waspada jumat 30 oktober 2009

Page 15

Mimbar Jumat

WASPADA

Jumat 30 Oktober 2009

Modal Perbankan Syariah Terbesar Dimiliki Asing JIKA dilihat dari kepemilikan modal perbankan syariah secara nasional, perbankan syariah jauh dari nilai nasionalisme dan patriotisme. Sebab hingga kini sebagian besar modal bank syariah adalah milik asing dan amat sedikit sekali saham yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Fenomena tersebut sangat mengkhawatirkan bagi kepentingan bangsa dalam memajukan perekonomian. DemikianYuslam Fauzi, Ketua Kompartemen Syariah Perhimpunan Perbankan Nasional (Perbanas) dan sekaligus Direktur Utama Bank Syariah Mandiri (BSM), saat memberikan ceramah di hadapan para bankir syariah di gedung Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), akhir pekan lalu. Lebihjauh,Yuslammenambahkan di luar negeri banyak negara membuat aturanatauregulasidalamkepemilikan perbankandimanauntukasingdibatasi porsinya yang tak lebih dari 30 persen. Tapi di Indonesia tidak, asing diberikan keleluasaan untuk memiliki perbankan syariah, sehingga menjadikan tingginyakepentinganbisnispihakasing dalam perbankan syariah tersebut. “Maka dalam rangka semangat patriotisme perbankan syariah, pemerintah perlu melihat realitas ini,” ungkapnya. Apa yang dikatakan oleh Yuslam Fauzi merupakan kritiknya terhadap pemerintah dalam mengembangkan perbankan syariah selama ini. Dia juga sangat menyayangkan mengapa Bank Muamalat yang didirikan oleh masyarakat Indonesia sekarang ini kepemilikanya 70 persen adalah milik asing (Timur Tengah), belum lagi beberapa perbankan syariah yang lainnya. Menanggapi pernyataan Yuslam Fauzi, Rowi Qohar Ketua tim penga-

turan Direktorat Perbankan Syariah Indonesia (DPbs) BI, tak bisa mengelak mengenai dominasi asing di perbankan syariah. Apalagi akibat kebijakan tersebut peta modal perbankan nasional yang semula di dominasi kepemilikannya oleh bangsa Indonesia, kini tinggal 10 persen saja dan 99 persen adalah milik asing. “Kebijakan tersebut terjadi pada saat krisis keuangan pada tahun 1997 -1998,” ujar Rowi. Rowi sendiri sependapat dengan apa yang diungkapkan oleh Ketua Kompartemen Syariah perlu sebuah evaluasi bagi kepemilikkan modal asing di bank syariah, sehingga lebih adil. Regulasi khusus Menanggapi minimnya Sumber Daya Insani (SDI) diperbankan syariah menjadikanyangparapelakunyasering melakukan bajak membajak antar karyawan dampaknya mengganggu dalam kinerja bisnis mereka sendiri. Terkait dengan hal tersebut Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Muliaman D Hadad, berharap adanya penertiban bajak membajak tersebut dituangkan dalam regulasi peraturan perbankan Indonesia. Menurut penilaian Muliaman, sangat berbahaya dan tak sehat jika praktek membajak itu dilakukan terus menerus. Lebih jauh Muliaman D Hadad, tak bisa memungkiri adanya praktik tersebut hal itu disebabkan karena

