Edisi 23 Juni 2011 | Balipost.com

Page 7

Kamis Paing, 23 Juni 2011

RENUNGAN Korban Janji MEMPRIHATINKAN, masih ada siswa belajar di lantai seperti di sebuah SD di Nusa Penida, Klungkung. Mereka melakukan proses belajar-mengajar di lantai karena ketiadaan bangku dan kursi. Ternyata dunia pendidikan di Bali masih ada yang ‘’bopeng’’. Walau para pejabatnya dan wakil rakyat mengaku berjuang untuk memberikan perhatian pada dunia pendidikan, nyatanya di lapangan sangat jauh dari harapan. Masyarakat saat ini benar-benar dibuat tak ‘’berkutik’’ dalam upaya mendapatkan pendidikan berkualitas. Upaya mendapatkan SDM berkualitas, mau tak mau harus melakukan banyak hal. Anak-anak didik sekarang harus dipersiapkan sebaik-baiknya, karena mereka adalah para pemimpin bangsa yang akan datang. Bila salah dalam memformat pendidikan, jangan harap kemajuan bangsa ini bisa terwujud. Memperbaiki kualitas pendidikan, di samping meningkatkan kualitas guru pengajar, juga tak kalah penting sarana prasarana yang menunjang proses belajar-mengajar. Dari sisi guru belakangan ini sudah gencar dilakukan perbaikan lewat sertifikasi guru. Para guru diberi pendidikan termasuk strategi mengajar agar pelajaran mudah diterima para anak didik. Bahkan dari sisi pendapatan, para guru juga dilipatgandakan sebagi pemacu semangat dalam menjalankan tugasnya. Semangat yang sama dalam mewujudkan sarana dan prasarana sekolah juga patut dilakukan. Lancarnya proses belajar-mengajar sangat ditentukan oleh layak tidaknya sarana dan prasarana. Bagaimana mungkin siswa bisa belajar dengan baik bila harus maguyang di lantai. Siswa belajar ‘’lesehan’’, tidak saja memengaruhi daya tangkap terhadap pelajaran, juga memengaruhi mental mereka. Siswa yang menulis di bangku dengan menulis di lantai, hasilnya pasti berbeda. Duduk membungkuk menulis bisa membuat tulang punggungnya bengkok dan penampilan tulisan akan kurang bagus. Bahkan mental mereka menjadi down, minder dengan teman-teman sekolah lainnya. Kurangnya kelengkapan sarana penunjang belajar seperti bangku dan kursi, juga dapat memberikan gambaran bahwa kondisi gedung sekolah setali tiga uang. Artinya, banyak bangunan sekolah yang sudah berumur tanpa mendapatkan renovasi. Kasus sekolah di Bangli dan Karangasem merupakan jawaban bahwa banyak bangunan sekolah rusak dan tak layak ditempati. Kondisi gedung kurang memadai membuat waswas para penghuninya. Baik guru maupun siswa akan takut, jangan-jangan gedung ambruk dan menimpanya. Dalam kondisi seperti ini tentu saja kenyamanan dan ketenangan tidak ada, yang berdampak pada serapan pelajaran anak didik. Sudah saatnya instansi terkait melakukan pendataan kondisi sekolah rusak dan melakukan perbaikan. Hindari mencari pembenar bahwa gedung rusak karena tidak ada laporan dari bawah. Atau malah menyalahkan SKPD terkait programnya tidak cermat, dll. Tindakan nyata dan turun ke lapangan paling penting untuk menanggulangi persoalan. Termasuk perjuangan menempatkan anggaran 20 persen dari APBD mesti dilakukan dengan nyata, sehingga lambat laun dunia pendidikan makin baik. Masyarakat sudah selayaknya mendapatkan hak pendidikan yang layak, tidak hanya janji-janji belaka. Janji bebas biaya pendidikan sepertinya omong kosong. Biaya-biaya pendidikan saat ini dirasakan sangat mencekik, baik biaya mengawali pendidikan untuk anak usia dini, TK sampai ke perguruan tinggi. Tidak salah bila masyarakat menggambarkan pendidikan saat ini hanya bisa dinikmati mereka yang punya uang. Sedangkan yang ekonominya lemah makin jauh untuk bisa mendapatkan pendidikan berkualitas. Sudah seharusnya para pejabat dan para wakil rakyat fokus memperjuangkan harapan masyarakat mendapatkan pendidikan berkualitas, merata, adil dan terjangkau. (pur)

