Surat Kabar Media Aesculapius (SKMA) edisi Maret-April 2022

Page 1

Media

Surat Kabar

Telemedicine sebagai Solusi Pelayanan Pasien Tuberkulosis

Aesculapius

Kedokteran dan Kesehatan Nasional Terbit Sejak 1970

Covid-19 Mereda: Akankah Indonesia Menanggalkan Status Pandemi?

Sampaikan Kabar Buruk, Cegah Pasien Terpuruk

02/LVI

Mar-Apr 2022 | ISSN 0216-4996


Daftar Isi

Headline

Covid-19 Mereda: Akankah Indonesia Menanggalkan Status Pandemi?

Asuhan Kesehatan Batu Saluran Kemih: Jangan Ditahan Terlalu Lama

MA Info

Hindari Komplikasi dengan Cermat Tangani Gout

Seremonia

Merayakan Hari Ginjal dan Perempuan Sedunia

Konsultasi

Cegah Kanker Serviks Sedari Awal

Kesmas

Telemedicine sebagai Solusi Pelayanan Pasien Tuberkulosis

Tips & Trik

Sampaikan Kabar Buruk, Cegah Pasien Terpuruk

Arbeb

Intranasal Inhibitor Protein dan Peptida: “Masker” Biologis Covid-19

Kolom Umum Tidak, Terima Kasih

3 6

Daftar Isi

7 8 9

Suara Mahasiswa Penurunan Status Pandemi Covid-19, Sekarangkah Waktunya?

11

Suka Duka

12

Kabar Alumni

19

Seputar Kita

20

13 14

Sang “Jembatan” antara Dokter dan Analisis Laboratorium Seputar Internship di Ibu Kota Kawal Stunting Sedari Awal

Senggang

Menikmati Panorama Hijau di Tengah Kesibukan

Segar

Temukan Alat Kedokteran di Sekitar Kita, Yuk!

Ilustrasi Sampul oleh Nabilla Luthfia (MA)

1

15

MEDIA

AESCULAPIUS

17

21 22


Dari Kami Salam sejahtera untuk kita semua. Apa kabar, Pejuang Kesehatan di seluruh Nusantara? Semoga senantiasa sehat dan bahagia selalu. Berjumpa lagi dengan Surat Kabar Media Aesculapius. Sudah dua tahun kami bertransformasi dalam bentuk digital dengan harapan dapat lebih mengikuti perkembangan zaman dan juga dapat hadir lebih dekat dengan pembaca. Dua tahun ini memang menjadi tahun yang menantang bagi kita semua, terombang-ambing di tengah ketidakpastian pandemi. Tetap saja, berbagai tantangan tersebut tidak menyurutkan semangat kami untuk tetap menyebarkan informasi dan justru menjadi dorongan untuk melakukan inovasi. Sudah dua tahun, namun titik akhir pandemi Covid-19 nampaknya masih kabur. Wacana mengenai akhir pandemi kembali muncul setelah badai Omicron di awal tahun 2022; beberapa negara menganggap pandemi telah usai. Akankah Indonesia turut menghilangkan status pandemi? Simak ulasannya pada topik utama. Pernah mengalami kesulitan dalam menyampaikan prognosis buruk atau berita kematian pada keluarga pasien? Mari, pelajari teknik penyampaian kabar buruk untuk mencegah pasien terpuruk rubrik tips dan trik. Berbagai langkah yang penuh empati untuk menghadapi pasien dan keluarga dalam kondisi yang tidak nyaman akan dikupas tuntas di sana. Nampaknya, kata “tidak” pernah menjadi kata yang sulit diucapkan oleh kita semua. Pada akhirnya, kebiasaan tersebut menjadi bumerang bagi diri kita sendiri: berbagai kewajiban menghantui, merasa tertekan tanpa henti, dan tak ada waktu bagi diri sendiri. Kisah yang lumrah kita jalani tergambar dengan baik pada kolom umum. Semoga, setelah ini kita berhasil mengatakan, “Tidak, terima kasih.” Program internship yang identik dengan pergi ke pelosok Indonesia, nyatanya juga bisa dijalankan di ibu kota. Rubrik kabar alumni menceritakan pengalaman dr. Dinni Adila selama menjalankan internship di Ibu Kota Jakarta yang tak kalah menarik dengan internship di daerah lainnya. Jangan lupa untuk bersantai di tengah kesibukan dengan mencari alatalat kedokteran di halaman terakhir. Akhir kata, selamat menikmati Surat Kabar Media Aesculapius edisi ini. Semoga bermanfaat dan dapat menghibur pembaca sekalian. Salam sehat!

Amanda Safira Aji, S.Ked Pemimpin Redaksi

MEDIA AESCULAPIUS

Pelindung: Prof. Ari Kuncoro, SE, MA, PhD (Rektor UI), Prof. Dr. dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP (Dekan FKUI) Penasihat: Dr. Tito Latif Indra, MSi (Direktur Kemahasiswaan UI), Dr. dr. Anggi Gayatri, SpFK (Koordinator Kemahasiswaan FKUI) Staf Ahli: Seluruh Kepala Bagian FKUI/RSUPNCM, Prof. Dr. Ma’rifin Husein (CHS), dr. Muki Reksoprodjo, dr. Boen Setiawan, dr. Sudarso, dr. E. Oswari, DPH, Prof. Dr. Arjatmo Tjokronegoro, PhD, dr. Hapsara, DPH (Kemenkes RI), dr. Fahmi Alatas, Prof. dr. Marwali Harahap, SpKK, Prof. Dr. Umar Fahmi Achmadi, MPH Pembantu Khusus: Seluruh Alumni Aesculapius dan Media Aesculapius

Pemimpin Umum: Stella Kristi Triastari. POSDM: Alessandrina Janisha P, Ariestiana Ayu A, Fahriyah Raihan M, Hubert Andrew. Pemimpin Produksi: Ayleen Huang. Wakil Pemimpin Produksi: Ilona Nathania. Tata Letak dan Cetak: Aisha Putri C, Chastine Harlim. Ilustrasi dan Fotografi: Indira Saraswati S, Athira Marsya K. Infografis: Hasbiya Tiara K, Nabilla Luthfia S, Kania Aisyah P. Staf Produksi: Reihan Khairunnisa, Sherlyn Austina, Yasmin Nur A, Auvan Lutfi, Sandra Princessa, Fahriyah Raihan M, Stella Clarissa, Indira Saraswati S, Arfian Muzaki, Aurelia Maria PS, Gita Fajri G, Hannah Soetjoadi, Marthin Anggia S, Mega Yunita, Sakinah Rahma S, Vina Margaretha M. Pemimpin Redaksi: Amanda Safira Aji. Wakil Pemimpin Redaksi: Alessandrina Janisha P. Chief Editor: Gabrielle Adani, Izzati Diyanah, Alexander Rafael. Redaktur Senior: Aughi Nurul A, Billy Pramatirta, Elvan Wiyarta, Jessica Audrey, Jonathan Hartanto, Leonaldo Lukito N, Lidia Puspita H, Mariska Andrea S, Prajnadiyan C, Sheila Fajarina S, Wira Tirta D. Redaktur Headline: Ryan Andika, Benedictus Ansel S. Redaktur Klinik: Raisa Amany. Redaktur Ilmiah Populer: Laurentia. Redaktur Opini & Humaniora: Rejoel Mangasa S. Redaktur Liputan: Rheina Tamara T. Redaktur Web: Kelvin Kohar, Taris Zahratul A, Hendra Gusmawan. Reporter Senior: Albertus Raditya D, Alexander Rafael S, Ariestiana Ayu AL, Kareen Tayuwijaya, Nada Irza S. Reporter Junior: Alifa Rahma R, Cahyadi Budi S, Dwi Oktavianto M, Fadila Julianti, Oriana Zahira P, Rahmi Salsabila, Savira Wijaya, Sofia Salsabilla S, Yosafat Sebastian P, Yuri Annisa I. Pemimpin Direksi: Rafaella Shiene W. Wakil Pemimpin Direksi: Aulia Nisrina Y. Staf Direksi: Medhavini Tanuardi, Stella Kristi T, Stephanie Amabella P, Hubert Andrew, Engelbert Julyan G, Laureen Celcilia, Regine Viennetta B, Gerald Aldian W, Gilbert Lazarus, Kevin Tjoa, Mochammad Izzatullah, Nur Zakiah Syahsah, Sean Alexander, Vincent Kharisma W Alamat: Media Aesculapius BEM IKM FKUI. Gedung C lantai 4, Rumpun Ilmu Kesehatan, Kampus UI Depok. E-mail: medaesculapius@gmail.com, Rek. 157-00-04895661 Bank Mandiri Cabang UI Depok, website: beranisehat.com

MEDIA

AESCULAPIUS

2


Headline

Covid-19 Mereda: Akankah Indonesia Menanggalkan Status Pandemi? Berbondong-bondong negara Eropa melepas restriksi pandemi, akankah Indonesia segera menyusul?

A

Ilona/MA

wal tahun 2022 dikejutkan dengan berita pengangkatan restriksi pandemi di beberapa negara, seperti Swedia, Norwegia, dan Inggris. Padahal, pada saat itu Indonesia sedang berperang menghadapi peningkatan kasus Covid-19 varian Omicron di berbagai daerah. Kontrasnya kedua hal tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan. Mengapa status pandemi di negara lain dapat diangkat, sedangkan Indonesia masih harus kembali mempererat protokol kesehatan dengan maraknya varian baru? Kapan Indonesia dapat menjalankan pelonggaran-pelonggaran serupa? Pelonggaran Restriksi = Status Endemi? Meskipun pembatasan-pembatasan pandemi sudah diangkat, kondisi Covid-19 di negara-negara Barat yang melakukannya ternyata belum memenuhi kriteria endemi. “Sebenarnya banyak negara Eropa itu juga tidak memenuhi kriteria endemi, tetapi mereka melakukan pelonggaran-pelonggaran. Ya kalaupun mereka mengatakan, ‘Oh kita sudah gak pandemi,’ tapi mereka juga tidak punya indikator-indikator,” ungkap Dr. dr. Erlina Burhan, SpP(K), MSc, staf Divisi Infeksi

3

MEDIA

Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI. Pelepasan restriksi di negara-negara tersebut juga dilakukan untuk menunjang kebutuhan-kebutuhan negara, salah satunya adalah pelaksanaan pemilu. Epidemiolog dari FKM UI, dr. Pandu Riono, MPH, Ph.D, sepakat bahwa pengangkatan restriksi pandemi tidak otomatis berarti pengubahan status pandemi menjadi endemi. “Setiap negara boleh saja menyatakan bahwa mereka melakukan pelonggaran. Tapi bukan berarti statusnya berubah menjadi endemi,” tegas Pandu. Jika pelonggaran protokol kesehatan tidak identik dengan status endemi, lantas apa yang dimaksud dengan endemi? “Endemi itu adalah kondisi jika sebuah penyakit itu menjadi suatu penyakit biasa dan tidak menjadi masalah yang seperti yang kita alami sekarang. Contohnya adalah flu,” terang Erlina. Demi mencapai status endemi, diperlukan tingkat imunitas masyarakat yang tinggi sehingga cakupan vaksinasi menjadi hal yang penting untuk dipenuhi. Jika angka vaksinasi di setiap negara cukup tinggi dan sama, titik terang akhir pandemi dapat terlihat jelas.

