22 PCC TO BREMEN CHOIR OLYMPICS 2004

Page 1

FOTO & CERITA DARI CHOIR OLYMPICS 2004 BREMEN

Pada saat pembukaan CHOIR OLYMPICS 2004 BREMEN, PCC diminta main sepakbola dengan koor anak dari negara lain, foto kanan, 11 anak PCC lagi main sepakbola ditemani "DRAGON OLY" maskot choir olympics.





Lomba pada Category 2 - Youth Choirs of Equal Voices







Lomba pada Category 25 - Folklore with instrumental accompaniment


Komentar Tina Widjaja: "Gileeee deh Babe gue, lupa udah umur 80 tuh! Ho3.........."



Berdoa setelah tahu lolos babak pertama (1st round)




Olahraga tiap pagi untuk menjaga kondisi badan agar selalu sehat.


Choir Master dari Indonesia bertemu di Bremen. Dari kiri ke kanan : Rizal A. Tandrio, istrinya Bang Elfa, Bang Elfa, Pak Tommyanto (dari Bandung Choral Society) dan Pak Hestyono (dosen UPI Bandung). Baca tulisan Pak Tommyanto pada harian Kompas, hari Sabtu, 7 Agustus 2004 dengan judul: TAMPILNYA DUTA SENI INDONESIA DALAM CHOIR OLYMPICS 2004 atau klik: http://www.kompas.com/kompascetak/0408/07/pergelaran/1193275.htm






Dimana-mana dalam kota Bremen, dipinggir jalan, ada yang ngamen, jadi sama seperti di Jakarta. Bedanya, kadang-kadang pakaiannya lengkap dan alat musiknya mewah. Selesai ngamen, topi diedarkan untuk menerima sumbangan. Sayang ketika PCC ngamen di pinggir jalan, topi tidak diedarkan. Mungkin masih malu?



Hari Minggu, tanggal 11 Juli 2004, kebaktian pagi dengan pendeta yang khusus datang di asrama. Selesai kebaktian diperoleh kabar bahwa untuk Category 25 - Folklore with instrumental accompaniment, PCC harus tampil lagi di final. Maka lupa hari Minggu untuk jalan-jalan karena semua repot untuk mempersiapkan kembali. Memang perjuangan berat sekali karena waktu sangat singkat.


Selama di Bremen, PCC tidak tidak di hotel tetapi di asrama mahasiswa dari International University of Bremen. Pada salah satu kamar masih ada mahasiswa yang tinggal dan PCC sering ditegur kalau selalu membuat ramai.




Station kereta api Bremen, tempat tram juga. PCC setiap hari bolak-balik dari asrama ke tempat kompetisi naik kereta api. Karena dana terbatas, hanya beli tiket 40 untuk 80 serta dipakai beberapa kali, syukurlah kondekturnya punya toleransi tinggi.






Selain kereta api, bus inilah yang berjasa mengantarkan anak-anak PCC.



Di asrama, sebelum makan, selalu berdoa lebih dahulu. Beginilah suasananya.




Beginilah suasana makan di cafe olimpiade Bremen. Melihat hal ini Pak Uripto Widjaja membelikan chinese food untuk anak-anak PCC, hanya sayang karena sudah disesuaikan dengan selera Eropa, tetap saja anak-anak PCC tidak doyan. Walaupun demikian, doyan tidak doyan tetap harus dimakan agar tidak sakit.





Pada Category 25 - Folklore with instrumental accompaniment, yang paling repot ialah mempersiapkan anak-anak PCC mulai dari make up, sanggul, pakaian dll. Syukurlah semua orang tua yang ikut mau membantu dan akibatnya tidak bisa jalan-jalan atau shooping di kota Bremen.



Selama di Bremen, PCC memperoleh sukarelawan penduduk Bremen, Mr. Horst, pensiunan. Pada foto kiri, crew PCC berkunjung ke rumah Mr. Horst dan istrinya Irene, membuatkan kue untuk tamu-tamunya. Suatu kenangan manis yang sulit untuk dilupakan. Kemanamana Mr. Horst selalu ikut, juga ikut foto bersama. Pada foto kanan, Mr. Horst, berdiri paling kanan.


