Bahana Mahasiswa 2011

Page 40

KHASANAH Rantau Bais. Menurut Ruslan, rumah-rumah ini baru dibangun sekira tahun 1934. Tukangnya dari Singapura dan Malaysia. Biaya bangun rumah, kata Ruslan, didapat masyarakat dari Kopun; uang pengganti yang diberikan Belanda setelah ditukar dengan pohon karet milik rakyat. “Nah orang Melayu kita ini kan pintar,” sebut Ruslan. Maksud Ruslan, kebiasaan orang Melayu dulu suka berpindah rumah. Sehingga pohon karetnya rata-rata tak hidup. Namun di celah-celah karet tumbuh mahang. Mahang adalah kayu bergetah mirip pohon karet. “Dikaplinglah mahang itu. Belanda kira karet, makanya kita dapat banyak uang dari Belanda,” cerita Ruslan. Uang itulah yang dipakai untuk bikin rumah beserta ukirannya. “Ahli ukirnya orang Cina,” katanya. Masyarakat Tionghoa (Cina) pada mulanya datang ke Bagansiapi-api— sekitar dua jam perjalanan darat dari Rantau Bais. Diduga orang Tionghoa tersebut yang mengukir rumah tradisional di sini. “Mungkin ada juga didatangkan dari Singapura atau Malaysia,” kata Ruslan.

Menurut situs bagansiapi-api.net, pada mulanya sekelompok masyarakat, sekitar 18 orang, datang ke Bagansiapi-api untuk meningkatkan kualitas hidup. Mereka menyeberangi lautan dengan kapal kayu sederhana dari Propinsi Fujian, Cina. Saat menyeberangi lautan pada suatu malam, mereka melihat sebuah cahaya samar-samar. Mengira itu adalah daratan, mereka mengikuti arah cahaya hingga tiba di daratan Selat Malaka. Mereka mendapat banyak ikan laut dan menangkapnya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Lantas mereka bertahan hidup di sana. Merasa menemukan tempat tinggal yang baik, ke-18 orang tadi mengabari sanak famili di Tiongkok untuk datang ke Bagansiapi-api. Rumah tradisional melayu di Rantau Bais berfungsi sebagai rumah biasa, tempat tinggal anggota keluarga. Bila rumahnya milik kepala suku, ia akan dijadikan tempat berkumpul dan musyawarah. Kalau pemiliknya meninggal, rumah akan diwariskan ke anak perempuan. “Adat Melayu sini hampir sama dengan Minang. Sukunya menurut ibu atau matrilineal,” kata Ruslan. Menurutnya,

dari situ timbul istilah rumah adat. Uniknya, bila pemilik rumah punya empat anak perempuan, di setiap sudut rumah akan ada kelambu. Satu anak satu kelambu. Bila rumah sudah penuh, baru boleh bikin rumah lain.”Kata pepatah pucuk paku pucuk belimbing , tempurung dilengang-lengangkan, anak dipangku, kemanakan dibimbing, kampung halaman di pertengahkan.” Dapur terpisah dari rumah. Ada jembatan bila hendak ke dapur. Alasannya sederhana, “Agar asap memasak tak sampai ke rumah,” kata Ruslan. Nama Rantau Bais sendiri diambil dari nama pohon. Bais adalah nama pohon, bentuknya seperti pohon pinang. Bedanya, Bais dari batang hingga pelepah berduri. Rantau bais ada 400 kepala keluarga, mata pencaharian penduduk sebagian besar petani kelapa sawit dan nelayan. Mata pencaharian nelayan karena desanya terletak di pinggir Sungai Rokan. Selain mencari ikan, Sungai Rokan juga dijadikan tempat mencuci baju bagi masyarakat Desa Rantau Bais. lovina

BAHANA MAHASISWA

IKLAN

Majalah 2011

40


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.