AESCULAPIUS


Headline

indikator pandemi terkendali. Melihat jumlah kasus harian dan angka kematian, kemungkinan munculnya akhir pandemi di Indonesia terlihat menjadi lebih besar.

Endemi itu adalah kondisi jika sebuah penyakit itu menjadi suatu penyakit biasa dan tidak menjadi masalah yang seperti yang kita alami sekarang. Contohnya adalah flu. Dr. dr. Erlina Burhan, SpP(K), MSc Indonesia, Siap Menyambut Endemi? Di berbagai daerah di Indonesia, cakupan vaksinasi telah menyentuh angka 90% untuk dosis pertama dan 70% untuk dosis kedua. “Saya kira ini dapat menjadi awal tanda dapat dilakukannya pelonggaran secara bertahap,” ucap Pandu dengan penuh harap. Indonesia juga tidak cepat berpuas diri dengan terus menggencarkan vaksinasi bahkan ada kemungkinan vaksinasi Covid-19 nantinya akan menjadi imunisasi rutin yang perlu dilakukan. Dengan menggenjot pogram vaksinasi, diharapkan pandemi akan terkendali dalam jangka panjang dan lama-lama menghilang. Untuk meningkatkan animo masyarakat terhadap vaksinasi, pemerintah disarankan untuk memberlakukan insentif seperti mensyaratkan vaksinasi lengkap untuk memasuki berbagai fasilitas umum. Dengan begitu, masyarakat akan tergerak untuk memenuhi vaksinasi dosis satu, dua, hingga booster. “Pemberian reward dengan syarat memasuki tempat umum berupa pemenuhan vaksinasi sebagai akan disambut lebih baik oleh masyarakat daripada pemaksaan tanpa apresiasi,” saran Pandu. Selain angka vaksinasi yang cukup tinggi, varian Covid-19 Omicron yang beredar juga menimbulkan gejala yang lebih ringan dan kematian yang lebih sedikit. Meskipun demikian, Erlina berpendapat bahwa hal tersebut tetap tidak dapat dianggap remeh. Ketidakpastian akan akhir dari pandemi masih menetap mengingat wacana pelepasan status pandemi sudah beredar sejak September 2021 lalu sebelum varian Omicron menyerang. “Sangat banyak ketidakpastian. Orang berkata ini akan masih mungkin lho, ada varianvarian selanjutnya. Kenapa? Karena kalau penularan tidak bisa kita hentikan, penularan dari orang ke orang itu kena. Artinya terus terjadi replikasi dari virus,” tegas Erlina. Oleh karena itu, protokol kesehatan memang tetap perlu dilakukan untuk mencegah transmisi dan replikasi virus setelah dilakukan pelonggaran nantinya. Pencegahan ini dapat meminimalisasi munculnya varian-varian baru Covid-19 yang dapat memperpanjang atau memperburuk pandemi. Saat ini, Indonesia sedang melakukan transisi untuk mengendalikan pandemi. “Penularannya harus rendah dan angka yang masuk rumah sakit dan yang meninggal juga menurun drastis,” Pandu menjelaskan

MEDIA

Pelan-pelan, tetapi Pasti Tren kasus Covid-19 yang kian melandai di seluruh provinsi Indonesia memberikan secercah harapan akan berakhirnya situasi pandemi ini. Pemerintah sudah mengatakan bahwa mereka tengah menyiapkan transisi menuju endemi. Namun, melihat tingkat kepositifan (positivity rate) di Indonesia yang masih di atas 5% dan tingkat vaksinasi lengkap yang belum mencapai 70%, masih banyak hal yang menjadi “pekerjaan rumah” bagi pemerintah. Pemerintah mengaku tidak tergesa-gesa dalam menyatakan periode transisi menuju endemi. Berbagai upaya terus dilakukan untuk mendorong proses terpenuhinya indikator-indikator endemi. Salah satunya adalah mengejar angka vaksinasi. “Kami memperkirakan target 70% untuk cakupan vaksinasi 2 dosis dapat tercapai pada akhir April 2022,” ucap Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid. pada Konferensi Pers: Perkembangan Covid-19 di Indonesia (15/3). Selanjutnya, dengan tren pergerakan indikatorindikator endemi menuju lebih baik, pemerintah menurunkan level PPKM dan juga melonggarkan beberapa protokol kesehatan, terkhususnya untuk perjalanan baik dalam negeri maupun luar negeri. Salah satunya adalah tidak diperlukannya skrining untuk perjalanan dalam negeri. Pelonggaran tersebut dikhususkan bagi para warga yang sudah menerima vaksin setidaknya dua kali. Namun, pelonggaran tersebut mendatangkan sikap skeptis oleh sebagian masyarakat. Pasalnya, hal tersebut memungkinkan masyarakat yang tidak bertanggung jawab untuk tetap bepergian walaupun terkonfirmasi positif ataupun seseorang yang tidak tahu dirinya terjangkit Covid-19 berkeliaran. Hal tersebut dapat menyebabkan penyebaran virus dan memperburuk angka kasus Covid-19. Kendati demikian, Siti mengatakan bahwa pemeriksaan untuk diagnosis lebih berpengaruh terhadap pengukuran laju penularan dibandingkan dengan skrining. Selain untuk mempermudah mobilitas masyarakat, Pandu meyakini bahwa pelonggaran bersyarat tersebut dapat menjadi dorongan bagi masyarakat untuk divaksin sehingga target vaksinasi dapat segera terpenuhi. Hingga saat ini, nampaknya manusia memang masih harus hidup berdampingan dengan Covid-19. Selagi pemerintah terus mengupayakan agar indikator endemi tercapai, masyarakat sebaiknya secara penuh mendukung proses transisi ini dengan menaati protokol kesehatan dan mengikuti vaksinasi. Tentunya, seluruh masyarakat Indonesia berharap agar pandemi ini segera usai. Tidak ada harapan yang lebih baik melainkan Indonesia yang sehat dan selamat. alifa, yuri

AESCULAPIUS

4


Headline

Kesadaran Masyarakat, Kunci dari Akhir Pandemi

S

eiring dengan situasi Covid-19 yang kian membaik, sejumlah penyesuaian protokol kesehatan kerap dilakukan oleh pemerintah. Pada Keterangan Pers Menteri terkait Hasil Ratas Evaluasi PPKM (7/3/2022), Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi RI Luhut Binsar Pandjaitan mengumumkan beberapa kebijakan baru. Salah satunya adalah tidak lagi mewajibkan hasil tes negatif Covid-19 bagi pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN) yang sudah divaksin minimal sebanyak dua kali. Pelonggaran berbagai aturan tersebut bertujuan untuk mempermudah aktivitas dan mobilitas masyarakat pada masa transisi ini. Meskipun tidak semua kebijakan dapat memuaskan seluruh masyarakat, sudah menjadi kewajiban bagi masyarakat untuk mengikuti arahan pemerintah. Pelonggaran protokol kesehatan tersebut menempatkan penduduk Indonesia sebagai pemeran utama dalam pergerakan kasus Covid-19 ke depannya. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran individu agar penularan tetap dapat ditekan. “Semua dikembalikan ke tanggung jawab masyarakat,” ujar Pandu. Menurutnya, menaati protokol kesehatan dan bersedia untuk vaksinasi sampai booster harus menjadi kesadaran masyarakat tanpa perlu adanya paksaan. Kebijakan dibebaskannya skrining untuk PPDN yang sudah divaksin lengkap bukan berarti

masyarakat tidak memerlukan tes rapid antigen atau RT-PCR sama sekali. Diagnosis tetap perlu ditegakkan apabila mengalami gejala ataupun kontak erat dengan orang yang terkonfirmasi positif. Masyarakat diingatkan agar tidak meremehkan dan tetap waspada terhadap penularan Covid-19 meskipun trennya menurun karena virus ini mudah bermutasi dan berpotensi memunculkan varian baru. “Kalaupun nanti sudah endemi, sebagai individu kita tetap harus menjaga kesehatan dan melakukan berbagai upaya pencegahan, jangan sampai jadi sakit,” tukas Erlina. Jika sakit, diperlukan konfirmasi segera apakah terifeksi Covid-19 agar dapat ditindaklanjutkan dengan tepat. Sudah semestinya masyarakat Indonesia patuh terhadap pengobatan yang disarankan dan sadar diri untuk tidak bepergian apabila sakit. Tidak ada salahnya masyarakat turut berbahagia dan memanfaatkan situasi kini yang lebih terkendali dalam beraktivitas. Akan tetapi, meski diberikan berbagai kelonggaran dalam beraktivitas, masyarakat tetap perlu cermat dan waspada terhadap virus SARSCoV-2 ini untuk mengawal kondisi kini agar terus membaik. Masyarakat dan pemerintah bersama-sama wajib menjalankan perannya untuk mengakhiri dan membebaskan kita semua dari bayang-bayang pandemi Covid-19. alifa, yuri

SKMA untuk Anda!

!

Mari bersama membuat SKMA menjadi lebih baik.

