam Pengenalan Benda Cagar Budaya kepada Masyarakat dalam Jurnal SIMETRIS, 8(2). Ilhan, Ibrahim., dan Evrim Celtek. 2016. Mobile Marketing: Usage of Augmented Reality in Tourism dalam Gaziantep University Journal of Social Sciences, 15(1). Irawan, Joseph Dedy., dan Emmalia Adriantri. (2018). Pemanfaatan QR-Code sebagai Media Promosi Toko dalam MNEMONIC, 1(2). Istiqomah., dan Irsyad Andriyanto. 2017. Analisis SWOT dalam Pengembangan Bisnis dalam BISNIS, 5 (2). Kim, Jong Hyeong. (2009). Development of a Scale to Measure Memorable Touristm Experiences. Amerika: Indiana University.

Kusumaningsih, Ari., Cucun Very Angkoso, dan Novian Anggraeny. (2018). Virtual Reality Museum Sunan Drajat Lamongan Berbasis Rule-Based System untuk Pembelajaran Sejarah dalam Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer (JTIIK), 5(4). Lim, Chaeyoung., Noha Mostafa., dan Jaehyun Park. (2017). Digital Omotenashi: Toward a Smart Tourism Design Systems. Jepang: Tokyo Institute of Technology. Lin, Chung. (2012). Effects of Cuisine Experience, Psychological Well-Being, and Self-Health Perception on the Revisit Intention of Hot Springs Tourist. Cina: International Council on Hotel. Restaurant and Institutional Education. Mustaqim, Ilmawan., dan Nanang Kurniawan. (2017). Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Augmented Reality dalam Jurnal Edukasi Elektro, 1(1). Republik Indonesia. (2010). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Setiawan, Dani., dan Titi Susilowati Prabawa. (2017). Standard Kualitas Pemandu Museum dalam Penyampaian Informasi kepada Pengunjung di Museum Borobudur. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana. Seyedmahmoud, Payam. (2018). Learning and Engagement through the Emergence of New Interactive Technologies in Art Museums. Irlandia: Trinity College Dublin. Surahman, Surawijaya., dan Eko Budi Setiawan. (2017). Aplikasi Mobile Driver Online Berbasis Android untuk Perusahaan Rental Kendaraan dalam ULTIMA InfoSys, 7(1). Suraya., dan Muhammad Sholeh. 2014. E-Museum sebagai Media Memperkenalkan Budaya di Kalangan Masyarakat. Yogyakarta: Institut Sains & Teknologi AKPRIND. Sutrisno, Slamet. (1994). Kebudayaan, Peradaban, dan Pendidikan dalam Jurnal Filsafat Seri 19, Agustus 1994. Yahya, Arief. (2018). Membangun dan Mengembangkan Digital Ekosistem sebagai Bisnis Model Millenni-

als: Sharing Innovation. Focus Group Discussion (FGD) Millennial Tourism III. Jakarta.

15


CERITA.IN: SISTEM APLIKASI MUSEUM GUIDE BERBASIS ANDROID SEBAGAI METODE INTEGRASI PENYAMPAIAN INFORMASI GUNA MENINGKATKAN KETERTARIKAN PENGUNJUNG MUSEUM DI ERA DIGITAL Annisa Rahma Shintyastuti Mahasiswa S1 Teknik Industri Universitas Diponegoro “Perkembangan teknologi memungkinkan informasi yang lebih baik dan terkini, pelajaran yang dapat dipetik dan masalah yang dihadapi untuk dipertukarkan dan diperdebatkan, itu mengingatkan kita lebih cepat ke masalah dan membawa ke banyak rumah tangga di seluruh dunia visi dan informasi

yang diharapkan mendorong kita untuk bertindak.” ~ Carol Bellamy~ Museum adalah lembaga yang bersifat tetap, melayani masyarakat, terbuka untuk umum, yang memperoleh, merawat, menghubungkan dan memamerkan untuk tujuan- tujuan studi, pendidikan dan kesenangan, barang pembuktian manusia dan lingkungannya (ICOM, 2007, p.15). Museum juga merupakan lembaga yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan benda-benda seni budaya manusia serta alam beserta lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. Peran museologi baru kemudian mendasari peran museum sebagai suatu lembaga yang melayani masyarakat dengan memusatkan perhatian pada pengembangan hubungan timbal balik antara museum dengan masyarakat (Magetsari, 2008, p. 9). Bagi dunia pendidikan, museum merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pembelajaran tentang hal yang berkaitan dengan sejarah perkembangan manusia, budaya, dan lingkungannya. Museum merupakan wahana untuk mengabadikan dan mendokumentasikan kegiatan-kegiatan maupun peristiwa-peristiwa dan benda-benda bersejarah. Peran museum yaitu sebagai lembaga pendidikan non-formal, yang menonjolkan aspek edukasi dibandingkan dengan aspek rekreasi. Selain itu museum juga salah satu lembaga pelestarian kebudayaan bangsa yang berupa fisik seperti artefak, fosil, maupun yang berupa non fisik seperti adat, tradisi, dan norma. Berdasarkan data yang berasal dari Pusat Data dan Teknologi Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terdapat kurang lebih 439 museum yang berhasil terdaftar dengan beberapa macam tipe standarisasi. Dapat dilihat bahwa Indonesia memiliki banyak sekali harta berharga yang harus dijaga serta diperkenalkan kepada masyarakat luas agar tetap lestari dan sebagai upaya cinta tanah air yang kini semakin luntur dengan masuknya berbagai macam budaya barat maupun timur. Namun, dalam pengimplementasiannya terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi sehingga menyebabkan minat dan antusiasme pengunjung kini semakin menurun. Dalam pengimplementasiannya cara penyampaian informasi kepada masyarakat yang dilakukan kebanyakan museum di Indonesia dirasa belum efektif sehingga ilmu yang didapat dirasa kurang optimal dan menimbulkan kebosanan pengunjung saat kunjungan. Permasalahan yang pertama adalah penyampaian dengan pembuatan booklet, dimana pengunjung hanya diberikan brosur di sepanjang kunjungan. Permasalahan yang kedua adalah kunjungan dilakukan tanpa mendapat arahan yang jelas dari tour guide dikarenakan keterbatasan jumlah tour guide yang ada. Permasalahan yang ketiga adalah kurang media promosi dan kolaborasi sehingga event-event terkesan kurang menarik. Faktor-faktor tersebutlah yang membuat museum di Indonesia sepi pengunjung dan cenderung ditinggalkan.

16


Dalam mengatasi permasalahan tersebut, penulis memiliki gagasan yaitu Cerita.In : Sistem Aplikasi Museum Guide Berbasis Android Sebagai Metode Integrasi Penyampaian Informasi Guna Meningkatkan Ketertarikan Pengunjung Museum Di Era Digital. Cerita.In merupakan sebuah sistem aplikasi database Museum berbasis android yang dapat digunakan sebagai personal guide saat melakukan kunjungan di sebuah museum. Cerita.In berbasis cloud computing yang merupakan kombinasi pemanfaatan teknologi komputer dengan pengembangan berbasis internet. Melalui teknologi cloud computing, semua data pada server yang berbeda akan diintegrasikan secara global. Keuntungan dari penggunaan cloud computing ini adalah biaya pemeliharaannya lebih murah dan lebih menghemat waktu, terjaminnya data karena penurunan resiko kehilangan data yang disebabkan oleh bencana alam, stabilitas dan kemampuan sistem yang handal, tidak terbatas tempat dan waktu, dapat digunakan bersamaan, serta ruang penyimpanan yang cukup besar (Giap, et al 2020). Selain berbasis cloud computing, Cerita.In juga dilengkapi dengan machine learning yang dapat digunakan sebagai sistem pengolahan data sehingga dapat mempermudah manusia dalam mengolah informasi yang begitu banyak (Big Data) agar nantinya informasi ini dapat digunakan sebagai pedoman. Alur kerja dari machine learning diawali dengan pengumpulan data, eksplorasi data, pemilihan model, pemberian latihan, evaluasi model, dan prediksi (Chang, 2018). Dengan menggunakan machine learning akan dilakukan analisis performa masing-masing museum, sehingga informasi yang diterima berdasarkan data dari masing-masing museum dan informasi yang diberikan tepat sasaran. Penggunaan machine learning pada Cerita.In dimulai dari analisis museum dengan beberapa indikator yakni melakukan analisis performa museum yang meliputi jumlah koleksi, jumlah inventarisasi kebutuhan museum, lembaga-lembaga yang berpartisipasi, kapasitas kunjungan museum, perawatan museum, dan media promosi. Selain itu hal lain yang dianalisis adalah arsip data sejarah museum, koleksi museum, info lengkap operasional museum. Selain melakukan analisis performa pada museum, juga dilakukan analisis histori administrasi di lembaga terkait seperti dinas pendidikan dan kebudayaan, LSM kebudayaan terkait, dan komunitas kebudayaan yang menjalin kerja sama. Melalui data statistik kebudayan 2021 diklasifikasikan menjadi 6 tipe museum. Enam tipe tersebut terdiri dari tipe A, tipe B, tipe C, belum memenuhi standarisasi, tidak memenuhi syarat pendirian, dan terakhir museum yang belum diketahui. Hal ini dimaksudkan setiap museum akan menerima informasi sesuai porsinya. Selain itu, melalui Cerita.In juga dapat dilakukan pelacakan sabotase koleksi museum dan pelaporan apabila terjadi pelanggaran, baik dari pihak internal pengelola museum terkait maupun pihak-pihak lainnya.Sebagai personal guide pengunjung di Museum yang telah terdaftar pada Pusat Statistik Kebudayaan, Cerita.In telah mengintegrasikan kurang lebih 439 museum yang dilengkapi kode unik pada setiap museum dimana kode tersebut akan digunakan ketika login aplikasi. Pada fitur Cerita.In sendiri dilengkapi dengan video interaktif dan audio visual yang dapat diputar agar pengunjung dapat menerima informasi dengan mudah dan tentunya informasi yang disampaikan lebih optimal. Cerita.In juga tersedia dalam dua bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, untuk mengantisipasi adanya turis asing yang berkunjung. Cerita.In memiliki tujuh fitur utama yaitu Profil Museum, fitur Koleksi Museum, fitur Sejarah Museum, fitur Info Museum, fitur Peta Museum, fitur Laporkan, dan fitur Bantuan. Pada fitur Profil Museum akan ditampilkan informasi terkait dengan profil Museum yang terdiri dari nama, alamat, jenis museum, dan performa museum. Pada menu Koleksi Museum, berisi daftar koleksi yang ada pada museum tersebut. Pengguna dapat memilih lantai dan gedung untuk melihat kategori apa saja yang dipamerkan di lantai atau gedung tersebut. Fitur selanjutnya adalah Sejarah Museum, dimana pada fitur ini terdapat penjelasan terkait sejarah berdirinya museum dan asal-usul koleksi yang ada di museum tersebut. Selanjutnya adalah fitur Info Museum yang terdapat informasi tentang jadwal

17


pihak pengelola, jam operasional museum, harga tiket masuk, contact person museum. Selanjutnya adalah fitur Peta Museum yang akan menampilkan layout peta yang dapat membantu pengguna yang belum pernah mengunjungi museum untuk mengarahkan ke tempat-tempat pameran. Selanjutnya adalah fitur Laporkan yang berisi kritik dan saran kepada fasilitas museum sebagai upaya perbaikan dan apabila terjadi ketidaksesuaian antara informasi aplikasi dengan data fakta yang ada, ataupun terdapat koleksi yang rusak maka pengunjung museum dapat melaporkannya pada fitur tersebut. Yang terakhir adalah fitur Bantuan yang akan menampilkan petunjuk cara penggunaan aplikasi pengenalan koleksi museum dengan cara menjelaskan isi serta fungsi dari semua menu yang ada pada aplikasi Cerita.In. Dalam merealisasikan gagasan Cerita.In. diperlukan peran dan kerjasama dari pihak terkait diantaranya adalah Kemendikbud yang berperan dalam menetapkan kebijakan dan pengalokasian anggaran, Kemenpar yang berperan dalam media promosi pariwisata, Dinas Kebudayaan terkait yang mendukung perancangan dan pengembangan gagasan, Dinas Pariwisata terkait yang mendukung keberjalanan ekonomi pariwisata di daerah setempat, Kominfo yang berperan dalam pengontrolan dan perbaikan sistem serta penyebaran informasi terkait dengan gagasan Cerita.In. Jika gagasan ini dapat direalisasikan diharapkan dapat memperbaiki sistem pengintegrasian database museum di Indonesia menjadi lebih akurat dan terintegrasi. Sehingga mampu menarik minat pengunjung dan informasi dapat tersampaikan dengan lebih optimal. Kemudian dapat dikembangkan lagi sehingga dapat kompatibel pada platform selain Android seperti IOS, Blackberry OS ataupun Windows Phone. Selain itu, kredibilitas dan akuntabilitas pada laman database museum akan lebih terjamin, sehingga penyaluran informasi dapat berlangsung dengan baik. Gagasan ini diharapkan dapat meningkatkan keefektifan implementasi kebijakan pemerintah dalam program. Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada Ekonomi Pariwisata khususnya di masa pandemi Covid-19 dan juga diharapkan sekaligus dapat meningkatkan Program Merdeka Belajar Kemendikbud. Harapannya, jika Cerita.In dapat dikembangkan, maka inovasi ini tidak hanya dapat digunakan pada situs museum saja, melainkan dapat meningkatkan kualitas cagar budaya lainnya dalam rangka meningkatkan rasa cinta tanah air sekaligus sebagai media pembelajaran digital yang interaktif. “Teknologilah yang bisa memberikan dampak sosial terbesar di negara ini. bukan kebijakan atau policy” ~Nadiem Makarim~

DAFTAR PUSTAKA Chang, Z., Lei, L., Zhou, Z., Mao, S., & Ristaniemi, T. (2018). Learn to cache: Machine Learning For Network Edge Caching In The Big Data Era. IEEE Wireless Communications, 25(3) : 28-35. Giap, Y.C., Rifki, R., Kurnaedi, D., Nursanty, E., Nugroho, M.A., Simarmata, J., & Ardilla, Y. (2020). Cloud Computing : Teori dan Implementasi. Yayasan Kita Menulis. International Council of Museums. ICOM Statutes. Vienna: ICOM . 2007 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2021). Pusat Statistik Kebudayaan 2021. URL : http:// publikasi.data.kemdikbud.go.id/uploadDir/isi_CC4179A6-B4FF-4E0C- 809B5CADD9132AB5_.pdf/Diakses tanggal 21 Juli 2021 Magetsari, Noerhadi. (2008). Museum Era Pascamodern. Depok: Departemen Arkeologi Universitas Indonesia.