Standar Pendidikan Terabaikan MUTU pendidikan tercapai manakala fasilitas pembelajarannya memenuhi standar, selain proses pembelajaran yang berkualitas dan guru-gurunya profesional. Tatkala siswa sekolah terpaksa harus belajar di lantai karena ketiadaan meja-kursi, berarti salah satu standar pendidikan terabaikan. Merujuk PP No.19/2005 tercantum 8 standar yang mesti mendapat perhatian dalam dunia pendidikan, salah satunya standar sarana dan prasarana. Dalam mencapai delapan standar itu, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Bali sesungguhnya telah berupaya mengalokasikan anggaran pendidikan melalui Bansos dan hibah. Kendati hanya berwenang mengelola sekolah berstatus RSBI dan SLB, demi mutu pendidikan di Bali, Pemprov Bali melalui Disdikpora Bali mengangggarkan dana pendidikan yang cukup banyak untuk membantu sekolah dalam mencapai standar tersebut. Kadisdikpora Bali Drs. I.B. Anom, M.Pd., Rabu (22/6) kemarin mengatakan, Pemprov Bali tahun ini menganggarkan dana pendamping BOS SD dan SMP sekitar Rp 10 miliar. Selain itu dianggarkan biaya operasional pendidikan (BOP) untuk siswa SMA se-Bali Rp 400.000 per orang per tahun. Jika ditotal, BOP untuk SMA mencapai Rp 30 miliar. Demikian pula anggaran BOP siswa SMK se-Bali yang jumlahnya mencapai Rp 33 miliar per siswa SMK memperoleh bantuan BOP Rp 500 ribu per tahun. Pemerintah Bali juga menganggarkan dana bansos untuk ruang kelas baru (RKB) dan ruang kelas yang rusak, mebel dan alatalat pembelajaran untuk SMP yang jumlahnya mencapai Rp 3,7 miliar. Sedangkan untuk SMA, bansos untuk kepentingan itu mencapai Rp 6 miliar lebih. Pemerintah Bali melalui Disdikpora Bali juga menganggarkan dana bansos untuk alat-alat lab dan alat-alat peraga. I.B. Anom juga prihatin terhadap anak-anak sampai belajar di lantai karena sekolah kekurangan meja dan kursi. Karena itu sekolah-sekolah yang memerlukan bansos untuk kepentingan sarana dan prasarana bisa mengajukan proposal ke Disdikpora Bali dengan rekomendasi Disdikpora kabupaten/kota. Mengingat jumlah anggaran terbatas dibandingkan jumlah proposal yang masuk, tentu diberlakukan skala prioritas. Disdikpora Bali akan melakukan verifikasi ke lapangan untuk meng-cross check proposal yang diajukan. (lun)

INVESTIGASI

7

Di Denpasar Dua SD Memprihatinkan

Anggaran Terbatas, di Klungkung Masih Ada Siswa Belajar di Lantai Munculnya keprihatinan siswa belajar di lantai sebagaimana dialami SDN 4 Suana, Nusa Penida, Klungkung membuat Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Klungkung tertutup soal kondisi bangunan sekolah. Terutama menyangkut sekolah rusak dan sekolah yang kekurangan sarana-prasarana. Di Denpasar yang menjadi barometer pendidikan di Bali juga menyimpan sejumlah sekolah dasar (SD) yang kondisinya memprihatinkan.