1. Apakah konten SKMA bermanfaat/relevan dengan kondisi kesehatan saat ini? 2. Apakah anda masih membutuhkan SKMA edisi selanjutnya? Jawab dengan format: Nama-Umur_Kota/Kabupaten_Unit Kerja_Jawaban 1_Jawaban 2 Contoh: Rudiyanto_43_Jakarta Pusat_RSCM_Ya_Ya

Kirim melalui WhatsApp/SMS ke 0858-7055-5783 atau mengisi formulir pada https://bit.ly/EvaluasiSKMA22

Lima orang pengisi survei yang beruntung akan mendapatkan cenderamata dari Media Aesculapius

5

MEDIA

AESCULAPIUS


Asuhan Kesehatan

Batu Saluran Kemih: Jangan Ditahan Terlalu Lama B

Penanganan tepat sasaran mencegah lanjutnya keparahan

atu saluran kemih (BSK) merupakan deposit mineral pada traktus urinarius, mencakup organorgan seperti ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Terbentuknya batu tersebut dapat disebabkan oleh infeksi, non-infeksi, kelainan genetik, maupun konsumsi obat-obatan tertentu. BSK diklasifikasikan berdasarkan ukuran, komposisi batu, dan lokasinya, seperti pada kaliks ginjal (superior, medial, atau inferior), pelvis renal, ureter (proksimal atau distal), dan kandung kemih. Pemilihan tata laksana BSK didasari gejala yang dikeluhkan pasien serta ukuran, lokasi, dan komposisi batu. Pada pasien yang mengalami kolik renal akut, pemberian analgesik adalah tata laksana pertama yang perlu diberikan. Pilihan analgesik utama pada BSK adalah obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), tetapi pemberiannya harus mempertimbangkan efek samping, terutama pada pasien dengan fungsi ginjal yang masih belum diketahui. Natrium diklofenak merupakan salah satu OAINS yang umum digunakan. Pemberian dengan dosis 100-150 mg/hari selama 3–10 hari yang telah terbukti dapat bekerja menurunkan episode nyeri secara signifikan. Pada kasus adanya batu yang mengobstruksi ginjal dengan gejala sepsis atau anuria, dilakukan dekompresi untuk menghindari terjadinya hidronefrosis dan infeksi. Terdapat dua metode yang memiliki efektivitas yang baik, yaitu pemasangan stent ureter dan pemasangan nefrostomi. Setelah itu, sampel urin hasil dekompresi yang diambil kemudian dapat dikultur untuk menentukan pemberian antibiotik yang tepat. Tata laksana definitif batu baru dilakukan jika kondisi sepsis mengalami perbaikan.

MEDIA

BSK yang berada di daerah ginjal umumnya ditata laksana menggunakan pengangkatan batu secara aktif. Shock wave lithotripsy (SWL) merupakan proses yang paling tidak invasif. Prosedur ini menggunakan gelombang kejut untuk menghancurkan batu. Ukuran dan letak batu akan memengaruhi keberhasilan dari proses SWL, contohnya batu besar dengan letak yang dalam dan berada di daerah kaliks inferior akan mengakibatkan tingkat keberhasilan SWL yang rendah. Retrograde intrarenal surgery (RIRS) dapat menjadi alternatif jika terdapat kontraindikasi dari SWL, seperti letak batu yang tidak ideal. Untuk batu berukuran lebih besar (>20 mm), prosedur nefrolitotomi perkutan (PNL) yang didahului dengan pencitraan menggunakan ultrasonografi Reihan/MA atau CT akan memberikan tingkat efektivitas pembebasan batu yang lebih tinggi. Obstruksi akibat BSK yang terjadi di ureter diberikan tata laksana berdasarkan ukurannya. Pada batu berukuran dibawah 4 mm, diperkirakan 95% batu dapat keluar secara spontan. Terapi ekspulsi medikamentosa yang menggabungkan penggunaan analgesik dan α-blocker, seperti tamsulosin 0.4 mg per hari selama 4 minggu efektif pada BSK non-komplikasi yang lebih besar dari 5 mm dan lebih kecil dari 10 mm. Untuk batu yang berukuran lebih besar dari 10 mm, tata laksana yang menjadi pilihan pertama adalah pelaksanaan Ureterorenoskopi (URS), tetapi perlu mempertimbangkan pendapat dari ahli urologi dan fasilitas yang tersedia. Selain dari tata laksana yang dilakukan di fasilitas kesehatan, perubahan gaya hidup juga perlu dilakukan oleh pasien untuk mencegah munculnya kembali BSK. Edukasi dan konseling yang dilakukan sesuai dengan keluhan dan jenis batu yang diderita penting dilakukan oleh tenaga kesehatan. yosafat

AESCULAPIUS

6


MA Info

Hindari Komplikasi dengan Cermat Tangani Gout Kerap dianggap sebagai masalah sepele, tetapi dapat menurunkan kualitas hidup jika dibiarkan.

A

rtritis gout merupakan penyakit metabolik yang amat sering menimpa kalangan pria usia paruh baya dan wanita pasca-menopause. Penyakit ini lebih sering dikenal sebagai gout atau penyakit asam urat ini di kalangan masyarakat. Gout memiliki prevalensi yang berbeda-beda di tiap daerahnya. Etnis Sangihe di Minahasa Utara menunjukkan prevalensi gout sebesar 29,2 persen. Gout disebabkan oleh deposisi kristal monosodium urat (MSU) di persendian, ginjal, dan jaringan ikat lain akibat hiperurisemia yang berlangsung kronik. Apabila tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi pembentukan deposit kristal MSU (tofi: tunggal; tofus: jamak), gangguan fungsi ginjal berat, hingga penurunan kualitas hidup.. Dalam mengarahkan tata laksana gout di Indonesia, Perhimpunan Reumatologi Indonesia telah mengeluarkan Pedoman Diagnosis dan Pengelolaan Gout pada tahun 2018. Perjalanan klinis gout terdiri atas tiga fase, yakni hiperurisemia tanpa gejala klinis, artritis gout akut diselingi interval tanpa gejala klinis, dan artritis gout kronis. Pada manifestasi klinis awal, artritis gout akut dapat ditemukan pada sendi metatarsophalangeal (MTP). Serangan awal gout pada pasien dapat muncul di malam hari yang ditandai dengan sakit parah pada sendi disertai dengan bengkak, hangat, dan merah. Serangan artritis selanjutnya dapat dialami dalam enam bulan sampai dua tahun setelah serangan awal dengan gejala nyeri yang muncul di lebih dari satu persendian, durasi yang lebih lama, dan interval yang lebih pendek. Dalam lima tahun setelah awitan pertama, pasien dapat mengalami artritis gout kronis dengan deformitas sendi dan tofus pada jaringan. Dalam menata laksana hiperurisemia dan gout, prinsip umum yang perlu dipahami adalah diperlukan tata laksana terkait penyakit komorbid, edukasi mengenai modifikasi gaya hidup, dan melakukan anamnesis maupun pemeriksaan penapisan atas berbagai komorbid dan faktor risiko. Pada pasien

7

MEDIA

dengan hiperurisemia tanpa gejala klinis, tata laksana yang paling direkomendasikan adalah modifikasi gaya hidup yang terdiri dari menurunkan atau menjaga berat badan ideal, menghindari makanan berkalori tinggi serta daging merah berlebihan, mengonsumsi makanan rendah lemak, dan membiasakan latihan fisik secara teratur. Pemberian obat penurun asam urat tidak dianjurkan secara rutin dengan mempertimbangkan risiko dan efektivitas obat tersebut.

Ya s

mi

n/

M

A

Sementara itu, pada tata laksana gout akut, serangan yang terjadi harus ditangani secepatnya dan disertai evaluasi kontraindikasi pada pasien. Pilihan terapi yang dianjurkan pada awitan di bawah 12 jam adalah kolkisin dengan dosis awal 1 mg, dilanjutkan 1 jam kemudian dengan dosis sebesar 0,5 mg. Pilihan terapi lain adalah OAINS, kortikosteroid oral, dan dapat disertai dengan aspirasi sendi diikuti injeksi kortikosteroid bila diperlukan. Pemberian obat penurun asam urat juga tidak dianjurkan pada pasien dengan serangan gout akut, tetapi dapat dilanjutkan jika pasien telah rutin mengonsumsi obat tersebut. Pada pasien yang datang dengan gout kronis, tata laksana yang diberikan adalah terapi penurun asam

AESCULAPIUS


Seremonia urat dan profilaksis untuk mencegah serangan akut. Terapi penurun asam urat yang dapat diberikan adalah alopurinol dengan dosis 100–900 mg/hari, probenesid dengan dosis 1–2 g/hari, atau febuxostat dengan dosis 80-120 mg/hari. Semua pilihan obat penurun asam urat dimulai dengan dosis rendah dan titrasi dosis meningkat sampai tercapai kadar asam urat di bawah 6 mg/dL, setelah itu dosis dapat dipertahankan seumur hidup. Adapun terapi pencegahan serangan gout akut dapat diberikan selama 6 bulan sejak awal pemberian

Seremonia

terapi penurun asam urat dengan kolkisin 0,5–1 mg/hari maupun OAINS dosis rendah pada pasien kontraindikasi kolkisin. Gout merupakan penyakit yang sangat umum terjadi di masyarakat, namun seringkali disertai berbagai faktor risiko dan penyakit komorbid pada pasien. Oleh karena itu, penatalaksanaannya memerlukan perhatian khusus sesuai fase yang sedang dialami pasien karena risiko komplikasi yang dapat menyertai apabila pasien tidak ditangani dengan cermat. rahmi

Merayakan Hari Ginjal dan Perempuan Sedunia

T

alkshow yang dimoderatori oleh dr. Anandhara I. Khumaedi, Sp. PD dan diisi oleh dr. Wina Sinaga, M.Gizi, Sp.GK(K); dr. Pringgodigdo Nugroho, Sp.PD-KGH; dan dr. Fina Widia, Sp.U(K) Dalam rangka merayakan hari Perempuan Sedunia beserta hari Ginjal Sedunia yang jatuh pada tanggal 8 dan 10 Maret 2022, RSCM Kencana mengadakan talkshow yang menggabungkan kedua topik bersangkutan. “Love Kidney and Women” merupakan talkshow yang diadakan pada tanggal 11 Maret 2022 melalui live Instagram RSCM Kencana Official (@rscm.kencana). Pada talkshow ini, dipaparkan masalah ginjal dan saluran kemih yang kerap diderita oleh perempuan, baik karena faktor biologis maupun kebiasaan yang sering dilakukan oleh wanita. sofia Sumber: Instagram RSCM Kencana Official

Media Aesculapius menyediakan jasa pembuatan Symposium

JASA PEMBUATAN SYMPOSIUM HIGHLIGHT

Highlight. Symposium highlight adalah peliputan sebuah seminar atau simposium, yang kemudian hasilnya akan dicetak dalam sebuah buletin, untuk dibagikan pada peserta seminar. Simposium yang telah kami kerjakan antara lain PIT POGI 2010, ASMIHA 2011, ASMIHA 2016, ASMIHA 2017, JiFESS 2016, JiFESS 2017, ASMIHA 2018, AFCC-ASMIHA 2019, dan lain-lain. Hubungi Hotline MA: 0858-7055-5783 (SMS/Whatsapp)

MEDIA

AESCULAPIUS

8


Konsultasi

Cegah Kanker Serviks Sedari Awal Mengancam nyawa perempuan,bagaimana kanker serviks dapat dicegah?

