Edisi 01 September 2011 | Balipost.com

Page 7

INVESTIGASI

Kamis Paing, 1 September 2011

RENUNGAN Kebiasaan Menyimpang JIKA ada yang bilang bahwa korupsi di Indonesia sudah membudaya, tampaknya sulit ditampik. Ulah memakan uang yang bukan menjadi haknya itu sepertinya sudah masuk ke darah, sehingga di mana-mana ada saja perbuatan menyimpang tersebut. Di semua lini, kegiatan sepertinya tidak luput dari praktik korupsi. Tidak saja korupsi berskala besar seperti kasus wisma atlet yang melibatkan Nazaruddin, korupsi pajak melibatkan Gayus Tambunan sampai dugaan suap Nyoman S yang petinggi di Kemenakertrans itu, juga praktik-praktik kecil yang dilakukan di tengah-tengah masyarakat. Sering terdengar ada pungutan di jalan raya oleh aparat, pungutan saat pengurusan KTP, SIM, sampai perbuatan pungli yang dilakukan para juru parkir (jukir). Jukir yang setiap hari ditemui saat kita melakukan parkir kendaraan di ruas-ruas jalan, memang sangat dibutuhkan keberadaannya. Dalam situasi kendaraan yang parkir membeludak, jasa tukang parkir yang direkrut pemerintah daerah itu benar-benar sangat membantu. Tidak saja tugasnya memindahkan kendaraan yang menghalangi, juga memberi aba-aba pengendara agar kendaraan tidak menyeruduk kendaraan lain atau jangan sampai nymplung ke selokan. Tindakan jukir seperti itu patut dihargai. Di sisi lain, ada juga jukir yang bekerja ogah-ogahan. Tak mengatur kendaraan, justru hanya memungut retribusi parkir saja. Paling sering terlihat di lapangan adalah jukir yang memungut retribusi dengan tidak memberikan karcis parkir. Tindakan jukir itu ternyata banyak juga dikeluhkan para pemilik kendaraan, tetapi akhirnya bisa memaklumi karena uang yang diberikan tidaklah besar. Parkir sepeda motor Rp 1.000 dan kendaraan roda empat Rp 2.000. Alasan jukir di Denpasar tidak memberikan karcis, karena merasa tidak membohongi pemilik mobil. Masalahnya, uang yang disetor ke PD Parkir sudah sesuai kontrak atau target yang ditentukan. Satu ruas parkir nilainya ditetapkan, sehingga memberi tiket parkir atau tidak bukanlah sebuah penipuan. Artinya, bila yang parkir banyak, maka uang kelebihan setelah setoran menjadi milik jukir. Demikian sebaliknya, bila yang parkir sepi dan uang setoran kurang maka yang bertanggung jawab memenuhi setoran adalah jukir juga. Persoalan lain adalah nilai parkir satu sepeda motor hanya Rp 500, tetapi ditarik Rp 1.000. Dengan kondisi itu, berarti nilai setoran tentu saja sangat kecil dengan hitunghitungan satu motor Rp 500. Bila kemudian ditarik Rp 1.000, maka upaya memenuhi setoran akan lebih cepat. Maka jukir pun akan bisa mendapatkan kelebihan uang plus mendapatkan persentase dari nilai setoran, maka uang yang dikantongi jukir lumayan per harinya. Apa yang dilakukan para jukir di lapangan tentu merupakan sebuah penyimpangan. Hanya secara individu yang memberikan Rp 1.000 dari yang seharusnya Rp 500, tidaklah besar. Namun bila dikalikan banyak tukang parkir berbuat demikian, kali satu bulan dan dikalilan setahun dan seterusnya, maka banyak uang masyarakat yang dinikmati jukir yang semestinya tidak menjadi haknya. Demikian halnya dengan tidak memberikan karcis parkir kepada para pengendara. Bukan saja pengendara tidak mempunyai bukti bahwa mereka sudah parkir di satu lokasi, juga merasa tidak nyaman melihat perilaku jukir. Karcis hanya diperlihatkan saja, tetapi setelah uang diambil, ternyata karcisnya tetap dipegangnya. Terus, apa untungnya memegang karcis bagi tukang parkir bila tidak memberi pengaruh pada setoran yang sudah ditarget PD Parkir? Nampaknya bisa dilihat dari sisi undian berhadiah parkir. Bila karcis itu masih dipegang, maka kemungkinan mendapatkan hadiah yang disediakan PD Parkir bisa jatuh ke tangan para jukir. Apalagi belakangan ini gema undian berhadiah parkir agak meredup. Pengumuman hasil pengundian tidak bergema, sehingga masyarakat tidak banyak yang tahu. Bisa jadi hadiah yang disediakan akan banyak jatuhnya ke jukir yang memegang potongan karcis parkir. Bila direnungkan, di mana saja ada celah untuk berbuat menyimpang. Untuk itu, pengawasan terhadap semua kegiatan di lapangan patut ditingkatkan. Jangan sampai potensi parkir yang sudah besar menjadi terlihat kecil karena setorannya rendah. Padahal secara nyata uang masyarakat tersedot ke sektor ini sudah besar. Upaya menaikkan tarif parkir yang notabene membebani masyarakat tentu sebuah tindakan tidak elok. Melihat ada sejumlah kejanggalan dan permainan di dalamnya, maka miningkatkan PAD parkir mestinya dengan menata potensi yang ada sekarang. Termasuk lebih meningkatkan pengawasan dan disiplin lebih baik para jukirnya. Tentu saja pihak atasan mesti memberikan contoh yang baik, tidak melakukan upaya-upaya penyimpangan, sehingga tidak menjadi alasan pembenar para jukir berbuat menyimpang di lapangan. Hendaknya ungkapan, ‘’Lebih baik diambil sedikit di bawah daripada disetor, toh di atas juga ada pihak yang mengambilnya’’ janganlah sampai menjadi kenyataan. (pur)