18


I-Museum: Sistem Informasi di Museum Guna Mewujudkan Museum Yang Edukatif dan Inklusif (Studi Kasus Museum Benteng Vredeburg) Rachmat Krismono Mahasiswa S1 Universitas Gadjah Mada

PENDAHULUAN Museum adalah institusi permanen, nirlaba, melayani kebutuhan publik, dengan sifat terbuka, dengan cara melakukan usaha pengoleksian, mengkonservasi, riset, mengomunikasikan, dan memamerkan benda nyata kepada masyarakat untuk kebutuhan studi, pendidikan, dan kesenangan (icom.museum). Dalam implementasi pada fungsinya sebagai institusi pendidikan, museum menyertakan berbagai fasilitas yang mendukung kegiatan pembelajaran. Fasilitas ini ada yang konvensional, seperti label dan panil informasi. Ada pula yang komunikatif dengan hadirnya edukator di museum. Yang paling terbaru, muncul tren penggunaan teknologi multimedia dan teknologi digital, seperti Augmented reality dan sistem informasi berbasis mobile application. Kemudahan yang ditawarkan oleh perkembangan teknologi informasi turut serta berpengaruh dalam perbaikan layanan informasi di Museum. Namun, untuk penyediaan layanan informasi museum yang interaktif masih mengandalkan edukator, contohnya pada Museum Benteng Vredeburg. Pada Museum Benteng Vredeburg, fasilitas informasi yang tersedia terdiri atas label, panil informasi, edukator, dan beberapa permainan multimedia (vredeburg.id). Fasilitas-fasilitas tersebut cukup baik untuk dikembangkan, akan tetapi belum dapat menampung kebutuhan akan akses museum edukatif bagi masyarakat Yogyakarta. Hal ini didasarkan atas wajib kunjung museum pada institusi pendidikan (sekolah-sekolah) yang diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi Yogyakarta (Dinas Kebudayaan DIY, 2021). Dalam hal ini, kebutuhan akan informasi di Museum Benteng Vredeburg bukan lagi menjadi sistem informasi semata, lebih dari itu, fasilitas yang diberikan harus menampung kebutuhan akan informasi yang mendukung sistem pendidikan formal di sekolah. Untuk itu, perlu adanya perbaikan untuk mendukung kegiatan belajar mengajar (KBM) di Museum Benteng Vredeburg. Perbaikan tersebut harus bersifat komunal, artinya dapat diakses oleh semua pelajar yang hadir di Museum Benteng Vredeburg. Selain itu, informasi yang disampaikan juga harus seragaman. Tidak lupa, fasilitas yang dihadirkan harus interaktif untuk meningkatkan potensi belajar dan mempermudah proses evaluasi. Melihat kebutuhan akan museum yang terkoneksi dengan kebutuhan institusi pendidikan formal, dapat dilihat bahwa permasalahan ini dapat dikaitkan dengan konsep The New Museum yang menekankan pada museum yang inklusif, dengan komponen komponen: memiliki tujuan untuk melayani masyarakat, pengunjung sebagai faktor prioritas dalam keberlangsungan museum, memiliki koleksi dan mampu menjelaskan koleksinya, meningkatkan kesadaran atas perbedaan, museum yang bersifat multidisiplin ilmu, dan biasa mengimplementasikannya dalam sekolah-sekolah (study tour) (Karayilanoglu & Arabacioglu, 2016).

19


Berkorelasi dengan konsep The New Museum yang menawarkan inklusivitas, museum juga harus bertransformasi pada museum yang ramah akan pengunjung disabilitas (The Council for Museums Archives and Libraries, 2001). Dalam perkembangannya, museum juga harus menyediakan fasilitas yang dapat digunakan oleh penyandang disabilitas. Kebutuhan sedapat mungkin harus terpenuhi sebagai perwujudan bahwa berkunjung ke museum adalah hak semua orang. Kondisi di Museum Benteng Vredeburg cukup baik dengan adanya jalur khusus disabilitas dan ramp untuk pengguna kursi roda. Akan tetapi, hanya kedua fasilitas itu yang mendukung inklusivitas di museum. Selebihnya, belum ada layanan informasi yang memudahkan orang dengan disabilitas (ODD) untuk mengakses informasi di museum. Terlebih, ODD tunarungu yang tidak dapat menikmati informasi di museum karena tidak adanya fasilitas informasi yang mendukung.

Gambar 1. Fasilitas Inklusif Museum Benteng Vredeburg Sumber: Vredeburg.id

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa Museum Vredeburg memiliki kebutuhan akan sistem informasi yang mendukung kegiatan belajar mengajar di museum dan urgensi museum yang ramah akan ODD tunarungu. Namun, sampai saat ini belum ada sistem informasi yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. Di sisi lain, kondisi perkembangan teknologi kini sudah sampai pada masa Revolusi Industri 4.0 dengan penggunaan teknologi digital untuk menjawab berbagai permasalahan. Kondisi sosial di Indonesia juga sudah mengarah pada society 5.0 yang terbiasa dengan penggunaan teknologi digital. Maka, inovasi yang dapat dilakukan adalah pengembangan sistem informasi teknologi digital agar penggunaan dapat selaras dengan kebiasaan masyarakat. Inovasi tersebut adalah I-Museum (Inklusif Museum). Sistem ini bertujuan untuk memberikan layanan informasi berbasis android smartphone pada pengembangan IoT (Internet of Things) yang dapat digunakan oleh masyarakat. Teknologi ini diharapkan dapat mempermudah Museum Benteng Vredeburg dalam memberikan layanan informasi bagi institusi pendidikan dan ODD tuna rungu dalam mengakses informasi di museum. PEMBAHASAN TAHAP PEMBUATAN APLIKASI I-MUSEUM Untuk merealisasikan aplikasi I-Museum, terdapat beberapa tahap yang perlu dilakukan, diantaranya:

20


a) Persiapan Tahap ini meliputi persiapan administratif yaitu perizinan observasi ke Museum Benteng Vredeburg. Selanjutnya, dilakukan inventarisasi dan pembelian peralatan serta perlengkapan yang dibutuhkan, yaitu: printer QR Code, smartphone, dan perangkat lunak Augmented reality. Dibuat juga rancangan tampilan aplikasi. Selain itu, dilakukan studi pustaka untuk bahan pembuatan konten yang tersedia dalam I-Museum beserta soal yang dapat dikerjakan oleh pelajar. b) Pembuatan Aplikasi Proses pembuatan aplikasi I-Museum dimulai dari tahap pembuatan desain utama tampilan aplikasi. Desain tersebut akan memperlihatkan cara kerja aplikasi I-Museum. Dalam tahap pembuatan terdapat tahap membangun environment untuk android menggunakan Android Software Development Kit. Setelah terdapat environment untuk android maka tahap selanjutnya yaitu tahap pemrograman aplikasi android menggunakan software Android Studio. Dalam pembuatan aplikasi ini, digunakan database dengan API (Application Programming Interface) yaitu firebase dimana digunakan untuk menghubungkan database dengan aplikasi android yang dibuat. c) Pembuatan Konten Pembuatan konten dilakukan dengan metode studi pustaka. Konten yang ada pada I Museum adalah yang sesuai dengan koleksi yang beradegan dalam vitrin, misalnya pada peristiwa Serangan Umum 1 Maret. Konten yang diperoleh kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk teks dan audio yang direkam. Selain itu, dibuat pula soal-soal yang berkaitan dengan konten tersebut untuk dapat diisi oleh pengguna (pelajar dan masyarakat umum lainya), untuk kemudian dapat diketahui hasil evaluasi dari proses pembelajaran di museum. d) Sinkronisasi Data Setelah mendapatkan konten, data tersebut dimasukkan ke dalam aplikasi I-Museum. Hasilnya konten tersebut diekspor dan diproses menggunakan program Android Studio. Dalam Android Studio, dibangun aplikasi, dimulai dari pembuatan desain halaman menu utama, menu pilih scan, manu soal-evaluasi, dan menu exit. Pada tahap ini, data atau konten yang tersedia di dalam I-Museum disinkronkan dengan menggunakan QR Code. QR Code memberikan tanda-tanda spesifik pada tiap kode yang akan diproduksi. Dalam implementasinya, masing-masing QR Code yang dicetak akan ditempelkan pada label di dekat koleksi museum. Dengan ini, pengunjung dapat meng-scan QR Code tersebut untuk mengetahui informasinya. CARA KERJA I-MUSEUM Pengunjung museum dapat mendownload aplikasi I-Museum terlebih dahulu. Setelah itu, pengguna mendaftarkan diri dalam aplikasi. Setelah itu, terdapat menu Scan. Menu scan bekerja dengan cara pengunjung men-scan QR Code yang ada pada label di dekat vitrin pada Museum Benteng Vredeburg. Setelah scan QR Code tersebut, aplikasi I-Museum secara otomatis akan mencocokan data di dalam server untuk ditampilkan dalam aplikasi. Selanjutnya, pengunjung dapat memperoleh informasi tersebut dalam bentuk teks atau audio yang dapat dipilih.

21


DESAIN APLIKASI

Gambar 2. Desain Aplikasi I-Museum

Gambar 3. Scanner pada I-Museum

- Terdapat pilihan bahasa Indonesia/ bahasa Inggris - Terdapat fitur kunci untuk kontinuitas informasi jika tidak meng-scan QR Code - Futur play/ pause - Fitur suara/ tidak ada suara untuk fokus - Fitur animasi + audio untuk fokus kegiatan

Gambar 4. Contoh Menu Soal dan Evaluasi

ASPEK FUNGSIONAL I-Museum berfungsi sebagai media pembelajaran digital yang memberikan materi berupa informasi sejarah pada Museum Benteng Vredeburg dalam bentuk teks, audio, dan ani-

22


masi grafis dalam bentuk Augmented reality. Peserta didik dapat menggunakan I Museum secara langsung di lokasi Museum Benteng Vredeburg dengan scan pada QR Code di label dekat panil pada masing-masing koleksi yang dipamerkan. I-Museum berfungsi untuk dapat mengoptimalkan proses pembelajaran Sejarah di Museum Benteng Vredeburg yang disertai bahas evaluasi berupa kumpulan soal yang berkaitan dengan mata pelajaran Sejarah Guru sebagai fasilitator dan evaluator juga dapat menggunakan I-Museum sebagai alat yang dapat membantu memberikan materi tentang sejarah Indonesia yang ada pada Museum Benteng Vredeburg aplikasi I-Museum. Guru juga dapat mengetahui hasil evaluasi dari soal yang ada pada aplikasi I-Museum, sehingga perkembangan peserta didik dapat dipantau dan dievaluasi secara sistematis. I-Museum juga ditujukan pada peserta didik tunarungu karena informasi digital relief candi yang disampaikan berupa teks dan animasi sehingga dapat dinikmati oleh peserta didik tersebut. I-Museum dapat digunakan oleh penyandang disabilitas tunarungu pada kelompok 1 sampai 3 yang dapat diintegrasikan pada alat bantu dengar pengguna. I Museum juga ditujuan untuk peserta didik tunanetra karena informasi yang disampaikan lewat I-Museum berupa audio sehingga peserta didik tersebut dapat menikmati narasi relief candi lewat output suara pada I-Museum. I-Museum juga akan diimplementasikan sebagai alat pendamping yang dapat digunakan siswa dan guru dalam memperoleh akses informasi relief candi pada saat kunjungan study tour ke Museum Benteng Vredeburg. Dengan ini, kunjungan sekolah ke museum dapat lebih berarti karena peserta didik dapat belajar dengan fokus di museum. PENUTUP Dari hasil rancangan, I-Museum dapat digunakan di Museum Benteng Vredeburg. I Museum bekerja dengan cara scan. Pengguna dapat mengetahui informasi pada masing masing koleksi yang dipamerkan dalam bentuk narasi berupa teks, audio, dan animasi grafis dalam bentuk augmented reality. Dengan menggunakan I-Museum, peserta didik dapat fokus untuk belajar tentang sejarah yang ditampilkan di Museum Benteng Vredeburg. Selian itu, IMuseum juga dapat digunakan oleh ODD tunarungu dengan sinkronisasi pada alat bantu dengar. Dengan demikian, I-Museum dapat menjadi fasilitas informasi di museum yang mendukung konsep The New Museum sebagai museum yang edukatif dan inklusif.