Pertanyaan “Apakah vaksin HPV saat ini dapat mencegah infeksi semua jenis HPV? Lalu, kapan saja waktu pemberiannya dan apakah ada jangka waktu untuk pemberian booster vaksin HPV?” – dr. J

Jawaban

K

anker serviks merupakan penyakit keganasan sel yang berasal dari serviks atau leher rahim pada perempuan. Kanker ini terjadi akibat infeksi HPV (Human papillomavirus) yang bersifat onkogenik pada sambungan skuamo kolumnar (SKK) yang terdapat pada serviks. Jenis HPV yang paling sering menyebabkan kanker serviks adalah HPV tipe 16 dan 18. Berdasarkan tingkat keparahannya, kanker serviks dapat diklasifikasikan menjadi beberapa stage, yaitu stage 0, I, II, III, dan IV. Stage 0 disebut sebagai fase prakanker, di mana perubahan sel masih terbatas pada permukaan sel serviks (carcinoma in situ). Hal tersebut sedikit berbeda dengan stage I, yaitu ketika kanker mulai menginvasi lebih dalam, namun masih terbatas pada Organs serviks. Pada stage kanker berikutnya, invasi sudah mencapai struktur atau organ di luar serviks. Di Indonesia, masih belum ada data angka kejadian pasti terkait kasus kanker serviks. Akan tetapi, WHO mengestimasikan bahwa insidensi kanker serviks di Indonesia tergolong cukup tinggi, yaitu sekitar 27 kasus per 100.000 wanita. Berdasarkan data terakhir dari WHO tahun 2019, angka kematian akibat kanker serviks di Indonesia mencapai 19.300 kematian per tahunnya dan angka cakupan untuk deteksi kanker serviks hanya sekitar 9% dari populasi wanita yang berusia 30-49 tahun. Tingginya angka kematian akibat kanker serviks memacu pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya kanker serviks, yaitu melalui tindakan pencegahan dini.

9

MEDIA

Pencegahan dini pada kanker serviks dilakukan melalui dua cara, yaitu pencegahan primer melalui vaksinasi HPV dan pencegahan sekunder berupa skrining menggunakan pap smear dan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) Vaksinasi HPV dapat diberikan pada wanita usia 9 hingga 45 tahun. Terdapat dua jenis vaksin HPV yang beredar di Indonesia saat ini, yaitu vaksin bivalen dan kuadrivalen. Vaksin bivalen dapat memberikan proteksi terhadap infeksi 2 jenis HPV, yaitu HPV 16 dan 18. Vaksin kuadrivalen memberikan perlindungan terhadap empat jenis HPV, yakni HPV 16 dan 18 yang bersifat onkogenik serta HPV 6 dan 11 yang tidak dapat menyebabkan kanker serviks, tetapi terkait dengan kondiloma akuminata atau kutil kelamin. Vaksin HPV diberikan dengan dosis 0,5 ml secara intramuskular (IM). Vaksin HPV bivalen dan kuadrivalen harus diberikan sebanyak tiga kali dalam interval jangka waktu yang telah ditetapkan . Vaksin bivalen diberikan pada bulan ke-0, 1, dan 6. Artinya, dosis kedua diberikan satu bulan setelah dosis pertama dan dosis ketiga diberikan enam bulan setelah dosis pertama. Vaksin kuadrivalen diberikan sebanyak 3 kali dengan waktu pemberian pada bulan ke-0, 2, dan 6. Untuk anak-anak yang berusia di bawah 13 tahun dan belum pernah kontak seksual, vaksin diberikan sebanyak dua kali dengan jarak pemberian antara

Ayleen/MA

AESCULAPIUS


Konsultasi Kirimkan pertanyaan Anda seputar medis ke redaksima@yahoo.co.id Pertanyaan Anda akan dijawab oleh narasumber spesialis terpercaya. dosis pertama dan kedua selama enam bulan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa dosis lanjutan (booster dose) tidak diperlukan jika penerima vaksin sudah menerima satu paket lengkap vaksin HPV. Di luar negeri, sudah ada vaksin untuk sembilan jenis HPV yang dikenal dengan vaksin nanovalen. Meskipun vaksin tersebut dapat memberikan proteksi terhadap lebih banyak virus, pemberian vaksin bivalen saja cukup dalam mencegah kanker serviks karena penyebab utamanya adalah HPV tipe 16 dan 18. Vaksin bivalen dapat melindungi wanita terhadap 70% kemungkinan terkena kanker serviks. Selain pencegahan primer berupa vaksinasi, perlu dilakukan deteksi dini kanker serviks pada wanita yang pernah melakukan kontak seksual. Adapun kontak seksual yang dimaksud tidak hanya sebatas hubungan kelamin, tetapi juga bisa menggunakan tangan atau alat yang memungkinkan mikroorganisme seperti HPV masuk melalui vagina dan mengenai serviks. Umumnya, pasien yang datang dengan kecurigaan kanker serviks mengalami keputihan atau perdarahan saat kontak seksual. Keluhan tersebut menandakan sudah terbentuknya kanker serviks dan kemungkinan masih bisa disembuhkan melalui tindakan operasi. Dokter yang menemukan pasien dengan keluhan keputihan sebaiknya melakukan pemeriksaan inspekulo untuk mengidentifikasi serviks pasien dan bisa dirujuk ke dokter spesialis apabila ditemukan kecurigaan. dwi

Narasumber Prof. Dr. dr. Dwiana Ocviyanti, SpOG(K), MPH - Guru Besar Obstetri dan Ginekologi FKUI - Staf KSM Obstetri dan Ginekologi RSCM - Wakil Dekan 1 FKUI - Wakil Ketua Kolegium Obstetri dan Ginekologi Indonesia E-mail: dwiana.ocviyanti@ui.ac.id

JASA TERJEMAHAN DAN PEMBUATAN BUKU Kabar Gembira! Media Aesculapius menyediakan jasa terjemahan Indonesia-Inggris dan Inggris-Indonesia dengan waktu pengerjaan singkat (3 x 24 jam) serta hasil terjamin. Kami juga menyediakan jasa penyusunan buku yang sangat fleksibel baik dalam hal desain cover dan isi, ukuran dan tebal buku, maupun gaya penulisan termasuk menyunting tulisan anda. Tak terbatas hingga penyusunan saja, kami siap melayani distribusi buku anda. Adapun buku yang pernah kami buat: buku biografi tokoh, buku pemeriksaan fisik berbagai departemen, buku jurnal, dan Kapita Selekta Kedokteran.

MEDIA

AESCULAPIUS

10


Kesmas

Telemedicine sebagai Solusi Pelayanan Pasien Tuberkulosis

Tuberkulosis sebagai masalah kesehatan global kini diperparah oleh adanya pandemi Covid-19. Benarkah Telemedicine adalah solusi?

T

uberkulosis paru merupakan suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh basil tahan asam yakni Mycobacterium tuberculosis. Secara global, terjadi penurunan diagnosis dan laporan baru TB dari 7,1 juta temuan kasus pada 2019 menjadi 5,8 juta pada 2020. Salah satu negara yang berkontribusi pada penurunan temuan kasus secara global adalah Indonesia. . Walaupun demikian, dampak dari adanya penurunan temuan kasus TB pada 2020 adalah peningkatan jumlah pasien yang meninggal baik pada skala global, regional, maupun nasional. Penurunan deteksi dan pelaporan kasus TB selama pandemi Covid-19 disebabkan oleh adanya hambatan pelayanan diagnostik dan terapi TB selama pandemi, pembatasan sosial, kekhawatiran akan risiko terpapar Covid-19 di fasilitas kesehatan, dan stigma terkait kemiripan gejala TB dan Covid-19. Alhasil, target Strategi END TB pada tahun 2020 yang dicanangkan mengalami penurunan sebesar 35% untuk jumlah kematian TB dan penurunan 20% pada tingkat kejadian TB dibandingkan tahun 2015 tidak tercapai. Selain itu, WHO memperkirakan bahwa angka mortalitas TB akan memburuk pada 20212022. Jika melihat karakteristik Mycobacterium tuberculosis sebagai agen penyebab TB, bakteri ini umumnya menular melalui inhalasi seperti saat seseorang yang terinfeksi batuk, bersin, atau bicara. Risiko transmisinya menjadi meningkat jika didukung berbagai faktor, baik faktor individu maupun lingkungan. Faktor individu dapat berkaitan dengan usia, jenis kelamin, status kekebalan tubuh, malnutrisi, konsumsi alkohol tinggi, perokok, dan diabetes. Adapun faktor lingkungan meliputi kepadatan penduduk, tempat tinggal dengan sirkulasi udara yang buruk, dan ruangan dengan sinar matahari yang kurang. Jika melihat aspek gejalanya, tuberkulosis paru dan Covid-19 memiliki beberapa kemiripan, seperti batuk,

