HARIAN SEMARANG 271211

Page 7

INTERNASIONAL HUKUM & KRIMINAL PERISTIWA Pria Lajang Tewas Terjun ke Sumur SEORANG pemuda yang menderita stroke ditemukan di dalam sumur di belakang rumahnya yang terletak di Genuk Baru RT 07/RW 07 Tegalsari Kecamatan Candisari Semarang, kemarin. Pria lajang bernama Setyo Budi Utomo (32), ini diketahui menderita penyakit stroke yang telah menahun tidak kunjung sembuh. Ibu korban, Endang Susanti (60), membenarkan jika anak keduanya tersebut menderita sakit stroke sejak 2004. “Saya sudah berusaha merawatnya agar bisa sembuh, namun hingga belakangan ini masih belum berhasil,” tutur Endang yang masih syok. Diduga korban mengalami depresi atas kondisi penyakitnya yang semakin hari semakin menjadi karena merasa membebani keluarga dan orang-orang sekitarnya. “Saya sering mendengar dia mengeluh karena penyakitnya itu,” ujar Endang. Jasad korban ditemukan oleh

ibunya sendiri sekitar pukul 01.00. Saat itu dia bertujuan hendak ke kamar mandi yang terletang di belakang rumah, tepat di samping sumur tempat korban menamatkan riwayatnya. “Kecurigaan muncul saat melihat sumur yang biasanya tertutup seng itu kali ini terbuka menganga. Namun saya biarkan. Waktu saya mengecek anak saya ke dalam kamar kok tidak ada, kemudian mencari ke manamana tidak ketemu. Baru setelah dibantu anak pertama saya, Budi baru ditemukan di sumur belakang rumah,” ujar wanita katolik yang terpaksa tak bisa merayakan Natal sebagaimana umat kristiani yang lainnya ini. Tim Basarnas Semarang dan jajaran kepolisian Polsek Gajahmungkur, melakukan evakuasi pukul 09.30. Identifikasi petugas, korban menderita luka di telinga sebelah kanan dan hidung mengeluarkan darah. (abm/gus)

77 7

senin, 15 2010 selasa, 27 november Desember 2011

Pelanggaran HAM di Semarang Tertinggi Oleh Abdul Mughis LBH Semarang mencatat pelanggaran HAM di Semarang menduduki peringkat pertama dengan total 113 kasus.

C

UkUp mengagetkan bahwa Kota Semarang yang terkesan adem ayem ternyata justru menduduki peringkat pertama pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Jateng. Selama 2011, dari jumlah total 178 kasus pelanggaran HAM di Jateng, tercatat 113 kasus terjadi di Kota Semarang dan ini dicatat di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang. Secara berurutan, kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Semarang, didominasi hak normatif buruh, penggusuran dan penertiban PKL dan rumah tinggal, bencana ekologi, hingga kasus pencemaran lingkungan.

SABTU, 13 Agustus 2011

“Ada tiga kota yang tercatat jumlah pelanggaran HAM dalam kategori besar, yakni Kabupaten Kendal, Kudus, dan Kabupaten Semarang,” papar Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia-Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI LBH) Semarang, Slamet Haryanto, kemarin. Dikatakan, pelanggaran-pelanggaran tersebut terjadi di empat sektor, yakni sektor perburuhan, pertanahan, sektor miskin perkotaan dan sektor lingkungan. “Hal itu menjadi fokus kami. Namun selain empat sektor itu juga terjadi pelanggaran HAM lainnya, meliputi pelanggaran hak-hak sipil politik (sipol) dan hak-hak ekonomi, hak sosial dan budaya,” tambah Slamet di kantornya, Jalan Jomblang Sari IV, Semarang. Slamet menjelaskan, sektor perburuhan yang kerap terjadi di antaranya, pelanggaran atas hakhak normatif buruh, kebebebasan berserikat dan kriminalisasi. Untuk Sektor Perkotaan meliputi razia dan penggarukan, penggusuran rumah tinggal hingga bencana ekologis.

“Sementara dalam sektor pertanahan dan lingkungan, meliputi pelanggaran hak atas lahan, hak atas pekerjaan, hak atas masalah perizinan dan pencemaran. Kemudian hingga kerusakan lingkungan yang merugikan masyarakat di sekitarnya,” tambahnya. Sementara menurut Kepala Divisi Tanah dan Lingkungan LBH Semarang, Asep Mufti mengatakan, di Kota Semarang, kasus-kasus pencemaran lingkungan yang berdampak pada warga yang tinggal di sekitarnya, hingga 2011 di Semarang, belum terselesaikan. Dia mencontohkan, di daerah Banjirkanal Barat akibat aktivitas proyek. “Hal ini merupakan bencana ekologis yang terjadi di Semarang,” kata Asep. Sepanjang 2011, LBH Semarang memberikan bantuan hukum sebanyak 135 bantuan. Jumlah tersebut sedikit meningkat dari tahun-tahun sebelumnya, yakni pada 2009 tercatat 125 bantuan hukum dan pada 2010 sebanyak 134 bantuan hukum. (gus)

sambungan berita halaman 1 Gedung DPRD ...