DAFTAR PUSTAKA Dinas Kebudayaan DIY. (2021). Wajib Kunjung Museum. URL: https:// wkmdisbuddiy.jogjaprov.go.id/ .Diakses 8 Agustus 2021. International Council of Museum. Museum Definition. URL: https://icom.museum/en/ resources/standards-guidelines/museum-definition/ . Diakses 8 Agustus 2021. Karayilanoglu, G. & Arabacioglu, B. (2016). The "New" Museum Comprehension: "Inclusive Museum". International Conference on New Trends in Architecture and Interior Design. Museum Benteng Vredeburg. Info Museum. URL: http://museum.jogjaprov.go.id/id. Diakses 8 Agustus 2021. The Council for Museums Archives and Libraries. (2001). Disability Directory for Museum and Galleries. London: The Council for Museums, Archives and Libraries.

23


SMI (SMART MUSEUM INDONESIA) SEBAGAI MEDIA EDUKASI SEJARAH BERKELANJUTAN Devi Dirgantini Mahasiswa S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ancaman Lunturnya “Jasmerah” di Tengah Pandemi COVID-19 Pandemi COVID-19 yang telah berlangsung sekitar dua tahun ini telah banyak membawa perubahan dalam berbagai aspek tak terkecuali perubahan pola belajar dalam aspek pendidikan. Pola belajar baik teori ataupun praktik yang masih dapat diterapkan secara daring ataupun dari rumah terdapat pada mata pelajaran olahraga, praktik keagamaan, eksperimen sains, seni, dan lain-lain. Sementara mata pelajaran yang tidak dapat ditunjang hanya dari rumah saja yaitu ilmu sejarah. Ilmu sejarah adalah ilmu kompleks yang harus dikuasai para pelajar karena menyangkut seluruh tatanan peradaban negara dari berbagai sudut. Sehingga upaya mengkaji ilmu sejarah tidak cukup dengan teori, akan tetapi harus didukung dengan meninjau lokasi sejarah secara langsung seperti melakukan kegiatan tour museum. Kegiatan tersebut sangat penting dalam menambah wawasan terkait benda-benda yang memiliki konteks sejarah dan budaya. Umumnya, kegiatan tour museum dilakukan instansi pendidikan setiap satu tahun sekali. Namun karena pandemi belum berakhir, kegiatan tersebut tidak dapat terealisasikan padahal sangat disukai oleh para pelajar. Sebagai gantinya, pola belajar ilmu sejarah melalui pengenalan artefak atau benda sejarah lainnya dikemas oleh tenaga pengajar melalui penyampaian materi dalam bentuk powerpoint (ppt) atau memberi tugas berupa rangkuman tempat sejarah. Pola belajar seperti itu tentunya sangat membosankan dan kurang interaktif. Baru-baru ini, telah diluncurkan kegiatan tour virtual museum. Akan tetapi, para pelajar justru kurang tertarik karena penyajiannya terlalu monoton dan mereka hanya dibiarkan menyimak saja. Tentunya, hal itu juga kurang efektif dan interaktif diterapkan sebagai media belajar sejarah. Apabila pola belajar seperti ini terus berlangsung tanpa dibenahi sejak dini, maka akan banyak generasi muda yang tidak menyukai bahkan tidak mengetahui ilmu sejarah. Sehingga makna jasmerah "jangan melupakan sejarah" yang seharusnya melekat pada jati diri generasi muda justru perlahan akan luntur. Oleh karenanya, penulis terdorong untuk membuat media belajar interaktif yang sangat disukai para pelajar guna meningkatkan wawasan sejarah secara berkelanjutan. Keunggulan SMI (Smart Museum Indonesia) sebagai Media Belajar Sejarah Platform pengembangan teknologi digital sebagai media belajar sejarah khususnya museum telah dikembangkan di Indonesia, namun sistemnya masih dimiliki oleh masingmasing lembaga museum. Hal tersebut membuat instansi pendidikan mengalami kesulitan dalam melaksanakan program belajar sejarah karena harus mencari informasi secara berkala dari satu museum ke museum yang lainnya terkait jadwal kunjungan. Kondisi tersebut akan semakin menyulitkan apabila terdapat banyak jadwal kunjungan dari berbagai museum yang ternyata penuh. Dalam hal ini penulis membuat keberadaan museum di Indonesia menjadi

24


satu kesatuan yang dikemas dalam satu aplikasi bernama SMI (Smart Museum Indonesia) dengan tujuan agar instansi pendidikan dan para pelajar dapat dengan leluasa menjelajahi berbagai museum di Indonesia kapanpun itu. Aplikasi SMI dikelola oleh admin, operator, dan user. Ketiganya memiliki tugas seperti yang tertera pada gambar 1. Sementara ketersediaan fitur dalam aplikasi SMI dibuat secara komprehensif agar mampu menciptakan ketertarikan mempelajari setiap benda di dalam museum. Penulis membuat inovasi beberapa fitur museum terbarukan yang tidak ditemukan pada aplikasi atau museum virtual lainnya. Fitur pertama adalah fitur ruang digital 3D shooter seperti yang terdapat pada game Sniper Fury. Fitur ini dapat digunakan pengunjung untuk memilih museum mana yang akan dikunjungi dan dapat menelusuri karya seni dan objek bersejarah dengan berjalan di sepanjang ruang museum. Kemudian pengunjung juga dapat menggerakan setiap objek (benda sejarah) dari berbagai sudut sehingga mereka mampu melihat detail objek yang lebih besar dan nyata. Dengan adanya fitur ini, pengunjung dapat melihat mahakarya ikonik sejarah tanpa harus secara fisik mengunjungi museum. Mereka juga dapat mengetahui berbagai informasi terkait benda sejarah di dalamnya dengan sangat menyenangkan dan tidak monoton.

Gambar 1. Use case diagram (Ida Bagus Agung Manuaba, 2016, p. 315)

Fitur kedua adalah fitur bahasa dan budaya. Terdapat dua bahasa yang disajikan dalam aplikasi SMI yaitu bahasa indonesia dan bahasa inggris. Dengan adanya dukungan kedua bahasa tersebut maka pengunjung bukan hanya dapat meningkatkan wawasan sejarah saja. Akan tetapi, wawasan berbahasa asing juga menjadi meningkat. Selain itu, disajikan juga berbagai informasi kebudayaan dari 34 provinsi di Indonesia seperti bahasa, suku, adat istiadat, lagu daerah, pahlawan, dan lain-lain. Dengan menyediakan fitur tersebut,tenaga pengajar dapat terbantu mengoptimalkan penyampaian ilmu sejarah. Selain itu, SMI juga dapat menarik minat visitor luar negeri sehingga dapat menguntungkan bagi negara dari sisi ekonomi kreatif (pariwisata).

25


Fitur ketiga adalah gaming. Fitur ini dapat dikelola oleh tenaga pengajar sebagai media kuis belajar yang dapat disajikan dalam bentuk teka-teki, tebak objek, dan lain-lain. Tenaga pengajar juga dapat memberikan sejumlah poin bagi pelajar yang berhasil mengerjakannya dengan baik. Sehingga dengan fitur ini dapat tercipta media belajar yang interaktif yang mampu mendorong pelajar untuk menikmati mata pelajaran sejarah. Fitur keempat adalah classroom. Fitur ini berisi dialog sosial antara guru dan pelajar setelah selesai melakukan kunjungan di museum. Dimana dalam fitur ini, guru dapat memonitoring pencapaian belajar muridnya dan mendiskusikan sejumlah pertanyaan. Melalui fitur ini, pelajar menjadi tertantang mempelajari sejarah dari informasi yang mereka peroleh selama menjelajahi museum secara virtual. Fitur kelima adalah informasi event seperti pameran gratis. Dimana sejumlah museum yang akan mengadakan pameran virtual dapat menjadwalkan dan menginformasikannya kepada user secara real time. Sehingga baik tenaga pengajar, pelajar, maupun masyarakat yang menggunakan aplikasi SMI tidak kehilangan momentum menarik dalam mempelajari sejarah di tengah pandemi. Selain itu, pameran yang disajikan tidak bersifat textbook, akan tetapi dapat disajikan dalam bentuk video dokumenter yang sangat menarik. Kelima fitur tersebut digambarkan pada gambar 2.

Gambar 2. Desain antarmuka aplikasi SMI (Smart Museum Indonesia)

Potensi MSI sebagai Media Belajar Sejarah Terbarukan dan Berkelanjutan Rendahnya kemampuan tenaga pengajar dalam menciptakan teknologi pendukung untuk penyampaian ilmu sejarah melalui museum merupakan faktor utama yang dapat menghambat proses belajar mengajar di era digitalisasi saat ini. Visualisasi dalam menyam-

26


paikan ilmu sejarah sangat penting dalam memaksimalkan kemampuan pelajar dalam mempresentasikan apa yang dilihat sehingga tumbuh jiwa kreatif dan daya ingat yang tinggi (Surya, 2017: 6). Untuk memperkuat konsep visualisasi ilmu sejarah tentunya harus didukung dengan tiga hal antara lain; sistem yang mampu menyebarluaskan pengetahuan, mengoperasikan berbagai sumber informasi, dan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (Praharsi, 2016: 85). Melalui tiga hal tersebut maka dapat terwujud pendidikan yang berkualitas dan efektif. SMI adalah salah satu inovasi yang sangat memenuhi ketiga syarat tersebut karena didukung dengan fitur-fitur menarik yang mampu memvisualisasikan sumber informasi secara komprehensif. Selain itu, fitur 3D shooter menjadikan MSI mampu menciptakan lingkungan belajar secara inklusif dan menyenangkan. Peran operator, admin, dan user juga sangat membantu dalam penyampaian ilmu yang lebih interaktif. MSI layak dikembangkan sebagai media terbarukan edukasi sejarah karena memiliki peran penting dalam mewujudkan generasi “jasmerah” di masa depan yaitu generasi yang tidak akan melupakan sejarah. Dengan menerapkan MSI, diharapkan para pelajar tetap antusias mempelajari ilmu sejarah di masa pandemi dan mereka tidak kehilangan momentum “museum tour” semasa sekolah. Selain itu, MSI juga dapat menjadi inovasi teknologi berkelanjutan yang dapat terus digunakan dan dikembangkan seiring perubahan zaman. DAFTAR PUSTAKA Ida Bagus Agung Manuaba, I. M. A. W. I. G. M. D. (2016). Pengembangan Aplikasi E-Museum Berbasis Android Menggunakan Jaringan Semantik. Pendidikan Teknik Informatika,, 310–317. Praharsi, Y. (2016) Manajemen Pengetahuan dan Implementasinya dalam Organisasi dan Perorangan. Jurnal Manajemen Maranatha, 16, 77– 90. Surya, E. (2017). Memicu Visualisasi dan Kreativitas Dalam Pembelajaran Matematika Membentuk Karakter Positif Siswa. Pendidikan Matematika, Issue Visual Thinking, 1–13.

27


PETA KE MUSEUM “PENERAPAN TEKNOLOGI TATA KELOLA MUSEUM” INOVASI TOUR GUIDE ALTERNATIVE BERBASIS APLIKASI AR “AUGMENTED REALITY” GUNA MEDIA BELAJAR INTERAKTIF DAN REVITALISASI SITUS SEJARAH DI INDONESIA Syafiq Maulana Siswa SMA Darul Ulum 1 Unggulan BPPT Jombang PENDAHULUAN Beralihnya perkembangan teknologi dari analog menuju digital tentu sudah menjadi fenomena yang lumrah terjadi akhir-akhir ini. Hal itu tentu saja berbanding lurus dengan munculnya pelbagai macam variasi dalam sebuah visualisasi pada teknologi informasi. Perkembangan teknologi haruslah dimanfaatkan secara bijak guna meningkatkan potensi dan sumber daya bangsa. Tak hanya untuk mempermudah mendapat informasi tapi juga sebagai media belajar dan promosi dari berbagai objek sejarah di Indonesia. Memang sudah menjadi fakta umum bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki peninggalan kebudayaan dan sejarah yang tak ternilai harganya. Maka dari itu, pelestarian akan peninggalan sejarah sebagai suatu warisan budaya sangatlah penting untuk dilakukan. Salah satu sarana yang dapat digunakan untuk mewariskan informasi sejarah dan budaya tersebut ke generasi penerus bangsa adalah museum. Museum adalah salah satu objek wisata untuk menambah wawasan dan pengetahuan yang didalamnya terdapat benda-benda warisan budaya masa lalu. Museum bertugas mengumpulkan, mendata, merawat, dan memamerkan koleksi untuk tujuan wawasan, pengetahuan, pendidikan, dan sumber penelitian bagi masyarakat umum (Direktorat Museum, 2009). Namun, selama ini museum identik dengan area kuno tempat barang-barang tua tersimpan, sehingga jauh dari suasana menyenangkan, bahkan terkesan membosankan. Sebagai akibatnya, museum semakin dijauhi oleh generasi muda dan ke depan akan berakibat buruk melalui terkikisnya kelestarian dan kecintaan terhadap budaya dan sejarah bangsa. Hingga akhirnya museum budaya mulai dilupakan masyarakat karena kurangnya informasi yang dapat mempromosikan museum dalam bentuk yang menarik. Padahal museum merupakan media yang paling efektif untuk menggambarkan sejarah, budaya atau hasil karya orang generasi pendahulu. Dari studi literatur, ditemukan fakta bahwa banyak kasus rusaknya benda koleksi museum oleh pengunjung yang ceroboh dalam memegang benda tersebut (Calsen, 2006). Hal ini tentu berdampak pada berkurangnya koleksi menarik di museum yang berdampak pada turunnya minat kunjungan ke museum. Menurut Jean (Tribun-Maluku, 2017:2) turunnya minat pengunjung menjadikan tantangan bagi pihaknya untuk lebih berinovasi dan berkreasi dengan ide-ide yang lebih kreatif. Peran museum sangatlah penting sebagai pusat pendidikan, penjagaan, dan pengenalan sejarah peradaban manusia. Menurut hasil survei American Association of Museums (AAM) dalam laporannya, menegaskan bahwa masyarakat menganggap museum merupakan tempat informasi yang paling dipercaya, kemudian baru diikuti oleh informasi dari buku dan berita televisi. Oleh karena itu, peran museum tidak dapat digantikan oleh peranan media lain.