11

MEDIA

demam, sesak napas, kelelahan, dan hilangnya nafsu makan. Namun, keduanya tentu masih dapat dibedakan. Misalnya, TB paru aktif bersifat kronik dengan gejala berupa berkeringat di malam hari dan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, sementara Covid-19 cenderung bersifat akut dengan gejala nyeri otot dan hilangnya kemampuan membau atau mengecap rasa. Pandemi Covid-19 sedikit banyak telah menjadi tantangan baru untuk program penanganan TB nasional. Penelitian mengidentifikasi beberapa perubahan yang terjadi pada manajemen kontrol TB seperti penurunan pembiayaan pemerintah terhadap pengobatan TB, penurunan kualitas pelayanan dan pengobatan TB, TB dengan resistensi obat, serta TB dengan HIV. Selain itu, penurunan deteksi kasus dan pelayanan diagnostik cepat TB, serta berkurangnya pemantauan, evaluasi, dan pengawasan pasien TB turut menjadi tantangan bagi pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah perlu mencanangkan solusi inovatif seperti halnya A /M pemanfaatan telemedicine. sha Ai Beberapa studi kasus yang dihimpun oleh WHO telah mengungkap penggunaan telemedicine dan terapi observasional berbasis video selama pandemi Covid-19. Moda pelayanan kesehatan berbasis daring tersebut telah berhasil dipakai di beberapa negara dalam hal skrining, penyelidikan kontak, dan perawatan psikososial pada pasien TB atau TB dengan Covid-19. Walaupun demikian, pemakaian telemedicine tetap perlu memperhatikan beberapa hal terkait otonomi dan privasi pasien, hubungan dokter dengan pasien, dan kualitas pelayanan kesehatan. Hubungan dokter dengan pasien harus dilandasi oleh rasa saling percaya dan menghormati. Selain itu, dokter turut bertanggung jawab untuk memastikan kerahasiaan pasien, privasi, dan integritas data. Oleh karena itu, diperlukan pengecekan secara berkala terkait efektivitas, efisiensi, dan keamanan data dari telemedicine. cahyadi

AESCULAPIUS


Tips & Trik

Sampaikan Kabar Buruk, Cegah Pasien Terpuruk! Mengingat kembali strategi andalan dalam penyampaian kabar buruk

Indira/MA

M

enyampaikan kabar buruk merupakan salah satu kemampuan komunikasi yang perlu dimiliki oleh para dokter. Meski demikian, sebagian dokter kesulitan melakukan komunikasi yang kurang nyaman ini karena khawatir menciptakan tekanan emosional bagi pasien dan keluarga serta berpotensi memperburuk kondisi pasien. Untuk mengatasi hal tersebut, berikut akan dibahas mengenai beberapa strategi yang dapat diterapkan menyampaikan kabar buruk. Hal pertama yang perlu dilakukan menyampaikan kabar buruk adalah menciptakan suasana yang nyaman dan menjamin privasi pasien. Keterlibatan orang terdekat pasien selama pertemuan sangat disarankan. Selama menyampaikan kabar buruk, minimalisasi potensi interupsi, seperti dari ponsel atau pihak luar. Selain itu, bangunlah hubungan dokter-pasien yang baik melalui komunikasi verbal dan non-verbal yang tepat sebelum masuk ke inti percakapan. Selanjutnya, dokter perlu mengetahui persepsi pasien terhadap kondisi mereka. Dokter bisa mencari tahu sejauh mana pasien memahami kondisinya dengan memberikan pertanyaan terbuka, contohnya “Apa yang anda ketahui mengenai kondisi anda saat ini?” Di samping itu, dokter dapat pula menanyakan harapan pasien mengenai kondisi mereka. Dengan begitu, diharapkan dokter dapat mencegah terjadinya kesalahpahaman ketika menyampaikan kabar buruk. Trik berikutnya yang dapat diterapkan adalah mengetahui keinginan pasien perihal penyampaian

MEDIA

kabar buruk. Sebagian pasien mungkin tidak ingin mendengar informasi secara keseluruhan atau bahkan tidak ingin mengetahui sama sekali. Oleh karena itu, tanyakanlah sejauh mana pasien ingin mengetahui kondisinya. Jika pasien menolak, tawarkan opsi lain, misalnya dengan menyampaikan kabar pada kerabat atau orang terdekat lainnya. Setelah membangun hubungan dan mengetahui persepsi pasien, kita dapat memulai penyampaian kabar buruk. Berikan sebuah “tanda” kepada pasien agar mereka menyadari bahwa ada hal penting yang akan dibicarakan. Hindari penggunaan istilah medis selama penyampaian. Sampaikan informasi secara perlahanlahan agar pasien bisa memahami lebih baik. Jangan lupa pula untuk mengecek pemahaman pasien secara periodik untuk mencegah misinterpretasi. Dalam menyampaikan kabar buruk, sangat penting bagi dokter untuk dapat berempati dan menenangkan pasien. Berikan pasien kesempatan untuk mengekspresikan emosi mereka. Dokter harus jeli menilai emosi pasien untuk dapat menunjukan respon yang tepat. Jika perlu, dokter bisa menanyakan apa yang pasien rasakan. Setelah pasien tenang, mulailah diskusi untuk menyusun perencanaan ke depan. Di akhir sesi konsultasi, berikan semangat dan motivasi pada pasien dalam menghadapi kondisinya. Dengan begitu, diharapkan berita buruk yang disampaikan tidak memperburuk situasi, namun justru membawa secercah harapan baru untuk pasien dan keluarga. nada

AESCULAPIUS

12


Arbeb

Intranasal Inhibitor Protein dan Peptida: “Masker” Biologis Covid-19? Menanggapi varian SARS-CoV-2 yang kebal antibodi, perlukah terapi profilaksis?

P

andemi Covid-19 bukanlah kali pertama virus corona menyebabkan wabah pneumonia zoonosis yang berdampak besar pada kesehatan masyarakat dunia. SARS-CoV dan MERS-CoV merupakan pendahulu SARS-CoV-2 yang masingmasing mewabah pada tahun 2002 dan 2012. Fenomena ini menandakan bahwa ancaman akan adanya virus corona baru di masa depan masih menghantui. Meskipun program vaksinasi Covid-19 seluruh dunia telah berlangsung cukup lama, masih banyak individu yang tidak bisa ataupun menolak mendapatkan vaksin. Di samping itu, kemunculan beberapa varian SARSCoV-2 dengan penurunan sensitivitas terhadap antibodi, seperti varian Delta dan Omicron, berpotensi menggoyahkan perlindungan yang dihasilkan oleh vaksin yang beredar saat ini. Menanggapi hal tersebut, beberapa pihak mulai meneliti “masker biologis” dalam bentuk intranasal inhibitor sebagai langkah preventif dan terapeutik terhadap Covid-19. Rongga hidung menjadi lokasi dominan masuknya SARSCoV-2 ke dalam tubuh. Individu yang terpapar virus ini dapat terinfeksi melalui ikatan antara glikoprotein spike virus dengan reseptor ACE2 (angiotensinconverting enzyme-2) pada sel epitel rongga hidung. Selain itu, replikasi pertama A Irin/M virus terjadi sebelum virus menyebar ke paru-paru. Oleh karena itu, administrasi terapi profilaksis secara intranasal dapat menjadi metode yang menjanjikan. Pada subjek hewan, inhibitor berbasis protein dan peptida terbukti dapat menjadi terapi profilaksis efektif untuk Covid-19. Antiviral berbasis protein didominasi mekanisme antibodi yang mengikat receptor binding domain (RBD) S1 dari SARS-CoV-2. Terdapat pula metode alternatif, yakni menargetkan ektodomain ACE2 yang berperan sebagai reseptor virus dan melibatkan reseptor umpan yang memiliki daya ikat virus lebih tinggi dibandingkan ACE2. Beberapa reseptor umpan seperti CTC-445.2d dan CTC-445.2t berhasil menunjukkan daya netralisasi virus SARS

13

MEDIA

dengan pemberian dosis profilaksis pada hamster. Reseptor umpan LCB1 yang memiliki ukuran lebih kecil juga menunjukkan daya proteksi ketika diberikan secara intranasal pada subjek tikus. Sejumlah laboratorium juga tengah mengembangkan reagen anti-SARS-CoV-2 yang lebih ekonomis, misalnya dengan menggunakan fragmen antibodi dengan ukuran lebih kecil. Selain inhibitor berbasis protein, peptida juga merupakan inhibitor yang dapat bekerja pada spike dan ACE2 untuk mencegah infeksi virus. Keuntungan penggunaan peptida meliputi strukturnya yang lebih simpleks serta biaya yang lebih murah dibandingkan antiviral protein. Namun, pemberian secara sistemik menunjukkan bioavailabilitas peptida yang rendah akibat metabolisme dan degradasi. Menurut cara kerjanya, inhibitor peptida yang bekerja pada spike SARS-CoV-2 dapat diklasifikasikan menjadi 2, yakni mengganggu fungsi pengikatan antara RBD S1 dan ACE2 atau mengganggu fusi S2 dengan membran. Salah satu peptida yang berhasil diuji yakni OC43-HR2P (derivat domain HR2) yang selanjutnya dikembangkan menjadi EK1 dengan aktivitas poten terhadap infeksi SARSCoV-2 in vitro. Terdapat pula EK1 terkonjugasi lipid (EK1C4) yang telah diuji pada tikus secara intranasal dan menunjukkan aktivitas antiviral dan profil aman in vivo. Meskipun saat ini strategi mencapai herd immunity melalui vaksinasi gencar digiatkan, bukan berarti penelitian mengenai terapi Covid-19 berhenti sampai di sini. SARS-CoV-2 terus mengalami modifikasi dengan variasi yang semakin “cerdas”. Hal ini memicu para peneliti di seluruh dunia untuk menemukan metode yang lebih efektif dan terjangkau dalam memerangi pandemi. Intranasal inhibitor berbasis protein dan peptida merupakan terapi profilaksis yang mulai banyak diteliti dan dinilai menjanjikan sebagai langkah preventif infeksi SARS-CoV-2. Seiring berkembangnya kedua terapi ini, harapan bahwa dunia akan kembali beraktivitas normal mungkin bukan sekadar mimpi. sofia