From: "Yvonne S. Mulyati" Date: Tue, July 13, 2004 12:38 am Hari Rabu, 7 Juli 2004, kami (saya en suami) memutuskan untuk melihat dengan mata-kepala sendiri Choir Olympiade ke 3 di Bremen. Lalu malam itu juga suamiku mencari penginapan yang dekat dengan tempat PCC tampil. Untungnya dapat! Jadi kami bisa pergi. Suami ternyata kasih surprise dan ia sudah mengatur pekerjaannya, sehingga bisa meninggalkan kantor hari Kamis en Jumรกt. Kamis pagi kami bersiap-siap lalu berangkat ke Bremen, setelah mengurus ini en itu kirakira jam 12an kami baru benar-benar meninggalkan Delft. Sesampainya di Bremen, kami langsung menuju hotel yaitu hotel Mercure, letaknya strategis yaitu di depan station kota Bremen. Sedangkan tempat CO adalah di belakang station. Jadi kami hanya berjalan kaki +/- 10 menit saja.


Setelah ‘check-in’ kami menuju ke tempat CO, kami tanya ke bagian informasi, kapan dan di mana anak-anak akan tampil. (Oh, ya sebelumnya kami makan malam dahulu)


Kesan kota Bremen

Begitu masuk kota Bremen, kami merasakan bahwa kota ini mempunyai suasana yang lain, memang suasana musik, Bremen dijuluki sebagai ‘stad muzicanten’ dan di mana-mana terdapat anak-anak, remaja dengan pakaian seragam berjalan bersama dengan menyanyi atau melakukan gerakan tertentu.



Lambang dari kota Bremen aneh yaitu keledai, anjing, kucing dan ayam jago. Mereka berdiri bersusun. Kurang tahu persis apa artinya, mungkin melambangkan kota yang damai, (biasanya binatang ini bermusuhan), tapi mereka berdiri bersusun, harmoni, damaaaiiii ‌‌.


Pada acara pembukaan Choir Olympic ada diperagakan lambang kota Bremen. Kami senang mendapatkan informasi lengkap, baik tempat maupun jam tampil untuk putaran pertama en kedua. Begitu selesai kami mendapatkan informasi, kami mendengar suara drumband, ternyata arak-arakan semua peserta. Wah, dengan berharap-harap cemas, kami mencari papan �ndonesia negara kami, ah‌ akhirnya muncul juga kontingen Indonesia. Spontan aku dekati dan tanya, ah‌kecewa! Ternyata mereka bukan dari Penabur, mereka adalah kontingen Pelita Harapan. PENABUR tidak ikut dalam arak-arakan tersebut. Acara dilanjutkan di dalam gedung yaitu Opening Ceremony. Acara ini


berlangsung meriah dan megah, ternyata Bremen itu kota musik en pemusik.

Inilah kontingen dari Pelita Harapan, sayang Pelita Harapan hanya memperoleh 1 GOLD dan 1 SILVER waktu penyisihan dan 1 BRONZE waktu final. Gubenurnya sendiri pintar menyanyi, dalam pembukaan beliau mengajak hadirin untuk menyanyi cannon, dibagi 3 group, tentu lagu Jerman yang simpel sehingga semua bisa mengikutinya. Sebagai informasi, CO ke 3 ini diikuti oleh 93 negara dan +/- 360 koren, hebat ya! Selama saya di sana suasana betul-betul enak. Pada waktu senggang peserta bersosialisasi satu dengan yang lain. Mereka buat foto bersama teman barunya. Beberapa tim Asia, China dan Korea of Singapore memanfaatkan waktu dengan latihan teknik di tangga depan haal, mereka juga latihan berjalan,


masuk-keluar panggung. Kami melihat bahwa disiplin adalah salah satu prinsip yang harus dipegang sekalian potensi musik itu sendiri. Kami juga melihat ada 2 anak yang jatuh sakit/ hampir pingsan pada waktu tampil. Beberapa kali ambulans datang, dan tim palang merah ke sana-ke mari. Tapi ada 1 hal yang saya senang, bahwa TIDAK ADA YANG BERKELAHI, tidak seperti pada pertandingan sepak bola misalnya.


Berikut ini foto-foto lain yang dikirim oleh Ibu Yvonne yang tinggal di Belanda dan khusus datang ke Bremen untuk support PCC.





Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.