Parkir di Denpasar

Sudah Mahal, Banyak Kecurangan Lagi PARKIR di Denpasar masih menyisakan persoalan yang mesti diperbaiki instansi terkait. Selain masih minimnya sentral parkir di kota berwawasan budaya ini, tarif parkir yang ditetapkan pemerintah juga banyak yang dilanggar. Buktinya, dalam ketentuan tarif parkir di tepi jalan untuk sepeda motor sejatinya masih tetap Rp 500. Namun, banyak petugas/ juru parkir yang menarik Rp 1.000. Pelanggaran seperti ini banyak ditemukan di sejumlah tempat di Denpasar. Salah satunya, parkir di Lapangan Puputan Margarana, Renon. Salah seorang warga Kota Denpasar Nyoman Suparta mengaku sering mendapatkan petugas parkir yang demikian. Artinya, ketika mereka parkir di tepi jalan, tarifnya sudah ditarik Rp 1.000. ‘’Ini yang sering kami temukan,’’ kata Suparta saat ditemui di Kantor Wali Kota Denpasar, belum lama ini. Ia berharap bila tarifnya masih tetap Rp 500, semestinya petugas parkir disiapkan uang receh. Terlebih, sampai saat ini BI masih tetap mengeluarkan uang receh Rp 500. Hal ini untuk mengurangi jumlah kerugian masyarakat terhadap parkir di Denpasar. ‘’Kalau mau, semestinya juru parkir sudah siap dengan uang kembalian,’’ katanya. Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Kota Denpasar I Gede Astika didampingi Kabag Humas dan Protokol Setda Kota Denpasar I.B. Rahoela belum lama ini mengakui untuk tarif parkir tepi jalan masih menjadi kewenangan Dinas Perhubungan mengaturnya. Namun, untuk petugas juru parkir yang bekerja di lapangan, telah menjadi kewenangan PD Parkir yang menjadi lembaga pelaksana perparkiran di Denpasar. Astika mengatakan, selama ini pihaknya belum pernah menaikkan tarif parkir tepi jalan untuk seluruh kawasan di Denpasar. Namun, fakta di lapangan sudah berbeda. Banyak masyarakat yang menyerahkan uang Rp 1.000 untuk parkir tepi jalan bagi pengendara sepeda motor. Padahal, di karcis parkir masih tertera tarif Rp 500. ‘’Kemungkinan karena tidak ada kembalian, maka masyarakat memberikan uang seribu rupiah,’’ kata Astika. Atas dasar itulah, Dishub Denpasar kembali merancang kenaikan tarif untuk parkir tepi jalan. Pemikiran ini keluar setelah Dishub Denpasar bersama instansi terkait melakukan pertemuan akhir Juni 2011 lalu yang memutuskan untuk merancang kenaikan tarif. ‘’Ini sejalan dengan UU Pajak Daerah yang baru,’’ jelas Astika. Dalam konsep yang ditawarkan Dishub, tarif parkir tepi jalan akan ditetakan Rp 1.000 untuk sepeda motor dan Rp 2.000 untuk roda empat. Rancangan ini sudah disampaikan kepada tim perda Pemkot Denpasar untuk selanjutnya dibahas di DPRD Denpasar.

