Methoda 47

Page 1

METHODA

Edisi 47 / April 2011 METHODA

Buletin

EDISI 47 / APRIL 2011

Jendela

Menggali Potensi Kritis Mahasiswa

WACANA

Kampus Kekuasaan

REFLEKSI

Menentang Kebudayaan Berbasis Nilai

Mahsiswa kini telah terjebak pada lorong-lorong konseptual-tekstual. Mahasiswa telah di hegemoni oleh mimpi-mimpi masa depan yang menuntut prestasi dengan ... ... ... Baca Hal 7

Kepentingan kampus pun lantas tersekat-sekat, kemudian disadari atau tidak, kampus menjadi medan perang bagi para elit politik ... ... Baca Hal 6

RESENSI

CERPEN

Namanya Kekasih

Kembalilah dari sendi pohon terapuh untuk berjalan pada bahagia nan banyak orang meromansa kita dalam do’a. Sungguh, kau adalah ... ...

“Lesbian” antara kodrat ilahi atau kebobrokan moral Memang butuh keberanian dan mungkin juga “kegilaan” untuk sampai pada keputusan ini. Sebab, menguak dunia yang... ...

Baca Hal 9

Baca Hal 10

KAMPUSIANA Kontroversi Intensif Bahasa Inggris ... ... lagi pula kebanyakan mahasiswa tidak mahir dalam Bahasa Arab. Untuk Intensif Bahasa Inggris prosesnya dikembalikan ke kelas masing-masing (masuk mata kuliah) ... ... Baca Hal 4

Program Baru Fakultas Tarbiyah ... ... “Kalau ketua HMJ, BEM dan DEMA hanya berasal dari kosma, hal tersebut sama saja mengkerdilkan demokrasi mahasiswa. Karena kosma dianggap di atas segalanya. Bukankah untuk menjadi seorang president ... ... Baca Hal 4

Peningkatan Kebersihan Graha Mahasiswa Kebersihan Graha Mahasiswa yang terabaikan oleh penghuninya membuat tempat tersebut nampak sangat kotor. Padahal, Graha Mahasiswa merupakan tempat untuk menggali potensi kreatifitas mahasiswa, sehingga membutuhkan kenyamanan. Baca Hal 4

KUTIPAN Keikhlasan itu adalah tirai hati yang harus dibuka lebar-lebar. Akal adalah pedang yang sangat tajam yang harus digunakan pada tempatnya. Surga itu diperuntukan bagi orangorang yang merasa dirinya salah. Sedangkan neraka diperuntukan bagi orang-orang yang merasa dirinya benar “Drs. Bambang Yuniarto, M. Si”

Foto: Aji/ FatsOeN Foto: Ramai, mahasiswa yang mengatasnamakan perwakilan dari setiap organ intra melakukan demo perihal POK

Surat Legitimasi UKM dari Lembaga Menuai Kontroversi

I

AIN Cirebon, FatsOeN – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Kosma Baru, BEM & DPM Tarbiyah, Organisasi Intra dan Mahasiswa melakukan aksi demo di depan pelataran gedung rektorat kampus IAIN Syekh Nurjati. Dalam aksinya, mereka menuntut LPJ Ta’aruf 2010, pembentukan Mahkama Konstitusi untuk mengawasi kerja DEMA & SEMA dan kelanjutan POK. Aksi yang mendapat respon dari Prof. Dr. H. Cecep Sumarna, M.Ag menegaskan, “Kalau kalian menuntut POK segera dibentuk bukan ke saya tanyanya, POK itu didaftarkan oleh rektor definitif untuk di SK-kan oleh Irjen. Silahkan tanyakan dulu ke DEMA karena DEMA, SEMA merupakan perwakilan dari elemen kampus”, tegasnya. Rabu (27/4) Malam harinya setelah seluruh UKM mendapat surat layangan dari lembaga Nomor: In.14/ RIII/ HM. 01/ 1330/ 2011 perihal Proses Legitimasi UKM IAIN Syekh Nurjati Cirebon yang ditandatangani oleh Pembantu rektor III, seluruh perwakilan organisasi intra kampus mengadakan rapat yang bertempat di Graha mahasiswa lantai II. Surat yang dilayangkan sepihak oleh lembaga ternyata tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu sebelumnya ke DEMA. Namun rapat kali ini belum menghasilkan keputusan. Aditya Oktaviyanto selaku ketua DEMA menjelaskan, “DEMA akan mengadakan mediasi dengan lembaga untuk menindak layangan surat dari lembaga ini

dan kami akan mengundang ketua umum UKM untuk berdialog bersama lembaga yang akan dilaksanakan besok pagi”, paparnya. 28 April 2011 Esok harinya rektorat lantai 3 dipenuhi seluruh perwakilan Organ Intra, Pudek III dari masing-masing Fakultas dan Purek III. Pertemuan yang berlangsung selama kurang lebih dua jam ini membahas fungsionalisasi graha dan legitimasi UKM. Prof. Dr. H. Cecep Sumarna, M.Ag selaku Pembantu Rektor III mengatakan, “Pemakaian graha (kantor sekretariat) tidak boleh lebih dari jam 16.00, dan ini merupakan hasil kesepakatan bersama Rektor”, jelas Cecep. Namun hasil kesepakatan yang dibuat lembaga ini menuai pro dan kontra dari seluruh perwakilan organ intra kampus, seperti yang dituturkan oleh salah satu perwakilan UKM yang hadir dan tidak mau disebutkan namanya mengeluhkan, “Pemberlakuan jam kerja UKM sampai jam 4 sore sangat membatasi kreatifitas mahasiswa dan kami sangat keberatan dengan keputusan ini. Jadi kami meminta lembaga lebih bijak lagi dalam mengambil keputusan”, harapnya. Hal senada juga dipaparkan Deny selaku perwakilan dari UKM sepak bola mengungkapkan, “Kalau graha ditutup sampai jam 4 sore kapan kami bisa latihan, sedangkan kami baru mulai latihan jam 4. Nanti belum mulai latihan sudah ditutup dulu sekretariatnya, padahal peralatan semuanya

didalam. Jadi kami mengusulkan bagaimana kalau graha ditutup sampai jam 6 sore”, pungkasnya. Setelah menuai perdebatan yang sangat panjang, akhirnya hasil keputusan yang dibacakan oleh Drs. Bambang Iryanto, M.si selaku pembantu dekan III Tarbiyah menegaskan, “Dari semua masukan mahasiswa dan lembaga maka didapat kesepakatan bahwa jam kerja di graha dibatasi hingga pukul 18.00, jika ada yang akan melaksanakan kegiatan lebih dari jam itu, sebelumnya harus ada izin terlebih dahulu ke lembaga atau satpam dan hasil keputusan ini telah disepakati oleh semua perwakilan yang hadir.”, paparnya. Cecep pun menambahkan, “Kami meminta kepada seluruh pimpinan UKM agar segera melakukan pembenahan organisasi melalui peng-SK-an ulang organisasi. SK pendirian UKM harus dimiliki oleh semua UKM yang ada di IAIN SNJ dan pengajuan SK paling lambat sampai tanggal 15 Mei 2011. Salah satu syarat pengajuan yang harus memperlihatkan SK lama, syarat itu sudah dihapuskan”, terangnya. Masih cecep menambahkan, “Menindak tuntutan aksi pada 27 April mengenai POK akan diadakan pertemuan untuk membahas habis tentang POK pada 4 Mei yang akan dihadiri oleh semua perwakilan organ intra dan masingmasing mengirimkan 3 delegasi. POK sudah ada ditangan saya dan telah ditandatangani oleh SEMA”, ungkapnya. [Try Lestari]


METHODA

Dari Redaksi Editorial

EDISI 47 / APRIL 2011

Snapshot

Genosida kreativitas Otoritarianisme ternyata belum berakhir. Ia kemudian mampu lahir di antara sekat sempit bernama kampus; sekalipun berlabel Islam atau sekedar di-Islamkan.

Sebuah laku politik yang primordialistik dan ber-rasio instrumental, otoritarianisme kemudian nampak menarik, terlebih pada ranah demokrasi. Menilik sejarahnya, sikap tersebut akan meretas batas nilai, hingga takaran halal-haram menjadi usang. Sebuah sistem yang selalu mempertontonkan kesewenang-wenangan, menganggap apa yang dilihatnya sebagai objek yang bisa diatur-atur dan dieksploitasi. Hasrat meraih dan mempertahankan kekuasaan menjadi ladang gambut tumbuh suburnya otoritarianisme. Dalam ranah politik kampus, faham tersebut menemui kulminasinya ketika kehendak meredam kreativitas dan laku kritis mahasiswa menjadi agenda utama. Dengan menerapkan berbagai aturan yang bisa menumpulkan laku kritis mahasiswa, sang otoriter barharap rezimnya menjadi aman dari segala pemberontakan-pemberontakan yang mungkin terjadi. Memberlakukan jam malam di Graha Mahasiswa, pelarangan mahasiswa tingkat satu untuk ikut berorganisasi, mempersulit pencairan dana UKM, dan sederet agenda lainnya jelas memperlihatkan bagaimana genosida kreativitas terjadi. Mahasiswa diperangkap dalam alur kesibukan kuliah yang linear dan nihil. Kekuasaanpun menjadi abadi di tengah-tengah mahasiswa apatis dan pragmatis. Otoritarianisme dan sederet agendanya akan segera luruh (serupa rezim orde baru) ketika laku kritis mahasiswa lekas pulih. Gerakan demonstrasi yang telah bergulir kemarin (Rabu, 27 April 2010) seakan menyiratkan kembalinya degup nafas kritis mahasiswa. Hal tersebut merupakan awal sebelum lahirnya gerakan-gerakan kritis yang bisa menumbangkan menara kekuasaan sang otoriter. Serupa sejarah yang telah usang, hanya pada mahasiswalah semuanya kembali. Pada akhirnya, aku hanya teringat pekikan perlawanan Wiji Thukul, “ketika represi kian menjadi, ketika anarkisme menjadi solusi, ketika akal dan nurani dikalahkan oleh ego dan emosi, ketika keadilan dan keterbukaan diuji, ketika kritik konstruktif dicincang dan dicaci maki, hanya ada satu kata: LAWAN!” Tabik!

Ironis, ketimpangan fasilitas terjadi antara pejabat kampus yang baru dengan pejabat sebelumnya.

Salam Redaksi Assalamualaikum, Wr.Wb Teriakan ‘Salam Pers Mahasiswa’ sambil mengepalkan tangan kiri ke atas, merupakan ungkapan bentuk semangat Tim Redaksi dalam menerbitkan METHODA pada kali ini. Kerja keras merupakan tantangan sekaligus makanan sehari-hari, terlebih pada beberapa minggu yang lalu. Rapat demi rapat telah kami lakukan untuk merancang secara maksimal penerbitan METHODA. Kami mohon maaf kepada seluruh pembaca atas keterlambatan terbitnya METHODA edisi sekarang (edisi 47), dikarenakan ada beberapa kendala yang banyak menghambat dalam prosenya. Dalam penerbitan kali ini pun kami dihantui beberapa kendala, diantaranya waktu yang mepet, percetakan, pendanaan, deadline menjadi hal yang membuat kami hampir frustasi. Namun pada intinya kami ingin memberikan pelayanan terbaik bagi pembaca setia METHODA. Kami, Tim redaksi METHODA, berharap banyak akan hidupnya dialektika keilmuan dan daya kritis mahasiswa terhadap lingkungan sosial, terlebih yang diutarakan dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu, Tri Darma Perguruan Tinggi

yang merupakan hakekat dari sebuah lembaga akademik menjadi kenyataan. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh kawan-kawan FatsOenist yang telah membantu dan mengorbankan segala tenaga, pemikiran dan materil sehingga Methoda edisi 47 dapat terbit. Meski terbitnya Methoda meleset dari deadline tapi akhirnya bisa sampai juga ditangan pembaca setia Methoda. Semangat berjuang kawan..!! Semangat baru mahasiswa, semangat baru untuk perubahan. Hidup mahasiswa.

