Dunia Roh

Page 20

berseru, “Dalam nama Yesus, setan keluar!” Lalu kepala saya diurapi dengan minyak. Saya jadi jengkel diperlakukan begitu. Darah saya mendidih. Saya seketika merapal mantera mengubah diri saya. Bukan jadi perkutut tetapi harimau putih. Saat itu yang berani melawan saya hanya beberapa pendeta. Termasuk Pak Stefanus Pingky yang paling berani, dibantu pendeta yang lainnya (dengan gemetar) menengking, “Dalam nama Yesus....” Firman Tuhan mengatakan dan saya menyaksikan, lawanlah iblis maka ia lari dari padamu. Saya pribadi menambahakan Larilah kamu, kamu akan dikejar dan punggungmu akan diterkam setan. Jadi jangan takut pada setan. Takutlah pada Tuhan! Setelah kejadian itu saya pulang ke rumah sambil ngomel-ngomel. Bayangkan, ada ilmu satu tahun mandi sekali, kalau bulan Suro. Mungkin mereka mengira saya berilmu seperti itu, sehingga dilawan dengan air seember dengan minyak. Saya tidak bertobat hanya basah. Dan pulang dengan sumpahserapah. “Pendeta guoblok, edan kabeh.” Saya tidak bertindak apa-apa karena sedang frustasi sendiri sehingga tidak berpikir untuk membalas atau menyantet. Saya cuma sibuk mengasihani diri saya sendiri. Tapi caci maki saya terhadap hamba Tuhan yang merupakan “biji mata Allah” didengar oleh Tuhan, akhirnya saya yang dibuat edan oleh Tuhan selama setahun!

Tertantang oleh Gilbert Lumoindong Belum hilang jengkel saya, beberapa hari kemudia kakakku dengan muka tebal mengajak lagi : “Eh, Ton, ayo ke KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani) Gilbert Lumoindong. Gadisnya sip-sip!” Herannya saya mau saja menuruti kemauan kakak saya. Di salah satu tempat di Solo, waktu itu, Pak Gilbert mengadakan KKR. Kami tiba. Dari Sragen ke Solo saya datang untuk mencarikan gadis untuk kakak saya. Duduk di kursi paling belakang agar bisa memperhatikan dengan lebih baik. Eh, hati saya terusik dan tertantang sewaktu, Pak Gilbert berkhotbah, “Orang Kristen tidak bisa disantet, tidak bisa diguna-guna, tidak bisa dimanterai.” Dari belakang, saya berkomentar sambil tersenyum sinis, “Wah, ini dia. Si gendut montok ini menantang aku.” Waktu itu saya mencemooh Pak Gilbert dengan si gendut. Maklumlah, masih sombong. Saya menggertakan gigi dan berkata, “Si gendut montok menantang aku. Oho, dia mau jadi sate Kambing, rupanya.” Saya merapal mantera diam-diam. Saya memilih aji setan kober. Ilmu supaya membuatnya muntah darah, pingsan di mimbar. Saya anggap ini seperti tembakan peringatan dulu dari polisi. Lucunya, kakak saya kegirangan, karena mengira saya sudah menemukan gadis yang ideal dan sedang merapal mantera untuk memeletnya. Pas sewaktu saya melempar ajian itu, Pak Gilbert sedang bertanya, “Saudara diberkati? Haleluya!” Detik itu juga ilmu saya rontok, memecah seperti asap dan hilang begitu saja. Saya terperangah dan berpikir pada waktu itu. Gila, pendeta gendut montok ini manteranya aneh sekali “Haleluya.” Ya, sudah, sambil merapal mantera berikutnya, saya ingat-ingat pelajaran kakek-nenek buyut saya, belum pernah ada judul mantera “Haleluya” seperti ini. Ini mesti mantera impor, atau asing. Kakak saya kecewa mengetahui saya bukan sedang memenuhi keinginannya. Wah, mana sempat!


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.