Tabloid ProDesa Edisi Perdana Maret 2013

Page 13

Edisi Perdana, Maret 2013

Wawancara Khusus

pr desa

13

R.H. Dwi Putranto Sulaksono soal Pilgub Jatim 2013 :

Pemimpin Baru untuk Jawa Timur Baru

Provinsi Jawa Timur akan menggelar Pemilihan Umum Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur (Pilgub Jatim) pada 29 Agustus 2013. Pesta demokrasi itu diharapkan dapat memilih pemimpin untuk membuat Jawa Timur yang baru. Ya, Jawa Timur yang lebih greget, makmur, dan sejahtera bagi seluruh rakyat. Paling penting lagi, pemimpin yang komit dan konsen terhadap pemberdayaan dan pem­bangunan pedesaan. Pemimpin baru untuk Jawa Timur baru ! Mengapa harus pemimpin baru ? Apakah selama ini Pakde Karwo dan Gus Ipul tidak berhasil ? Lalu Jawa Timur baru itu seperti apa ? Bagaimana untuk memulai perubahan itu ? Berikut wawancara Budi Harminto dari Suara Desa dengan Pembina AKD Jatim R.H. Dwi Putranto Sulaksono tentang berbagai persoalan politik dan perubahan kepemimpinan di Jawa Timur.

P

ak Dwi memiliki gambaran bahwa pada Pilgub Jawa Timur 2013 menjadi titik tolak bagi Jawa Timur baru, yakni Jawa Timur yang lebih maju dan mak­ mur, terutama mengangkat harkat dan marta­ bat Wong Cilik. Seperti apa gambaran pemikiran itu ? Jawa Ti­mur yang baru bagi saya se­perti Provinsi DKI Jakarta. Paradigma berpikir, tata kelola peme­ rintahan dan kebijakan publik yang dilakukan gubernur mencerminkan keberpihak­an kepada rakyat, ter­utama di pedesaan. Setelah melihat, me­­ rasakan, dan mencermati ke­pemimpinan Pakde Karwo-Gus Ipul selama ini, ternyata sa­ngat tendensius untuk memberikan ke­san sebagai kepemimpinan yang harmonis yang di­butuhkan rakyat secara konseptual. Namun aplikasi dan aktualisasinya masih jauh dari harapan rakyat itu sen­diri. Contohnya, program yang ditawarkan saat kampanye dan program yang dijadikan unggulan tidak memuaskan rakyat. Bahkan kepala desa sebagai ujung tombak pemerintahan merasa tidak puas dengan apa yang dijanjikan dalam kampanye beliau. Mungkin yang tereali­sasi hanya sekitar 10 persen tidak sampai 20 persen, itupun tidak sempurna. Maka rakyat Jawa Ti­mur yang akan me­milih pemimpin yang baru, harus mampu membuat format pe­merintahan yang baru, mengubah paradigma sistem dan tata ke­lola pemerintahan. Tidak meng­ ulang apa yang sudah dilakukan Pakde Karwo dan Gus Ipul. Jatim itu terkenal gudangnya orang pinter, bikin saja tim task force dan tim kebijakan publik. Silakan melibatkan unsur perguruan tinggi, karena di Jatim banyak universitas terkemuka dan bagus. Juga libatkan masyarakat, LSM, dan para profesional. Saya pikir Indonesia ke depan pun akan terpeng­aruh oleh Jawa Timur baru. Jakarta saja yang baru memilih pemimpin berani berubah menjadi baru. Dalam Islam dikenal istilah hijrah, yang berarti berubah, kurang baik menjadi baik, dari baik menjadi lebih baik, serta dari tidak karu-ka­ruan menjadi teratur dan sistematis. Jadi Jatim baru ke depan harus lebih memberikan manfaat secara langsung dan tidak hanya slogan. Buat apa kepala daerah atau gubernur kerjanya pasang gambar, poster dan menggelar aca­ ra seremonial untuk memberikan kesan kepada rakyat bahwa mereka sudah bekerja. Tolok ukurnya adalah pencapaian secara lang­sung dan the end of product-nya. Sudah bukan saatnya became popular dan became trusted by people. Ke­sempatan lima tahun harus diisi dengan prestasi. Jangan hanya jadi orang yang haus popularitas. Saya lihat sudah banyak koran dan majalah isinya gambar Pakde Karwo dan keluarganya, de­ngan menggunakan anggar­an negara. Buat apa, itu kebiasaan lama yang harus ditinggalkan. Saatnya bersama rakyat dengan rakyat membangun rakyat lebih sejahtera dan sandang pangan tercukupi. Permasalahan klasik yang tiap tahun muncul harus dapat diselesaikan.