Wassalamualai’kum Wr. Wb.

Kerabat Kerja: Penanggung Jawab: Try Lestari (PU LPM FatsOeN). Sekretaris Umum: Fihk. Pemimpin Redaksi: M. Syahri Ramdhon. Sekretaris Redaksi: Juwariyah. Redaktur Pelaksana: Rima. Reporter: Apip, Ayu, Eva, Jubaedah, Siti Nurazizah, Fera, Sumarjo, Khafid, Hilmi, Tina C.N, Fajar, Soleh, Azka, Supendi, Prima, Meliyana, Rif’at, Euis, Solihin, Husni, Martono, Reni, Savitri, Ayub, Sadam, Asri, Aji, Dea, Sujono, Utiyah. Fotografer: Fariz, Reza. Sirkulasi Iklan: Ibnu Abbas. Desain Grafis dan Layout: Fihk, Asep Andri, Juju, Siti N, Hilmi.

Redaksi Methoda menerima tulisan berupa artikel/opini, cerpen, dan puisi dari pembaca. kirimkan ke alamat Redaksi: tepi Barat Graha Mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon Jl. Perjuangan By Pass Cirebon 45132 E-mail: lpm_fats@yahoo.com


METHODA

OPINI

EDISI 47 / APRIL 2011

Catatanku: Jejak Panjang POK Oleh: Nurul Fajri*

fatsbook

Info Kritik Saran Tanggapan Uneg-uneg

Apa yang sedang anda pikirkan? Kirimkan info, kritik, saran, tanggapan, atau sekedar uneg-uneg anda mengenai segala persoalan seputar kampus ke:

0813 1249 7797

jangan lupa untuk mencantumkan identitas anda “Tolak bungkam atas nama mereka yang kalah”, itulah judul pledoi Romo Frans Amanue, Pr. Yang disampaikannya di gedung Pengadilan Negeri Larantuka, Flores Timur, sebagaimana yang dikutip dalam buku berjudul “Tolak Bungkam, Suara Teologi Pembebasan”. Rasa semangat kembali muncul dalam benak saya setelah membaca buku tersebut, semangat untuk selalu berusaha menyuarakan nilai-nilai kebenaran, serta harapan akan tumbuhnya kesadaran di kalangan mahasiswa. Mengingat, mahasiswa adalah golongan masyarakat intelektual yang memiliki fungsi sebagai Agent of Control. Apatisme yang terlihat sebagai manifesto kejumudan pergerakan mahasiswa, menjadi pemandangan yang biasa. Laju aktualitas sebagai aktivis peregerakan kini hanya menunggu perintah dari “atasan”. Metode pembungkaman atau ancaman pembungkaman dapat dilaksanakan dengan berbagai cara. Termasuk, patronase, senioritas dalam organisasi ekstra maupun intra, tak jarang membuat “kaku” jalannya organisasi. Termasuk oknum dosen “yang kurang kerjaan” mencampuri aktualitas pembelajaran aktivis kampus. Sementara, mahasiswa takut berbicara, lebih memilih bungkam, cuek, tak acuh, apatis mungkin. Di sisi lain, se-golongan kelompok mahasiswa “masih” berjuang demi mencapai “kehendak” sang senior. Sikap politik aktivis atau organisasi ke-mahasiswaan tak jarang men-ciderai sistem demokrasi yang ada. Padahal, proses demokrasi kampus merupakan media pembelajaran bagi aktivis, namun kerap terjadi disorientasi dalam memahami demokrasi kampus, menjamurnya praktek hegemoni organisasi ekstra kampus menjadi pemandangan yang lumrah. Pelaksanaan pemilihan raya yang dihelat sekitar pertengahan tahun 2010, untuk pemilihan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) dan Senat Mahasiswa (SEMA), tak dapat dipisahkan dari bumbu-bumbu racikan strategi organisasi ekstra kampus. Terlepas dari itu, karena saya seorang mahasiswa IAIN Syekh Nurjati juga, saya tetap mengikuti alur proses demokrasi yang sedang berjalan saat itu (baca: pemilihan raya), dengan menggunakan hak suara saya. Dari pemilihan raya menghasilkan pemimpin baru untuk mahasiswa IAIN Syekh Nurjati, Aditia Oktaviyanto terpilih menjadi Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) dengan didampingi Lanlan Muhria sebagai wakilnya. Saya terkejut sekaligus khawatir, ketika beberapa hari pasca Pemilihan Raya, saya mendapat kabar bahwa ketua Senat Mahasiswa (SEMA) terpilih dipimpin oleh orang yang sama dengan ketua Komisi Pemilihan Raya (KPR) saat itu, yang tak lain adalah penyelenggara pemilihan raya. Keterkejutan saya ini bukan tanpa alasan, ketua Komisi Pemilihan Raya yang seharusnya menjadi pihak netral karena menjadi fasilitator dalam proses pesta demokrasi mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon, dalam hal ini pemilihan raya, namun entah dengan alasan apa, ia bisa masuk ke jajaran SEMA, bahkan menjadi Ketua SEMA. Hal tersebut dikhawatirkan sebagai wujud pencederaan proses demokrasi mahasiswa. Namun, seiring jarum jam yang terus berputar, rasa terkejut dan khawatir itu perlahan saya coba kikiskan, saya ubah menjadi harapan yang menggunung akan kinerja SEMA yang optimall. Sepengetahuan saya, SEMA memiliki fungsi melayanai, menampung, dan menyampaikan aspirasi mahasiswa. Fungsi itu tak terlihat ketika SEMA diamanati untuk menjadi fasilitator dalam pembahasan Pedoman Organisasi Kemahasiswaan (POK). Untuk diketahui, pada bulan Ramadhan tahun lalu, dengan diselimuti rasa lapar dan haus yang dirasakan dalam rangka beribadah puasa, saya dan beberapa puluhan mahasiswa lain yang terhimpun dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Konstitusi (AMPK), melakukan aksi unjuk rasa menuntut pembahasan POK. Pembahasan POK sebagai tindak lanjut dari pertemuan Purek tiga Perguruan Tinggi Agama Islam

(PTAI) se-Indonesia di Palangkaraya, yang menghasilkan Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK), yang selanjutnya dibahas di perguruan tinggi masing-masing sehingga terbentuknya POK. Dari aksi yang dilakukan AMPK itu menghasilkan kesepakatan antara AMPK dengan pengganti sementara (Pgs) Pembantu Rektor tiga (baca: bagian kemahasiswaan), bahwa pembahasan POK dilakukan oleh mahasiswa sepenuhnya dengan SEMA sebagai fasilitator. Namun, SEMA berulah tidak sesuai dengan kesepakatan itu. Awal tahun 2011 lalu, aktivis organisasi intra kampus dikejutkan dengan adanya surat undangan dari SEMA, terkait sosialisasi POK yang akan diadakan di ruang pertemuan gedung rektorat lantai tiga. Tak terkecuali saya, rekan-rekan mahasiswa pun mempertanyakan POK yang akan disosialisasikan. Karena sebelumnnya rekan-rekan mahasiswa tidak merasa dilibatkan dalam pembahasan POK, sebagaimana Pgs Pembantu Rektor tiga mengabulkan tuntutan AMPK, dengan mempersilahkan pembahasan POK dilaksanakan sepenuhnya oleh mahasiswa, dengan perwakilan tiga orang dari setiap organisasi intra dan SEMA bertindak sebagai fasilitator. Namun, hal itu tidak dilaksanakan oleh SEMA. Dengan rasa penasaran bercampur greget, saya bersama rekan-rekan aktivis organisasi intra lainnya memenuhi undangan SEMA. Waktu yang dinanti pun tiba, rekan saya di LPM FatsOeN, Aray, ia dengan rekan-rekan lainnya merasa geram ketika SEMA membagikan copyan POK yang telah dilegalkan oleh ketua SEMA, untuk disosialisasikan. “Kami menolak POK ini,” teriak Aray dengan di-amini oleh rekan-rekan lainnya. Saat itu, saya merasa melihat pemandangan yang belum pernah saya lihat, wajah seorang ketua SEMA memerah. Hal itu tak lepas dari tekanan yang diberikan oleh beberapa aktivis organ intra, agar pembahasan POK dilakukan bersama, dengan tiga orang perwakilan dari tiap organ intra. Setelah melalui proses negosiasi yang alot antara perwakilan organ intra dengan pihak SEMA, akhirnya tercapailah sebuah kesepakatan, yakni pembahasan POK akan dilakukan pada 26 Pebruari 2011. Namun, sampai waktu yang telah disepakati tiba, bahkan sampai saat ini, SEMA belum mampu menepati kesepakatan yang tercapai saat itu. Kontroversi SEMA tak berhenti disitu, sekitar maret sampai april 2011, santer terdengar kabar dari jajaran SEMA, salah seorang anggota SEMA mengatakan bahwa ketua SEMA mengundurkan diri dari jabatannya. Bahkan telah digantikan oleh seorang anggota SEMA lainnya. Pikir saya, terlepas dari segudang polemik yang melilitnya, kondisi tersebut sungguh tak layak terjadi pada sebuah organisasi kemahasiswaan tertinggi. Hingga mendekati akhir masa jabatan SEMA, tak ada kejelasan mengenai kapan pembahasan POK akan dilaksanakan, atau bahkan seperti yang terbesit dalam benak saya, yakni tidak adanya kehadiran POK yang mengatur sekaligus dasar hukum seluruh kegiatan organ intra kampus. Sehingga, bukan tidak mungkin proses demokrasi mahasiswa kedepan akan kembali dicederai oleh beberapa golongan, yang dengan ambisisus ingin menghegemoni segala aspek dalam proses aktualitas aktivis kampus. Pada akhirnya saya berkata, “POK adalah sebuah cerita anti klimaks”, atau mungkin benar apa yang rekan saya ucapkan ketika berdiskusi dengan saya beberapa waktu lalu, ia berucap “POK iku artine Pedoman Ora Kanggo”. * Penulis adalah aktivis Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) FatsoeN IAIN Syekh Nurjati. Aktif juga di UKM Tenis Meja ‘Gold Star’, dan Sekretaris Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Tarbiyah.

Bagikan 085724838xxx Hemmm... kpan sich pngumuman beasiswa? g jelas semua! ada yang tahu g? kYak’y tutup telinga, g da kepastian... heuh 085797523xxx kelulusan PPTQ dihapus donk dari syarat PPL! enek gue, kgak lulus2. Ribet. #LOL +6287829008xxx Aktivis mahasiswa yang jarang masuk klas n IP y rendah kok dapet beasiswa? +6218946923xxx BuKan_a ngRusN FsLtas Kmps Yg mSh Krang. pjbAt kMps maLah Lbh fOks bUat FsLtas pRbdi, sprti +6281804679xxx sLksi BeasSwa 9 adL, y9 IP tn9i n pkE SKTM mLah 9 dPt bEasswa.