28


Augmented Reality (AR) adalah teknologi yang dapat menggabungkan dunia nyata dengan dunia maya dalam bentuk 3D serta bersifat interaktif menurut waktu nyata (real time). Selain itu, AR merupakan teknologi yang berkembang dan sangat diminati saat ini. Teknologi AR bisa diimplementasikan ke dalam berbagai bidang antara lain pendidikan, hiburan, kesehatan, dan banyak lainnya (Azuma, 2001) (Craig, Alan B., 2013).

Berdasarkan pada permasalahan tersebut, penulis membuat inovasi aplikasi terintegrasi teknologi AR guna alat pemandu pengenalan benda-benda museum dengan metode virtual yang efektif, meminimalisir risiko kerusakan benda dan artefak kuno, media belajar interaktif untuk para siswa, serta revitalisasi situs sejarah nasional. ISI Museum merupakan tempat untuk melihat informasi, koleksi benda, dan peristiwa peristiwa dari masa lalu. Menurut Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2015 definisi museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, dan mengomunikasikannya kepada masyarakat. Koleksi museum adalah benda, bangunan, struktur cagar budaya yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, kebudayaan, teknologi, dan pariwisata. Namun, seiring dengan semakin terbukanya informasi pada era globalisasi sekarang ini, masyarakat semakin melupakan kebudayaan leluhur bangsa. Fenomena ini semakin mengkhawatirkan karena dengan semakin terkikisnya apresiasi masyarakat terhadap nilai budaya dan hasil karya leluhur, dan mengakibatkan semakin rendahnya kesadaran dalam menjaga kebudayaan para pendahulu yang pada akhirnya akan menyebabkan kebudayaan dan hasil karya para pendahulu kita akan hilang secara perlahan-lahan. Oleh karena itu, penulis memiliki sebuah inovasi aplikasi tour guide museum berbasis AR (Augmented Reality) guna media pembelajaran dan revitalisasi sejarah dan budaya nasional. Aplikasi ini menggunakan dua metode AR (Augmented Reality) yaitu: 1. Marked based tracking adalah metode untuk penanda objek dua dimensi (2D) yang memiliki pola dan akan dibaca oleh komputer melalui webcam yang terhubung atau media kamera. Di komputer biasanya berilustrasi hitam, kotak putih dengan batas dan latar belakang hitam, atau kotak hitam putih dengan batas dan latar belakang hitam putih. Komputer juga akan mengenali lokasi dan arah penanda serta menciptakan dunia virtual 3D yang memiliki koordinat (X,Y,Z). 2. Markerless tracking adalah metode AR tanpa tanda yang pada saat ini sedang dalam proses pengembangan aktif. Keunggulan metode ini adalah pengguna tidak lagi butuh alat tambahan dan Gambar 1. Halaman awal hanya menampilkan berbagai elemen digital. Seperti pada (gambar 1.) di atas kita dapat melihat halaman awal apaplikasi

29


likasi yang memperlihatkan tampilan desain yang berfungsi untuk meminta persetujuan development kepada kita. Sangat diharuskan pengguna untuk mengisi kolom berupa username dan password untuk login ke aplikasi. Terkhusus untuk pengguna baru yang belum pernah mendaftar dapat menekan Belum punya akun? Register untuk lanjut ke proses registrasi terkait memasukkan data email, nomor telepon, nama lengkap, tanggal lahir, username, dan password. Baru setelah itu, tekan register dan nantinya pengguna dapat nomor verifikasi pendaftaran melalui email. Gambar 2 merupakan dashboard aplikasi yang menunjukan fiturfitur utama serta daftar katalog museum di Indonesia. Berikut merupakan penjelasan dari berbagai fitur di menu utama aplikasi ini. 1. Tentang Aplikasi: Fitur ini menampilkan latar belakang pembuatan aplikasi, kebaruan aplikasi, informasi pengembangan aplikasi, izin kelola aplikasi, contact development dan lain sebagainya. Gambar 2. Dashboard 2. Panduan AR: Fitur ini memuat dua submenu yaitu: Petunjuk AR Aplikasi dan Petunjuk AR User Define Target yang masing-masing menampilkan slide langkah langkah penggunaan AR (Augmented Reality) pada aplikasi ini. 3. Data Diri: Fitur ini berisi data diri pengguna yang memuat email, nama lengkap, username, password, nomor telepon, serta data registrasi lainnya. 4. Keluar: Fitur ini digunakan pengguna untuk logout dari aplikasi. Selain itu, di bagian atas terdapat beberapa panel navigasi yang memuat. 1. Home: Panel yang berfungsi untuk kembali ke menu utama aplikasi. 2. Settings: Panel untuk pengaturan aplikasi yang meliputi penggunaan bahasa, pengubah tampilan dasar aplikasi, serta pengaturan lainnya. 3. Search: Panel untuk mempermudah pencarian menu aplikasi seperti data museum, brankas file, serta layanan aplikasi lainnya. 4. Opsi: Panel ini berisi layanan feedback, notifikasi, pusat bantuan serta penilaian aplikasi. Pada (gambar 3.) di atas kita dapat melihat tampilan profil museum yang meliputi nama, alamat dan nomor telepon museum. Serta beberapa fitur menu yang diuraikan sebagai berikut. 1. Info Sejarah: Fitur ini berisi ringkasan mengenai sejarah dan latar belakang museum yang dapat dilakukan sebagai sarana belajar dan memperluas khazanah ilmu pengetahuan untuk para pelajar dan masyarakat luas. 2. Marker AR: Fitur ini merupakan tampilan halaman scan AR yang membutuhkan papan marker seperti pada (gambar 4.) yang memuat AR pada barang museum, deskripsi objek serta beberapa sub fitur seperti back untuk kembali, rotasi untuk memutar objek, zoom in untuk memperbesar, dan zoom out untuk memperkecil, Gambar 3. Menu Tampilan Data Serta Penggunaan AR Pada Museum

30


serta di navigasi terdapat panel tambahan yaitu panel tracking untuk tampilan QR Code AR.

Gambar 4. Fitur Marker AR

3. User Defined Target: Fitur ini merupakan penerapan markerless AR yang berisi beberapa objek yang bisa langsung ditampilkan dengan tanpa scan akan tetapi harus mengarahkan pada tempat yang terang untuk menampilkan. Selain itu, ada tiga indikator warna untuk penampilan yaitu merah dan kuning untuk persiapan penampilan dan hijau untuk penampilan objek. 4. Download Marker: Fitur ini digunakan sebagai alternatif penggunaan khusus AR jenis marker yang menghubungkan pengguna ke google drive yang berisi kumpulan marker objek yang akan digunakan. Petunjuk penggunaan AR (Augmented Reality) pada aplikasi adalah sebagai berikut. 1. Petunjuk AR Marker a) Buka aplikasi dan masuk tampilan utama. b) Pilih fitur AR Marker. c) Masuk halaman AR camera. d) Arahkan marker ke AR camera untuk memunculkan objek 3D. 2. Petunjuk AR User Defined Target a) Buka aplikasi dan masuk tampilan utama. b) Pilih fitur AR User Defined Target. c) Arahkan ke halaman menu untuk memilih objek yang akan ditampilkan. d) Pilih salah satu dan masuk ke halaman scan AR markerless. e) Gunakan tiga indikator warna merah, kuning, dan jika sudah hijau maka objek sudah siap ditampilkan dengan menekan tools camera untuk memunculkan objek 3D. Guna mendukung analisis mengenai aplikasi ini, penulis melakukan suatu analisis SWOT. Jadi analisis SWOT ini terdiri dari strength (kekuatan), weakness (kelemahan), opportunity (peluang), dan threat (ancaman). Tujuan analisis ini mengoptimalkan kekuatan dan peluang agar meminimalisir kelemahan dan ancaman. Adapun analisis SWOT sebagai berikut.

31


Analisis SWOT Aplikasi PETA KE MUSEUM SWOT

Peluang (Opportunity) ∙ Demografi yang dikuasai generasi milenial ∙ Sesuai dengan kondisi revolusi industri 4.0 Ancaman (Threat) ∙ Sikap apatis dari para pengguna ∙ Ada beberapa fitur aplikasi yang tidak dapat digunakan saat offline

Kekuatan (Strength) ∙ Fitur yang lengkap dan menyeluruh ∙ Aplikasinya relatif mudah digunakan Strategi SO ∙ Branding dan menjaga hubungan konsumen di berbagai media sosial tentang keunggulan aplikasi

Strategi ST ∙ Pemasaran dan promosi yang konsisten

Kelemahan (Weakness) ∙ Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai isi rancangan aplikasi

Strategi WO ∙ Pengembangan aplikasi secara terus menerus dan kerja sama dengan para akademis

Strategi WT ∙ Kolaborasi berbagai pihak seperti Pemerintah, Kementerian Pariwisata, Kemendikbud, direktorat Museum, Komunitas pelajar dan media

Berdasarkan analisis SWOT di atas, diperlukan beberapa strategi. Pertama, pengenalan aplikasi di kalangan masyarakat. Kedua, adanya kerjasama antara Pemerintah, Kementerian Pariwisata, Kemendikbud, Direktorat Museum, Komunitas pelajar dan masyarakat sebagai pengguna serta media untuk pemasaran aplikasi. Ketiga terus melakukan pengembangan aplikasi agar dapat diakses lebih mudah oleh pengguna. KESIMPULAN Museum sebagai tempat penjagaan dari situs sejarah dan budaya kini sudah mulai banyak ditinggalkan. Adanya konsep pola pikir yang mengidentikkan museum sebagai area kuno konon telah menjadi suatu persepsi buruk para masyarakat khususnya pelajar untuk mengunjungi museum. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan yang dapat membuat rendahnya kesadaran dalam menjaga kebudayaan para leluhur hingga berakhir dengan musnahnya jejak historis peradaban manusia. Penulis menggagas sebuah inovasi aplikasi PETA KE MUSEUM untuk mengatur tata kelola museum dengan penggunaan teknologi AR (Augmented Reality) yang berguna untuk media pembelajaran serta revitalisasi situs sejarah di Indonesia. Aplikasi ini dapat digunakan sebagai solusi efektif untuk membuat museum sebagai sesuatu yang menyenangkan dengan menggunakan fitur-fitur yang menarik. Sehingga dapat menarik minat masyarakat khususnya kaum pelajar untuk belajar dan meneguhkan kesadaran dalam menjaga warisan budaya para leluhur negeri.

32


DAFTAR PUSTAKA Fendy Prasetyo Nugroho, Kusrini, Emha Taufiq Luthfi, (2019). Penerapan Augmented Reality Technology Pada Museum Sangiran Dan Analisis Investasi Teknologi Informasi Menggunakan Metode Information Economics. IJAI (Indonesian Jounals of Applied Informatics), 4(1), 1–8. I Kadek Aridena Putera, Anak Agung Ayu Putri Ardyanti, Ketut Queena Fredlina, Wawan Sujarwo, I Putu Satwika, Made Pharmawati. (2020). Perancangan Aplikasi Media Interaktif Berbasis Mobile Sebagai Pengenalan Artefak Museum. ANDHARUPA: Jurnal Desain Komunikasi Visual & Multimedia, 6(1), 43–62. Komang Candra Brata, Adam Hendra Brata, Yudha Akbar Pramana. (2018). Pengembangan Aplikasi Mobile Augmented Reality Untuk Mendukung Pengenalan Koleksi Museum. Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer (JTIIK), 5(3), 347–352. Prita Haryani, Joko Triyono. (2017). Augmented Reality (Ar) Sebagai Teknologi Interaktif Dalam Pengenalan Benda Cagar Budaya Kepada Masyarakat. Jurnal SIMETRIS, 8(2), 807– 812. Surya Sumpeno, Ahmad Zaini, Moch Muhtadin, Supeno Mardi Susiki Nugroho, Eko Mulyanto Yuniarno, I Ketut Edy Purnama. (2015). Ragam Teknologi Informasi untuk Revitalisasi Museum. Seminar Nasional Otomasi Industri dan Teknologi Informasi (SNOITI), 1–6.