PRT Culik ... Menurut penuturan Suci Yulianti, kasus penculikan tersebut terjadi Kamis (22/12) lalu. Saat itu dia dan suaminya bekerja hingga larut malam. Ketika pasutri tersebut pulang ke rumah sekitar pukul 23.00 menemukan rumah dalam keadaan kosong. Kedua anak dan pembantunya tak ada di tempat. Dan betapa kagetnya saat suci menemukan secarik kertas di atas tempat tidur bertuliskan pesan, “Mbak Yuli saya keluar cari anak-anak, soalnya mereka pergi saat saya mandi. Maaf saya lupa kunci pintu,”. “Saya langsung lemas dan feeling saya mengatakan anak-anak dibawa kabur oleh Mulyati. Dan kepastian itu saya dapatkan setelah melihat tas dan pakaiannya sudah tidak ada lagi,” tutur Suci, kemarin, di Mapolres Semarang. Keesokan harinya, Jumat (23/12) lanjut Suci, kejadian penculikan tersebut langsun dilaporkan ke Mapolres Semarang. Anggota Satreskrim Polres Semarang dipimpin Kasatreskrim AKP Agus Puryadi

langsung melakukan pelacakan ke rumah Suci di bergas. Dan di kamar tersangka Mulyati, petugas menemukan nomor-nomor telepon di buku komik milik tersangka. “Dari tiga nomor HP tersebut kami segera melakukan pelacakan, hingga akhirnya berhasil mengendus keberadaan tersangka,” terang Kasatreskrim Polres Semarang AKP Agus Puryadi mendampingi Kapolres Semarang AKBP IB Putra Narendra. Ternyata, lanjut Agus, salah satu nomor HP yang dihubungi polisi masih aktif atas nama pemiliknya, Ibu Budi, penyalur PRT yang tinggal di Buk Suling, Salatiga. Sabtu (24/12) pagi, polisi langsung menyergap Mulyati di rumah Bu Budi, dan langsung dibawa ke ruang Unit PPA Polres Semarang untuk menjalani pemeriksaan. Tergiur Upah Cari Cilikan Kepada polisi tersangka mengaku sengaja menculik kedua anak majikannya karena tergiur oleh imbalan yang dijanjikan oleh Siti,

kenalannya di atas bus sebulan sebelum kejadian. “Waktu itu Siti menyuruh saya mencari ‘cilikan’ dan akan diberi imbalan. Permintaan itu diutarakan saat kami berkenalan di atas bus,” kata Mulyati. Diutarakan, perkenalannya dengan Siti, warga Suruh, itu terjadi saat ia kebingungan setelah kabur dari rumah, untuk mencari pacarnya di Semarang. Karena orang yang dicari tidak ditemukan, ia pun bingung hingga naik bus jurusan SemarangSolo. “Niat saya menyerahkan anak-anak majikan kepada Siti murni karena ingin mendapatkan imbalan, untuk ongkos pulang ke Brebes,” terang Mulyati. “Saya nggak nyangka, ternyata yang dimaksud Siti dengan kata ‘cilikan’ itu adalah gadis ABG yang akan dipekerjakan. Saya kira bocah cilik,” ujarnya lagi, setengah menyesal. Diungkapkan pula, kedatangannya di rumah Bu Budi tersebut karena bingung setelah sebelumnya datang ke rumah Siti di Suruh, tapi gagal menemui karena Siti sedang bekerja

di Banyumanik. “Akhirnya tengah malam hujan-hujanan saya dan anakanak ke rumah Bu Budi di Salatiga,” tambahnya. Dalam pemeriksaan sebelumnya terhadap Siti, Kasat Reskrim AKP Agus Puryadi menjelaskan, bahwa Siiti mengelak tuduhan dirinya memesan bocah kecil. Menurut Siti, cilikan tersebut adalah wanita muda yang bisa dipekerjakan (sebagai PSK). Dalam kasus ini, lanjut Agus, pihaknya telah mendapatkan keterangan dari saksi dan tersangka, yang memenuhi unsur tindak penculikan, dengan melanggar pasal 328 KUHP tentang penculikan dengan ancaman 12 tahun penjara. “Sesuai pengakuannya tidak menyuruh menculik namun mencarikan wanita untuk dipekerjakan, Siti hanya ditetapkan sebagai saksi. Sedangkan Mulyati yang membawa anak-anak korban untuk mendapatkan imbalan menjadi tersangka tunggal dalam kasus ini,” kata Agus. (rif)