+6285224544xxx tLong DoNg OknUmx sTaf yg JutEk sm mHsSwa tUh d kSih tgUran. kLo prLu KursS Etika n Span sNtUn. +6285724120xxx Kmps tman knak-knk dmn dsen ktika akan msuk klas hrs d sms ato d tlfn, hrsnya kalo udah jdwalnya ea msuk ajah. +6287729000xxx KtnYa SruH Lu”s_a Cpet, k0q bmBngAn suSah d Temu MaNg DosEn_a.


METHODA

KAMPUSIANA

EDISI 47 / APRIL 2011

Peningkatan Kebersihan Graha Mahasiswa IAIN Cirebon, FatsOeN – Kebersihan Graha Mahasiswa yang terabaikan oleh penghuninya membuat tempat tersebut nampak sangat kotor. Padahal, Graha Mahasiswa merupakan tempat untuk menggali potensi kreatifitas mahasiswa, sehingga membutuhkan kenyamanan. Hal tersebut mendorong Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) untuk mengadakan program piket di lingkungan Graha Mahasiswa. Dengan berbekal jadwal piket yang telah dibuat, DEMA mengundang perwakilan tiap Organ Intra yang menempati Graha Mahasiswa, dan mensosialisasikan jadwal piket tersebut, Kamis (14/4). Hal yang harus dikerjakan pada saat piket, yakni membersihkan halaman utama Graha Mahasiswa, menyapu, mengepel lantai, dan membersihkan kamar mandi. Pelaksanaan piket dilaksanakan pagi hari sampai pukul 9.00 WIB. Hal tersebut dilakukan agar Dema dapat mengontrol keadaan Graha Mahasiswa dengan baik. Bagi yang tidak melaksanakan piket, dikenakan sanksi berupa biaya kebersihan sebesar Rp. 2000/ organ intra. Uang tersebut akan digunakan untuk kebutuhan perlengkapan alat kebersihan.

“Harapan kami semoga kegiatan piket ini bisa terlaksana dengan baik sehingga penghuni Graha Mahasiswa merasa nyaman,“ ungkap Iing anggota DEMA Divisi Hubungan Antar Negara, saat ditemui Methoda. Adapun penanggung jawab kegiatan piket beserta pengelola uang kebersihan diserahkan pada Kabid PAO, yakni Afif Bakhtiar. Salah seorang aktivis Organ Intra, yang namanya enggan disebutkan mengatakan bahwa langkah yang dilakukan DEMA sudah tepat, hal tersebut agar Graha Mahasiswa terjaga kebersihannya. “Mudah-mudahan program piket dapat terus berjalan,” katanya. Selain itu, ia juga berharap penghuni Graha Mahasiswa dapat menjaga kondusifitas. “Saya sering mendengar suara gaduh dari sebelah barat dalam Graha Mahasiswa, terutama suara alat-alat yang digunakannya, itu sangat mengganggu” pungkasnya. Terpisah, AR mahasiswa yang juga sering menggunakan Graha Mahasiswa sebagai tempat menggali kreatifitas, ia mengatakan seharusnya DEMA juga menyediakan sandal untuk digunakan ke kamar mandi. Karena tak jarang pula, mahasiswa yang berada

Foto: Fihk/FatsOeN

di Graha Mahasiswa menggunakan kamar mandi sebagai tempat berwudhu. “Kalau DEMA mengerti aturan agama, harusnya menyediakan sandal untuk ke kamar mandi,

minimalnya bakiak-lah, agar kesucian setelah berwudhu dapat terjaga,” katanya. (Juju/Aji)

Jadwal Piket Graha Mahasiswa Senin HMJ IPS UKM Shabura UKM FK3 Kamis HMJ PAI HMJ AF&UKM CSPC BEM F.Syari’ah

Selasa SEMA HMJ MTK HMJ MEPI&AAS Jum’at HMJ B.Arab BEM F. Adadin UKM Tafsir Hadis

Rabu HMJ Biologi BEM F. Tarbiyah UKM FatsOeN Sabtu DEMA HMJ PBI UKM Pramuka

Konversi Intensif Bahasa Inggris IAIN Cirebon, FatsOeN – Kalangan mahasiswa IAIN Syekh Nurjati tingkat bawah mengalami kebimbangan terkait beredarnya isu rencana penghapusan Intesif Bahasa Inggris. Namun hal tersebut langsung dibantah oleh Pembantu Rektor satu bidang Akademik (Purek I) Dr. H. Sumanta M. Ag saat dikonfirmasi oleh Methoda. “Sebenarnya tidak dihapus, dan akan tetap berjalan. Namun, ada kerangka pemikiran yang nanti akan dibicarakan pada tingkat pimpinan, dan hasilnya akan disosialisasikan jika pemikiran tersebut dikatakan efektif”, jelasnya. Sumanta melanjutkan, “Kedua Intensif akan tetap dilakukan, hanya saja yang ditangani oleh Lembaga Pusat Budaya dan Bahasa (PBB) hanya Intensif Bahasa Arab.

Baca

Karena PBB lebih mengkhususkan Bahasa Arab yang menjadi Basic Ilmu Keislaman, lagipula kebanyakan mahasiswa tidak mahir dalam Bahasa Arab. Untuk Intensif Bahasa Inggris prosesnya dikembalikan ke kelas masing-masing (masuk mata kuliah). Divisi Bahasa Inggris PBB bertugas melegitimasi dengan mengadakan tes TOEFL dan sertifikat bagi yang dinyatakan lulus”, jelasnya. Terkait dengan isu tersebut, pihak lembaga IAIN Syekh Nurjati bermaksud untuk meningkatkan kualitas dengan melihat kondisi beberapa PTAI di luar wilayah. “Seperti UIN Jakarta dan Jogjakarta, Pusat Budaya dan Bahasa hanya menangani Bahasa Arab saja dan Intensif Bahasa Inggris ditangani pihak lain. Sekali lagi, semua ini

Diskusi

masih bersifat wacana; Proses pembelajaran Bahasa Inggris tetap berbentuk Intensif, atau menjadi mata kuliah biasa, sehingga PBB hanya menyediakan tes TOEFL saja”, paparnya. Drs. Bisyri Imam, M.Ag selaku ketua PBB saat di konfirmasi via telepon menegaskan bahwa ia tidak turut campur akan kebijakan intensif Bahasa Inggris. “Saya juga bingung dengan keputusan baru itu. Saya sudah tidak mengurusinya lagi, saya ingin pensiun dari jabatan sebagai ketua PBB. Jika pun kebijakan intensif yang baru itu dilaksanakan dan PBB hanya melegitimasi melalui tes TOEFL, maka tugas PBB pastinya bertambah ringan.” Tentang isu penghapusan Intensif

Tulis LAWAN !

Bahasa Inggris sempat mengundang respon mahasiswa. Asep Rizky Padhilah Mahasiswa Tarbiyah Jurusan IPS semester dua menganggap Intensif Bahasa Inggris penting dan perlu, mengingat Bahasa Inggris adalah Bahasa Internasional. “Menurut saya penting sekali adanya Intensif Bahasa Inggris. Saya sangat berharap mampu berbahasa Inggris. Masa Bahasa Arabnya belajar, Bahasa Inggris tidak. Padahal jelas, Bahasa Inggris adalah bahasa Internasional, lagipula dengan adanya Intensif bahasa Inggris, mahasiswa tidak harus bayar mahal untuk mengikuti kursus Bahasa Inggris lagi”, paparnya. (Dea/Euis/Bejo)


METHODA

KAMPUSIANA

EDISI 47 / APRIL 2011

Mahasiswa Gelar Aksi Peringatan Hari Kartini IAIN Cirebon, FatsOeN – Beberapa mahasiswa yang tergabung dari organisasi kemahasiswaan intra dan ekstra kampus memperingati Hari Kartini. Mereka penuhi ruas jalan depan kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon sejak pagi hari. Selain meneriakan orasi-orasi perjuangan, mereka membagikan bunga pada tiap pengguna jalan yang melintasinya, simbolik kecintaan terhadap R.A Kartini. Kamis (21/4) Kartini adalah tokoh wanita yang tangguh dalam memperjuangkan hak-hak wanita. Dengan semangat perubahan, Kartini tanpa kenal lelah ingin membuktikan pada dunia, bahwa wanita tidak bisa dikesampingkan perannya dalam kehidupan. Hal itu dengan lantang disuarakan oleh Kordinator Lapangan (Korlap) dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Iis Sugiarti. “Kartini

adalah wanita yang kesatria, kita harus mencontohnya,” kata Iis. Iis menambahkan, melalui aksi peringatan Hari Kartini, diharapkan masyarakat khususnya mahasiswa IAIN SNJ dapat merubah pandangan bahwa peran wanita selalu dikesampingkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena wanita juga merupakan unsur kehidupan yang memiliki peran vital. “Aksi ini sebagai bentuk memperingati hari Kartini, sekaligus mengenang jasa-jasanya. Dan kepada dosen wanita, kami harapkan dapat meniru jiwa kesatria Kartini,” katanya saat ditemui Methoda disela-sela aksinya. Wahyono, salah seorang kader PMII menegaskan, diskriminasi terhadap wanita harus segera dihilangkan, karena wanita juga memiliki hak yang sama dengan pria.

Foto: Fihk/FatsOeN Foto: Riuh, mahasiswa melakukan aksi memperingati hari kartini.

“Secara kodrati memang antara pria dan wanita berbeda, tapi secara sosial gender itu sama,” pungkasnya. Ia menambahkan, aksi tersebut diikuti sekitar seratus kader PMII, dan puluhan kader organisasi lainnya. Setelah beberapa jam melakukan orasi serta aksi pembagian bunga di depan kampus IAIN SNJ, mereka melanjutkan

aksinya di depan kantor Radio Republik Indonesia (RRI) jalan Brigjen Darsono By Pass. Kedatangan mereka disambut baik pihak RRI, dan diberi kesempatan untuk menyampaikan orasinya. “Aksi peringatan Hari Kartini tadi berakhir di depan kantor RRI”, ungkapnya kepada Methoda. (Aji)

Setelah sosialisasi program baru ini, sebagian mahasiswa memberikan respon baik. Muhammad Syarifudin Ismail mahasiswa Tarbiyah semester dua merasa senang dengan adanya program tersebut. “Saya setuju dengan program tersebut, karena dengan begitu kosma akan memiliki spirit untuk lebih berprestasi dan bertanggung jawab terhadap kelas”, paparnya pada Methoda. Bambang melanjutkan, “Kosma akan menjadi tolak ukur mahasiswa dalam proses KBM guna memunculkan harmonisasi KBM dan politik kampus. Kosma merupakan karir berjenjang karena dari kosma Ketua HMJ, BEM, hingga DEMA nantinya berasal”, tambahnya saat ditemui Methoda di ruang kerjanya. (12/4)

Di sisi lain, program yang dianggap baik bagi beberapa kalangan di Fakultas Tarbiyah, tetap saja ada yang berpendapat itu kurang tepat. Denis mahasiswa Fakultas Tarbiyah menjelaskan, “Kalau ketua HMJ, BEM dan DEMA hanya berasal dari kosma, hal tersebut sama saja mengkerdilkan demokrasi mahasiswa. Karena kosma dianggap di atas segalanya. Bukankah untuk menjadi seorang presiden, kita tidak harus menjadi seorang mentri atau yang lainnya. Kalau program tersebut tetap akan dilaksanakan pasti akan menuai protes di kalangan mahasiswa”, Paparnya tentang ketidaksepakatan atas hal tersebut pada Methoda. Senin(25/4) (Eva/Jube)

Program Baru Fakultas Tarbiyah IAIN Cirebon, FatsOeN – Setelah diresmikannya struktur birokrasi kelembagaan kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon, beberapa program baru segera dilahirkan. Salah satu kabar yang Methoda dapati yakni program Pembantu Dekan tiga (Pudek III) Fakultas Tarbiyah tentang harmonisasi antara mahasiswa, kosma, dosen hingga staf. Dr. Bambang Yuniarto, M. Si menyatakan “Saya ingin membangun harmonisasi dan komunikasi antara kosma dengan staf, dosen, dan mahasiswa. Dengan mengukuhkan kosma sebagai penjabat kelas dan dibentuknya forum komunikasi kosma”, paparnya saat rapat kosma di gedung Fakultas Tarbiyah. Selasa (29/3) Perihal kriteria pemilihan kosma yang Bambang tetapkan, ia menjelaskan, “Kriteria

menjadi kosma yakni amanah, cakap dan berprestasi. IPK kosma minimal 3,01 dan kosma akan mendapat stimulan berupa beasiswa. Karena ngga ada wong pinter nakal, wong goblok yang banyak tingkahnya itu banyak”, tambahnya di sela-sela rapat kosma. Beasiswa yang diberikan pada kosma merupakan salah satu proses motivasi. Walaupun demikian, Bambang sebagai Pudek III memberikan batasan. “Masa jabatan kosma maksimal dua tahun guna terciptanya Demokrasi, dan proses belajar bagi mahasiswa lainnya”. Kebijakan membentuk serta mengeluarkan program tersebut pun telah disetujui oleh Prof. Dr. H. Cecep Sumarna, M. Ag selaku Purek III bidang kemahasiswaan.