Swalayan Gantikan Uang Parkir Jika Pengunjung Tak Diberi Karcis BERBAGAI cara diterapkan pengelola parkir di Karangasem guna menghindari ulah nakal petugas parkir. Pengelola parkir di swalayan Hardy’s Karangasem, misalnya, memasang pengumuman di areal parkirnya. Jika pelanggan setianya tak diberikan karcis parkir, bisa melapor kepada pengelola Hardy’s. Bagi mereka yang tak diberikan karcis parkir dan melapor, bakal digantikan uang parkir yang dipungut petugasnya tanpa menyerahkan karcis, sebesar Rp 100 ribu. Di lain pihak, pengelola parkir di bawah Dispenda Karangasem masih cukup longgar. Sejumlah oknum petugas parkir kerap tak menyerahkan karcis parkir kepada pengguna jasa parkir. Selama ini juru parkir (jukir) tetap aman saja. Seorang jukir yang mengaku bernama Jegir mengatakan, pihaknya jarang tak memberi karcis parkir kepada pengguna parkir. Dia mengatakan target dari Dispenda cukup besar per bulan mencapai ratusan ribu. Jadi, kalau beberapa orang tak mendapatkan karcis parkir, juga tak banyak pengaruhnya. ‘’Lihat saja kehidupan jukir di kota Amlapura ini, apa ada yang kelihatan necis atau kaya. Sejak dulu kami juga begini-begini saja, tak ada perkembangan,’’ ujar Jegir. Dikatakannya, tanggung jawab petugas parkir juga cukup besar. Misalnya, kalau ada helm pecah karena terjatuh saat mengeluarkan sepeda motor. Kerap juga sepeda motor yang berhimpitan, jatuh. Petugas parkir mesti memperbaiki parkir motor itu satu per satu. Masih beruntung, selama ini parkir kendaraan di

kota Amlapura relatif aman. Selama ini jarang ada yang kehilangan sepeda motor di parkir, kecuali yang memang lalai atau kunci sepeda motornya nyantol. Jegir mengatkan, kalau memang ada kasus kunci kontak sepeda motor nyantol ditinggal pergi pemiliknya, cepat-cepat diamankan petugas parkir. Berdasarkan pengamatan, oknum jukir yang nakal juga kerap tak memberikan kembalian uang bagi pengguna parkir mobil yang tak memiliki uang pas, seperti hanya memiliki uang Rp 2.000. Tarif pakir di Karangasem untuk roda dua masih Rp 500, sementara roda empat Rp 1.000. ‘’Itu kadangkadang kalau kami petugas parkir juga tak memiliki uang kembalian. Anggap saja impas, karena orang parkir juga seringkali ada yang lari tanpa mau membayar. Jadi anggap impas,’’ ujar seorang jukir. Di lain pihak, Ketua Komisi C DPRD Karangasem Made Wirta mengatakan pengelolaan jasa parkir sebagai pendapatan asli daerah (PAD) cukup potensial di Karangasem. Karena itu, dia minta yang membidangi pemungutan yakni Dispenda Karangasem mencari sistem pemungutan atau pengelolaan parkir yang efektif. Lokasi parkir yang potensial mesti dikelola dengan baik, sehingga terhindar dari kebocoran dengan tanpa mengesampingkan kesejahteraan para jukir itu. Ketua DPRD Karangasem I Gede Dana menyampaikan hal yang sama. Menurutnya, selain memungut jasa parkir, keamanan, kenyamanan parkir juga mesti diperhatikan. Dia mengatakan, selama ini di