AESCULAPIUS


Kolom Umum

Tidak, Terima Kasih

S

Memberanikan diri untuk berkata tidak

eorang mahasiswa tahun kedua tengah menyerahkan setumpuk kertas pada kakak kelasnya. Sembari menyeka keringat di dahi setelah tergesa menaiki anak tangga gedung kampus, “Halo Kak, berikut hasil laporan kegiatan dalam sebulan.” Pemimpin divisi itu pun tersenyum dan berterima kasih kepada Anto. Selesai dari urusan organisasi, Anto beranjak menuju tempat penyewaan panggung untuk menyelesaikan tugas kepanitiaan, yaitu memastikan panggung beserta perlengkapannya. Hari telah larut, pemuda berkacamata ini masih harus berkutat dengan lembar tugas perkuliahannya. Tepat setengah jam sebelum berganti hari, ia berhasil mengunggah tugasnya pada laman kampus. Akhirnya, ia dapat berbaring di tempat tidur dan menarik selimut hingga menutupi lehernya. Tidak langsung terlelap dalam tidur, Anto teringat akan kehidupannya yang selalu mengiyakan permintaan yang datang meskipun selalu timbul penyesalan kemudian. Walaupun dirinya menyadari bahwa ia tidak sedang luang untuk mengerjakan tanggung jawab baru, Anton tetap saja merasa takut untuk berkata ‘tidak’ yang senantiasa membesit di hatinya. Alhasil, berbagai pekerjaan harus diselesaikan sebagai bentuk tanggung jawab atas ucapannya. Lalai dalam pekerjaan bukanlah hal baru bagi Anto. Ia seringkali mengabaikan kualitas tugas yang digarapnya, sebab hal terpenting baginya adalah tugas selesai dikerjakan. Hal ini tentu tidak mengejutkan apabila melihat kesibukan Anto yang tak mengenal kata selesai. Tugas satu hingga tugas berikutnya selalu mengantri untuk diselesaikan. Obat antasida dan kopi adalah teman setianya dikala tubuh memberontak dengan penuh harap untuk istirahat. Akan tetapi, ia tidak mengindahkan permintaan tubuh yang telah lelah itu. Tak jarang, Anto merasa iri dengan temantemannya yang dapat menghabiskan waktu untuk belajar sekaligus bersenang-senang. Tuhan menjadi tempatnya berkeluh kesah. Seringkali Anto mengatakan, “Dunia tidaklah adil!” Namun, tidak berselang lama, ia sadar bahwa apa yang dialaminya bukanlah sebuah kutukan atau hukuman dari Yang Mahakuasa. Kesalahan dalam mengiyakan segala hal itulah yang menjadikan dirinya larut dalam berbagai kewajiban. Rasa stres dan tertekan kerap kali menghampiri diri Anto yang malang. Tidak ada teman yang dapat menjadi pelipur lara semakin membuat Anton sedih. Terlebih

MEDIA

Foto: dokumen pribadi

Foto: dokumen pribadi

Cahyadi Budi Sulistyoaji

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Tingkat II Universitas Indonesia keluarganya sendiri mengatakan, “Kesibukan adalah hal biasa untuk seorang mahasiswa,” semakin membawa Anton terpuruk dalam kesedihan. Belum lagi ketika Anto mencoba mencurahkan pikiran dan perasaannya melalui media sosial, ia malah mendapat pernyataan sinis, “Ah, dulu saya lebih sibuk dari itu. Tetapi, ternyata saya pun masih hidup sampai sekarang.” Tidak ada lagi hal yang dapat meredakan stres yang dialami Anto. Ia pun mencoba cara lain yang tampaknya ekstrem. Mulai dari menepuk anggota tubuhnya hingga berteriak ke luar jendela secara membabi buta. Teriakan itu tidaklah terdengar dan hanya dianggap angin lalu oleh orang sekitar. Akan tetapi, cara tersebut cukup melegakan diri Anto yang dirundung stres. Hari demi hari berlalu, Anto terus menjalani segala hal yang diambilnya. Hingga suatu waktu, muncul tawaran dari kakak tingkatnya untuk menjadi koordinator divisi di suatu acara besar fakultas. Entah bagaimana, Anto berani mengeluarkan sebuah kata paripurna untuk pertama kalinya, “Tidak Kak, terima kasih.” Seketika jantung Anto pun berdegup kencang karena takut ucapannya menyakiti perasaan senior itu. Tanpa diduga, kakak tingkatnya pun menyampaikan, “Oke tidak apa-apa, Anto, terima kasih sudah memberitahu.” Anto terkejut dan tidak menyangka bahwa berkata “Tidak” bukanlah suatu hal yang buruk. Sejak itu, Anto pun dapat lebih menikmati kehidupannya dan memanfaatkan waktu untuk berteman serta menghibur diri. cahyadi

AESCULAPIUS

14


Suara Mahasiswa

Penurunan Status Pandemi COVID-19, Sekarangkah Waktunya? Presiden secara khusus meminta Menteri Kesehatan, Ir. Budi Gunadi Sadikin, CHFC, CLU, menetapkan indikator penurunan status pandemi. Lantas, tepatkah instruksi untuk saat ini?

Foto: dokumen pribadi

R. Muh. Kevin Baswara Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tingkat II

S

ejak pertama kali terkonfirmasi di Indonesia pada bulan Maret 2020, COVID-19 telah menyebar ke berbagai penjuru wilayah Indonesia dan seluruh dunia. Penyebaran virus yang sangat pesat menjadi dasar World Health Organization (WHO) menetapkan COVID-19 sebagai pandemi. Berbagai perubahan kebijakan pun dicanangkan, mulai dari pembatasan kegiatan tatap muka, baik di lingkungan pekerjaan ataupun pendidikan. Selain itu,

15

MEDIA

dilakukan pula pembatasan mudik lebaran hingga pembatasan perjalanan. Perubahan kebijakan ini senantiasa dilakukan untuk melindungi kesehatan masyarakat dan mencegah penularan lebih lanjut dari COVID-19. Upaya-upaya tersebut terbukti berhasil menekan angka penyebaran COVID-19 dalam beberapa bulan setelah kebijakan baru ditetapkan. Melihat situasi penyebaran COVID-19 hingga saat ini, Presiden RI mantap meminta menteri kesehatan untuk menetapkan indikator dalam meninjau penurunan status pandemi menjadi endemi. Harapannya, kegiatan sehari-hari masyarakat dapat berjalan sebagaimana sebelum pandemi terjadi dengan adanya adaptasi baru. Indikator yang ditetapkan meliputi laju penularan kurang dari 1, rerata kasus positif kurang dari 5%, rerata angka kematian kurang dari 3%, tingkat perawatan di rumah sakit kurang dari 5%, dan PPKM level 1 pada transmisi lokal. Selain melihat dari indikator persentase dan level kriteria yang ditentukan, indikator waktu juga menjadi hal yang harus dipertimbangkan. Seluruh indikator setidaknya perlu terpenuhi dalam kurung waktu enam bulan. Hal lain yang menjadi pertimbangan status endemi adalah pelaksanaan vaksinasi, yaitu sebanyak 70% masyarakat Indonesia sudah menerima vaksin dosis kedua. Berdasarkan indikator yang ada, Indonesia sudah menuju lampu hijau untuk penetapan status COVID-19 sebagai endemi. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tanggal 14 Maret 2022 menunjukkan penurunan kasus aktif COVID-19 menjadi 299.463 dari sebelumnya mencapai lebih dari 300 ribu kasus. Selain penurunan kasus aktif, kasus positif baru COVID-19 juga mengalami penurunan jika dibandingkan dengan Januari 2022. Penurunan kasus positif baru COVID-19 mencapai 32% dengan rerata kasus positif berada pada angka 13,98%, serta tingkat keterisian rumah sakit

AESCULAPIUS


Suara Mahasiswa menjadi 19% dari persentase sebelumnya yang mencapai 21%. Penerima vaksin dosis kedua di seluruh Indonesia telah mencapai angka 56%, dengan persebaran 40% di kabupaten/kota sudah memenuhi kriteria lebih dari 70% penduduknya mendapatkan vaksin dosis kedua. Indonesia sudah merasakan pahitnya pandemi COVID-19 selama dua tahun. Selama waktu tersebut, bisa dikatakan cukup lama untuk mencari strategi adaptasi hidup berdampingan dengan COVID-19. Selain itu, penentuan dan pemenuhan indikator endemik juga dapat memberi sinyal positif terhadap penanganan COVID-19 di Indonesia. Memang penambahan kasus masih terjadi, tetapi dunia harus berjalan normal secepatnya. “Normal” dalam hal ini mungkin tidak akan bisa langsung menyamai kondisi normal yang dulu masyarakat jalani, akan tetapi adaptasi menuju dunia yang “normal” perlu segara dilakukan. Bahkan, Inggris sudah menanggalkan beberapa protokol mengenai COVID-19. Tak bisa dimungkiri bahwa setiap perubahan radikal tentu akan menimbulkan pro-kontra. Meskipun terdapat perbedaan demografi, pembebasan aturan COVID-19 pada negara lain dinilai dapat dijadikan rujukan bagi Indonesia. Menurut penulis, saat ini telah tepat untuk Indonesia lekas menanggalkan kata “pandemi” dan mengubahnya menjadi “endemi”. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh FKM UI bersama dengan Kemenkes RI, lebih dari 80% masyarakat Indonesia sudah memiliki antibodi COVID-19. Bahkan, lebih dari 70% warga yang belum

divaksin memiliki antibodi terhadap COVID-19. Meskipun demikian, antibodi tidak menjamin bahwa seseorang akan kebal terhadap COVID-19. Di sisi lain, angka ini membuat penulis cukup percaya diri menilai bahwa adaptasi perubahan menuju “normal” perlu segera diterapkan. Sekarang adalah saat yang tepat untuk Indonesia segera mereformasi kebijakan terkait COVID-19. Tidak hanya sektor kesehatan yang perlu diperhatikan, tetapi juga berbagai sektor seperti ekonomi perlu mulai bergerak secepat mungkin agar lekas pulih dari pembatasan yang sudah dua tahun lamanya ada di Ibu Pertiwi. Inilah saatnya Indonesia bangkit. fadila

Memang penambahan kasus masih terjadi, tetapi dunia harus berjalan normal secepatnya. R. Muh. Kevin Baswara

SKMA untuk Anda!

!

Mari bersama membuat SKMA menjadi lebih baik.

1. Apakah konten SKMA bermanfaat/relevan dengan kondisi kesehatan saat ini? 2. Apakah anda masih membutuhkan SKMA edisi selanjutnya? Jawab dengan format: Nama-Umur_Kota/Kabupaten_Unit Kerja_Jawaban 1_Jawaban 2 Contoh: Rudiyanto_43_Jakarta Pusat_RSCM_Ya_Ya

Kirim melalui WhatsApp/SMS ke 0858-7055-5783 atau mengisi formulir pada http://bit.ly/EvaluasiSKMA22 Lima orang pengisi survei yang beruntung akan mendapatkan cenderamata dari Media Aesculapius

MEDIA

AESCULAPIUS

16


Suka Duka

Sang “Jembatan” antara Dokter dan Analis Laboratorium

P

Perjalanan dan pengabdian seorang dokter patologi klinik

emeriksaan laboratorium adalah frasa yang pertama kali muncul di benak seseorang ketika mendengar “patologi klinik”. Tidak dapat dimungkiri hal tersebut merupakan fokus utama seorang dokter patologi klinik, seperti yang dilakukan oleh dr. Nuri Dyah Indrasari, Sp.PK(K), staf pengajar Departemen Patologi Klinik FKUI sekaligus staf medis RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Meskipun demikian, dalam proses pengabdiannya di daerah terdepan dan terlanda bencana, perannya sebagai dokter patologi klinik tidak terbatas pada analisis laboratorium.

selesai menjalani PPDS selama lima tahun, ia pun mulai membaktikan diri sesuai dengan kebutuhan Kementerian Kesehatan RI yang telah memberikan beasiswa.

