Bahana Mahasiswa 2011

Page 7

Menilik Konflik Pulau Padang

foto: Aang BM

YAHYA dan PURWANTI—warga Desa Lukit—pasangan suami-isteri. Mereka sejak awal bersikeras menolak RAPP masuk ke kampung mereka. Yahya cerita, mereka sudah tujuh kali aksi ke Pekanbaru dan Jakarta menuntut pemerintah merevisi SK 327. Terakhir mereka berdua lakukan aksi jahit mulut pada 20 Desember 2011 di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, tanpa bantuan medis. Hingga kini, tuntutan tersebut belum dipenuhi pemerintah. Hingga kini Yahya masih melakukan aksi jahit mulut. “Kita sudah janji sama orang kampung. Kalau buka, nanti dibilang hanya bisa omong saja, tak ada bukti,” sebut Yahya. Meski mulut terjahit, Yahya bisa berbicara. Sedangkan Purwati sudah melepas benang di mulutnya sejak 1 Januari 2012 bersama 26 warga lainnya. Purwati bilang ia terpaksa melepas jahitan di mulut karena sakit parah. “Selama jahit mulut, tiga kali masuk rumah sakit,” katanya. Setelah buka jahitan, Purwati pun belum bisa makan nasi. Ia hanya bisa makan bubur, sedikit demi sedikit namun sering. “Makan terlalu banyak

26 Juli 2010. Masyarakat Merbau sebanyak 350-an orang datangi Kantor DPRD Meranti menuntut penghentian operasional dan cabut izin HTI PT. SRL, PT. PT. RAPP.2011 Ketua 7LUM danMajalah DPRD Meranti mendukung aksi warga dan berjanji turun ke lapangan.

perut tak mau terima, tak makan juga tak bisa.” Hampir sebulan setelah berkutat dengan bubur, Purwati baru bisa mulai makan nasi. Hal ini berbeda dengan Yahya. Suami Purwati ini bersikeras belum mau buka jahitan mulutnya meski sudah diminta oleh temantemannya. “Waktu itu saya tidak yakin kalau pemerintah betul-betul mau memenuhi permintaan kami. Berdasarkan pengalaman yang sudahsudah juga. Ternyata dugaan saya benar.” Karena itu, ia masih jahit mulut hingga kini. “Bukaan ada lah 5 sentimeter. Kondisi lemas, hanya bisa duduk dan baring saja di posko.” Selama jahit mulut, Yahya hanya sekali masuk rumah sakit, saat aksi di Istana Negara. “Kalau batuk dan sakit kepala, badan panas, demam, itu biasa. Karena cuaca tak menentu.” Tapi dengan minum obat dan istirahat, biasanya sembuh lagi. Yahya dan Purwati ke Jakarta dengan menjual kebun sagu mereka sebagai modal. Mereka punya lahan sawit, karet, dan sagu di kampung. “Semuanya masuk konsesi RAPP,”

Istimewa

“Mau pertahankan hak sendiri, hak anak kita, kok sampai begini. Harus ke Jakarta.”

ujar Yahya. Selain berkebun, Yahya juga bekerja sebagai pegawai kantor di Desa Lukit. Purwati sering termenung sendiri bila memikirkan kondisi mereka sekarang. “Mau pertahankan hak sendiri, hak anak kita, kok sampai begini. Harus ke Jakarta,” keluhnya. Ia juga cerita tentang anaknya yang sedang panas demam karena merindukan orang tuanya. Purwati dan Yahya punya empat anak. Sejak mereka ke Jakarta, anak tertua yang mengasuh adik-adiknya. Anaknya yang bungsu berusia 12 tahun, sering sakit sejak kepergian orang tuanya ke Jakarta. “Sedih sekali saya kalau memikirkannya,” kata Purwati. Namun ia bersikeras tak mau pulang sampai tuntutan terpenuhi. “Kalau tak ada hasil, bisa marah orang di kampung,” tambahnya. Begitu pula dengan suaminya, Yahya.#

Aksi penunjukan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Ini dilakukan karena sering warga Pulau Padang yang menolak HTI RAPP dituduh bukan warga asli. 11 Oktober 2010. Merespon SK 19 Agustus gubernur tentang izin pembuatan 2010. Sebakoridor, masyarakat Pulau Padang nyak 700 dan Rangsang datangi Kantor Bupati orang masyamenuntut penghentian operasional rakat kembali PT. SRL dan pencabutan izin PT. datangi Kantor RAPP di Pulau Padang. Mereka DPRDMAHASISWA Meranti BAHANA dialog dengan Wakil Bupati dan menuntut hal Bupati minta keluarkan surat yang sama. penolakan SK Gubernur.

13 Desember 2010. Istighotsah di Masjid Raya Teluk Belitung. Istighotsah dipimpin KH. Mas’ud, K.H. Ahmadi, Ustad Sudarman, Ustad Yakup, kepala desa dan anggota DPRD Meranti.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.