7

Karangasem lokasi keramaian belum memiliki lahan khusus parkir, tetapi masih lebih banyak menggunakan badan jalan. Dicontohkan di pusat kota Amlapura, dari Jalan Gajah Mada sampai ke Jl. Ksatrian. Akibatnya, saat pasar ramai atau pada saat pengunjung Pasar Amlapura Timur ramai seperti menjelang hari raya Galungan dan Kuningan, kerap jalan itu macet total. Soalnya, jalan kian sempit karena badan jalan dipakai lokasi parkir sampai tiga lapis sepeda motor. Gede Dana minta Bupati Karangasem merancang penyediaan lokasi parkir yang lebih representatif, mengingat kota Amlapura juga kian ramai. Kadispenda Karangasem Ir. Gde Adnya Mulyadi mengatakan, pihaknya sudah mengusulkan rancangan bakal meningkatkan pasar tradisional Amlapura Timur. Di mana, pasar yang sudah tak representatif, karena sudah penuh sesak tiap hari itu, bakal ditingkatkan bangunannya. Di mana di lantai I nantinya dirancang untuk areal parkir seluruhnya. ‘’Nanti kalau sudah ada anggaran membangun pasar itu, tentu areal parkirnya bakal lebih luas,’’ ujarnya tanpa menjelaskan mulai kapan pembangunan itu dimulai. Dikatakan, dari segi PAD jasa parkir, tiap tahun selalau terpenuhi targetnya. Hal ini karena dilakukan evaluasi tiap tiga bulan sekali. Selain itu pada saat pendapatan itu rendah dibandingkan target dan dari pendapatan sebelumnya, bakal dicari masalahnya, kemudian petugas dari Dispenda langsung turun ke lapangan melakukan pendampingan. (bud)

Astika menyebutkan, tarif parkir yang selama ini berlaku mengacu pada SK Wali Kota No. 422 A tahun 2004. SK itu mengatur tentang besaran tarif parkir tepi jalan. Sedangkan tarif parkir pelataran bukan menjadi kewenangan Dinas Perhubungan. Sebab, penyelenggaraan parkir di Denpasar sudah diatur berdasarkan Perda No. 11 Tahun 2005 yang diserahkan kepada PD Pasar. Ditarget Sementara itu, beberapa juru parkir yang ditemui di Lapangan Puputan Margarana, Renon mengakui dalam per hari mereka sudah ditarget untuk bisa menyetor ke PD Parkir. Untuk setiap hari Senin sampai Jumat, setoran yang harus bisa dipenuhi sebesar Rp 60.000. Sedangkan khusus untuk Sabtu, jumlah setorannya sedikit lebih besar yakni Rp 75.000. ‘’Hari Minggu, kami ditarget Rp 30.000,’’ ujar juru parkir di depan Kantor Gubernur Bali ini. Sebelumnya, Dirut PD Parkir I Nyoman Gede Sudiantara mengatakan perolehan parkir tepi jalan insidental dan pelataran telah mencapai Rp 7,3 miliar dari target Rp 12,8 miliar. Target tersebut dipastikan bisa dicapai, karena sisa waktu untuk tahun ini masih cukup panjang. Berharga Bagi sebagian warga Kota

Bali Post/dok

PARKIR - Salah satu tempat parkir yang tampak dijejali sepeda motor. Denpasar, sehelai karcis parkir sangatlah berharga. Sebab, karcis parkir bisa berubah menjadi 1 unit mobil bila mereka memiliki kesempatan memenangkan undian yang dilakukan PD Parkir Kota Denpasar tiap tahunnya. Sebelumnya, pengumuman pemenang undian memang diinformasikan jelas kepada masyarakat luas, namun belakangan ingarbingar undian tersebut tampaknya sudah mulai meredup. Selain mengeluhkan kinerja juru parkir yang belum bekerja secara profesional, sejumlah warga Denpasar melontarkan penolakan terkait rencana kenaikan tarif parkir hingga 100 persen untuk seluruh jenis kendaraan. Semula untuk sepeda motor dari Rp 500 hingga Rp 1.000 bakal naik menjadi Rp 2.000. Sedangkan mobil direncanakan naik menjadi Rp 3.000 dari semula Rp 2.000.