Masa Pengabdian Pengabdian Nuri dimulai di Kabupaten Natuna, Provinsi Riau. Akibat keterbatasan kemampuan analis laboratorium, pemeriksaan darah seperti hemostasis tidak dapat dilakukan. Pelaksanaan operasi juga menjadi ragu untuk dikerjakan oleh dokter. Tantangan lain yang harus dihadapi adalah banyak penyakit rujukan yang berisiko tinggi karena pasien harus diterbangkan Persiapan yang Matang terlebih dahulu ke Jakarta. Selain itu, transfusi darah Keputusan Nuri untuk menempuh pendidikan merupakan salah satu kesulitan utama karena jumlah dokter spesialis muncul setelah penduduk yang sedikit dan belum terdata menyelesaikan program PTT (pegawai dengan baik. tidak tetap) di Kalimantan Selatan. Situasi saat itu tentu Ia mendapatkan amanah untuk tidaklah tanpa harapan. Nuri membawahi empat belas berinisiatif untuk merevitalisasi kecamatan karena fasilitas laboratorium dengan peralatan yang terbatas. Sebagai seorang serta reagen yang sebelumnya dokter umum pada waktu itu, terbengkalai. Bersama dengan wanita kelahiran tahun 1970 pemimpin daerah setempat, ini merasakan bahwa ilmu Nuri juga menginisiasi yang didapatkan masih belum pendataan status kesehatan cukup. dan golongan darah warga Mempertimbangkan untuk membentuk sistem kondisi keluarga, pengalaman donor darah. Buah dari sistem ini dari para senior, dan kesempatan adalah stok darah yang membantu beasiswa yang ada, wanita yang kini operasi maupun kebutuhan transfusi berusia 52 tahun tersebut kemudian darah untuk beberapa penyakit, salah memutuskan untuk menekuni spesialisasi satunya thalasemia. Dengan kemampuan Edo /MA patologi klinik (PK). Awalnya, Nuri merasa sedikit yang didapatkan selama pendidikannya, ia juga bimbang. “Ketika saya kuliah S1 dahulu, praktik mampu melaksanakan pemeriksaan-pemeriksaan patologi klinik adalah salah satu praktik yang paling penunjang untuk melakukan berbagai tindakan medis menyeramkan. Tetapi ternyata dunia patologi klinik dan menegakkan diagnosis. pada saat kuliah berbeda dengan saat kerja (sebagai Setelah pengabdian di Natuna selesai, Nuri dokter PK). Ilmu yang didalami lebih luas,” ujarnya. berpindah ke Aceh Singkil. Tsunami yang belum lama Memasuki masa program pendidikan dokter melanda daerah tersebut mengakibatkan rusaknya spesialis (PPDS) PK, ketua laboratorium terpadu berbagai fasilitas kesehatan sehingga Nuri pun harus RSCM ini mengungkapkan bahwa banyak ilmu yang bertugas di tempat-tempat darurat. Di sana, ia mulai harus ia kejar akibat kesibukan dan keterbatasan mendirikan fasilitas Medical Check Up (MCU) untuk informasi selama menjalani PTT. Ketertinggalan para pekerja sawit. Sebelumnya, para pekerja sawit ilmu tersebut Nuri kejar dengan mengikuti berbagai harus menempuh perjalanan selama 8 jam hanya untuk kursus, mulai dari data proccessing, bahasa Inggris, melakukan MCU di Medan. Peran dalam pemeriksaan hingga berbagai aspek penelitian laboratorium. Setelah laboratorium pun tetap Nuri jalani bersama para

17

MEDIA

AESCULAPIUS


Suka Duka

Tugas seorang dokter patologi klinik adalah untuk menjadi jembatan antara aspek klinis dari dokter dengan analis di laboratorium. Dyah Indrasari analis. “Tugas seorang dokter patologi klinik adalah untuk menjadi jembatan antara aspek klinis dari dokter dengan analis di laboratorium. Tidak jarang analis merasa bingung karena dokter maunya banyak. Di sinilah peran saya untuk memberikan pemahaman ke analis serta menginterpretasi hasil pemeriksaan itu ke dokter maupun bidan,” ucapnya. Meski masa pendidikannya selesai, Nuri masih memiliki semangat tinggi dan merasa perlu untuk senantiasa belajar. Pemeriksaan sperma dan infertilitas yang lebih berada dalam ranah biologi tetap ia gali. Hal ini Nuri lakukan demi membantu bidan dalam menjelaskan permasalahan terkait sulitnya memiliki anak yang dialami oleh keluarga-keluarga di sekitar fasilitas kesehatan tempatnya bekerja. Seusai menjalankan pengabdiannya, dokter kelahiran Sragen ini mendaftarkan diri ke RSCM sebagai staf. Pengalaman selama mengabdi menyadarkan Nuri akan urgensi dokter spesialis patologi klinik. Kendati termasuk spesialis minor, ilmu dan keahlian seorang dokter patologi klinik dibutuhkan untuk berbagai kepentingan, termasuk menopang kerja para dokter spesialis mayor. Kegiatan mengajar yang telah Nuri lakukan sejak masa-masa praktiknya juga merupakan salah satu aktivitas yang ia nikmati . Hal inilah yang membuat kesibukannya mengajar di FKUI tidak menjadi beban. Pesan untuk Para Calon Dokter Nuri berharap calon-calon dokter masa depan, baik yang akan menggeluti profesi yang serupa dengannya atau fokus di bidang lain selalu belajar dan tidak puas dalam mencari ilmu. Persiapkan secara matang spesialis apa yang akan diambil tidak hanya menilai ketertarikan sebuat topik spesialisasi hanya dari praktikum atau diskusi singkat yang dijalani selama kuliah. Terakhir, mahasiswa perlu selalu siap menggantikan posisi kepemimpinan para senior. Ia juga tidak lupa mengingatkan para alumni untuk kembali bersekolah ataupun mengajar di FKUI. yosafat

MEDIA

Foto: dokumen pribadi

Nuri Dyah Indrasari Tempat, Tanggal Lahir: Sragen, 12 Juni 1970 Riwayat Pendidikan: - Dokter Umum FKUI (1995) - Spesialis Patologi Klinik FKUI (2005) - Konsultan Hepatogastroenterologi Patologi Klinik FKUI (2015) Riwayat Pekerjaan: - Dokter Penanggung Jawab Laboratorium RS Lapangan Natuna (2006-2007) - Dokter Penanggung Jawab Laboratorium RSUD Aceh Singkil (2007-2008) - Staf Pengajar FKUI (2009-sekarang)

AESCULAPIUS

18


Kabar Alumni

Seputar Internship di Ibu Kota r. Dinni Adila adalah lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Angkatan 2011 yang sedang menempuh pendidikan sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) FKUI Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA). Dinni dilahirkan di Padang, 29 November 1993. Wanita berusia 28 tahun ini lulus dari FKUI pada tahun 2016 dan melanjutkan internship di RSUD Kemayoran. Bagaimanakah keseharian Dinni saat menjalani internship? Berikut uraiannya. Pasca lulus, setiap lulusan dokter tentu akan menjalani program internship. Hal ini juga menjadi tahap yang ditempuh oleh Dinni. Berbeda dengan beberapa rekannya yang memilih lokasi internship di daerah, ia memilih untuk memenuhi kewajiban internship di RSUD Kemayoran. Ia menjalani internship selama kurang lebih dua tahun dan bertemu dengan orang-orang yang menjadi keluarga barunya. RSUD Kemayoran merupakan rumah sakit tipe D yang berada di Jl. Swadaya 2, Kecamatan Kemayoran, Kota Jakarta Pusat. Rumah sakit ini menyediakan layanan tipe tiga bagi masyarakat. Saat menjalani internship di sana, Dinni menilai ada banyak tantangan yang harus dihadapi. Meskipun terletak di Ibu Kota, banyak fasilitas kesehatan yang masih terbatas ketersediaannya. Dengan kesulitan tersebut, penanganan pasien pun mengalami berbagai kesulitan. Untuk mendiagnosis pasien, Dinni harus lebih mengandalkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Tata laksana awal yang baik pun menjadi salah satu hal yang harus diupayakan. Tak hanya itu, keterbatasan yang dimiliki juga membuat banyak pasien yang harus dirujuk ke rumah sakit besar. Jika ditelusuri lagi, pengalaman ini dapat meningkatkan pengetahuan yang sudah diterima saat menempuh jenjang pendidikan. Ketika menghadapi keterbatasan, pengetahuan yang sudah diperoleh tersebut dapat digunakan dan bahkan dikembangkan untuk meningkatkan apa yang sudah dipelajari. Saat menjalani internship, Dinni juga ikut untuk mengembangkan komunitas yang ada di sekitar RSUD maupun puskesmas di daerah tersebut. Setelah menyelesaikan internship, Dinni bekerja sebagai dokter umum di RS Hermina Kemayoran. Pengalaman bekerja di RS Hermina dan RSUD Kemayoran memiliki perbedaan yang signifikan. Pertama, perbedaan ada pada sisi fasilitas kedua rumah sakit. Fasilitas yang ada di rumah sakit daerah dan

19

MEDIA

Foto: dokumen pribadi

d

Bagaimanakah kondisi internship di Ibu Kota? Apakah tidak jauh berbeda dengan di daerah lainnya?