“Tut Wuri Handayani, Ing Madya Mangun Karsa, Ing Ngarsa Sung Tulada” 2 Mei, Hari Pendidikan Nasional


METHODA

WACANA

EDISI 47 / APRIL 2011

Kampus Kekuasaan Oleh: Asep Andri*

Pada ranah paling rasionalpun, mitos-mitos baru akan lahir; ritual sehari-hari yang mengkonvensi ‘amal’ sosial adalah sarana untuk bisa diputarbalikkan menjadi seolah-olah alamiah, lantas, kerja universitas pun kian tercerabut dari realitas sosialnya.

L

anskap nalar kita seolah membaiat bahwa kampus merupa habitus dialektika keilmuan yang progresif dan menggairahkan. Namun, telikungan denyut politik kampus yang laku lampahnya seolah menyiratkan ‘gegar moral’, nampaknya kita mesti mengkaji ulang persepsi kita. Bukan sebuah utopis jika kita berharap kampus menjadi kawah ‘candradimuka’ bagi mahasiswa yang memang merupakan bakal pionir pemimpin bangsa ini, namun ketika realitas kampus sudah akut terjerat berbagi kepentingan politik dengan orientasi yang menyimpang (kekuasaan), mengkritisinya adalah hal yang fardu sebagai feedback positif yang mungkin terjadi agar fungsi dan peran kampus kembali pada proporsinya. Bergulirnya musim demokrasi menyebabkan suburnya semangat berpolitik yang pada rezim tirani (orde lama dan orde baru) ter-reduksi dan layu. Dampaknya, euforia politik dipertontonkan dengan menjamurnya berbagai kelompok dengan ragam corak dan visi-misinya, tak terkecuali dalam dunia kampus. Berbagai puak pun lahir, baik organisasi intra maupun organisasi ekstra kampus berkompetensi menegaskan eksistensinya pada ranah akademis ini. Kepentingan kampus pun lantas tersekat-sekat, kemudian disadari atau tidak, kampus menjadi medan perang bagi para elit politik untuk meraih pengaruh dan ‘penghidupan’. Oleh karena itu, gairah keilmuan dan berbagai laku akademik di kampus seolah surut dibandingkan gairah untuk berpolitik. Atmosfer politik kampus yang sarat dengan persaingan membuat para politikus ingusan (mahasiswa) bahkan para elit politik itu sendiri (pejabat kampus) memberdayakan segalanya (otak, materi, tenaga) untuk mempertahankan dan merebut kekuasaan. Kepentingan kampuspun meranggas ketika berhadapan dengan kepentingan politik yang gersang moralitas dan hanya berorientasi pada keuntungan individu ataupun

kelompok. F Budi Hardiman dalam bukunya, Memahami Negatiuitas (2005), menyebutnya sebagai ruang peleburan kolektif-sesuatu yang asalnya tidak lazim menjadi lazim. Oleh karena itu, berbagai tindakan ataupun keputusan nampak legal dan halal ketika orientasinya tentang kekuasaan dan kesejahteraan kelompoknya sendiri. Sumber kekuasaan tidak didapat dari kekuatan yang transenden tetapi berada dalam diri manusia yaitu kehendak (will). Kehendak akan kekuasaan, oleh karen itu, dunia ini dalam keadaan terus menerus bertarung, mencipta konflik dan dampak. Hal tersebut selaras dengan apa yang dikemukakan oleh filsuf kontroversial asal jerman, F. Nietzsche, bahwa Kekuasaan adalah sebuah hasrat dari jiwa manusia yang selalu menuntut untuk dipenuhi. Dalam bukunya yang berjudul “Beyond Good and Evil” ia menyebutkan bahwa hakikat dunia adalah kehendak untuk berkuasa, kemudian dalam “The Genealogy of Morals”, ia mengatakan bahwa hakikat hidup adalah kehendak untuk berkuasa. Dan dalam “The Will to Power” ia mengatakan bahwa hakikat terdalam dari ada adalah kehendak untuk berkuasa. Singkatnya kehendak untuk berkuasa merupakan hakikat dari segalanya (dunia, hidup dan ada). Bagi Nietzsche, kehendak untuk berkuasa merupakan khaos yang tak memiliki landasan apapun. Menukik pada prosesi perpolitikan kampus, kekuasaan jelas bukan sesuatu yang periferal, bahkan bisa kita pastikan bahwa ia merupakan oase yang selalu diperebutkan dan dicari oleh kafilahkafilah yang haus dan lapar-menjadi muara dari tiap laku politik. Kehendak inilah yang kemudian melamurkan moralitas dan meretaskan batas antara benar dan salah. Menurut filsuf kontemporer, M. Foucoult, kebenaran selalu menyertai kekuasaan. Oleh karenanya, atas nama kekuasaan, semua bisa nampak benar dan halal. Menjadi sebuah ironi tersendiri, gairah berpolitik hanyalah gairah bagaimana mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan semata.

Sebuah anasir yang menurut Goenawan Mohammad, politik itu kadang berbau busuk serupa pabrik tahu (Caping, April 1999). Bagaimanapun, politik lacur mempengaruhi hidup kita. Derasnya hasrat dan gairah berpolitik pada mahasiswa tidak selalu berdampak buruk. Melalui kampus yang merupakan miniatur dari sebuah negara, diharapkan mahasiswa bisa menjadikannya sebagai lahan belajar, termasuk belajar berpolitik. Namun itu semua akan menjadi buruk ketika praktek dari politik kampus sudah mempertontonkan ketidakdewasaan dalam berpolitik sehingga eksistensi dari kampus itu sendiri sebagai ranah akademik menjadi bias. Ketidakdewasaan berpolitik merupakan imbas dari persaingan untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan. Kepentingan dan tuntutan untuk mensejahterahkan kelompoknya menjadi motivasi tersendiri untuk menghalalkan segala cara. Inilah yang kemudian menghadirkan faham politik machiavellianism ke dalam lekuk politik kampus. Faham machiavellianism merupakan faham politik yang ditulis oleh filsuf Italia, Niccollo Machivelli (1469) dalam bukunya yang berjudul Il Principe. Karena isi buku tersebut yang memuat praktek-praktek politik yang radikalmembiakan terjadinya pemerkosaan pedoman-pedoman moral untuk mencapai tujuan etis yang lebih luhur, akhirnya kecaman dan kutukanpun bermunculan. Fahamnya nampak ingin memisahkan antara politik (kekuasaan) dan moral, sehingga tindakan apapun jika berorientasi kepada kekuasaan, takaran nilai dengan sendirinya tidak akan berlaku. Ajaran politik yang amoral dari filsuf inilah yang kemudian banyak diikuti oleh politikus kampus. Disadari ataupun tidak, machiavalianisme kemudian lahir atas nama kekuasaan. Para intelektual seketika berubah ganas seperti singa dan licik serupa rubah. Adagiumnya yang telah meredup kini banyak yang melafalnya; tentang tipu muslihat, licik

dan dusta, digabung dengan penggunaan kekejaman penggunaan kekuatan, adalah racikan spesial ala machivelli untuk abadinya sebuah kekuasaan. Sedikit yang tahu tentang machivelli, namun ajarannya seolah mendarah daging dari setiap laku politik dikampus kita. Laku politik yang menyiratkan disorientasinya tentu akan berdampak buruk, terlebih kepada fungsi institusi pencetak makhluk intelektual ini. Amanat yang diemban oleh kampus yang dibalut dalam Tri Darma Perguruan Tinggi (Pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat) hanya akan menjadi wacana tanpa realisasi. Pada kenyataannya, agenda politik kampus tak peka dengan hal tersebut. Pola gerakannya hanyalah tantang kekuasaan dan bagaimana mempertahankannya. ‘Amal-amal’ sosial hanyalah menjadi background semu yang sekedar menjadi simbol-simbol tanpa makna. Sebuah disrealisasi tanda yang diperparah oleh nalar primordialistik. Mitosmitos pun lahir, berbagai ritual politik digelar dengan mengibarkan simbolsimbol sebagai pagannya: peringatan hari besar nasional, peringatan ulang tahun kelompok tertentu, pertemuanpertemuan, dll. Fungsi sosial sebuah laku politik sebagai sebuah instrument yang semestinya mensejahterahkan kini terganti oleh ritus dan simbol belaka. Pada ranah paling rasionalpun, ternyata mitos bisa tumbuh dengan subur. Pada akhirnya, aku (pen) hanya teringat dukun kampung di desaku. Dengan memakai simbol tertentu, dan bau kemenyan yang menyeruak, ia nampak merapal mantra. Dengan suara setengah berbisik, ia dan semua warganya berharap mendapatkan kesejahteraan kepada tuhan yang ternyata menyukai kopi pahit dan ayam bakar. Ah, Mungkin politik kampuspun tak lebih dari itu semua. *Adalah mahasiswa Fakultas ADADIN semester IV.