33


STUDI SEJARAH TENTANG GEDONG ARCA. Strategi Unik Dekonstruksi Informasi Sejarah Tentang Gedong Arca Berbasis GAUL (Game Unik Generasi Unggul) Nina Zelika Fitri Pelajar SMA Negeri 1 Badegan Ponorogo “We learn history for learning the present and building the future” Menurut Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2015, Museum adalah “lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, dan mengomunikasikannya kepada masyarakat”. Dalam PP tersebut juga dijelaskan yang dimaksud dengan koleksi museum adalah “Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya dan/atau Bukan Cagar Budaya yang merupakan bukti material hasil budaya dan/atau material alam dan lingkungannya yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, kebudayaan, teknologi, dan/atau pariwisata”. Dengan demikian, museum memiliki peran penting dalam melestarikan kebudayaan nasional yang menjadi jati diri bangsa. Sedangkan menurut International Council of Museum (ICOM) dari hasil Musyawarah Umum ke-11 International Council of Museums (ICOM) tanggal 14 Juni 1974, Museum mempunyai pengertian, “A museum is a non-profit making, permanent institution in the service of society and of its development, and open to the public, which acquires, conserves, researches, communicates and exhibits, for purposes of study, education and enjoyment, material evidence of people and their environment” (Hudson,1977, p. 1). Uraian dari ICOM mengatakan bahwa tugas museum adalah memperoleh, merawat, menghubungkan, dan memamerkan koleksi museum berupa artefak-artefak perihal jati diri manusia dan lingkungannya untuk tujuan pendidikan dan rekreasi publik. Seiring dengan berkembangnya za-

34


man, apa yang dipamerkan tidak hanya dalam bentuk fisik. Namun, benda budaya yang disebut tangible tetapi termasuk aspek intangible (tak dapat diraba) yang melekat pada benda tersebut turut dipamerkan, antara lain tentang konsep benda itu sendiri atau pun pola tingkah laku (Sedyawati, 2006: 161). Koleksi museum merupakan unsur terpenting dari sebuah museum karena koleksi merupakan jiwa dari museum itu sendiri dan kehidupan museum tergantung dari kualitas dan kuantitas jenis koleksi museum tersebut. Jika dilihat dari sisi koleksi, jenis koleksi di Museum Gedung Arca adalah benda-benda purbakala/tinggalan arkeologi (benda cagar budaya). Menurut UU No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya menyebutkan benda cagar budaya adalah “Benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisasisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia”. Koleksi-koleksi yang dipamerkan di Museum Gedung Arca berasal dari periode prasejarah hingga masa sejarah semua koleksi adalah hasil pelestarian yang dilaksanakan di wilayah Provinsi Bali sejak tahun 1950 oleh Dinas Purbakala. Museum Gedong Arca (Museum Arkeologi) sendiri secara resmi dibuka pada tanggal 14 September 1974 oleh Direktorat Jendral Pendidikan dan Kebudayaan R.I. bermula dari gagasan Prof. Dr. R.P. Soeyono dan Drs. Soekarto K. Atmojo sebagai mantan Kepala Dinas Purbakala. Semula Gedong Arca hanyalah balai penyelamatan untuk menyimpan tinggalan arkeologi (cagar budaya) dan akhirnya dibuka sebagai museum dengan tujuan menginformasikan kepada masyarakat tentang warisan budaya Bali di masa lalu yang berhasil dilestarikan sejak tahun 1950 oleh Dinas Purbakala yang sekarang berganti nama menjadi Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali Wilayah Kerja Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (BPCB Bali), kegiatan pelestarian dilaksanakan dalam bentuk pameran tetap di Museum Gedung Arca/Museum Arkeologi. Dewasa ini telah terjadi pergeseran paradigma pada permuseuman, yaitu paradigma lama menuju kepada paradigma museologi baru (new museology). Museum yang pada awalnya merupakan kegiatan pengumpulan, perawatan, dan tempat menyimpan benda-benda koleksi bagi kalangan tertentu kini museum dapat dipandang secara lebih luas dengan kegiatan yang mencakup penelitian, pendidikan dan rekreasi bagi seluruh lapisan masyarakat. Disamping itu, paradigma baru menunjukkan keberadaan museum yang ada di tengahtengah masyarakat dan terdapat hubungan timbal balik antara kebutuhan pihak museum dengan masyarakat (Van Mensch, 2003: 7, Magetsari, 2008: 9) Pemanfaatan museum dalam bidang pendidikan sebagai sumber belajar dapat memberikan respon yang positif pada pembelajaran mata pelajaran sejarah karena museum merupakan tempat peninggalan bersejarah yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar secara kontekstual sehingga siswa akan memperoleh gambaran masa lalu dan mendapatkan pemahaman bahwa terdapat kontinuitas dengan kehidupan sekarang. Mengacu pada Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, Sejarah adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang asal-usul, peranan serta perkembangan manusia di masa lalu. Hal tersebut didasarkan pada metode dan metodologi analisis. Pengetahuan masa lalu tersebut memiliki nilai-nilai kearifan yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta membentuk karakter, kecerdasan dan kepribadian siswa. Kemudian, dijelaskan bahwa mata pelajaran sejarah memiliki arti yang strategis dalam

35


pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam membentuk manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air (Ibrahim Nurzengky, 2018: 216). Sebenarnya pemanfaatan museum untuk belajar sejarah ini sangat menarik, namun jika di museum siswa hanya akan melihat-lihat benda koleksi diiringi penjelasan yang mendominasi dengan menggunakan metode ceramah. Dampaknya yaitu siswa dalam belajar sejarah walaupun di museum pun akan cenderung pasif dan kurang bersemangat. Selain itu, jika ditinjau dari aspek intangible yang terkandung di dalam koleksi “Gedong Arca” akan sukar diterima siswa jika mereka hanya mendengarkan penjelasan saja. Lalu bagaimanakah cara pembelajaran sejarah lewat museum ini bisa interaktif dan efektif sehingga aspek intangible yang terdapat di dalam koleksi “Gedong Arca” akan mudah dipahami siswa? Seiring berkembangnya teknologi yang semakin pesat, game menjadi semakin digandrungi oleh banyak orang apalagi anak-anak. Inilah yang penulis akan kolaborasikan dalam ide penulis. Para ahli perkembangan anak memandang bahwa permainan komputer mampu memperluas cakrawala intelektual anak, membantu anak belajar sambil bermain dengan lebih baik dan lebih cepat serta meningkatkan motivasi anak untuk belajar. Dengan permainan edukatif, daya pikir anak dapat dirangsang sehingga kemampuan mereka untuk berkonsentrasi dalam memecahkan masalah juga dapat ditingkatkan. Dengan game ini pula akan mempermudah museum “Gedong Arca” untuk menyampaikan aspek “Intangible” koleksi-koleksinya. Oleh karena itu, penulis memberikan solusi inovatif dengan memanfaatkan teknologi smartphone yang berbentuk game. Di mana solusi tersebut penulis beri judul: STUDI SEJARAH TENTANG GEDONG ARCA Strategi Unik Dekonstruksi Informasi Sejarah Tentang Gedong Arca Berbasis GAUL (Game Unik Generasi Unggul), ini dapat diunduh melalui scan barcode yang terdapat dalam tiket museum. Setelah mengunduhnya, pengguna dapat memulai dengan membuat akun baru dengan cara memasukkan nomor khusus yang terdapat dalam tiket masuk museum dan memasukkan nama pengguna. Jika sudah, pengguna dapat mengakses game tersebut. Menu yang terdapat di GAUL antara lain sebagai berikut: 1. Peta Saat pengguna membuka game, maka yang pertama kali muncul yaitu sebuah peta “Museum Gedong Arca” dan lokasi misi game. Museum Gedong Arca didesain seperti bangunan sebuah parahyangan atau tempat suci pura, yang memiliki 3 buah halaman, yaitu jaba sisi (halaman luar) terdapat sebuah bangunan wantilan yang difungsikan untuk memberikan informasi kepada pengunjung sebelum melihat koleksi, jaba tengah (halaman tengah) terdapat 5 buah gedung fungsinya sebagai tempat pameran dan jeroan (halaman dalam/ utama) terdapat 8 balai pelindung sebagai tempat koleksi benda-benda purbakala. Tempat pameran yang digunakan untuk koleksi dari masa prasejarah sampai masa sejarah berada pada halaman tengah dengan nama gedung A, B, J dan K. Sedangkan pada halaman paling belakang (halaman dalam) terdapat balai pelindung, koleksi yang ditempatkan pada halaman belakang ini juga sangat beragam seperti sarkofagus yang berasal dari masa megalitikum (perundagian) dan arca. Lokasi start (lokasi pertama) game yaitu di jaba sisi yang terdapat sebuah wantilan jika pengguna sudah menyelesaikan misi di lokasi ini, maka lokasi kedua akan terbuka. Saat pengguna sudah sampai di lokasi kedua, pengguna harus menscan barcode yang terdapat di lokasi tersebut agar game bisa mendeteksi bahwa pengguna telah

36


sampai agar menu lainnya dapat terbuka dan begitu seterusnya sampai di lokasi terakhir. Lokasi kedua berada di Gedung A, lokasi ketiga berada di Gedung B, lokasi keempat berada di Gedung J, lokasi kelima berada di Gedung K, dan lokasi terakhir berada di halaman paling belakang. 2. Explanation Explanation merupakan menu yang menampilkan sebuah penjelasan berbasis animasi dengan interface yang interaktif di dalamnya sehingga aspek koleksi yang ada di setiap lokasi akan dapat diterima siswa dengan baik. Seperti koleksi yang terdapat di lokasi terakhir yaitu halaman belakang, koleksi berupa arca yang ditemukan di sekitar kantor/daerah Bedulu diantaranya Arca Siwa Mahaguru, (Dewa Siwa Mahaguru dan Mahayogi yang menjadi teladan para pemimpin dan para pertapa). Lingga (dalam mitologi hindu merupakan simbol Dewa Siwa), lingga pada umumnya terdiri dari tiga bagian, bagian bawah berbentuk segi empat (Brahma Bhaga), bagian tengah berbentuk segi delapan (Wisnu Bhaga), dan bulatan pada bagian atas (Siwa Bhaga). Biasanya lingga diletakkan di atas yoni sebagai lambang kesuburan. Arca Bhairawa, dalam mitologi hindu arca Bhairawa merupakan salah satu perwujudan Siwa, dalam aspek marah (krodha) bentuknya menakutkan menyerupai raksasa. Burung Garuda adalah raja dari segala burung, dalam mitologi hindu burung garuda merupakan wahana (kendaraan) dari Dewa Wisnu dan beberapa buah fragmen arca. Dari koleksi ini siswa mendapat pembelajaran mengenai kepercayaan manusia pada masa lalu terhadap para dewa masih berlangsung sampai sekarang. Hal itu akan dijelaskan melalui fitur ini sehingga aspek intengable koleksi akan dapat diterima dengan baik oleh siswa. Selain itu menurut Waluyo (2014) menjabarkan gaya belajar telah dikategorikan menjadi 3 yaitu gaya belajar visual (visual learner), gaya belajar auditif (auditory learner), dan gaya belajar kinestetik (tactual learner). Di menu ini sudah mencakup 2 kategori gaya belajar. 3. Simulation Di dalam simulation terdapat simulasi penggunaan koleksi tertentu, pengguna dapat menggerakan beberapa koleksi tersebut sesuai dengan fungsinya. Seperti di lokasi kedua yaitu gedung A dipamerkan benda-benda purbakala dari jaman prasejarah dari batu, seperti batu kecil berbentuk panah biasanya alat tersebut digunakan sebagai alat untuk berburu. Di menu ini akan terdapat simulasi penggunaan batu kecil tersebut dalam melakukan perburuan. Di menu ini juga mencakup salah satu gaya belajar yang dijabarkan oleh Waluyo (2014) yaitu gaya belajar kinestetik (tactual learner). 4. Mission Di dalam Mission pengguna harus menjawab teka-teki di setiap lokasi dengan tepat. Hal ini dapat membantu siswa untuk berpikir kritis, Kemampuan berpikir kritis pada pelajaran sejarah dianggap penting karena sejarah merupakan pelajaran yang menekankan pada peristiwa-peristiwa masa lampau dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Berpikir kritis memungkinkan peserta didik memproses informasi peristiwa masa lampau sebagai pengalaman yang bermakna untuk diterapkan dalam kehidupan sehari (Evitasari, O., Qodariah, L., & Gunawan, R., 2020, p. 45). Menu ini juga meningkatkan kemampuan kognitif anak