ATAS temuan masih adanya siswa belajar di lantai di SDN 4 Suana, Kabid SaranaPrasarana Ngakan Nata hanya mengakui Disdikpora tidak memiliki cukup anggaran untuk memenuhi seluruh permohonan perbaikan sekolah atau pengadaan sarana-prasarana yang maju ke Disdikpora. Namun, dia mengaku setiap tahun sudah berusaha menampung keluhan yang masuk dan mengoordinasikannya dengan provinsi dan pusat. ‘’Perbaikan-perbaikan sudah banyak kami lakukan. Seperti perbaikan panyengker, gedung sekolah, angkul-angkul dan lainnya. Kalau masih ada yang tercecer, seperti terjadi di SDN 4 Suana, itu tentu karena keterbatasan anggaran yang kami miliki,’’ katanya. Namun, Ngakan Nata tidak menjawab secara gamblang ketika dimintai konfirmasi berapa jumlah sekolah yang masih mengalami kerusakan di Klungkung hingga saat ini. Atau sekolah yang mengalami kekurangan sarana-prasarana. Dia memang mengakui bahwa gedung sekolah yang mengalami kerusakan itu masih ada di Klungkung. ‘’Terutama gedung sekolah dasar yang di-regrouping. Namun, kalau jumlah pastinya, saya tidak tahu persis. Saya belum

pernah melakukan penghitungan,’’ katanya. ‘’Yang jelas, masih ada beberapa gedung yang rusak. Contohnya gedung SD regrouping di wilayah Timuhun yang saat ini dipinjam untuk SMP,’’ tambahnya. Kesulitan mendapatkan data juga dialami Kabag Humas dan Protokol Setda Klungkung yang notabene juru bicara Pemkab Klungkung, Wayan Sumarta. ‘’Saya sudah menugaskan staf untuk mengupayakan data itu,’’ ujar Sumarta, Rabu (22/6) kemarin. Sementara itu, Kasubag Pemberitaan Komang Widiyasa Putra mengaku belum bisa mendapatkan data itu kemarin. ‘’Saya sudah mencoba menghubungi beberapa pejabat terkait di Disdikpora Klungkung, tetapi belum dapat datanya. Besok (hari ini red) saja ya,’’ tandasnya. Karena ketertutupan tersebut tak diperoleh penjelasan berapa sebenarnya dana yang dialokasikan untuk memperbaiki SD yang rusak, terutama di SDN 4 Suana. Sebelumnya, SDN 4 Suana mengalami kondisi memprihatinkan. Siswa-siswinya harus belajar di lantai karena tidak ada kursi-meja di ruangan kelas. Bahkan, kondisi itu sudah diadukan sejak dua tahun lalu oleh pihak sekolah,

Bali Post/dok

BELAJAR DI LANTAI - Masih ada siswa SD yang belajar di lantai karena ketiadaan bangku. namun tidak mendapat tanggapan positif. Setelah berulangkali diberitakan, akhirnya pihak gubernur disebut-sebut membantu 60 set kursi-meja untuk sekolah yang ada di wilayah kepulauan itu. Menyedihkan Harus diakui Denpasar mampu mendulang berbagai prestasi di bidang pendidikan. Namun, Ketua Komisi D DPRD Denpasar Wayan Sugiarta, S.E. mengakui secara umum Pemkot belum berhasil dalam meningkatkan taraf pendidikan di Kota Denpasar. ‘’Dirancang wajar 9 tahun, tetapi faktanya pemerintah belum mampu menyiapkan sarana pendidikan terutama sekolah negeri yang ada. Belum lagi soal kondisi sekolah

terutama SD yang sangat menyedihkan, ya... seperti di SDN 1 Sesetan dan SDN 3 Serangan yang sudah sejak dulu kondisinya memprihatinkan,’’ katanya. Pihaknya sangat menyayangkan atas kondisi ini. Padahal dalam APBD, anggaran untuk pendidikan diposting paling besar dibandingkan sektor lainnya, yakni 30 persen dari APBD Kota Denpasar. ‘’Kalau masalah lahan yang kurang, kenapa sekolah lama tidak direnovasi dan ditingkatkan. Kalau masalah anggaran, APBD justru memberikan 30 persen anggaran,’’ tegasnya. Lalu komitmen Pemkot Denpasar? Ketua Komisi D DPRD Kota Denpasar I Wayan Sugiarta, S.E. menilai Pemkot Denpasar telah mem-