Disinilah level kepemimpinan se­seorang dinilai. Kalau kerjanya cuma mempo­pulerkan dirinya ya buat apa. Promosi 1-2 kali cukuplah, tapi kalau tiap hari lama-lama rakyat menjadi muak. Perubahan Jawa Timur baru harus dimulai dari mana ? Perubahan itu harus dimulai dari perubahan pemimpinnya. Bila pemimpin be­rubah, maka mindset juga berubah. Berubah pola tindakan, tata kelola, pola pikir, berubah juga pola kepemimpinannya. Pemimpin yang sama tidak akan memberikan efek yang berbeda. Pasti ia tidak akan meneruskan apa yang diyakini. Kalau rakyat Jatim mau berubah harus mengubah pemimpinnya. Se­mua bisa me­nilai, jika kepemimpinan Pak­de Karwo tetap di­per­tahankan hasilnya ya seperti selama beberapa tahun ini. Rakyat Jawa Timur kalau ingin ber­ubah nasib dan masa depannya, harus meng­ubah pemimpinnya. Bukan sekedar berubah orangnya, tapi berubah cara berfikir, tata ke­lola pemerintahan, be­rubah sistemnya, yakni berpihak pada rakyat cilik. Ini harus ada upgrading dan achievement. Kita ini sering keblinger dengar gelar, harus di­ pimpin doktor, tapi semua angka di atas kertas, di lapangan nol. Kalau saya lebih baik seperti Jokowi yang tidak me­nunjukkan gelarnya, S1-nya, S2-nya, atau S3-nya. Ia bahkan rela berjalan kaki. Ia menunjukkan sense of awareness tidak sekedar masuk gang dan keluar gang, tapi the end of product-nya sudah ada. Buat apa habis-habisan promosi di media massa, tapi aplikasinya nol tidak me­nyentuh akar persoalan dan kesulitan ekonomi rakyat. Kalau ingin meng­ubah rakyat Jatim ya harus mendukung RUU Desa. Karena RUU Desa adalah cikal bakal untuk mempermudah pemerintah pusat memberikan kontribusi dan perhatian untuk percepatan peme­ rataan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan rakyat di desa. Itu poin paling penting. Kepemimpinan di Jatim harus bagaimana? Apa yang harus dilakukan ? Saya pikir seorang pemimpin atau gubernur itu dapat dinilai, apakah selama lima tahun ini dapat memenuhi apa sudah yang dijanjikan dalam kampanye. Pemimpin itu harus memiliki lima hal, yakni speak by data (bicara dengan data), promise must be deli­ver (selalu menepati janji), saying by action (berkata dengan tindakan), doing with your hearth (bekerja dengan hati), dan proven by evident (membuktikan dengan kenyataan). Lebih penting pula seorang pemimpin itu harus dapat menjadi teladan, bertanggungjawab, dan rela berkorban. Itu sebenarnya yang tidak disadari Pakde Karwo-Gus Ipul. Saya tidak menilai, tapi saya hanya mengkritisi apa yang sudah dijanjikan kepada rakyat Jawa Timur. Silakan saja sambang desa tiap hari, tapi the end of product-nya apa, hasil akhir­nya apa, tindaklanjutnya ba­gai­mana. Apakah hanya rakyat ingin di­dengar, tapi tidak ada follow up.

Apa ha­nya ingin menunjukkan sense of awareness (rasa kepedulian). Buat apa itu. Kalau cuma ingin itu, bikin saja kotak pos, daripada perjalanan dinas menghabiskan biaya, malah negara yang dirugikan. Yang pa­ling penting the end of product, hasil akhir­ nya apa, yang dapat bermanfaat untuk rakyat. Lihatlah Jokowi. Fenomena Jokowi ini memang luar biasa, mem­bongkar stigma atau dogmatis kebiasaan yang mengadopsi ketokohan. Ia menunjukkan aplikasi langsung dan lapangan yang dirasakan rakyat. Fenomena Jokowi merupakan barometer pencapaian yang baru. Jakarta saja baru, meng­apa Jawa Timur tidak baru juga. Siapapun pemimpinnya nanti, maka Jawa Timur harus menyongsong era yang baru. Jawa Timur yang lebih baik dan le­bih maju dari sebelumnya, lebih mulia, lebih beradab, lebih beretika, dan lebih agamis. Paling penting lagi lebih makmur rakyatnya. Bagaimana menurut Pak Dwi ke­pe­mim­pin­ an di Jawa Timur selama ini ? Kesan yang saya lihat banyak teoritis, banyak publikasi yang tidak perlu. Rakyat itu tidak perlu propaganda. Rakyat kan sudah memilih jadi rakyat tidak perlu dikenalkan lagi. Saya de­ngar Pakde Karwo maunya lima tahun, tapi sekarang kok maju lagi. Itu saja sudah mencederai janjinya di depan orang lain. Katanya kalau pilihan langsung sudah kapok, tapi sekarang ditelan sendiri. Orang itu kalau bicara ya yang bisa dipegang omo­ngannya. Rakyat de­ngar itu semua. Janjinya dengan AKD Jatim saja diingkari dan tidak bisa dipenuhi. Bukan nominal uangnya, untuk desa, tapi janji itu yang harus ditepati. Berpihak kepada kepala desa dan rakyat di desa saja tidak bisa. Saya pikir kita sama-sama tahu apa­kah selama ini dinilai maju atau tidak. Apakah selama ini le­bih baik dari Pak Imam Utomo atau tidak. Apakah selama ini dapat dirasakan manfaatnya? Saya kira Pakde Karwo tidak bisa menilai rakyatnya, dan rakyat tidak bisa menilai Pakde Karwo, tapi rakyat bisa merasakan. Saya kira nanti amal ibadahnya yang akan menilai malaikat. Selama ini Jatim dinilai sebagai barometer nasional. Misalnya Jatim juga dikenal sebagai lumbung pangan nasional, penghasil susu sapi segar dan sebagainya. Apa ada yang kurang ? Jatim adalah gudangnya apapun. Gu­dangnya permasalahan, pemim­pin nasional, pangan, pertanian, perikanan, pe­­­­­­ter­­nakan, kelautan, per­ tambang­an, per­­minyakan, dan sebagainya. Tapi satu hal yang perlu disadari kita semua selama ini, bahwa penataan tata kelola pemerintahan di Jawa Timur dialami dan dirasakan masih banyak yang konseptual, tidak aplikatif. Seorang kepala daerah tidak mau all out memberikan kontribusi secara langsung. Ada kesan seorang kepala daerah tidak mau memberikan kontribusi total secara nyata dan langsung dan total di awal peme­


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.