Para Janda ... yang belum memiliki rumah, maka ratusan penghuni menyatakan akan menolak penggusuran dan tetap berdiam di rumah-rumah yang sebagian besar bangunannya itu dari kayu. Mereka juga mengaku jika lahan ini bukan milik Korem 073/ Makutarama Salatiga. Data yang dihimpun Harsem menyebutkan, asrama TNI AD yang didirikan sejak 1960 ini diperuntukkan untuk anggota TNI AD yang masih aktif bertugas. Namun, hingga sekarang ini, anggota TNI AD yang sudah purnatugas masih menempati bangunan ini. Bahkan, banyak juga janda-janda TNI AD beserta anak cucu tetap berdiam di bangunan tersebut. Masing-masing keluarga menempati bangunan ukuran 4x10 meter dengan dinding papan dan bambu. Jumlah kepala keluarga yang menempati hingga kini mencapai 145 KK. Narnin (44), salah satu penghuni Asrama Pasar Sapi ini mengaku, sejak Juni 2010 lalu kehidupannya terganggu akan rasa khawatir dengan

penggusuran oleh Korem 073/ Makutarama Salatiga. Bahkan, tidak jarang selain dirinya mendapatkan intimidasi dari oknum anggota Korem 073/Makutarama. “Warga yang menempati asrama ini, diharapkan harus cepat pergi dari lingkungan asrama ini, namun tidak mendapatkan alas an yang jelas dari oknum-oknum yang melakukan intimidasi. Bahkan, surat peringatan juga diberikan kepada warga penghuni, surat tersebut dari Korem 073/ Makutarama Salatiga. Isinya, di antaranya warga agar segera meninggalkan asrama dan batas waktunya 30 Desember 2011. Jika warga membangkang maka pihak Korem 073/Makutarama akan berlaku/bersikap dengan tegas sesuai kedinasan,” jelas Narnin kepada Harsem, kemarin. Hal senada juga diungkapkan Mukada (77), dikatakan bahwa keluarganya sejak lama telah menempati bangunan ukuran 3,5x10

meter di atas lahan bekas pos penjagaan Merbabu-Merapi Club (MMC). Di rumah “gedek” ini, janda TNI saat ini tinggal seorang diri dan delapan anaknya, sudah berumah tangga dan menyebar di berbagai daerah. Diakuinya, sejak Juni 2010 lalu, hidupnya terganggu oleh oknum oknum dari Korem 073 Makutarama Kota Salatiga yang selalu mengintimidasi agar segera pindah dari asrama ini. Beberapa janda lagi, juga merasa bingung atas tindakan yang dilakukan para oknum tersebut. Mereka tidak dapat menunjukkan bukti otentik tetapi tetap saja melakukan intimidasi dan mengkalim jika lahan dengan luas kurang lebih 3 Ha merupakan milik Korem 073 Makutarama Salatiga. “Sejak Juni 2010 lalu, warga di asrama ini pernah dipanggil Komandan Korem 073/Makutarama dan intinya warga harus segera pergi dan dilarang melawan perintah,” jelasnya. Dari keterangan warga, bahwa per 30 Desember 2011 mendatang, warga harus sudah mengosongkan

bangunan asrama ini. Warga langsung meminta bantuan kepada pihak DPRD Kota Salatiga untuk mendengar keluh kesah kami. Pihak dewan akan siap membantu dengan cara mencoba menyelesaikan masalah status tanah yang tidak jelas tersebut. Ketua DPRD Kota Salatiga Milhous Teddy Sulistio menjelaskan, pihaknya mendesak Walikota Salatiga untuk serius membantu menyelesaikan masalah ini. Teddy berharap, pihak Korem 073/Makutarama Salatiga memberikan kesempatan kepada para warga untuk tetap menempati bangunan yang selama ini menjadi tempat tinggalnya. “Harapan kami, dalam menuntaskan masalah ini tidak ada intimidasi atau apapun namanya yang membuat warga penghuni asrama menjadi ketakutan. Bahkan, kalau sampai hal itu masih dilakukan, pihaknya menjamin dapat menimbulkan konflik besar. Kami telah berkomitmen akan tetap mengawal masalah ini,” tandasnya. (hes/rif)