berikan pelayanan yang baik dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Bahkan, dalam penganggaran dana dari APBD, Pemkot Denpasar juga memberikan porsi yang paling besar dibandingkan sektor lainnya. Namun, harus diakui keberadaan sekolah yang kondisinya mengalami kerusakan tetap ada. Hanya, tingkat kerusakannya tidak tergolong parah. Ditemui Rabu kemarin, dia mengaku Pemkot telah memberikan perhatian penuh terhadap masalah pendidikan. Bersama rekan-rekannya di Komisi D, politisi Partai Golkar ini senantiasa sigap menanggapi setiap masalah yang muncul terkait pendidikan. Menurutnya, saat ini Denpasar masih kekurangan sekolah negeri, baik tingkat SD, SMP maupun SMA/SMK. Buktinya, katanya, sekolah negeri yang ada di Denpasar belum bisa menampung setengah dari jumlah siswa yang ada. Belum lagi, siswa pindah rayon. Namun, apa yang disampaikan Sugiarta berbeda dengan apa yang diutarakan Kabid Bina Program Disdikpora Denpasar I Made Merta. Ia mengakui kondisi beberapa sekolah yang mengalami kerusakan telah didata dengan baik. Bahkan, secara umum kondisi sekolah di Denpasar tidak ada yang sampai rusak parah. Hal ini akibat adanya program perbaikan sekolah yang berkelanjutan setiap tahunnya. Pada tahun 2011 ini, dana untuk keperluan renovasi sekolah rusak mencapai Rp 5,1 miliar. ‘’Kalau dilihat tingkat kerusakannya, Denpasar tidak memiliki sekolah yang rusak parah,’’ katanya. (bal/ara)

Di Karangasem, Ada Siswa SD Belajar di Balai Banjar BANGUNAN sekolah dasar (filial) di Karangasem sangat memprihatinkan. Siswa masih ada belajar di balai banjar atau pos kamling. Hal itu disampaikan Ketua Komisi IV DPRD Karangasem I Gede Suartaka, S.Pd., Rabu (22/6) kemarin di Karangasem. SD filial (SD paralel) dibuka di pelosok guna bisa dimanfaatkan belajar bagi anak-anak yang tinggal di daerah terpencil seperti di Kubu pegunungan. ‘’Kalau siswa SD belajar di bawah pohon jambu mete, sudah tak ada di Kubu. Dulu ada informasi siswa SD belajar di bawah pohon mete karena tak ada gedung SD, mungkin sekadar trik warga agar sekolahnya mendapatkan bantuan,’’ kata Suartaka asal Baturinggit, Kubu. Diakuinya, SD filial itu selama ini memang sangat berperan membantu siswa di Kubu pegunugan seperti Munti Gunung dan Pedahan, serta banjar di Desa Ban pegunungan, seperti Pucang, Cegi, Pengalusan, Manikaji, Darmaji

atau Banjar Bunga. Siswa di SD filial mencapai lebih dari 10 orang. Jika tak dibuatkan SD filial mereka tak mau sekolah, karena pergi ke sekolah induk cukup jauh bisa delapan kilometer pulang-pergi. Sementara pada musim hujan terancam banjir dan tak bisa ke sekolah. Nantinya, SDSD filial itu yang masuk SD terpencil dan gurunya mendapatkan tunjangan sebagai guru daerah terpencil. Sementara itu, Ketua DPRD Karangasem I Gede Dana, S.Pd. mengatakan, selain perlu fokus memugar prasarana atau bangunan sekolah yang rusak, pengadaan bangunan SD filial itu perlu difokuskan. Namun, lebih baik memanfaatkan bangunan banjar itu untuk tempat belajar siswa SD filial karena sifatnya sementara karena sudah ada SD induk. Gede Dana asal Datah mengatakan, belakangan ini para guru atau kepala sekolah enggan menyampaikan aspirasi mengenai kekurangan sarana