Dr. Dinni Adila

PPDS Tingkat 2 Ilmu Kesehatan Anak Apartemen Salemba Resident juga rumah sakit besar tentu sangatlah berbeda, baik dari kualitas maupun kuantitas. Adanya perbedaan fasilitas ini tentunya menyebabkan perbedaan dalam proses penanganan pasien. Fasilitas yang lengkap tentu akan memudahkan penatalaksanaan pasien. Setelah bekerja selama kurang lebih dua tahun, Dinni akhirnya memutuskan untuk melanjutkan cita-citanya menjadi seorang dokter spesialis anak. Saat ini, ia berhasil menjadi bagian dari mahasiswa PPDS Tingkat II FKUI Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Ia juga turut aktif menulis artikel untuk Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Pengalaman yang Dinni jalani membantunya untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan diri. Banyak hal yang telah ia pelajari saat bertemu dengan masyarakat, pasien, maupun tenaga kesehatan lainnya. Tantangan dan rintangan tentu menjadi bagian yang selalu di hadapi selama prosesnya. Akan tetapi, semangat untuk terus mengobati dan membantu masyarakat menjadi motivasi Dinni untuk terus berjuang dan meraih cita-citanya. taris

AESCULAPIUS


Seputar Kita

Kawal Stunting Sedari Awal

Foto: dokumen penyelenggara

Isu stunting masih menjadi sorotan, sampai kapan terus dibiarkan?

I

ndonesia masih berjuang untuk lepas dari masalah stunting pada anak. Masalah ini memerlukan perhatian lebih agar Indonesia bisa menghasilkan generasi cemerlang di masa depan. Gaya hidup yang tidak sehat dan obesitas pada remaja menjadi awal dari rangkaian serial “Cegah Tiga Beban Malnutrisi” yang diselenggarakan oleh SCOPH CIMSA dalam rangka memperingati Hari Gizi Nasional. Webinar melalui Zoom Meeting ini diadakan pada Sabtu, 29 Januari 2022 dengan mengundang salah satu narasumber, yaitu dr. Wiyarni Pambudi, Sp.A yang membawa topik “Lifehacks to Defeat Triple Burden of Malnutrition”. Stunting adalah kondisi kekurangan gizi kronis pada 1000 hari kehidupan yang menyebabkan anakanak memiliki perawakan pendek disertai defisit kognitif. Hal ini dapat berimbas pada bertambahnya risiko morbiditas dan mortalitas; meningkatnya biaya perawatan kesehatan; serta pembatasan potensi edukasi, kesehatan, kesejahteraan, dan kualitas hidup. Hampir setengah anak-anak mengalami stunting pada umur yang masih muda, yaitu kurang dari 2 tahun. “Negara kita masih sangat tinggi prevalensi stunting-nya,” ujar Wiyarni. Hal ini didukung dengan angka prevalensi stunting pada balita di Indonesia yang menginjak angka ≥30%. Angka tersebut masih sangat tinggi dibandingkan dengan negara-negara di sekitar. Meskipun grafik tren prevalensi di Indonesia menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun hingga di angka 24,4% pada tahun 2021, hal tersebut dirasa kurang signifikan karena masih jauh 10% dari target RPJMN 2024. “Dalam 2 tahun kedepan, kita harus menurunkan sebanyak 10%. Ini bukan hal yang mudah tentunya kalau dikerjakan dengan hanya mengandalkan para orang tua. Harus semua, termasuk

MEDIA

mahasiswa kedokteran dan juga remaja seperti kalian semua,” tambah beliau. Pemutusan mata rantai stunting harus dilakukan sedini mungkin. Periode 1000 hari pertama kehidupan adalah masa krusial untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. “Pada masa inilah, intervensi dapat dilakukan untuk memperbaiki luaran bayi baru lahir. Setelah usia 2 tahun hingga remaja, hanya pertumbuhan linear saja yang bisa ditingkatkan, tetapi perbaikan fungsi kognitif serta imunitasnya belum jelas karena masa emasnya sudah lewat”, jelas Wiyarni. Pemberian konseling dan edukasi menjadi salah satu upaya pencegahan dan intervensi terhadap stunting. ASI tidak hanya bermanfaat bagi pertumbuhan bayi, tetapi juga membantu membentuk respon imun yang baik. Selain mengandung nutrisi, ASI juga mengandung faktor psikoneuroimunologi yang membuat bayi lebih dekat dengan ibu, memberikan rangsang taktil pada bayi, serta memberikan imun yang melindungi bayi dari penyakit. Selain itu, edukasi terkait MPASI yang sesuai juga perlu diberikan. Perbaikan gizi untuk mencegah terjadi malnutrisi harus dilakukan sebelum, saat, dan sesudah kehamilan. Para calon ibu harus mengatur pola makan dengan baik agar kebutuhan makronutrien dan mikronutrien dapat terpenuhi dengan optimal. Dengan begitu, imunitas dapat terjaga dan perkembangan kognitif jabang bayi tidak terhambat. Selama periode kehamilan, kontak dengan alkohol, obat-obatan, serta paparan rokok harus dihindari. Setelah lahir, penting untuk mengenali apa yang diperlukan ibu dan juga bayi. Tidak hanya asupan pangan yang bergizi, tetapi juga properti, salah satunya dengan menjamin kebutuhan air bersih dan kebersihan sanitasi. savira

AESCULAPIUS

20


Senggang

Menikmati Panorama Hijau di Tengah Kesibukan

Foto: dokumen pribadi

dr. Muna Nabila

E-mail: munabilaa@gmail.com Alamat: Jl. Karang Pola VI No. 1 No. kontak: 081288881104

Mencari ketenangkan hati dengan menikmati alam

K

esibukan menjadi dokter umum, mengurus klinik mandiri, sekaligus menjadi support bagi suami yang tengah menjalani PPDS tidak menghalangi dr. Muna Nabila dari nikmatnya memandangi alam. Menjadi bantuan medis yang mendampingi tim berkegiatan di alam, dokter lulusan Universitas Padjajaran ini mengaku senang dengan kegiatan yang dilakukannya. Tawaran bertugas menjadi dokter lapangan bukanlah prioritas, melainkan sesuatu yang akan dengan senang hati dipenuhi bila tidak berhalangan. Baru-baru ini, Muna menyelesaikan perjalanan 4 hari 3 malam di Bandung sekaligus mendampingi kegiatan anak-anak sekolah sebagai salah satu dokter dari tim bantuan medis. Hal tersebut menjadi pengalaman bantuan medis pertamanya sebagai dokter, sebab pada kegiatan sebelumnya Muna masih berstatus sebagai koas atau bahkan mahasiswa kedokteran. Walaupun ada sedikit perasaan khawatir, hatinya lega setelah benar menduga dan merujuk satu kasus suspek fraktur. Sekali mendayung dua-tiga pulau terlampaui adalah peribahasa yang tepat untuk pengalaman ini. Menjalani pekerjaan sekaligus menikmati hobi: alam hijau yang menenangkan, terlebih pemandangan yang memanjakan mata saat sampai puncak gunung. “(Fee) itu dianggap sebagai bonus lah, karena melepas rindu dengan Bandung juga, jadi nggak beban sama sekali,” ungkapnya. Sebenarnya, ketertarikan dengan alam pada diri Muna muncul sejak SMA. Hal ini berawal dari keinginannya untuk masuk dalam UKM pecinta alam, tetapi terhalang izin orang tua. “Dapat izinnya untuk kegiatan lain selain UKM itu,” terang beliau. Beruntung, saat memasuki jenjang perkuliahan, Muna dipertemukan kembali dengan UKM pecinta alam–Atlas Medical Pioneer (AMP) yang berhasil membuatnya jatuh cinta.

21

MEDIA

Kecintaan sang dokter terhadap alam pun semakin tumbuh. Dari 3 divisi yang ditawarkan oleh AMP, Muna memutuskan untuk memberanikan diri masuk dalam divisi olahraga arus deras. Kebersamaan saat rafting menjadi nilai tambah baginya karena pengalaman ‘menyetir’ perahu dijalankan dan dirasakan bersama. Terlepas dari pengalaman hanyut dan tenggelam saat rafting, ia bangga karena dapat melawan hal yang ditakutinya dahulu. Ditanya motivasi mengikuti kegiatan itu, “Benang merahnya ya satu, karena alam. Seneng aja lihat alam, bisa lihat yang hijau, segar, asri, menenangkan,” ungkapnya. Hal itu membantu Muna menorehkan prestasi menjadi juara 1 lomba dayung putri di Festival Olahraga dan Seni Unpad tahun 2016. Hal lain yang menambah keseruan di tengah kegiatan lapangan adalah saat Muna sering menjadi penanggung jawab bivouac. Ia berperan mengatur waktu istirahat, tempat tinggal, pemasangan tenda, hingga menu makanan tim. Menariknya, Muna harus memerhatikan dengan benar nutrisi menu yang akan disiapkan, mulai dari kebutuhan kalori per individu, per regu, hingga kebutuhan air. “(Suka duka) pasti ada, namanya hidup ya,” tutur Muna. Dari AMP, ia akhirnya bertemu teman angkatan yang seperti keluarga. Tak hanya mendapatkan alam yang membuatnya tenang, berbagai pengalaman yang dilewati juga mengasah kemampuannya untuk meningkatkan rasa percaya diri sebagai seorang dokter. Di sisi lain, segala hal yang diputuskan tentu memiliki konsekuensi. Dalam hal ini, Muna mengorbankan waktu untuk berlibur dengan keluarganya. Kendati demikian, beragam pengalaman tersebut menjadi bekal dan membentuk mindset untuk dirinya bahwa rintangan apapun di masa mendatang pasti akan mampu dihadapi. oriana

AESCULAPIUS


Segar

Temukan Alat Kedokteran di Sekitar Kita, Yuk!

Kunci jawaban: Otoskop, Pinset, Stetoskop, Penlight, Spuit, Oximeter, Scalpel, Tensimeter

Ketika kita sedang sakit atau ingin mengecek kesehatan tubuh secara berkala, tentunya kita tidak lepas dari bantuan alat-alat kedokteran ini. Yuk, temukan alat kedokteran di sekitar kita dalam bentuk kata-kata dibawah ini! Jawaban dapat tersusun secara mendatar, menurun, miring, maupun terbalik.

MEDIA

AESCULAPIUS

22


Media Aesculapius

@MediaAesculapius | beranisehat.com | 0858-7055-5783 Temukan informasi selengkapnya pada akun Instagram dan website kami Anti-hoaks | Ensiklopedia penyakit | Guideline diagnosis dan penanganan penyakit | Berita dan artikel kesehatan terkini


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.