METHODA

REFLEKSI

EDISI 47 / APRIL 2011

Menentang Kebudayaan Berbasis Nilai Oleh: Ayub*

S

ejak pertama kali menginjakkan kaki di kampus ini, satu setengah tahun yang lalu, baru kali ini mendengar dosen mengatakan pernyataaan di atas. Bukan masalah UTS harus diulang yang menarik, Tapi pernyataan selanjutnya,” Bukan persoalan nilai UTS Kurang, tapi yang jadi persoalan nilai kejujuran kalian kurang!!” inilah yang mengusik telinga dan menjadi persoalan yang tentunya krusial. Lantas mengapa pernyaataan ini harus menjadi persoalan?. Bukankah mengulang UTS, tinggal mengulang, toh sama saja. Atau memang ada yang berbeda?. Bagaimana pun juga hal ini seharusnya mengusik nurani kita yang notabene Mahasiswa. Mahasiswa yang seharusnya memiliki paradigma yang kritis dan idealis, namun realitanya Mahasiswa seolah-olah bertolak belakang. Kini, agaknya Mahasiswa telah terjebak dalam kubangan kebudayaan berbasis nilai, atau lebih tepatnya, Pendidikan Berbasis Nilai. Sebelumnya, untuk menyamakan pengertian, dijelaskan terlebih dulu beberapa istilah. Pertama, kebudayaan

itu sendiri dan kedua, pengertian Nilai yang dimaksud pada judul tulisan ini. Kebudayaan, dapat kita pahami dengan dua cara. Pertama, kita dapat memandangnya sebagai suatu kerangka imajinatif yang di dalamnya tercurah seluruh cita-cita luhur kemanusiaan. Dalam pengertian ini kebudayaan kita pahami sebagai sumber inspiratif normative yang memberi energi batin bagi dinamika masyarakat. Kedua, kita dapat memahami kebudayaan sebagai suatu realitas objektif yang secara konkret mewadahi aktivitas hidup masyarakatdisini berarti kedudukan Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat kampus. Nilai yang dimaksud adalah nilai semu yang sering dijadikan tolak ukur kemampuan kualitas Mahasiswa dalam akademiknya di kampus. Bukan nilai yang memang berangkat dari etika dan budaya itu sendiri. Justru karena nilai dalam pengertian di atas inilah tulisan ini dibuat. Posisi konseptual tulisan ini lebih menekankan kebudayaan pada pengertian yang kedua. Cara pandang kebudayaan sebagai realitas objektif. Kaitannya dengan nilai tadi di atas bahwa Pendidikan

yang kita peroleh dan sedang kita jalani ini belum sepenuhnya merasuk dalam relungrelung nurani kemanusiaan. Sehingga terbentuklah Budaya-Pendidikan-Berbasis Nilai. Dengan memahami realitas inilah kita akan menemukan dua variasi budaya yang bersama-sama hadir dalam kehidupan kampus, apalagi jika menjelang ujian dan tentunya di saat hari-hari ujian tiba dan berlangsung. Pertama, kebudayaan dominan (dominant culture – DC) yang pada prosesnya akan melahirkan Budaya Pendidikan Berbasis Nilai. Dan yang lain adalah kebudayaan “bawah” (Sub-culture -SC), pada prosesnya akan menghasilkan budaya tandingan (Counter culture- CC) terhadap budaya dominan di atas. Kaitannya dengan pengertianpengertian diatas bahwa Pendidikan berbasis Nilai pada realitanya menganggap nilai adalah jalan satu-satunya kesuksesan. Nilai yang digambarkan dengan angkaangka (100, 90, 80, 85 dan seterunya) dan dengan huruf-huruf (A, A-, B+, B, B-, dan seterusnya) kini sudah menjadi Tuhan kedua bagi Mahasiswa. Padahal nilai-nilai tersebut adalah semu. Hakikat

nilai sebenarnya adalah bagaimana kita memperoleh nilai-nilai tersebut dengan rasa optimis kemampuan diri dan dilandasi kejujuran. Bukan malah kemudian memperolehnya dengan cara yang tidak etis: nyontek, plagiat, nepotisme dan gratifikasi. Mahsiswa kini telah terjebak pada lorong-lorong konseptual-tekstual. Mahasiswa telah di hegemoni oleh mimpimimpi masa depan yang menuntut prestasi dengan nilai-nilai dalam kertas. Disadari atau tidak, mahasiswa akhirnya terjebak pula dalam lubang budaya dominan yang menuntut untuk menjadi pegawai atau pekerja yang rendah moral. Pada akhirnya dengan hegemoni budaya dominan tadi, Mahasiswa kini memandang nilai sebagai basis Pendidikan. Bagaimanapun caranyaharampun tak masalah- Mahasiswa mengharuskan diri untuk memperoleh nilai tinggi dari tugas-tugas dan ujian. Ini dilakukan untuk masa depan yang masih absurd. Belum tentu. Secara teknis dapat dikatakan, budaya berbasis ... ... bersambung ke hal 11

Profesionalisme Dosen Oleh: Juwariyah

M

engembangkan foundation skill dan critical comprehensif, dua hal tersebut menjadi konsep yang fundamental dalam profesionalisme dosen dan sesuai dengan UU No 14 tahun 2005 tentang sertifikasi dosen dan guru. Profesionalisme dosen tidak selamanya sama dengan profesionalisme kerja. Tugas utama dosen hadir di kampus untuk mengajar acapkali tergadaikan oleh kesibukannya. Kesibukannya itu membuat dosen mengurangi jam mengajarnya di kelas tanpa adanya kesepakatan. Akibatnya jam kuliah mahasiswa tersunat, tidak sedikit mahasiswa merasa senang karena aktivitas akademik jelas berkurang dengan alasan dosen sedang sibuk. Serta, ada juga mahasiswa yang merasa telah dirugikan dengan hal tersebut. Namun, jelas hal ini merupakan praktek ketidakprofesionalan kalangan akademis kampus. Ironisnya, pihak birokrat kampus justru melihat hal itu wajar. Seandainya nilai mahasiswa jeblok dosen tidak mau disalahkan. Transformasi keilmuan tidak ada, tetapi bukti nilai tertulis dalam database kredit mahasiswa tetap ada. Dosen tidak profesional, mahasiswa ikut-ikutan kurang profesional. Mengurangi jam mengajar merupakan

cara dosen yang kurang profesional. Mahasiswa tak berdaya menuntut lebih, karena kurangnya jalinan komunikasi yang baik antara mahasiswa, dosen, dan birokrat kampus. Jika hal ini terus-menerus terjadi, dalam jangka pendek atau panjang mahasiswa yang merugi. Sudah jam kuliah berkurang, keilmuan mahasiswa minim dan tersendat pula karena ketidakhadiran dosen ditengah perintah mengerjakan tugas. Akankah kondisi seperti ini menjadikan IAIN Syekh Nurjati Cirebon untuk lebih maju. Jawabanya tentu tidak. Jika ada keterbukaan komunikasi, dosen tidak akan melakukan hal yang dapat merugikan mahasiswa, birokrasi juga tidak berdosa, terlebih mahasiswa hak mendapat pengajaran tetap utuh. Status profesional tercapai, profesionalitas tak tergadaikan, maka profesionalitas manajemen kampus harus disesuaikan dengan kebutuhan profesionalitas sivitas akademik kampus. Profesi antara dosen dan guru tidak jauh beda. Pada prinsipnya mereka bertugas sama sebagai guru dan pendidik, akan tetapi karena adanya perbedaan image yang melekat pada kedua pendidik tersebut. Maka seolah-olah perbedaan itu pun sangat jauh antara guru dan dosen. Profesi guru dijuluki sebagai pahlawan

tanpa tanda jasa karena image pengabdian dan pengorbananya yang selalu melekat, sedangkan pada profesi dosen melekat image lebih elit dan memiliki status sosial yang lebih bergengsi di masyarakat. Jadi, dosen mempunyai peran dan tanggung jawab yang lebih besar dalam pelaksanaan proses belajar mengajar untuk membina dan mengembangkan potensi mahasiswa guna mencapai tujuan PT. Pada akhirnya lulusan PT lah yang berpengaruh besar pada masa depan bangsa. Sejalan dengan tugasnya sebagai akademik, maka dosen harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan penelitian sesuai dengan Tri Dharma PT. Yang merujuk pada UU No 2/1989 dan PP No. 30/1990 tentang persyaratan menjadi dosen. Yakni: Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berwawasan pancasila dan UUD 1945. Memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar mempunyai moral dan integritas yang tinggi, memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap masa depan bangsa dan negara. Untuk mewujudkan semua ini, maka otonomi keilmuan, kebebasan mimbar akademik dalam melaksanakan kegiatan fungsional menjadi ciri khas dan tuntutan komunitas ilmiah yang terlibat

secara langsung dengan kegiatan instituti. Otonomi keilmuan merupakan hak dan wewenang yang diberikan pemerintah kepada sebagian suatu lingkungan masyarakat untuk menjalankan fungsinya secara mandiri selama hal itu benar dan tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku pada masyarakat tersebut. Sedangkan kebebasan akademik adalah kebebasan yang dimiliki civitas akademika kampus untuk bertanggung jawab dan mandiri untuk melaksanakan kegiatan akademik yang berhubungan dengan pendidikan dan pengembangan iptek. Tulisan ini merupakan suatu refleksi bahwa “ Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat”. Penulis mengucapkan mohon maaf apabila ada kesalahan atau hal yang menyinggung. Semua ini kami lakukan untuk kebaikan dan kemajuan kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon yang kita cintai. *Adalah mahasiswa Fakultas ADADIN semester IV.


WAWANCARA

METHODA

EDISI 47 / APRIL 2011

Menilik Program Baru Pudek III Tarbiyah Jangka waktu serta proses cukup panjang yang dialami Iain Syekh Nurjati Cirebon untuk mendapatkan rektor definitif kini mencapai finish. Prof. Dr. H. Maksum Mukhtar, M. A, pemimpin baru yang sah dalam kehidupan sturktural kampus ini. tak berlebihan kiranya jika hal tersebut dikatakan sebuah “kesuksesan” dari proses yang ia tempuh. Tak lama, keberhasilan itu pun berusaha berikan “dampak baik” yang tercermin dengan terbentuknya posisi-posisi baru dalam sturktur birokrasi serta program-program baru. Tentunya hal tersebut diharapkan akan membawa angin segar bagi civitas akademika dan mahasiswa IAIN itu sendiri. Satu dari sekian banyak hal yang baru, program dari Pembantu Dekan Fakultas Tarbiyah Drs. Bambang Yuniarto, M. Si yang menjadi pembahasan dalam rubrik wawancara Methoda kali ini. Walaupun demikian, semua kejadian yang terdapat dalam ril kehidupan kampus ini, baik atau buruknya dampak yang diberikan, persepsi serta argumentasi pembaca-lah yang mampu menjawabnya.

Program apa saja yang akan Bapak laksanakan periode sekarang? Pertama saya mengadakan forum komunikasi kosma, karena saya menginginkan kosma sebagai pilar tauladan teman-teman di kelas. Saya menganggap bahwa kosma itu harus bisa membangun komunikasi antara pejabat kampus, staff dosen dan mahasiswa itu sendiri. Maka dari itu dimungkinkan mejadi jenjang karir yang terbaik, karena siapa saja yang akan mencalonkan diri menjadi BEM, DEMA dsb. Minimalnya pernah menjabat sebagai kosma terlebih dahulu, karena saya menganggap kosma merupakan batu loncatan yang baik sebagai dasar kepemimpinan sebab kosma dipilih secara demokratis. Selain itu saya juga akan memberikan beasiswa sebagai hadiah dari dedikasinya, tetapi dengan catatan tidak meninggalkan syarat-syarat akademik yaitu minimal kosma itu harus mendapatkan IP 3.00. Kemudian kosma harus dipilih setiap tahun sekali dan hanya boleh menjabat selama 2 tahun secara berturut-turut. Kedua, saya akan mencoba memberikan pencerahan pada mahasiswa semester 1 & 2 harus clear dari “kino-kino” politik luar terhadap mahasiswa. Artinya ke depannya mahasiswa semester 1&2 tidak

diperbolehkan mengikuti organisasi ekstra kampus karena mereka harus mengenal medan IAIN terlebih dahulu. Ketiga, saya akan mengadakan kerjasama dengan pihak asuransi Jiwasaraya yang merupakan satu-satunya asuransi Negeri. Karena saya menganggap asuransi yang pernah ada biayanya terlalu besar. Maka saya berusaha mengadakan asuransi yang bisa menjangkau mahasiswa, sebab hanya dengan Rp.3.500-, untuk satu tahun, maka mahasiswa bisa terprotect. Dengan rinciannya yaitu jika meninggal dunia mendapat Rp.4.000.000, cacat total Rp.5.000.000, dan meninggal karena sakit mendapat Rp.2.000.000. Lantas bagaimana dengan asuransi yang telah diberlakukan sebelumnya ? Untuk asuransi yang dulu kan masa tenggangnya satu tahun, tetapi tanggungannya masih berlaku. Asuransi yang akan berlakukan diperuntukan bagi mahasiswa yang baru di tahun depan. Bagaimana dengan pengelolaan dan prosedur pengambilannya? Ya.. nanti kalau ada apa-apa dengan mahasiswa, silahkan saja laporkan pada PUDEK III atau langsung pada PUREK III.