Jro Susila, asal Penatih, mengatakan kenaikan tarif parkir dinilai sangat tinggi, apalagi dirinya bekerja sebagai sales penjualan yang acapkali harus menggunakan jasa parkir saat bertemu relasi. Paling tidak pemerintah bisa mengkaji kembali, karena kenaikannya sangat memberatkan. ‘’Kalau dihitung tiap harinya saya pergi ke lima lokasi. Paling tidak saya harus menyiapkan Rp 10.000. Jika dikalikan sebulan, bisa tekor gaji saya,’’ keluhnya. Senada dengan Jro Susila, warga masyarakat lainnya, Nengah Ayu, juga menyatakan penolakannya. Dirinya mengatakan aktivitasnya sebagai pedagang sayur tentunya kerap menggunakan jasa layanan parkir saat membeli barang dagangan di pasar tradisional. ‘’Sebagai rakyat kecil saya cuma berharap pemerintah bisa lebih bijak dalam menentukan sikap,

sehingga aturan yang dibuat nantinya tidak begitu memberatkan masyarakat ekonomi menengah ke bawah,’’ ujarnya. Sementara itu, salah seorang juru parkir resmi yang namanya tidak mau disebutkan mengatakan, pemberian karcis parkir atau tidak sebenarnya tidak mengubah pendapatan yang mereka peroleh. Menurutnya, para juru parkir diberi target setoran yang harus mereka capai tiap harinya. Misalnya, target setoran mereka Rp 60.000, namun hanya terkumpul Rp 40.000. Kekurangan itu terpaksa mereka tambah dari kantong pribadi. ‘’Jadi, anggapan uang masyarakat kita tilep dengan tidak memberikan karcis itu tidak benar,’’ tegasnya. Belum lagi jika ada kejadian helm hilang atau kendaraan yang diparkir mengalami kelecetan, dirinya terpaksa harus mengeluarkan uang ganti rugi. (ara/bit)

Dikejar Target, Pendapatan Minim HONOR juru parkir (jukir) di Tabanan memprihatinkan. Meski dikejar target pendapatan, honor yang diterima tergolong kecil. Rata-rata, honor yang didapat berkisar antara Rp 475.000 per bulan. Angka ini disesuaikan dengan besarnya target yang dibebankan. Tak heran jika ada jukir yang hanya mendapat honor Rp 300.000 per bulan. Padahal, upah minimum kabupaten (UMK) Tabanan sudah menembus di atas Rp 800.000 per bulan. Status jukir ini seluruhnya tenaga kontrak dan honorer. Mereka disebar di sejumlah titik yang memerlukan layanan parkir umum. ‘’Kami ditarget Rp 70.000 per shift atau sekitar 5 jam,’’ kata Made Darma, salah satu jukir di Pasar Tabanan, Rabu (31/8) kemarin. Dari target itu, pria ini mendapat honor Rp 475.000 per bulan. Angka yang menurutnya cukup kecil untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Karena dipasang target, jukir di Tabanan kurang memperhatikan pemberian karcis kepada pemilik kendaraan yang parkir. ‘’Kebanyakan mereka (pemilik kendaraan-red) malas meminta karcis parkir. Jadi kami biarkan,’’ ujar jukir yang sudah bertugas 8 tahun ini.