37


karena di dalam Mission siswa dipaksa untuk berpikir agar bisa lanjut ke misi dan lokasi berikutnya. 5. Poin Pengguna yang telah menyelesaikan semua misi akan mendapatkan poin. Lalu poin tersebut dapat ditukarkan dengan diskon atau potongan biaya ketika ingin berkunjung di Museum Gedong Arca. Berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan, penulis akan bekerjasama dengan dinas pariwisata dan instansi pemerintah terkait agar dapat mendukung berjalannya aplikasi ini. Selain menu tersebut, terdapat juga berbagai fitur kemudahan dalam melayani penggunanya. Seperti: 1. Help: fitur yang memberikan informasi rinci mengenai permasalahan yang dihadapi oleh pengguna. 2. Setting: menu pengaturan utama yang memiliki berbagai fitur tambahan dalam mengedit nama pengguna. 3. Leaderboard: leaderboard digunakan untuk mengetahui dan membandingkan pencapaian dan level setiap siswa yang menggunakan game ini di waktu yang bersamaan. Dengan adanya leaderboard juga dapat memotivasi siswa agar merasa selalu tertantang 4. Badges: Setiap siswa yang berhasil menyelesaikan mission akan mendapatkan badges. Selain itu badges juga berfungsi untuk menunjukan level pemain. Dalam merealisasikan gagasan ini diperlukan kerjasama dengan berbagai pihak baik masyarakat, pemerintah pusat maupun daerah, BPCB Bali, hingga perusahaan Telekomunikasi. Apabila gagasan ini dapat direalisasikan dengan baik, maka pemanfaatan “Museum Gedong Arca” sebagai tempat pembelajaran sejarah dengan penggunaan teknologi pada museum sebagai media belajar interaktif akan sangat efektif dan siswa akan sangat antusias dalam belajar sejarah. Melalui game ini kita tidak hanya dapat melihat bentuk benda-benda masa lalu dan mendengarkan ceritanya saja, melainkan kita juga diberi tahu visualisasinya dan cerita dibalik koleksi tersebut melalui animasi yang menyenangkan dan interaktif, bahkan siswa juga dapat menggunakan koleksi tersebut di game ini. Terdapat juga kuis yang dapat membuat siswa berpikir kritis, serta poin yang menambah semangat siswa untuk belajar dan menyelesaikan misi mengelilingi Museum Gedong Arca. Selain itu, melalui aplikasi ini siswa mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan warisan budaya, diharapkan siswa dapat tumbuh menjadi generasi yang cerdas dan pintar dengan tidak melupakan akar budaya bangsanya. Daftar Pustaka Amany, D., & Desire, A. (2020). Pembelajaran Interaktif berbasis Gamifikasi guna Mendukung Program WFH pada saat Pandemic Covid-19. ADI Bisnis Digital Interdisiplin Jurnal, 1(1 Juni), 48-55. Artanegara. (2019). Museum Gedong Arca sebagai Sarana Pembelajaran Sejarah. URL:https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbali/museum-gedong-arcasebagaisarana-pembelajaran-sejarah/. Diakses 6 Agustus 2021. Bali Tours Club. Museum Gedong Arca. URL: https://www.balitoursclub.net/ museumgedong-arca/. Diakses 6 Agustus 2021.

38


Evitasari, O., Qodariah, L., & Gunawan, R. (2020). Pemanfaatan Fungsi Museum Sebagai Sum ber Belajar Sejarah Dalam Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis. Estoria: Journal of Social Science and Humanities, 1(1), 43-56. Ibrahim, Nurzengky. (2018). Pemanfaatan Museum sebagai Sumber Belajar dalam Pembelaja ran Sejarah. Visipena, 9(2), 215-235. Magetsari, N. (2008). Filsafat Museologi. Museografia Vol.II, No.2,. Direktorat Museum, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Mensch. Peter V. (2003). “Museology and Management : Enemies or Friends? Current Tendencies in Theoretical Museology and Museum Management in Europe” makalah dalam Konferensi Tahunan Japanese Museum Management Academy. Tokyo. Sedyawati, Edi. (2006). Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Budaya Indonesia. Jakarta: Penerbit Rajagrafindo Persada Waluyo, M. Edy. (2014). Revolusi Gaya Belajar untuk Fungsi Otak. Nadwa: Jurnal Pendidikan I slam, 8(2), 209-228.

39


Memperkenalkan Kemasyuran Sejarah Indonesia Kepada Masyarakat Muda Indonesia Melalui Aplikasi “Museum And Me” Regina Claudia Setiawan Pelajar SMA Negeri 6 Surabaya Pendahuluan Museum merupakan suatu tempat yang cukup sering menjadi tempat wisata bagi masyarakat Indonesia. Namun, hal tersebut berubah secara drastis karena pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia. Museum yang ada di tiap daerah Indonesia membuat virtual tour dengan dikemas semenarik mungkin agar pengunjung tertarik (Laelia dkk, 2020). Hal ini memiliki beberapa kelemahan dimana masing-masing museum terkadang masih sulit untuk mengelola aspek internal secara mandiri dan jangkauan dari museum di suatu daerah kurang luas. Di masa pandemi seperti sekarang ini, banyak bidang-bidang usaha yang mengalami kelumpuhan terutama industri pariwisata. Hal ini membuat banyak pegawai dan kurator museum yang pesimis untuk bisa memperkenalkan kembali museum kepada masyarakat muda Indonesia. Terlebih lagi masih belum banyak museum di Indonesia yang mengambil tindakan untuk bekerja sama dengan museum lain atau dengan anak-anak muda lain yang memiliki peran lebih untuk berkontribusi membantu industri museum di Indonesia. Generasi muda inilah yang mampu menggunakan teknologi untuk mengembangkan potensi museum di seluruh Indonesia sehingga dapat membantu generasi muda untuk memahami negerinya sambil menikmati indahnya museum yang ada di dalamnya. Masalah lain yang menjadi indikator masyarakat Indonesia kurang menaruh minat untuk menikmati sejarah Indonesia adalah karena terkesan membosankan dan kurang inovatif. Oleh karena itu perlu ada pendekatan baru yang sekiranya bisa meningkatkan minat masyarakat muda Indonesia untuk bisa mencintai sejarah lebih lagi. Masih berhubungan dengan poin pada paragraf sebelumnya bahwa dengan adanya teknologi, besar kemungkinan seseorang menciptakan aplikasi yang membantu menarik minat masyarakat luas untuk berkeliling museum seluruh Indonesia. Hilangnya Esensi Museum Karena Pandemi Fatonah (2019) menyebutkan bahwa pada dasarnya tempat wisata seperti museum, kebun, dan taman terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu pariwisata alami dan buatan. Pariwisata alami merupakan sebuah tempat yang dapat dikunjungi sebagai sarana rekreasi bagi pengunjung dimana semua komponen di dalamnya telah disediakan seutuhnya dari alam. Contoh dari pariwisata alami adalah air terjun, pegunungan, hutan, danau, laut. Adapun pariwisata buatan adalah kebalikan dari pariwisata alami dimana setiap komponennya merupakan buatan manusia ataupun memanfaatkan beberapa komponen alam yang digabungkan dengan perkembangan teknologi yang sudah ada sekarang sehingga menjadi lebih menarik. Setiap pengunjung dengan karakternya masing-masing memiliki intensi sendiri untuk memilih tempat wisata yang menurut mereka menarik. Bagi mereka anak-anak muda, tempat

40


yang cenderung instragamable (istilah untuk sesuatu yang menarik jika difoto atau diabadikan), mereka lebih memilih untuk pergi ke tempat yang alamnya masih benar-benar belum tercemar serta pergi ke tempat dengan gaya yang sedang mengikuti tren. Sedangkan tempat -tempat seperti museum, monumen perjuangan, dan tempat bersejarah lainnya kurang diminati oleh masyarakat. Hanya masyarakat tertentu yang menyukai tempat-tempat yang menyajikan sejarah. Perspektif Masyarakat Sejatinya, perspektif masyarakat terhadap tempat-tempat unik seperti museum dan monumen perjuangan secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti marketing, satisfaction, dan perceived service quality (Wibowo, 2015: 15-17). 1. Pemasaran sebuah tempat wisata baik alami maupun buatan merupakan hal yang penting karena dari sisi inilah pengunjung akan merasa tertarik untuk datang ke suatu tempat. Jika tidak ada sesuatu yang menarik maka seseorang cenderung lebih malas untuk datang ke tempat tersebut. 2. Kepuasan merupakan suatu kondisi ketika pengunjung merasa senang dan bahagia setelah datang ke suatu tempat. Pengunjung memiliki kesan tersendiri ketika menikmati fasilitas yang ada di suatu tempat. Kepuasan sendiri di dapat melalui pelayanan yang baik dari pegawai tempat wisata. 3. Selain menyajikan tempat wisata atau ikon utama dari tempat, faktor lain seperti kamar mandi, tempat parkir, restoran juga menjadi salah satu hal yang penting. Berkaca dari pernyataan di atas, semua aspek tersebut timbul ketika keadaan bisa normal kembali atau dengan kata lain pandemi bisa berakhir. Jarang ada orang yang hendak pergi ke museum ketika pandemi. Dalam memenuhi aspek ekonomi sehari-hari terkadang sudah sulit terlebih jika harus mengeluarkan uang tambahan guna menjelajah tempat wisata. Faktor lain yang memengaruhi adalah perkembangan teknologi yang membuat masyarakat menjadi lebih statis. Oleh karena itu perlu adanya sebuah upaya pembiasaan masyarakat terutama masyarakat Indonesia yang masih muda (5-25 tahun) agar mereka tetap mengenal budaya dan sejarah negara mereka walaupun terhalang masa pandemi. Masyarakat muda menjadi target utama kami karena merekalah yang paling terkena dampak saat adanya pandemi. Pelajar sekolah dasar dan sekolah menengah atas mayoritas belum pernah mengunjungi museum-museum di kota mereka karena adanya pandemi Covid -19. Walaupun demikian, kita bisa mulai untuk berpikir kritis menggunakan teknologi, membuka peluang bagi masyarakat muda Indonesia untuk bisa berkeliling museum di seluruh Indonesia. Sebuah Solusi Menarik “Museum and Me” hadir sebagai sebuah wadah bagi seluruh masyarakat muda usia (525 tahun) untuk dapat menikmati berbagai fitur museum di seluruh Indonesia sambil bermain game ataupun kuis setiap minggunya. Museum and Me merupakan aplikasi yang dapat diakses di ponsel pintar. Hanya dengan mengunduh aplikasi Museum and Me di Play Store dan App Store, masyarakat bisa menggunakan aplikasi dengan mudah. Di dalam aplikasi, masyarakat akan dikelompokkan sesuai dengan usia mereka. Bagi mereka yang masih berusia di bawah sepuluh tahun, bentuk aplikasi akan berupa permainan

41


dimana mereka bisa memilih hendak berjalan-jalan dimana. Anak bisa berkeliling sambil melihat benda-benda di museum sembari mencatat di buku tulis terkait apa yang mereka lihat. Setelah selesai berjalan-jalan, mereka bisa bermain game tentang museum tersebut. Sebagai contoh, pergi ke museum yang ada di Tugu Pahlawan Surabaya, anak tersebut bisa bertempur melawan sekutu dan beraksi layaknya Bung Tomo pada saat itu. Dengan demikian, anak-anak akan tertarik dengan kegiatan yang berhubungan dengan sejarah dan lebih bersemangat untuk mempelajari sejarah Indonesia. Usia remaja merupakan usia dimana daya kreasi seseorang sedang naik-naiknya. Masa -masa ini adalah masa yang tepat bagi museum yang ada di Indonesia bekerja sama dengan guru IPS atau sejarah di tiap-tiap sekolah untuk membuat siswa-siswinya rutin berkeliling museum yang ada di Indonesia serta membuat laporan dalam bentuk video, karya tulis, maupun laporan. Selain itu, di dalam aplikasi mereka juga bisa bertanya jawab dengan kurator museum di dalamnya. Hal ini akan memicu semangat dari masyarakat muda Indonesia agar lebih mencintai sejarah dengan cara yang menarik. Pendapatan Museum Nuraeni (2014) menyebutkan bahwa pendapatan utama museum adalah dari jumlah pengunjung yang datang untuk melihat museum. Pendapatan utama ini jika diakumulasi akan jauh lebih besar dibandingkan dengan tunjangan yang diberikan oleh pemerintah. Dengan demikian, untuk membantu industri ini tetap berjalan dengan baik, kontribusi secara materi dapat kita berikan dengan berjualan peralatan atau souvenir dari museum tersebut dan dikirim melalui ekspedisi. Barang yang dikirimkan bukan hanya sekadar gantungan kunci, kaos, ataupun gelas, namun lebih kepada kegiatan offline di rumah yang bisa meningkatkan daya kreasi, seperti permainan tradisional khas daerah, buku resep masakan, dan masih banyak lagi. Harapan Terhadap Museum di Seluruh Indonesia sebagai Wadah yang Mampu Memperkenalkan Indahnya Sejarah dan Budaya Indonesia Harapannya, aplikasi ini bisa terealisasi dengan baik dan menginspirasi seluruh anak Indonesia untuk bersemangat mempelajari sejarah karena ini merupakan tugas kita bersama melestarikan peninggalan, mencintai sejarah, serta belajar dari tokoh-tokoh hebat Indonesia. Semua ini dilakukan hanya untuk menjunjung harum Indonesia.

Kesimpulan Pandemi Covid-19 yang menjadi penghambat bagi masyarakat muda Indonesia untuk menikmati fasilitas museum seperti sedia kala membuat eksistensi museum ditinggalkan secara perlahan. Hal ini diakibatkan berbagai faktor seperti masyarakat muda yang bosan jika hanya menikmati tayangan virtual tour, kurangnya inovasi seperti permainan, dan masih banyak lagi faktor yang memengaruhi ketertarikan seseorang. Pariwisata baik alami maupun buatan memerlukan tiga komponen penting utama yang tetap harus dihadirkan walaupun dalam masa Covid-19. Tiga komponen tersebut adalah kepuasan dimana pengunjung harus tetap mendapatkan kesan walaupun berjalan-jalan secara maya. Dua komponen lainnya adalah fasilitas serta perlakuan yang baik dari komponen museum itu sendiri.