Dipaparkannya pula, bangunan yang dibangun kontraktor PT Jaya Aknikon itu sangat minim dengan sarana parasarana antisipasi bahaya api. Seperti tidak adanya alarm kebakaran, Apar (Alat pemadam api ringan), detektor asap ataupun sprinkler (alat pemercik air saat ada perubahan suhu) di bagian atas ruangan, dan sistem hidran. “Tidak adanya saluran pipa air untuk mendukung sprinkler tersebut. Bahkan, hidran juga tidak ada, padahal gedung lama di sebelahnya sudah dilengkapi hidran,” paparnya. Selain soal antisipasi kebakaran, Wirawan juga mengungkapkan soal jarak gedung baru DPRD dengan

gedung Bank Jateng di sebelahnya. Ia menilai pendirian gedung baru itu terlalu dekat sehingga cukup membahayakan. “Mengacu pasal 35 Perda 2/1994, gedung dengan ketinggian sampai delapan meter harus berjarak minimal tiga meter dari gedung sebelahnya. Hal itu dimaksudkan agar ketika terjadi bencana kebakaran, api tidak langsung merembet ke bangunan sekitarnya,” jelasnya. Sementara, Wakil Ketua DPRD Kota Semarang Djunaedi juga menyatakan, “Harusnya memang dilengkapi dengan sistem dan sarana penanggulangan bencana seperti itu.” (ano/rif)

Tewas, Janda ... (24/12) siang, “Rumahnya tertutup dan dikunci dari dalam. Kami mengira korban sedang merayakan Natal,” katanya. Keesokan harinya, Minggu (25/12), rumah korban masih tertutup rapat. Dewi sempat mengetuk berkali-kali, namun tak ada jawaban. “Minggu sore, keluarga korban juga sempat menelpon saya, namun saya hanya menyampaikan kondisi seperti apa yang saya lihat,” tutur Dewi. Sepulang dari gereja, Minggu malam pukul 21.00, sepulang dari gereja Dewi masih mendapati rumah korban tertutup dan gelap. “Kecurigaan malam itu sempat saya laporkan kepada para tetangga lain. Saya kembali mengetuk pintu dan memencet bel namun juga tak ada jawaban. Sempat izin kepada keluarganya yang di Surabaya, tapi tak diizinkan

mendobrak pintu rumahnya,” tambah Dewi. Baru Senin (26/12) pukul 09.00 kemarin, warga bersama Ketua RW M Syafril (40) plus beberapa perangkat desa mendobrak melalui jendela. Warga pun sontak kaget mendapati korban terkapar di dalam kamar dalam kondisi terlentang ditemani tiga anjing. Tim kepolisian dari Polrestabes Semarang yang melakukan evakusi dan identifikasi tidak menemukan indikasi adanya tindak penganiayaan maupun pembunuhan. Hasil pemeriksaan, diduga korban tewas karena menderita sakit liver. Dari keterangan beberapa saksi, korban ditemui sering mengeluh sakit. Petugas kemudian membawa jenazah korban ke RSUP Dr Kariadi untuk dilakukan autopsi. (abm/rif)

Istri Strong ... Maklum Rasmanto berasal dari kelaurga miskin dan sampai kini dia termasuk kategori warga miskin. Satu hal lagi, Rasmini merasa tidak puas dengan suaminya. Tidak puas dalam arti fisik, karena Rasmanto masuk profil lelaki “peltu”, nempel langsung metu alias tidak tahan lama berhubungan seksual. Padahal Rasmini merasa dirinya

hansip, tahan lama dan sip. Empat tahun mereka menjalani perkawinan yang rukun. Tak ada konflik besar yang melanda. Namun lama-lama Rasmini mengangap kurang puasnya itu sebagai masalah. Dia sering uring-uringan jika melayani suami tetapi tidak mendapat kenikmatan.

Dia merasa “belum apa-apa” sementara suaminya sudah terkulai lemas di menit pertama. Lalu tertidur pulas saat dia masih on dalam penasarannya. Jika sudah demikian, Rasmini jadi malas-malasan mengerjakan tugas rumah tangga. Entah memasak, mencuci atau asahasah. Karena tak tahan, Rasmini

mendaftarkan gugatan cerai ke PA. Namun hakim PA menolak alasan gugatannya. Sudah menjadi hukum tak tertulis, gugatan dengan alasan seksual tidak akan diterima mahkamah PA. Mungkin dianggap hal sepele atau saru jika dicatat dalam laporan akta talak. Tak kehabisan cara, Rasmini meminta bantuan pengacara. Dia

relakan uangnya keluar untuk membayar advokat agar bisa bercerai dengan Rasmanto. Lantas oleh pengacaranya, Rasmini mendaftarkan lagi gugatan cerai dengan materi alasan suaminya tak mencukupi nafkah. Di balik itu, Rasmini telah berancang-ancang menikah dengan pria lain yang dikiranya strong.

Pria itu yang pernah memuji-muji dia sebagai perempuan semox. Jadilah Rasmanto pasrah saja dalam setiap sidang. Dia rela berpisah dan mempersilakan Rasmini menikah lagi usai cerai nanti. “Asalkan jangan selingkuh saja. Berpisah baik-baik gak apa-apa,” kata dia. (Ichwan)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.