Meski tak memberi karcis, kata Darma, tidak berarti jukir banyak menilep uang parkir. Sebab, kata dia, target yang dibebankan lumayan berat. Apalagi, tarif parkir hanya Rp 500 bagi kendaraan roda dua. Darma menambahkan, dalam satu kali bertugas, dia tidak pernah mendapat uang lebih. Sehari, maksimal hanya mendapat kelebihan Rp 9.000. ‘’Itu cuma untuk beli bensin,’’ katanya. Menurut Darma, ada juga jukir yang ditarget pendapatan hingga Rp 120.000 per jam kerja. Target ini, kata dia, disesuaikan den-

gan keramaian lokasi parkir. Makin ramai, target yang dibebankan bertambah tinggi. Sistem target ini, menurut Darma, sudah diberlakukan sejak lama. Bahkan, ketika dia pertama kali diterima sebagai jukir, sistem tersebut sudah diterapkan. Menurutnya, sistem target dinilai lebih efektif ketimbang karcis. Sebab, banyak pengguna parkir yang tidak mempedulikan karcis. Jumlah jukir di Tabanan diperkirakan mencapai Rp 150 orang. Namun, mereka tidak bekerja secara serempak, melainkan diatur menggunakan

Bali Post/udi

PARKIR - Seorang juru parkir sedang mengatur kendaraan di pasar kota Tabanan, Rabu (31/8) kemarin.

jam kerja pagi dan malam. Anggota Komisi IV DPRD Tabanan Made Yasa membenarkan target bagi jukir tersebut. Menurutnya, DPRD baru saja mengesahkan Perda Retribusi Parkir. Salah satu klausulnya adalah naiknya tarif parkir. Tarif kendaraan roda dua naik dari Rp 500 menjadi Rp 1.000. Sedangkan roda empat naik dari 1.000 menjadi Rp 2.000. Tarif truk dan bus naik menjadi Rp 5.000 sekali parkir. Sementara tarif parkir bulanan dibuat lebih fleksibel. Artinya, para pemilik kendaraan bebas memilih tarif harian atau bulanan. Meski sudah disahkan, Perda Retribusi Parkir ini belum dilaksanakan. Sebab, saat ini DPRD masih menggodok Perda Pajak Parkir. ‘’Kami sedang menggodoknya. Jika rampung pelaksanaannya akan bersamaan dengan Perda Retribusi Parkir,’’ tegas politisi Demokrat ini. Naiknya tarif parkir ini diharapkan bisa menambah pendapatan asli daerah (PAD) Tabanan, sekaligus memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat, khususnya pelanggan parkir. Dalam Perda Retribusi Parkir, target pendapatan kepada jukir tetap diberlakukan. (udi)

Di Klungkung

Tarif Parkir Rp 300, Dipungut Rp 500 KABUPATEN Klungkung memiliki perda yang mengatur tentang retribusi parkir, yakni Perda 5 Tahun 2000. Namun perda itu dianggap sudah kedaluwarsa dan merugikan daerah. Terutama dari segi pemasukan atau pendapatan asli daerah (PAD). Karenanya, beberapa waktu lalu pernah muncul desakan dari anggota DPRD Klungkung agar eksekutif, khususnya Bagian Hukum dan Organisasi, secepatnya merevisi perda itu. Merugikan dari segi pemasukan bisa dilihat dari angka yang diatur dalam perda. Dalam perda tercantum pungutan Rp 300 untuk parkir sepeda motor dan Rp 600 untuk mobil. Padahal kenyataannya, petugas parkir memungut Rp 500 untuk sepeda motor dan Rp 1.000 untuk mobil. Ini menunjukkan banyaknya terjadi kebocoran. Kebocoran-kebocoran itulah yang sering dipertanyakan warga. Ke mana kelebihan pembayaran parkir tersebut dibawa? Apakah masuk ke kantong petugas parkir atau justru dibagi-bagi oleh mereka yang terkait di dalamnya? Ketika dimintai konfirmasi Rabu (31/8) kemarin, Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan, Nengah Becik, mengakui sejauh ini memang sering melihat kenyataan bahwa untuk parkir sepeda motor dipungut Rp 500 dan Rp 1.000 untuk mobil. Me-