42


Museum and Me hadir sebagai sebuah solusi yang menarik dan inovatif. Aplikasi ini bisa didapatkan dengan mudah melalui Play Store dan App Store serta dapat menyesuaikan tampilan layar sesuai usia. Dengan menggabungkan seluruh museum yang ada di Indonesia dalam satu aplikasi, masyarakat muda Indonesia bisa menikmati fasilitas museum secara online namun dikemas dengan event dan games yang menarik di setiap usia. Harapannya, Museum and Me bisa sampai kepada tahap realisasi dengan tambahan fitur-fitur yang jauh lebih menarik. Dengan demikian masyarakat muda tidak akan melupakan sejarah karena itulah yang menjadi tonggak awal Indonesia bisa berdiri sampai sekarang. Tugas kita bersama untuk melestarikan sejarah yang kita punya. Daftar Pustaka Fatonah. (2019). Analisis Perkembangan Jumlah Pengunjung Wisata Sangiran Klaster Krikilan di Kabupaten Sragen Tahun 2013 dan 2017. Surakarta: Program Studi Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Laelia, Hendrayati,dkk. (2020). Strategi Peningkatan Kunjungan Museum di Era Covid 19 Melalui Virtual Museum Nasional Indonesia. Bandung; Jurnal IMAGE, 9(1), 20–33 Nuraeni. (2014). Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Minat Kunjung Ulang Wisatawan Museum Ranggawarsita Semarang. Semarang: Jurnal Bisnis Stratefi 23(1) . Peraturan Walikota Padang No.23 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Museum. Widiastuti. (2020). Peran Media Sosial sebagai Sarana Strategi Promosi Museum dalam Meningkatkan Jumlah Pengunjung di Museum Basoeki Abdullah. Jakarta: Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta. Wibowo. (2015). Persepsi Kualitas Layanan Museum di Indonesia: Sebuah Studi Observa si. Jakarta: Program Studi S1 Manajemen Prasetiya Mulya School of Business and Eco omics.

43


Hologram Mulbima (Multimedia Based Interactive Diorama) Sebagai Sebuah Inovasi Digitalisasi Pembelajaran Sejarah Indonesia di Era Pandemi Intan Novi Rianti Pelajar MAN 2 Kediri Proses kegiatan belajar mengajar tahun ajaran baru 2021 resmi diumumkan oleh pemerintah akan tetap terlaksana secara daring. Bagaimana tidak, pasalnya kasus penyebaran Covid- 19 di tanah air belum kunjung mereda. Berdasarkan data Kementrian Kesehatan RI, jumlah korban yang terinfeksi virus corona sudah menyentuh angka 3.666.031 per 8 agustus 2021 dengan kasus kematian mencapai 107.096 jiwa. Sementara itu di hari yang sama, World Health Organization (WHO) juga merilis sebuah data yang menempatkan Indonesia di posisi ke-15 negara dengan kasus penyebaran Covid-19 terbanyak di dunia sekaligus menjadi Negara terbanyak di kawasan Asia Tenggara. Selain itu menurut data dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), sepanjang Maret hingga Juli tercatat setidaknya 545 dokter dan 223 perawat meninggal dunia akibat Covid-19. Keadaan tersebut memperburuk dampak pandemi Covid19 yang dialami oleh Indonesia. Lalu timbul sebuah pertanyaan, apakah keputusan untuk tetap melaksanakan pembelajaran secara daring sudah tepat? Melihat pembelajaran tatap muka tentu sangat beresiko jika dilakukan. Hal tersebut karena pembelajaran tatap muka akan menciptakan kerumunan yang nantinya menjadi tempat penyebaran virus corona. Interaksi antarindividu dalam kerumunan tersebut akan memperbesar peluang virus untuk menular dan menyebar. Sejumlah ilmuwan kemudian memprediksi akan adanya klaster baru penularan Covid- 19. Jika benarbenar terjadi, keadaan ini tentu akan sangat merugikan karena dapat memperparah krisis kesehatan yang kemudian berbuntut pada sektor ekonomi, pariwisata, dan sektor yang lainnya. Akhirnya dengan berkaca pada deretan dampak negatif diatas, muncul sebuah opsi untuk menunda rencana pembelajaran tatap muka. Namun, adanya proses pembelajaran jarak jauh akan membuat sejumlah kalangan orang tua merasa hak anaknya untuk mendapatkan pelajaran seutuhnya terhalangi. Sebab selain banyak orang tua yang kehilangan pekerjaannya di situasi pandemi ini, mereka masih juga dibebani dengan pembayaran biaya sekolah sang anak meskipun pembelajaran dilakukan di rumah. Akibatnya terjadi kecurigaan dan ketidakpercayaan kepada pemerintah akan menjadi hal yang sangat rawan untuk terjadi Selain itu, penundaan rencana tatap muka dengan alasan menunggu berakhirnya pandemi akan menjadi sangat ambigu. Pasalnya baik akademisi maupun para ilmuwan belum dapat memastikan kapan pandemi ini akan berakhir. Jika pelaksanaan pembelajaran tatap muka harus menunggu ketidakpastian berakhirnya pandemi, kondisi ini tentu dapat menjadi tantangan bagi dunia pendidikan di Indonesia. Lalu, apakah penundaan rencana pembelajaran tatap muka adalah opsi yang paling tepat untuk diambil? Apakah keputusan tersebut sudah mempertimbangkan seluruh variabel yang ada? Bagaimana dengan kemampuan setiap anak yang berbeda-beda terkait dengan daya tangkap materi pelajaran yang disajikan, kurangnya sumber informasi belajar dapat

44


menghambat tercapainya tujuan dari proses pembelajaran, sedangkan pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan sumber belajar. Terlebih pada mata pelajaran seperti Sejarah Indonesia yang mengharuskan para siswa untuk mengenal lebih dalam sejarah sebagai jati diri bangsa. Maka dari itu, diperlukan strategi dalam proses pembelajaran jarak jauh diantaranya dengan memanfaatkan teknologi sebagai media pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran Sejarah Indonesia untuk mengenalkan sejarah secara mendalam kepada para siswa dan masyarakat pada umumnya. Salah satu inovasi pendidikan untuk memberikan materi pelajaran sejarah yang menarik ialah dengan mengunjungi museum. Akan tetapi ditengah situasi pandemi seperti ini tentu sangat tidak memungkinkan untuk mengunjungi museum secara langsung. Menyikapi hal ini maka perlu diupayakan suatu pemberdaya baik sumber daya manusia maupun peningkatan kualitas sarana teknologi modern seperti virtual reality yang mengacu pada konsep dimana semua objek seakan dapat dijelajahi seperti dunia aslinya. Hal tersebut mengilhami salah satu gagasan yang diberi nama “Hologram Mulbima” (Multimedia Based Interactive Diorama)”. Hologram Mulbima merupakan sebuah konsep media yang digunakan untuk menyampaikan informasi dari diorama museum yang dikombinasikan secara virtual reality dengan gambar seolah-olah kita berada di dalamnya. Hologram Mulbima ini disertai dengan fitur multimedia sehingga dapat menghasilkan model audiovisual, dengan fitur tersebut Hologram Mulbima bisa diakses kapanpun yang memudahkan pengguna tidak hanya melihat dan menjelajah tetapi juga dapat belajar melalui fitur audio otomatis yang disediakan. Metode penyampaian Hologram Mulbima menggunakan metode intelektual atau edukatif berbasis multimedia dengan tidak hanya memamerkan bendanya saja tetapi semua segi yang bersangkutan, seperti urutan proses terjadinya suatu adegan. Selain itu penyajian Hologram Mulbima ini dalam bentuk 3 dimensi yang disertai tulisan dan narasi dengan mekanisme pembelajaran yang dapat digunakan yakni diimplementasikan dengan metode pembelajaran mandiri dalam bentuk virtual lab selama belajar di rumah (study from home). Namun realisasi ini membutuhkan atensi khusus terutama untuk daerah di Indonesia yang belum terjamah infrastruktur pendukung seperti smartphone atau laptop sebagai media. Hologram Mulbima dapat diwujudkan dalam 3 tahapan berikut ini: a. Konsep Untuk dapat merancang sebuah media yang berkualitas, dibutuhkan konsep yang matang dan terencana. Hal ini utamanya menjadi dasar aturan untuk kemudian dijadikan perancangan ukuran aplikasi dan pengguna program (identifikasi audiens). Beberapa aspek yang dipertimbangkan untuk membangun model obyek Mulbima ini meliputi metoda untuk membuat data yang mendeskripsikan obyek, tujuan dari konsep model, tingkat kerumitan, perhitungan biaya, kesesuaian dan kenyamanan, serta kemudahan manipulasi konsep model. Semuanya memberi kontribusi pada kualitas hasil akhir. Selain itu tahap ini juga menentukan jenis aplikasi yang pada akhirnya berbentuk presentasi dan interaktif. b. Desain Tahap ini bisa dikatakan sebagai tahap kunci dari implementasi Hologram Mulbima. Konsep rancangan yang telah disusun secara matang di tahap sebelumnya harus direalisasikan secara cakap dengan membuat dan mendesain obyek tersebut terlihat seperti hidup. Level detail menjadi konsep penting dalam permodelan yang menentukan tingkat abstraksi

45


dari dunia nyata benda, permodelan obyek disesuaikan dengan kebutuhannya seperti dengan nurbs dan polygon ataupun subdivision. Setelah itu ke proses texturing untuk menentukan karakterisik sebuah materi obyek dari segi tekstur. Untuk materi sebuah object bisa digunakan aplikasi properti tertentu seperti reflectivity, transparency, dan refraction. Texture kemudian bisa digunakan untuk meng-create berbagai variasi warna pattern, tingkat kehalusan atau kekasaran sebuah lapisan object secara lebih detail. Selanjutnya yaitu image dan display yang merupakan hasil akhir dari proses desain. Obyek desain yang menjadi output ini berupa gambar untuk kebutuhan koreksi pewarnaan, pencahayaan, atau visual effect yang dimasukkan pada tahap teksturing pemodelan. Output images sendiri memiliki resolusi tinggi berkisar full 1280/Screen berupa file dengan JPEG atau TIFF untuk kemudian dianalisa apakah model yang dibangun sudah sesuai dengan konsep tujuan c. Material collecting Setelah proses permodelan atau desain, tahap selanjutnya adalah melakukan pengumpulan data yang di peroleh secara langsung dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata terkait dengan museum. Data yang diperoleh dari Dinas Pariwisata berupa brosur yang berisikan lokasi dan informasi dari diorama museum yang akan dibuat menjadi virtual reality. Kemudian mengumpulkan data yang di peroleh dari buku-buku serta karangan ilmiah yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas baik dari media cetak atau internet yang berhubungan dengan virtual reality diorama museum. Observasi dengan teknik ini harus melakukan pengamatan langsung terhadap museum yang menjadi objek dalam pembuatan aplikasi Hologram Mulbima. Selanjutnya 3 tahap tadi dikembangkan lagi dengan akses multimedia dan virtual reality, sehingga pada akhirnya membentuk sebuah simulasi lingkungan nyata yang ditampilkan secara online dan terdiri dari video ataupun virtual model dari lokasi yang sebenarnya, serta dengan ditambah unsur-unsur multimedia lainnya seperti efek suara, musik, narasi, dan tulisan. Masa pandemi ini mendorong kita untuk beradaptasi pada suatu keadaan yang baru. Wabah Covid- 19 saat ini seharusnya menjadi salah satu titik pacu bagi bangsa Indonesia dan pemerintah untuk menyiapkan sarana pendukung dengan teknologi daring, Melalui Hologram Mulbima yang berbasis virtual reality ini akses pendidikan dibidang sejarah Indonesi dan efisiensi pembelajaran dapat meningkat. Hal ini senada dengan spirit pasal 31 ayat (1) UUD 1945, “Semua warga negara berhak mendapatkan pendidikan”, maka semua siswa dan pengajar seharusnya memperoleh kemampuan dan skill yang sesuai dengan kemajuan teknologi terkini. Disituasi pandemi saat ini pembelajaran sejarah merupakan pembelajaran yang cukup sulit dipahami tanpa adanya pengajar atau tutor yang inspiratif. Penggunaan Hologram Mulbima merupakan teknologi yang dapat menunjang dalam pembelajaran. Dengan penggunaan Hologram Mulbima diharapkan dapat membantu pengguna baik siswa maupun pengajar untuk lebih berinteraksi secara nyata dan interaktif dengan benda secara virtual. Guna menambah efektifitas belajar sejarah melalui museum Hologram Mulbima ini adalah bentuk pengembangan teknologi adaptif dengan poin interaktif yang terdapat pada pengguna, dimana pengguna dapat berinteraksi dengan menekan tools dan mouse. Hal ini merupakan bentuk digitalisasi museum dengan teknologi. Harapan kedepan teknologi ini bisa menjadi potensi untuk mendukung pembelajaran study from home maupun pembelajaran dikelas, dan bisa menjadi salah satu usaha untuk memajukan dan melestarikan museum

