Harian Andalas

Page 16

Selasa

ACEH

27 April 2010

harian andalas | Hal.

16

Penerapan Syariat Islam belum Maksimal Bireuen-andalas Penerapan syariat Islam yang diberlakukan di Aceh dengan dasar acuan UU No. 44/ 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh dinilai belum maksimal, menyentuh sendi-sendi penting kehidupan masyarakat Aceh, dan yang ada hanya mengatur beberapa hal yang belum substantif. “Penerapan dan pelaksanaan syariat Islam masih sangat ‘dangkal’, bahkan hanya penekanan pada beberapa hal seperti khalwat, maisir (judi) dan razia pakaian,” kata sejumlah pemuka agama yang ditanya andalas komentarnya, Senin (26/4) di Bireuen. Menurut Ustaz Saakdan Abubakar, sebelumnya dalam diskusi publik di Kabupaten Bireuen hal tersebut juga sudah dianjurkan kepada pelaksana menyangkut dengan pelaksanaan syariat Islam namun tampak realisasi hanya sebatas razia pakaian ketat itupun masih arogan. Menurut Tgk Saakdan, pelaksanaan razia yang dilakukan WH kerap terjadi kericuhan antara petugas dengan masyarakat, sehingga seolah-olah masyarakat tidak menerima hal yang dilakukan petugas WH. Dan itu wajar karena masyarakat belum maksimal disosialisasikan, ataupun sikap dari WH itu sendiri yang barangkali tidak manusiawi atau arogan. “Perangkat hukum dan aturan pelaksanaan juga belum jelas,sehingga penerapan yang dilakukan cenderung mendapat tantangan dari masyarakat itu sendiri. Untuk itu perlu perubahan perangkat dan aturan qanun dan pelaksanaanya agar mendapat apresiasi masyarakat,” imbau Tgk Saadan. Tgk Saadan menambahkan, seharusnya pihak WH mengetahui bahwa persoalan lebih besar. Misalnya, aturan syariat Islam tentang korupsi yang merugikan negara dan rakyat, hingga kini banyak belum tersentuh. Begitu pula dengan masyarakat yang masih bebas tidak melaksanakan shalat, padahal sebenarnya shalat adalah kewajiban masing-masing.(HUS)

blitz

andalas/iskandar muda

LAHAN–Ini dia lahan warga Gampong Alue Le Itam yang diduga digarap oknum pejabat.

Lahan Masyarakat Digarap Oknum Pejabat Meulaboh–andalas Warga Gampong Alue Le Itam mewakili sebagian dari masyarakat, melalui Ketua satu Isnanyan, ketua dua Amri/ Siteh dan Sekretaris Bustami diketahui tuha peut gampong Tgk Abd Mutalib, melalui surat yang disampaikan kepada Ketua DPRK Nagan Raya, dengan Nomor : Istimewa/BD/ VI/2010 perihal penyelesaian sengketa tanah.

Surat itu berbunyi : dengan ini kami warga masyarakat Dusun Alue Ie Itam desa Babah Dua Kecamatan Tadu Raya Nagan Raya mengusulkan kembali menyangkut persoalan kedudukan tanah sengketa yang tumpang tindih kepemilikan warga masyarakat dengan mantan Camat Kuala Drs Teuku Rusli Usman yang terus bertele-tele selama ini belum jelas dengan masya-

rakat gampong tersebut, pihak warga tidak tinggal diam untuk mencari solusi yang terbaik kepada Ketua DPRK yang berwenang agar sudi kiranya menampung aspirasi ini, agar diterima dengan sepenuh hati persoalan ini. Diperoleh keterangan, surat keterangan tanah ( SKT) atas nama Teuku Ramli dengan No. 139/BD/XII-1990 dalam isi surat tersebut yang

bersangkutan berstatus sebagai petani. Padahal pada tahun tersebut yang bersangkutan berstatus sebagai camat, pada saat itu Drs T Ramli berusia 46 Tahun. Di lain sisi kepemilikan tanah tersebut dengan surat yang dimiliki warga Alue Le Itam, yang bersebelahan dengan lahan PT Socfindo dengan surat bernomor : 520/10866, tanggal 28 April 1988, berjudul

susulan batas tanah garapan masyarakat desa Alu Ie Itam Kecamtan Kuala, diakui oleh PT Socfindo. Surat tersebut ditandatangani Sekda Aceh Asnawi Hasan. Sedangkan Teuku Ramli menyerobot tanah tersebut tanpa sepengetahuan masyarakat, dengan cara melakukan manipulasi data, untuk proses pembuatan akte dan sertifikat. (IM)