Foto: M.Prima/FatsOeN

Mengenai program Bapak yang pertama, apakah program tersebut bisa efektif dan bisa diterima oleh mahasiswa ? Kelihatannya teman-teman kosma sangat antusias. Karena menurut mereka kosma tidak dihargai dan selalu ditekan oleh dosen dan mahasiswanya sendiri. Maka dari itu, kita mencoba memberikan pengarahan pada kosma, sebab kosma hanya bertanggungjawab membangun komunikasi yang harmonis antara pejabat kampus, dosen dan mahasiswa. Apakah dahulu bapak pernah aktif dalam keorganisasian? Sebenarnya dulu saya banyak aktif di organisasi, baik itu intra maupun ekstra. Dan saya selalu mengikuti basic-basic organisasi, sebab hal itu merupakan tunggangan kita selama menjadi aktivis. Saya lebih mengedepankan penghidupan

dari pada pengakuan, sebab saya tidak mau memberikan kesan seorang yang diakui keaktifannya tetapi tidak memberikan penghidupan bagi organisasinya. Dan jika kita telah menjadi pejabat, maka kita harus saling mengayomi. Bukan berarti berpihak pada golongan atau istilah partai yang kita usung, supaya tidak memberikan kesan diskriminatif. Dan harapan Bapak untuk kedepannya seperti apa? Harapan saya mahasiswa bisa menjadi tumaninah dalam belajar tetapi hak-hak demokrasinya tetap berjalan. Artinya jangan memberikan kesan bahwa keaktifan mahasiswa menjadi seorang aktivis hanya untuk menutupi kebodohannya. Jadi sisi keaktifannya di luar kampus harus benarbenar dimanfaatkan dengan hal positif tetapi tidak mengurangi waktu belajarnya di kampus. (Prima)

Kalo memang ada, Sayangi otak Anda dengan

Membaca

LPM FatsOeN


METHODA

CERPEN

EDISI 47 / APRIL 2011

Namanya Kekasih Oleh: Khafid Mardiyansyah*

Aku dan kisah: bercerita tentang suara-suara sumbang nan didendang rasa galau gulana Untuk Kekasihku Kembalilah dari sendi pohon terapuh untuk berjalan pada bahagia nan banyak orang meromansa kita dalam do’a. Di sudut bulevar aku berjalan, lunglai dengan kikuk menyapa. Perjalanan ku hanya tampak muram. Dan tampaknya, aku bukanlah aku lagi. Pada pelatar parau, aku bercermin nista, tak ada lagi aku nan didendang orang, aku mengikuti alur para pemaki alam. Aku padamu berjalan terlalu menyimpang pada jalan putih yang kita lukis kemarin untuk sebuah sikap yang terkisah. Untuk Kekasihku Kembalilah dari sendi pohon terapuh untuk berjalan pada bahagia nan banyak orang meromansa kita dalam do’a. Lekaslah purnama kekasihku. Disinarmu ada harap yang kuayu-ayukan. Lekaslah, aku menunggu sambil menunggang resah. Tapi di sini pulang bersama diriku yang didendang orang. Aku berusaha pada titian rembulan untuk kita bisa dipandang orang. Tunggulah, dan tenanglah. Aku akan berusaha terus mencintaimu dan merebut kembali awal kita menenun janji yang terkisah. Karena cintaku adalah abadiahku. Untuk Kekasihku Kembalilah dari sendi pohon terapuh untuk berjalan pada bahagia nan banyak orang meromansa kita dalam do’a. Biarkan sejenak aku bercerita tentang bahagia kita nan dipeluk kekaraman. Kita bertemu pada persimpangan peluh, kau terluka dan aku bangkit dari tempat asalku tenggelam. Aku tahu, mungkin kau mencintaiku hanya sebatas pelampiasan. Tapi aku bawa bingkisan kebahagiaan yang belum pernah kau rasakan. Aku dandani kau lagi dengan seungkapan kasih sayang dan perhatianku. Aku biarkan Kau berekspresi dalam peleburan gundahmu akan seorang yang Kau idam. Dan aku tetap akan selalu disampingmu, impikan cita dan cinta kita yang mulai kita tanam di pelabuhan hati kita yang terakhir. Pada penebusan kita akan waktu yang sempat kita bunuh keji. Belum pernah aku mencintai seseoarang setulus ini, dan rasa kasihku padamu melebihi jantungku yang sudah payah memompa hidup. Ku benar berat menerimamu dalam suci di ruang hatiku. Segala cacat yang kau punya adalah anugerah buatku dari tangan halus sang kasih yang benarbenar mencintaiku dengan memberi Kau untukku. Aku adalah orang yang paling beruntung sedunia.

Untuk kekasihku Kembalilah dari sendi pohon terapuh untuk berjalan pada bahagia nan banyak orang meromansa kita dalam do’a. Hanya pada suatu hari ketika diri begitu dimanja senja, akupun lantas ditelan gelap malam, sepertinya cintaku tak semurni dulu. Rasa gelisahku mulai menggeliat. Aku benar-benar mengajak setan untuk berteman. Tanpa memperdulikan bahwa kematianku siap untuk menerkam. Izrail mungkin sudah mulai memburuku dalam lembaran orang-orang biadabnya. Diri ini begitu memaksa untuk biadab, aku terlena dalam nafasku. Dalam pikiranku hanyalah bagaimana nafsuku benar-benar terpuasi. Kita benar-benar terjebak dalam lingkaran setan yang begitu kita bagus-baguskan. Aku merasa menjadi orang paling munafik sedunia. Mana janji terhadap jalan putih yang kau dan aku tenun kemarin? Masih adakah cahaya dihati ini? Kemanakah setiap janji terkisah yang ku koar-koarkan? Aku merasa menjadi orang paling kufur sedunia. Untuk Kekasihku Kembalilah dari sendi pohon terapuh untuk berjalan pada bahagia nan banyak orang meromansa kita dalam do’a. Rasa gelisahku makin memuncak. Hati tak tenang bagai dibakar setan. Entah kenapa ada risau yang semakin menusukku dalam-dalam. Sekelebat kemudian, tibalah saat yang aku cemaskan. Kau menagih cintaku yang dulu. Hingga kau terngiang akan seseorang dibelakangmu, yang jujur, aku paling benci. Kau bilang masih susah melupakannya. Aku masih harus berbenah diri, mungkin kasihku masih tak semurni dulu, hingga aku terkurung dalam naungan rasa khawatir akan ku terikat dalam suatu yang sia-sia. Kau benar, aku memang brengsek, khilafku telah melampaui batas. Pantaslah Kau kembali ingat dia. Hatiku hancur! Dan sesal, dan khilaf, dan pucat, dan marah, dan rasa ingin menangisku dalam ketelanjangan malam. Maaf, telah membuatmu semakin terombang-ambing dalam buaian nafas nan sia-sia belaka. Aku janji, aku akan menjadi manusia terbaik yang pernah kujanjikan dulu. Meski manusia, paling angkuh jika ditanya janji.

Untuk Kekasihku Kembalilah dari sendi pohon terapuh untuk berjalan pada bahagia nan banyak orang meromansa kita dalam do’a. Khilafku sudah seperti pelataran kesengsaraan, rasa bersalahku begitu besar, selayak angin yang menusuk dan mencabik pundi-pundi dedunan kering. Aku dan bayangku tiada beda berjalan sendiri dan digoda pohonpohon bulevar. Namun kutetap bangun, bangun dari tempatku pingsan setelah ditampar kemunafikan. Kupakai pakaian ku yang lain, yang baru kuangkat dari tali temali nan dirangkai malam. Aku bangun dan kembali mencarimu. Kulemparkan mataku ke sudut ranah mimpi. Ku biarkan ia berselancar pada kedaan yang makin menghitam. Tapi ada kau di situ. Kulanjutkan dengan kucari rindumu. Kulingkari dan kuserat langkahmu pada jalan di parau entah. Lalu sampai pada titian siang, nan panas dan kubiarkan tubuhku berkelahi, dengan mentari. Tak ada pula kau di situ, kemudian kau cari sayangmu. Kupanjat dan ku rayap, dinding-dinding buta disebelah sesalku. Kudorong tapi tak mampu kurobohkan. Kujilat tapi ku tak mampu merasaknnya. Hingga ku benturbenturkan kepalaku pada sesuatu keras dan banyak orang yang jijik jika melihat. Aku berdarah, aku rasakan darahku sendiri, pahit dan getir bersamaan. Aku teratawa, bodohnya diriku. Kau baru bangun dari jenuh. Dan aku tak mampu membunuh rasaku yang tersedak peluh. Akhirnya ku temukan dirimu. Kau masih begitu indah. Untuk Kekasihku Kembalilah dari sendi pohon terapuh untuk berjalan pada bahagia nan banyak orang meromansa kita dalam do’a. Kembalilah tersenyum di antara semak nan menusuk kita. Kita adalah gambaran masa depan nan diam kekhilafan. Aku sadar aku sempat lengah memimpin janji kita. Maaf dengan seribu bahasa dan penyesalan. Aku busuk dan kau pergi. Di dalam semilir angin Kau kicaukan kekacauan,

kekacauan di dalam rindangnya pohonpohon harapan kita. Aku sadar aku salah, aku akan terus meminta maaf hingga sang maaf mengakui ku sebagai orang yang pantas menerima maaf. Untuk Kekasihku Kembalilah dari sendi pohon terapuh untuk berjalan pada bahagia nan banyak orang meromansa kita dalam do’a. Sungguh, kau adalah wanita tersabar setelah Ibu dihidupku. Kau orang pertama yang percaya padaku. Di kala hanya orang yang ingat padaku. Kau orang pertama yang mau menerima sesuatu dalam hidupku di kala banyak orang yang memilih enyah dari itu. Kau orang pertama yang mengakui keberadaanku disaat hanya orang menyingkirkan matanya dari pandangan nafasku. Sungguh, cintamu lebih mulia dari segala bilangan pandang. Kembalilah, kubuat suasana dimana serigala-serigala derita takut terjebak dan terkapar mati. Akan kubuat hantu malam meringkuk, menangis di tangan kelembutan dan ketulusan kita. Cinta kita adalah bagaimana kita membuat sahara menjadi rindang, bagaimana kita membuat gelap termakan terang dan bagaimana kita membuat asa menjadi ada. Kemudian cinta kita akan menjadi panorama tanpa terlilit sedikitpun fatamorgana. Percayalah! Dari Kekasihmu Khafid Mardiyansyah 150311 *Penulis lahir di Cirebon, 8 Maret 1992, hobi merenung, berfikir, dan bernyanyi. Puisinya pernah dimuat dibeberapa media, yaitu Mitra Dialog dan Radar Cirebon. Cerpennya pernah diikutsertakan dalam lomba menulis cerpen remaja tingkat Nasional PT. Rohto tahun 2009 dan 2010.