46


di Indonesia. Penerapannya ke dalam dunia Pendidikan akan menjadi solusi bagi para tenaga pendidik untuk membantu mereka memberikan pengetahuan terutama terkait dengan sejarah Inonesia kepada para siswa selain video conference. Daftar Pustaka Haling Abdul. (2007). Perencanaan Pembelajaran Cetakan ke-4. Makassar: Badan Penerbit UNM. Pangestu, G. Y. P., Mandenni, N. M. I. M., & Rusjayanthi, N. K. D. (2017). Aplikasi Web Augmented Reality Villa, Merpati, 5(1), 29–40 Rosyada, Dede. (2004). Paradigma Pendidikan Demokratis, Jakarta: Kencana. Suryo, Djoko. (2021). Museum Sejarah Purbakala Pleret Sebagai Sarana Pembelajaran Iskandar. Heuristik: Jurnal Pendidikan Sejarah , 1(1), 18–33,

47


APLIKASI GOSEUM DAN PROYEKTOR SEBAGAI MEDIA BELAJAR INTERAKTIF DI MUSEUM Sri Saraswati Widhisari Siswa SMAN 1 Mataram, Nusa Tenggara Barat Indonesia sebagai negara yang mengalami rangkaian sejarah panjang tentunya memiliki barang-barang kuno dan nilai historis yang tinggi. Tidak hanya kaya akan benda bersejarahnya, Indonesia juga memiliki banyak koleksi biota sebagai bukti kekayaan alam. Semua koleksi tersebut kemudian dipamerkan dalam sebuah museum sehingga dapat dilihat dan dibayangkan bagaimana suatu proses sejarah terjadi. Subjek atau bahasan yang ditawarkan oleh museum pun beraneka ragam dan tidak terbatas hanya pada peninggalan era kerajaan. Terdapat museum yang memamerkan mobil, rokok, objek-objek yang terkait ilmu geologi, dan masih banyak lagi. Banyaknya ilmu yang bisa didapatkan membuat museum menjadi tempat yang tepat bagi masyarakat, terutama generasi muda, untuk menambah wawasan. Namun di era globalisasi sekarang ini, museum dianggap sebagai tempat yang sudah tidak menarik atau ketinggalan zaman. Museum terkesan seperti gudang yang penuh dengan barang kuno dan bernuansa mistis. Pada kenyataannya, barang kuno dalam suatu museum masih memiliki korelasi dengan nilai-nilai kehidupan masa kini. Salah satunya terkait topik bias gender yang belakangan ini menjadi perbincangan di kalangan para feminis. Melalui pengamatan historis barang-barang peninggalan, kita bisa mempelajari bagaimana suatu paham dapat memunculkan perbedaan perlakuan terhadap gender. Apabila pemerintah tidak mencari solusi atas sedikitnya angka kunjungan museum, maka perlahan-lahan akan banyak museum yang ditutup. Hal ini sangat disayangkan mengingat banyak informasi atau wawasan yang bisa didapatkan dari eksistensi museum. Pembelajaran yang hanya dilakukan lewat buku akan berbeda dengan pembelajaran yang dilakukan di museum, yang mana para pengunjung dapat melihat langsung seperti apa wujud objek yang sedang dipelajarinya. Penulis percaya setidaknya ada tiga faktor penyebab generasi muda malas untuk datang ke museum. Pertama, generasi muda lebih tertarik dengan komponen atau perangkat modern. Komponen modern, misalnya game online, memiliki keunggulan tersendiri karena mengedepankan UX (user experience) dan UI (user interface) dari para penikmatnya. Dalam permainan Mobile Legend, contohnya, secara user interface, anak-anak muda terpukau dengan kualitas grafis para hero yang disuguhkan dalam permainan tersebut. Sedangkan secara user experience, pemain akan merasakan secara langsung bagaimana rasanya dapat berkompetisi atau melawan orang dari seluruh dunia hanya dengan menekan tombol via gawai. Faktor tersebut juga berkaitan dengan kompetensi literasi masyarakat Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Program of International Student Assessment (PISA), Indonesia menempati ranking 62 dari 70 negara dengan tingkat literasi rendah (Utami, 2021). Ketika tahu bahwa datang ke museum hanya untuk melihat-lihat koleksi dan membaca informasi melalui deretan huruf yang begitu banyak, sejak awal tentu mereka tidak akan tertarik. Faktor kedua, kebutuhan generasi muda akan tempat yang indah atau instagramable. Generasi muda, khususnya remaja putri, akan lebih tertarik untuk datang ke tempat yang dianggap memiliki nilai estetis atau sedang tren. Hal ini dikarenakan mayoritas remaja mempunyai media social yang membentuk kebutuhan baru para remaja, yakni kebutuhan untuk

48


mengunggah fotonya di suatu laman seperti Instagram, Twitter, dan lain-lain. Contoh tren yang sering diikuti oleh para remaja antara lain, foto menggunakan sepeda, atau foto dengan latar belakang koran. Dengan adanya dua faktor di atas, ditambah penurunan kunjungan museum dan kondisi literasi generasi muda yang rendah, pemerintah maupun pihak museum sebaiknya menjadikan hal itu sebagai poin penting dan acuan dalam peningkatan fasilitas museum. Peningkatan fasilitas museum bertujuan untuk mengubah kesan museum dari tempat yang membosankan menjadi media interaktif untuk belajar. Oleh karena itu, penulis memberikan solusi berupa aplikasi GOSEUM (Go to Museum) dan proyektor interaktif. Adapun penjelasan dari kedua teknologi tersebut antara lain: Aplikasi GOSEUM Sudah banyak sekali tempat wisata, lembaga, atau bahkan sekolah yang menciptakan aplikasi untuk keperluan kegiatan mereka. Salah satunya dibuktikan dengan adanya barcode yang diberikan oleh penerbit buku pada salah satu halaman buku mereka. Barcode dapat memudahkan penerbit untuk tidak memuat terlalu banyak informasi detail di buku mereka tetapi tetap memfasilitasi pembaca yang ingin mencari tahu lebih dalam tentang topik yang sedang dipelajari. Tentunya teknologi seperti ini dapat diterapkan juga pada suatu museum. Dengan bantuan tenaga programming yang dialokasikan oleh pemerintah, setiap museum dapat menciptakan fitur-fitur unik dan interaktif yang bisa dirasakan secara langsung oleh para pengunjung. Adapun fitur-fitur tersebut: Kode batang informasi koleksi Teknologi kode batang (barcode) bukan lagi hal yang baru di kalangan generasi muda. Dengan kode batang yang ada pada setiap papan informasi koleksi museum membuat pengunjung tidak perlu susah payah berebut dengan pengunjung lain untuk membaca tulisan pada papan informasi. Di samping itu, pihak museum tidak perlu menghabiskan banyak tempat dan dana dalam membuat papan yang memuat banyak informasi terkait museum. Mereka cukup menaruh informasi tersebut ke dalam sebuah halaman web dengan berhiaskan template dan grafis yang menarik dan rapi. Melalui kode batang, pengunjung yang biasanya hanya bisa melihat koleksi dengan jarak tidak terlalu dekat dan dibatasi oleh kaca transparan, kini dapat melihat secara keseluruhan detail yang ada dalam koleksi tersebut. Selain itu, pengunjung juga bisa melihat sisi atas, bawah, kiri dan kanan, bahkan detail ukiran yang terdapat pada koleksi. Pengunjung dapat menggerakkan tangan mereka pada layar gawai untuk memperhatikan keunikan dari koleksi yang ada. Pengalaman seperti ini membuat pengunjung dapat merasakan suasana seperti sedang meneliti atau melihat langsung koleksi yang dipajang secara dekat tanpa menimbulkan kerusakan pada koleksi asli. Permainan interaktif Sangat kurang rasanya jika dalam aplikasi tersebut tidak terdapat permainan yang bisa dimainkan bersama-sama oleh para pengunjung, terutama pengunjung yang datang secara berkelompok. Salah satu jenis permainan yang dapat diterapkan oleh pihak museum adalah “history hunter”. Agar dapat mengaktifkan fitur permainan, perlu memanfaatkan teknologi barcode. Dalam permainan ini, petugas museum bisa memberikan pernyataan atau menyebutkan ciri-ciri dari salah satu koleksi museum kepada para pengunjung yang kemudi-

49


an pengunjung harus mencari tahu dan memindai kode batang dari koleksi yang dianggap sebagai jawabannya. Pengunjung yang berhasil menjawab dengan benar akan mendapatkan hadiah dari pihak museum. Dengan adanya permainan seperti ini, pengunjung menjadi terpacu untuk berlomba sehingga meningkatkan rasa keingintahuan mereka terhadap koleksi yang harus dicari. Mereka dengan semangat akan memindai dan membaca informasiinformasi terkait koleksi museum. Tur virtual Perkembangan teknologi yang canggih membuat masyarakat sudah tak asing lagi dengan keberadaan tur virtual. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat biasa menggunakan Google Earth atau Google Maps untuk melihat gambar nyata dari tempat yang menjadi tujuan mereka. Program sejenis ini telah banyak diterapkan oleh beberapa lembaga, bahkan pemerintah. Salah satu contohnya adalah pengadaaan tur virtual ke Turki yang dilaksanakan di bawah pemerintahan Turki. Pemerintah Indonesia, khususnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, seharusnya juga dapat mengadopsi program sejenis. Pemerintah dapat bersinergi dengan ahli bidang pemrograman dalam membuat fitur seperti tampilan Google Earth. Apabila program tersebut berhasil, angka kunjungan museum dapat meningkat drastis. Masyarakat yang awalnya malas untuk datang ke museum karena jarak yang jauh atau situasi darurat (pandemi), dapat mengunjungi museum secara virtual kapanpun dan dimanapun. Fitur tur virtual juga dapat dimanfaatkan oleh para guru di sekolah. Guru dan siswa dapat bersama-sama menjelajahi museum secara virtual dari sekolah. Dengan begitu, para siswa menjadi lebih interaktif karena secara tidak langsung mereka dapat membangun pengetahuannya sendiri melalui pengamatan bentuk tiga dimensi benda koleksi museum yang sedang dipelajari. Tentu hal ini akan berbeda dibandingkan ketika para siswa hanya melihat bentuk dua dimensi benda koleksi museum di atas buku kertas. Pembelajaran melalui tur virtual juga akan menghasilkan diskusi antara guru dan siswa. Dengan adanya pengamatan mandiri, siswa akan mampu memberikan pendapat dan analisis berdasarkan pemahaman yang dimiliki. Analisis inilah yang nantinya dibawa ke dalam ruang diskusi sehingga guru tidak hanya menjelaskan materi tanpa adanya interaksi dari siswa. Pembelajaran seperti ini sesuai dengan pendapat Muhammad Ali tentang apa itu strategi pembelajaran interaktif (Ali, 2004: 65). Proyektor Interaktif Petugas museum dapat menambahkan teknologi proyektor interaktif. Proyektor ini nantinya akan menampilkan video-video yang berkaitan dengan koleksi di museum. Misalnya, Museum Siwalima yang mengoleksi biota laut di Maluku dapat menampilkan video-video keindahan kehidupan biota laut. Tidak hanya menampilkan video, proyektor interaktif juga dilengkapi dengan interaktif pen. Dengan pena interaktif, pengunjung bisa memilih video apa yang akan ditayangkan. Keunggulan dari proyektor interaktif ini adalah nilai estetika yang dimiliki. Dapat kita lihat tren zaman sekarang yang menunjukkan kesenangan para remaja untuk berfoto di depan proyektor. Ide foto ini terinspirasi dari foto para selebritas di museum luar negeri dengan menggunakan teknologi sejenis. Apabila proyektor interaktif dapat diterapkan di Indonesia, museum tidak akan dipandang sebagai tempat yang terkesan kaku dan monoton lagi, melainkan menjadi tempat yang penuh nilai estetika dengan berbagai tampilan yang menarik.

50


Tentunya penerapan teknologi yang canggih memerlukan biaya tidak sedikit. Namun penulis yakin bahwa tidak ada salahnya pemerintah menginvestasikan banyak dana untuk hal yang dapat memberikan pengaruh positif. Museum yang sudah terlantar atau ditinggalkan akan perlahan-lahan mulai ramai dikunjungi dan memiliki pendapatan yang bisa digunakan sebagai biaya operasional museum kedepannya. Dengan adanya pengalaman kunjungan museum yang tidak biasa, masyarakat akan memiliki semangat dan ketertarikan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai sejarah dan wawasan lainnya. Pengalaman belajar yang lebih menarik atau bermakna juga merupakan manfaat dari pembelajaran interaktif (Saripudin, 2014: 12). Teknologi yang bersifat interaktif akan membuat pengunjung tidak cepat merasa bosan dan berani untuk bersifat responsif. Apabila hal ini terus-menerus terjadi, angka minat baca atau literasi masyarakat Indonesia dapat meningkat dengan pesat. Wawasan mereka yang awalnya hanya terbatas pada gambar dua dimensi dan informasi dari buku dapat meningkat dengan suguhan pengalaman yang nyata dan menyenangkan di museum. DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhammad. (2004). Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Saripudin, Asep. (2012). Pengembangan Media Pembelajaran Abk. URL: www.repository.upi.edu. Diakses 9 Agustus 2021. Utami, Larasati Dyah. (2021). Tingkat Literasi Indonesia di Dunia Rendah, Ranking 62 dari 70 Negara. URL: https://perpustakaan.kemendagri.go.id/?p=4661. Diakses 9 Agustus 2021.

51


HIMPUNAN MAHASISWA ARKEOLOGI DEPARTEMEN ARKEOLOGI

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS GADJAH MADA Jalan Sosio-Humaniora, Bulaksumur, Yogyakarta, 55281 hima@ugm.ac.id |

52

https://hima.fib.ugm.ac.id/ |

himaugm


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.