Dipertanyakan, Pemkab Bireuen Tahan Sertifikat Warga

Bagi Anda pemilik kios di Terminal Keberangkatan Dalam Negeri Bandara Polonia Medan,yang fotonya dimuat karena telah mendisplay Harian andalas dengan baik, dapat mengambil hadiah di Kantor Harian Andalas Bagian Sirkulasi dengan Sdr. Septho/Wati.

Bireuen-andalas Sejumlah pemilik tanah di kawasan Desa Meunasah Capa dan Kommes, Kota Juang mempertanyakan tentang sertifikat tanah mereka yang diambil pihak Pemkab Bireuen, sebagai syarat pembayaran ganti rugi pelebaran jalan Bireuen-Takengon beberapa bulan lalu, yang hingga kini belum dikembalikan dan masih tertahan. Menurut sejumlah pemilik sertifikat kepada andalas, Senin (26/4 ), mereka heran entah apa tujuannya sehingga sertifikat tanah yang diambil sebagai proses ganti rugi, hingga kini pemerintah setempat belum mengembalikan kepada pemilik, meskipun telah dilakukan ganti rugi beberapa bulan lalu.

“Sertifikat dan akte jual beli tanah sebagai persyaratan utama sudah diserahkan setelah menerima biaya ganti rugi. Begitupun biaya mengubah sertifikat sesuai dengan luas tanah usai pelebaran juga telah diserahkan tapi sudah tiga bulan sertifikat tersebut belum juga dikembalikan,”ungkap sejum-

lah warga kawasan Menuasah Capa. Sementara Asisten I Setdakab Bireuen H Hamdani A Gani SH MHum, yang dikonfirmasi terkait hal itu Senin mengatakan, semula penyelesaian luas tanah disesuaikan kembali dengan luas tanah yang sudah diganti rugi tersebut dan selebihnya merupakan wewenang Badan Pertanahan Negara (BPN) Bireuen. “Tapi karena tanah

yang dibayar itu sudah jadi aset pemerintah, tentunya sertifikat tanah maupun akta jual belinya harus ditahan dulu untuk pengurangan luas aset yang telah dibayar,” katanya. Menurut Hamdani, menyangkut biaya perubahan sertifikat itu sesuai kesepakatan bersama karena tidak ditanggung Pemkab Bireuen dan ditanggulangi sepenuhnya oleh pemilik tanah serta langsung dikoordinir oleh

geuchik setempat. Di sisi lain, untuk membayar pembebasan tanah itu mengha biskan 4 miliar termasuk uang administrasi, namun tidak sampai satu kilometer ruas dengan menggunakan dana APBA dengan harga Rp 1,5 juta/ meter. “Khusus untuk ganti rugi bangunan seperti pagar dan lainnya serta tanaman, anggaran dibutuhkan guna membayar ganti rugi mulai km nol

Kunjungi dan baca e-paper Harian andalas dan Mingguan KPK POS di http://www.starberita.com

Bireuen hingga km 35 sekitar Rp 80 miliar, tapi sejauh ini kurang dari satu km yang mampu dibebaskan,” terangnya. Untuk itu pihaknya mengharapkan agar Pemerintah Aceh dapat memberikan porsi lebih untuk Bireuen karena harga tanah di Bireuen beda jauh dengan harga tanah di Bener Meriah dan Takengon, dan harga tanah di Bireuen hampir bersaing dengan harga tanah di provinsi. (HUS)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.