METHODA

PUISI Sajak Penghianat Oleh: Apip Fatullah

Blingsatan kaya satowan. Mangsani getie batur saumur. Sikil kepaduk keplayon watu lancip ning tengah-tengah jagat. Arep melempat bli duwe cekelan bli katon dalan. Ngedek sampe susub watu campur lemah karo getih ngeresep gadi siji nahan pegel, nahan nikmate di susupi batur nyatu kayak sedaging bosok ana njero awak. Bli tegel nguntale, wis pegel ngunyae, isun urip ana ning tengah-tengah comberan batang, meneng krasa mambu, nyingkir angger nyemplung bli wurung, urip wis krasa mati, mati wis krasa ksiksa, maju bli karep metu. Manjing dicokot kirik. Sampe kapan sira urip gadi kutil atos ngumpet ning selangkangan, dimeneng! Nyiksa. Diobati gawe isine rai.

Sajak Sempak Oleh: Apip Fatullah

Lembrak-lembruk kayak sempak teles. Medegdeg mbari sedakep ngrasani wong sejagad merat. Cocot mambu bacot ngecaprak sekarep wudel. Sedurunge cangkem manteng ilat laka kapoke njoged ngomongi rupa werna salah sangka.

EDISI 47 / APRIL 2011

Seng bli kuat milih merad ngadoi sira keparat. Ngomongi batur kaya ngomongi batang, ngadoi kulit kusta mbari bli nular. Sepira larae lamon weru deweke dianggap batang digawa jijik nanah campur uged, semono batur dianggap sempak mambu cengkreng teles. Asu memang.

Sajak Mega

Oleh: Apip Fatullah Kilat nyamber jagat kejem bli ketulungan. Srengenge wis bli sanggup muruki mega. Arep ngapai ira wulan? Menenga bae neng pojok langit aja peluan. Banyu mata langit cuma bisa mrebes milih nangguhi wiwitan kobar dilabrak kilat separan-paran. Penguasa bli pada kelingan sing kuasa ngelemprak mendeleng wong wuda neng tengah-tengah sidang. Apa wis bli kenggo pimpinan sidang? Apa wis bli perlu wakil rakyat? Semana rakyat jempalitan nunggui raskin sing antrie dawa bli ketulungan. Tegel pisan gawe gedung ngelemprak rapat milyaran nanging masih akeh rakyat ngemprak neng kandang wedus. Masi mending dadi wulan mandeng seng duwur weru pejabat pada turu ning rapat. Pada BBMan ning sajeroning sidang, tambah mlarat bae rakyat. Bli kaya wakile.

RESENSI

10

SCHIZOPHRENIA Oleh: Khafid Mardiyahsah

Aku masuk kedalam entah, lalu statis, entah apatis, dan tertunduk sayukan mata Terkubang digenang kenangan, lalu getir menyapaku bersungut masuk negeri impi Perlahan, tak ku hentakan kaki, berjingkat masuk gerbang sunyi berkarat pudar Kubuka pelan, masuk ku kerongga nestapa beralas durja dan beratap benci Kukecap salam, gemaku hingga ujung alam kelakar tak terdengar Aku takut gelap! Aku takut gelap! Karena takut, aku meringkuk rapatkan mata ke lutut Ketika ada seorang ibu memanjat doa sambil termegapmegap bermegah gundah gulana Ia menggendong bayi, hasil lacur, terkaku tak punya hangat Badannya biru, kakinya patah, liur mulut berlomba menghampir tepian bahu, kelopak merah matanya menganga darah dan serumpun bau nanah Ibu itu terkulai lemah, sujud, lalu mati Itu hanya halusinasiku! Itu hanya halusinasiku! Dengan lebih, kuterawang ruang tempat angkasa tak punya pelatar untuk sekadar mampir Gemertak gigi bagai kentong surau tempat

berucap adzan Dingin menjambaki bulu romaku nun sangar ditepian fajar, dengan penuh remas! Aku sampai didanau hijau! Tempat ikan mati beriang gulana bermandi lumpur kota Tempat orangorang menyembelih hasrat terpendamnya memangku damai Dan mati, dan caci, dan sepi, dan puluhan riakriak biang keladi Aku hampirhampir tak bisa membedakan antara genit dan sengit! Diantara ricuh, kelana dan gelap, aku terbangun Melihat pergelangan nadi terobek karat Aku hanya meringis untuk sesuatu yang tak pernah aku lakukan! Jiwaku terbelah, hingga delapan penuh nestapa Yang aku lihat hanya halusinasi, yang orang lihat aku mati diujung keranda Mati! 2002-2011 Khafid Mardiyansyah

“Lesbian” Antara Kodrat Ilahi atau Kebobrokan Moral Oleh : Husni MS*

Judul buku: Pelangi Perempuan Penulis : Para lesbian muda Penerbit : Institute Pelangi Perempuan Cetakan : Cetakan pertama Mei 2008 Isi : 132 halaman

L

esbian yaitu seorang perempuan yang memiliki ketertarikan secara seksual, emosional, dan spiritual kepada perempuan lain, serta berkeinginan untuk membina hubungan romantis dengan sesama perempuan. Lebih jauh, ketertarikan yang terjadi pada mereka sama dengan ketertarikan seorang laki-laki kepada perempuan dan sebaliknya (pasangan heteroseks). Hal-hal yang mereka inginkan dari sebuah hubungan istimewa dengan pasangan lesbian juga tak

berbeda dengan pasangan-pasangan yang lain. Mereka dalam membina hubungan juga saling menyayangi, mencintai, dan ingin membuat pasangan mereka bahagia. Buku yang berjudul pelangi perempuan ini adalah upaya menguak “realitas lain” yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan manusia. Memang butuh keberanian dan mungkin juga “kegilaan” untuk sampai pada keputusan ini. Sebab, menguak dunia yang selama ini di cap sebagai “pintu neraka” menimbulkan ketidaknyamanan bagi sekelompok orang, bahkan termasuk mereka yang selama ini menikmati realitas tersebut. Masalahnya, sebagian besar manusia tidak punya keberanian menghadapi “realitas lain” ini. Padahal, mereka yakin menjadi orang lesbian adalah kodrat ilahi yang dalam bahasa agama Islam di sebut Sunatullah, bukan hasil konstruksi manusia. Yang merupakan konstruksi manusia hanyalah perilaku seksualnya, bukan orientasi

seksualnya. Buku ini ingin memperlihatkan tentang keseharian hidup mereka (lesbian) yang mayoritas mengalami pertentangan dengan diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Adapun penerbitan buku ini yakni untuk menyatakan suara perlawanan lesbian muda Indonesia terhadap segala bentuk sikap dan tindakan diskriminatif yang berdasarkan pilihan orientsi seksual yang bernama Homophobia. Dalam sebuah buku, kelebihan dan kekurangan merupakan sebuah keniscayaan. Begitu juga buku ini. Covernya yang menarik dan substansinya yang sangat mengena dan mudah di pahami, kiranya menjadi kelebihan tersendiri dalam buku ini. Jika kita membaca buku ini secara menyeluruh, insya Allah kita menjadi manusia yang peka terhadap keberadaan lesbian muda Indonesia.


METHODA

Pernik

EDISI 47 / APRIL 2011

Kaca Mata

11

Salah dan Benar Oleh: Asep Andri

S

alah dan benar, konsep yang lacur kondang dalam laku bahasa kita. Pada sebuah obrolan kecil, sambil menunggu dosen yang mungkin sedang ber-istikharoh untuk masuk kelas atau tidak, dua teman laki-laki yang duduk di samping saya nampak asyik membicarakan tentang cara menentukan tingkatan kecantikan seorang wanita. Salah satunya berpendapat bahwa kecantikan seorang wanita bisa dilihat dari facebooknya: semakin banyak temannya di facebook, maka semakin cantik. Mungkin anda tidak setuju dan kemudian anda menyalahkan pendapat teman saya, mungkin pula anda setuju, lantas membenarkannya. Begitulah, konsep salah dan benar nampak rumit untuk diseragamkan, serumit bagaimana menentukan wanita tercantik di kampus ini, terlebih bagaimana mendapatkannya. Pada kenyataannya, setiap manusia memiliki takarannya sendiri perihal bagaimana membenarkan dan menyalahkan sesuatu. Takaran tersebut ditentukan oleh berbagai hal yang mungkin menjadi kerangka rujukannya, seperti buku bacaan, pergaulan, pendidikan, unsur psikologis dan lainnya. Men-seragamkannya adalah

IPTEK

W

alupun komputer tablet bukan teknologi baru, hingga kini masih banyak orang yang belum begitu mengtahui apakah komputer tablet itu. Tak seperti laptop atau notebook dan netbook yang sudah lebih dikenal luas. Menentang Kebudayaan Berbasis Nilai Sambungan Hal 7 ... ...

nilai ini terbentuk bila budaya dominan mulai menghegemoni mahasiswa dengan janji-janji semunya. Tanpa perlu kreatif dan kualitatif. Sehingga produk dari budaya ini adalah Mahasiswa yang ingin segala serba instan untuk memperoleh nilai. Dalam hubungannya dengan sub-kebudayaan, penjelasan tadi berarti budaya dominan mulai melihat sub-kebudayaan sebagai lawan yang merongrong dominasinya. Dan dengan sendirinya sub-kebudayaan yang merongrong dan menentang kebudayaan berbasis nilai ini akan mempertahankan diri, lalu berubah menjadi budaya tandingan

langit yang biru, padahal kita tahu bahwa pelangi memiliki banyak warna dan terjadi ketika hujan reda. Atau kita terlanjur setuju bahwa ternyata bintang kecil bisa kita lihat di langit yang biru, dalam kenyataannya, pada siang hari mustahil untuk menikmati kerlip bintang. Itu semua sulit untuk kita yakini sebagai sesuatu yang benar, sesulit meyakini bahwa film WARKOP memang ditujukan untuk usia 17+ (Tujuah belas tahun ke atas) atau Film India akan laris meski tanpa berjoget dan bernyanyi, walaupun kita sepakat bahwa kebahagian dan kesedihan bisa diekspresikan dengan apapun, kecuali oleh keduanya. Inilah yang kemudian yang membuat saya yakin bahwa takaran salah dan benar adalah sesuatu yang relatif. Olehkarena itu, sikap ragu dan hatihati sangat dibutuhkan ketika mempercayai sesuatu sebagai kebenaran, terlebih kepada orang yang menyebut anda cakep dan pintar. Dengan kesadaran bahwa konsep benar dan salah adalah sesuatu yang relatif, akan membuat kita menjadi lebih dewasa. Kita berhak memandang hal secara hitam-putih semacam itu, namun semestinya diimbangi oleh kesadaran bahwa diluar takaran saya,

ada takaran orang lain yang juga harus kita hargai dan apresiasi. Inilah yang membuat kita lebih bijaksana dalam menjalani hidup. Mungkin. Bicara tentang kebijaksanaan, Sebelum kelas saya benar-benar bubar karena dosen akhirnya memutuskan tidak masuk, dengan ketulusan dan kejujuran, temanku yang satunya lantas mengeluarkan teori, bahwa kecantikan seorang wanita bisa dilihat dari responnya ketika kita ‘menembaknya’: semakin wanita itu menolaknya dengan keras, maka wanita itu semakin cantik, katanya (?). Semoga saja salah.