mang, itu terjadi karena petugas parkir tidak punya kembalian. Ada juga masyarakat yang tidak meminta kembalian. ‘’Tetapi, yang kami pertanggungjawabkan tetap Rp 300 per sepeda motor dan Rp 600 per mobil, sebagaimana tertera dalam kupon parkir,’’ ungkap Becik. Namun, dia tak menjelaskan ke mana dibawa kelebihan pembayaran parkir tersebut. Yang jelas, kata Becik, masing-masing petugas parkir ditarget pemasukan hariannya dengan besar yang bervariasi antara lokasi satu dengan lokasi lain. ‘’Soal angka pasti berapa besarnya target, jujur saya tidak hafal. Tetapi yang jelas target itu ada,’’ katanya seraya menyebutkan, secara umum target retribusi (parkir dan pasar) yang dipatok Dinas Koperasi, UKM dan Perindag selama setahun (tahun 2011) mencapai Rp 2,790 miliar. Kata dia, selama ini Dinas Koperasi, UKM dan Perindag mempekerjakan sekitar 25 petugas parkir yang tersebar di beberapa tempat, di antaranya di Pasar Galiran, Pasar Klungkung (Pasar Seni) dan beberapa tempat lain. Dalam bekerja, mereka ditarget. Hal itu membuat petugas parkir sering mengabaikan tugasnya memberikan karcis parkir kepada masyarakat. ‘’Saya akui sering mendapat protes warga mengenai hal itu. Makanya, saya

sering mengumpulkan petugas parkir dan mengingatkan agar mereka tetap memberikan karcis parkir itu kepada masyarakat. Meskipun setiap hari mereka ditarget,’’ ungkap Becik. Soal revisi Perda Parkir, Becik mengatakan bahwa draf ranperda parkir baru sudah masuk ke Bagian Hukum dan Organisasi untuk dilakukan pengkajian. Malah, draf itu sudah masuk tahun 2010. Memang, draf awal itu harus ada perbaikan karena menyesuaikan dengan aturan tentang perpajakan. ‘’Namun, perbaikannya juga sudah dimajukan lagi awal tahun 2011,’’ katanya. Di mana, dalam perubahan perda nantinya, tarif yang dirancang Rp 1.000 untuk sepeda motor (naik Rp 700 dari perda sebelumnya) dan Rp 2.000 untuk mobil (naik Rp 1.400). Persoalan parkir, tak hanya ditangani Dinas Koperasi, UKM dan Perindag, juga Dinas Perhubungan, Informasi dan Komunikasi (Dishubkominfo). Parkir yang ditangani Dishubkominfo adalah parkir di luar pasar seperti jalan dan tempat lainnya. Sedikitnya 62 petugas parkir dikerahkan Dishubkominfo. Sama halnya dengan petugas parkir Dinas Koperasi, UKM dan Perindag, petugas parkir Dishubkominfo juga ditarget. ‘’Kalau tidak salah, target tahun 2011 Rp 165

juta,’’ kata Kadishubkominfo Klungkung Nengah Sukasta. Sesuai pengalaman tahuntahun sebelumnya, realisasi pemasukan dari parkir selalu melampaui target yang ditetapkan. Bagaimana dengan rencana perubahan/kenaikkan tariff parkir? Ditanya demikian, Sukasta menolak menjawab. Dia mengaku khawatir kasusnya akan sama dengan rencana kenaikan tarif roro. ‘’Belum apaapa sudah heboh di koran. Makanya, saya tidak mau bicara soal angka dulu,’’ katanya. Berdasarkan pantauan, salah satunya di pintu masuk Pasar Seni Klungkung, petugas parkir sangat jarang memberi karcis parkir kepada pengendara sepeda motor yang masuk ke pasar dan membayar parkir. Petugas hanya mengambil pungutan Rp 500 per sepeda motor. ‘’Dikasi karcis atau tidak, toh sama saja. Kami kan sudah ditarget. Kalau pemasukan harian kurang dari target yang dipatok, bisa uang saku kami yang keluar untuk menutupi kekurangan. Tetapi, sering juga pemasukan yang kami terima melebihi target yang ditetapkan,’’ ujar sejumlah petugas parkir. Namun, mereka mengelak menjawab ketika ditanya diapakan kelebihan target pemasukan tersebut. ‘’Sudah-sudah,’’ ujar seorang petugas seraya ngeloyor dan berpura-pura sibuk mengatur parkir. (bal)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.