dan prasarana belajar siswa. Masalahnya, usulan pemugaran atau pembangunan prasarana pendidikan melalui usulan di musyawarah pembangunan (musrenbang) dari tingkat desa sampai ke kabuputen kerap hanya daftar cita-cita atau daftar mimpi-mimpi. Sementara bantuan pemugaran prasarana pembangunan tergantung dari lobi-lobi tokoh masyarakat. Karena pemberian proyek tergantung faktor kedekatan dengan pejabat bupati, menyebabkan prioritas dalam musrenbang jarang dipakai. Hal itu menyebabkan banyak kekecewaan, karena prioritas di musrenbang ternyata belum tentu ada realisasi proyeknya, kalau kepala sekolah tak melakukan lobi atau pendekatan kepada Bupati Karangasem. ‘’Karena proyek-proyek KKNK, menyebabkan kerap terjadi kecemburuan di masyarakat, bahkan pernah demo warga seperti di Seraya memblokir jalan raya, karena jalan rusak tak kunjung diperbaiki,’’ tandas Gede Dana.

Seratus Sekolah Rusak Tak hanya di Karangasem, kerusakan gedung sekolah SD dan SMP terjadi di Bangli. Jumlahnya lebih dari seratus unit. Khusus SD, sebanyak 44 SD di Bangli mengalami rusak berat dan 100 SD lagi rusak ringan. Dari jumlah tersebut terbanyak di Kintamani. Rinciannya 32 SD rusak berat, 61 SD rusak ringan. Susut 7 gedung SD rusak berat, 10 buah rusak ringan. Tembuku 4 SD rusak berat, 8 rusak ringan. Sedangkan kecamatan Bangli 1 SD rusak berat, rusak ringan 21 buah. Sedangkan gedung SMP di Bangli yang mengalami rusak berat 10 buah. Salah satunya SMPN 2 Tembuku. Hal itu disampaikan Kadis Pendidikan Bangli Drs. Wayan Sumantra. ‘’Saya akui terjadi banyak kerusakan atas ruang kelas siswa,’’ katanya. Kepala SMPN 2 Tembuku Sang Gede Buda mengatakan, dua ruang kelas yang sebelumnya dimanfaatkan sebagai ruang praktik keterampilan mengalami rusak parah sekitar

tahun 2009. Kerusakan tersebut disebabkan ruang kelas ditimpa pohon bambu tumbang akibat empasan angin puting beliung kala itu. Pihaknya telah berupaya kelas tersebut segera mendapat perbaikan. Namun hingga kini tidak mendapat jawaban pasti. Kini dia hanya bisa pasrah menantikan uluran tangan pemerintah. Sumantra mengakui kerusakan itu telah disampaikan kepada pihaknya, belum lama ini. ‘’Masih beruntung tidak ada siswa yang telantar atau belajar beratapkan langit,’’ ucapnya. Meski begitu, pihaknya akan tetap memperjuangkan sehingga perbaikan bisa dilakukan secara bertahap. Apalagi saat ini sedang turun tim verifikasi dari Jakarta meninjau Bangli atas usulan pembangunan ruang kelas baru. ‘’Mudah-mudahan saja kerusakan yang terjadi atas ruang belajar siswa bisa dianggarkan, sehingga perbaikan bisa dilakukan secara bertahap. (bud/puj)

ISUZU ELF Jagonya Pasiran No. 1 di tanjakan P B AK ME U N E T NA G A RI K MALAM TETAP BUKA SAMPAI DENGAN JAM 21.00

Info lebih lanjut hub. Kantor kami :

0361-410000 LEBIH BAIK UNTUKMU ! C.0006320-mbl

C.0014484-mtr-4

C.0008582-srv


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.