Komputer tablet merupakan komputer portabel seperti halnya laptop. Sesuai dengan namanya, bentuknya memang seperti tablet. Komputer tablet memiliki layar sentuh atau teknologi tablet digital yang memungkinkan pengguna komputer mempergunakan stylus atau pulpen digital untuk mengoperasikannya. Karena itu, pada umumnya komputer tablet tak dilengkapi keyboard maupun mouse. Untuk mengetik tulisan atau memasukkan teks, sejumlah komputer tablet dilengkapi keyboard virtual yang bisa ditampilkan di

layar. Beberapa produk ada yang dilengkapi program untuk mengenali tulisan tangan. Komputer tablet yang tak memiliki keyboard ini sering disebut komputer tablet murni. Contohnya iPad, komputer tablet yang diluncurkan Apple. Lalu apa kelebihan dan kekurangan komputer tablet dibanding laptop? Sejumlah pendapat yang dihimpun dari Internet menyebut fitur-fitur dan aplikasi yang bisa dimuat komputer tablet lebih terbatas, meski dari segi bentuk perangkat ini lebih simpel

ketimbang laptop atau notebook. Selain itu, pendapat di Internet menyebut harga komputer tablet masih lebih mahal ketimbang netbook. Mungkin karena masih dianggap lebih mahal dan fitur yang terbatas itulah komputer tablet kurang begitu populer di kalangan pengguna komputer dibanding notebook. Namun komputer tablet kini mulai populer seiring perkembangan teknologiteknologi gadget yang baru. Harganya pun kian terjangkau. [Fihk]

(Counter culture- CC). budaya tandingan ini berpandangan bahwa nilai yang tinggi bukanlah jalan satu-satunya kesuksesan. Meski perlu disadari bahwa nilai yang tinggi itu penting. Tapi lebih penting lagi adalah bagaimana memperoleh nilai yang tinggi itu (A misalkan) dengan usaha rasional dan bertanggung jawab. Filsuf Yunani yang dianggap Guru oleh Imam Ghozali, Aristoteles mengatakan “Tidak dikatakan manusi berpendidikan, bila hanya memiliki Pendidikan Intelektual tanpa dilandasi Pendidikan hati (moral)”. Enin Supriyanto (1999:103) mengatakan, “Proses Pendidikan sesungguhnya tidak sekedar untuk melahirkan sekrup-sekrup bagi mesin industry raksasa. Pendidikan

justru menjadi penting artinya dalam rangka mencari serta mencapai nilai-nilai pengetahuan serta nilai-nilai moral yang nantinya akan ditetapkan dalam kehidupan masyarakat”. Pendidikan bukan sekedar untuk melahirkan para pekerja dan pegawai yang rendah moral. Tapi pendidikan harus masuk dalam nurani kita untuk kemudian mampu belajar dari masa lalu, menguji masa kini dan merancang masa depan. Pada akhirnya tidakkah dipahami dan dirasakan bahwa tanggung jawab kita sebagai mahasiswa akan menjadi energi yang dibutuhkan bangsa ini untuk merumuskan masa depan yang terbebas dari “korupsi” (misalnya)? Tidak inginkah memperluas

wawasan dengan mengerti bahwa proses pendidikan dengan penuh moral tangung jawab sesungguhnya jauh lebih penting ketimbang menjadi pecundang yang menghalalkan segala cara hanya untuk memperoleh nilai? Bila tulisan ini harus diakhiri, di sinilah posisi “budaya tanding” terhadap budaya Pendidikan Berbasis Nilai: Logika realitas yang membentuk kebudayaan Pendidikan Berbasis Nilai itu dipahami, tetapi menentang kebudayaan itu diawetkan terus-menerus. Salam Mahasiswa!!!...

sesuatu yang tidak mungkin, bahkan akan berdampak besar, meminjam kalimat pada kasus Century, mungkin ini akan berdampak sistemik. Bisa dibayangkan jika semua orang di muka bumi ini membenarkan bahwa saya orang yang ganteng, baik dan sempurna seperti apa yang saya impikan, berapa orang yang mesti diganjar dosa karena fitnah tersebut. Artinya, perbedaan pendapat mengenai salah dan benar tetap harus terjadi demi terciptanya dialektika, pertukaran informasi, dan perbandingan. Olehkarena itu, jika suatu saat ada teman yang mengatakan anda jelek dan bodoh, sebelum anda marah, sempatkan anda untuk menentukan, apakah pernyataan tersebut salah atau benar. Jika itu salah, silahkan marah, namun jika itu memang benar, berterimakasihlah, karena sudah ada yang mengingatkan. Banyak hal yang mempengaruhi tendensi kita terhadap penilaian salah dan benar, salah satunya adalah kebiasaan. Sesuatu yang salah jika kita terbiasa menganggap benar, tanpa disadari, kita lantas turut membenarkannya, begitupun sebaliknya. Berapa orang yang kemudian percaya bahwa warna pelangi hanya merah, kuning, hijau dan ada di

Tablet PC


METHODA

WAJAH

EDISI 47 / APRIL 2011

12

Ketulusan Sebuah Pengabdian Oleh : Jubaedah*

P

rof. DR. H. Abdulah Ali, M.A., pria kelahiran Cirebon, 27 November 1949 merupakan Guru Besar Ilmu Sosial Antropologi di IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Beliau mengawali pendidikan di Sekolah Rakyat Islam Negeri (SRI) selama 6 tahun di Dar’ul Hikam Cirebon (1962), PGA selama 4 tahun di Dar’ul Hikam Cirebon (1996) dan PGA Negeri selama 6 tahun di Cirebon (1969), S-1 Fakultas Ushuludin Jurusan Ilmu Perbandingan Agama IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1976), S2 Antropologi Universitas Indonesia (UI) Jakarta (1991), dan S3 Sosiologi-Antropologi Universitas Padjadaran (UNPAD) Bandung (2003). Pengalaman karir akademik beliau, dimulai dengan menjadi dosen luar biasa pada Fakultas Tarbiyah IAIN SGD Cirebon sejak tahun 1977. Diangkat sebagai dosen tetap tahun 1980 pada institusi yang sama. Pengalaman mengajar Beliau cukup banyak diantaranya mengajar mata kuliah Metode Penelitian, Bimbingan Skripsi, Statistik, Filsafat Islam, Ilmu Kalam, Ilmu Kependudukan, Ilmu Perbandingan Agama, Ilmu Agama Dasar/Ilmu Budaya Dasar/Ilmu Sosial Dasar, Sosiologi-Antropologi-IPS,

Sosiologi Dakwah, Antropologi Dakwah, Metode Dakwah, dan Ilmu Tabligh. Selain itu, beliau juga mengajar di Fakultas Ekonomi UNSWAGATI dan Fakultas Ilmu Administrasi UNTAG Cirebon sebagai Dosen Agama. Selama hidupnya beliau juga berpengalaman sebagai pemimpin. Diantaranya Ketua Tim Pembina Kegiatan Mahasiswa, Kepala Biro Riset (1980-1981), Ketua Jurusan Bahasa Arab (1981-1982), Ketua Jurusan PAI (1982-1983), Ketua Jurusan Tadris IPS/Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah IAIN SGD Cirebon (1983-1990), Pudek I PTI (sekarang STAIC), Kepala Pusat Pengabdian Masyarakat (1996-1998), Ketua Jurusan Dakwah (1998-2000) dan Pembantu Ketua IV STAIN Cirebon (2000-2002). Tak cukup disitu Beliau juga berpengalaman dalam penelitian Perkembangan Agama Islam di Buleleng – Bali (1982), Perbandingan Pendidikan Pesantren Modem dan Salaf, Efektifitas Pendidikan Agama di SMP – SMA Cirebon, Perilaku Agama Masyarakat Argasunya Kota Cirebon, Budaya Bersih Masyarakat Kota Cirebon, Perkembangan Dakwah Islam di Cepu

Jawa Tengah, Masalah Kependudukan di Indramayu, Kehidupan Masyarakat Baduy di Padeglang Banten, Pendekatan Antropologi Dalam Studi Agama, Pengembangan Dakwah Model Sosiologi Antropologi, Pengembangan Awal Ponpes Al-Zaytun Indramayu, Tradisi Muludan Cirebon, Tradisi Kliwonan Gunung Jati Cirebon, Kajian Visi dan Misi Pendidikan Masyarakat Kabupaten Cirebon, Kajian Keselamatan Lalu Lintas Cirebon, Kajian PHBS Keluarga Miskin Cirebon, dan Observasi PHBS Masyarakat Sydney Australia. Beliau juga telah banyak menerbitkan karya-karyanya, diantaranya Buku Filsafat Islam, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Kependudukan, Metode Penelitian, Tradisi Muludan, Tradisi Kliwonan Gunung Jati, Sosiologi Pendidikan dan Dakwah, Sosiologi Islam, Antropologi Dakwah, Metode Penelitian Penulisan Ilmiah, Agama dalam Ilmu Perbandingan, dan Agama dalam Perspektif Filsafat Ilmu. Disela-sela kesibukannya, Beliau juga aktif dalam mengabdi pada masyarakat. Ini terbukti dengan pengalaman Beliau pada beberapa organisasi. Diantaranya menjadi Koordinator ICMI Kabupaten Cirebon (1993-1998), Ketua Dewan Pakar ICMI (1998-2005), Pengurus Wilayah ICMI Jawa Barat (1995-2000), Direktur Majelis Kajian Pembangunan Daerah (MKPD), Koordinator ORBIT Daerah Cirebon, Ketua Forum Komunikasi Kota Sehat-Bersih FORKASIH Cirebon (1999-2006) dan Tim Ahli Sosial Budaya, Konsultan AMDAL Pemkot Cirebon (2004-2005). Beliau adalah sosok yang penyayang kepada sesama, hal ini diimplementasikan dengan mengangkat anak asuh sebanyak 15 orang, yang diantaranya 13 orang saat ini berkuliah di IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan 2 orang mengabdi di Masjid Al-Jami’ah IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Di akhir wawancara beliau berpesan kepada Mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon agar

Penawaran menarik untuk promosi usa

ha anda

METHODA

Pilihan Cerdas Untuk Beriklan

uka!

Telah Dib

central Baso dan Mie Ayam

“WONG SOLO”

Jl. Gang Kampus arah kandang prahu

Tempat Jajan yg Pas dan Sip! Untuk pemasangan Iklan, Hub: 087829992232

Cuma Rp 4.000,-an Es Teh Tawar GRATIS!!

bisa melaksanakan kegiatan perkuliahan dengan tuntutan “Tri Darma Perguruan Tinggi” dan supaya mahasiswa tidak hanya belajar di kelas tetapi harus mengabdi kepada masyarakat. *Penulis adalah Reporter LPM FatsOeN dan Mahasiswi Fakultas Tarbiyah Jurusan IPS Semester 2

Store

FATAHILLAH

Pusat Isi Ulang Parfum

MENJUAL

Bibit Minyak Wangi Botol Koleksi Acessories Pulsa : - Fisik - Elektrik

MENERIMA Cetak Photo dari: HP | CD | Klise | Photo | Flashdisc | Camera | dll

Pas Photo Digital Kilat Fatahillah - Jl. Perjuangan No.35 Pintu Gerbang I IAIN SNJ Cirebon Fatahillah - Jl. Pesantren Buntet Kec. Astana Japura SBS - Jl. Cideng Raya Kav. 5A Terusan Jl. Tuparev SR - Jl. Jend. Sudirman No. 11 Penggung Utara

Kami Hadir Lebih Dekat Dengan Harga Merakyat dan Bersahabat


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.