adanya perkembangan industri perbankansyariahyangsangatpesattanpa diimbangi dengan jumlah SDI yang memadai. “Inilahyangmenjadikantantangan terbesar yang harus dijawab oleh pelaku perbankan syariah,”ungkapnya di Jakarta. Dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia, sebelumnyaBankIndonesia(BI)telahmembuat pilar-pilar pengembangan perbankan syariah dan pilar pertama adalah mengenai pengembangan SDI. “BI menempatkan masalah SDI sebagai pilar pertama karena tanpa dukungan SDI yang kuat sulit sekali bank syariah mengembangkan diri,”ujar Muliaman. Sedangkan General Manager Unit UsahaSyariah(UUS)Permata,Ach-mad K Permana, mendukung ide yang dilontarkan oleh Ketum MES. Dengan adanyaregulasitentangketenagakerjaan perbankan syariah akan semakin jelas. Bagaimanamekanismerekrutmen danbagaimanaaturannyajikakaryawan perbankan syariah pindah ke bank syariah lain. “Dengan demikian akan lebih good governance,”ujarnya. Lalukedepanbagaimanaperkembangan ekonomi syariah termasuk setelah penyusunan kabinet? MuliamanDHadadmengungkapkandalam pengembangan ekonomi syariah dalam pemerintahan Kabinet Indonesa Bersatu(KIB)IIyangbarusajadiumumkan, diproyeksikan akan lebih baik dan berkomitmen tinggi pada pe-

Tangis Jabatan

ngembangan ekonomi syariah. Hal ini tercermin dari beberapa menteri yang ada di KIB II serta janji Presiden untuk serius mengembangkan ekonomi syariah. “Proyeksi kami tentang pengembangan ekonomi syariah dalam KIB II ini akan lebih baik,” kata Ketua Umum MES saat ditanya oleh KBES usai acara seminar MES di gedung Permata Jakarta. Lebih jauh Muliaman D Hadad, mengungkapkanbahwapengembanganekonomisyariahdiIndonesiadalam bentuk lembaga keuangan syariah sangat maju dengan pesat, tapi yang menjadi kekurangan selama ini adalah kurangnya dukungan Sumber Daya Manusia (SDM). “Hal ini sangat membahayakan bagi pengembangan ekonomi syariah kedepan,” paparnya. Sementara Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Mustafa Edwin Nasution,membenarkanapayangdikatakan oleh Ketum MES, jika masalah SDM menjadi kendala dalam pengembangan ekonomi syariah. Namundiabersamaorganisasinya telah berupaya bagaimana ekonomi syariahmenjadikurikulumpendidikan nasional di Indonesia.Tapi hingga kini dukungan tersebut belum diberikan olehDepartemenPendidikanNasional. “Jadimasalahkamiadalahdukungan pemerintah secara konkret terhadap dukungan tersebut dan jangan selalu berubah-ubahkalaumendukung,”ujar Mustafa Edwin sambil kesal melihat proses pengajuan proposal kurikulum ekonomi syariah di Diknas. Akibat belum adanya kurikulum ekonomisyariah,hinggakiniperguruan tinggi negeri dan swasta, tambah Mustafa belum boleh mendirikan program ekonomi syariah. Hal ini yang menjadikan dilema.(m13)

Ustad Syarifuddin Shinda Ingat Allah Dengan Banyak Berzikir

KBIH Al-Muhajirin Utamakan Solidaritas Sesama Calhaj

SEORANG muslim hendaklah selalu ingat Allah dengan memperbanyak berzikir. Berdzikir artinya ingat dan sebut. Karena ingat, maka disebut dan disebutnya adalah karena ingat. Dalam kaitannya dengan dzikrullah, dzikir berarti mengingat dan menyebut asma Allah. Ingat adalah gerak hati sedangkan sebutan adalah gerak lisan. Dzikir dalam hati lebih baik dibanding dzikir lisan semata. Namun jauh lebih sempurna jika keduanya dipadukan. Jadi dzikir yang terbaik adalah perpaduan antara dzikir hati dan lisan. Hati mengingat Allah dan lisan menyebut-Nya. Itulah makna awal dari “khusyuk”. Demikian Ustad Syarifuddin Shinda (foto) dalam pembincaraan jelang melaksanakan kegiatan zikir dilaksanakan di Masjid Agung Medan, Minggu 1 November mendatang. Dia menambahkan, dzikir terdiri dari dzikir lisan (ucapan), dzikir qalbu (merasakan kehadiran Allah), dzikir akal adalah kemampuan menangkap bahasa Allah di balik setiap gerak alam ini, contoh yang sangat sederhana adalah menyaksikan pergantian malam dan siang, dan terakhir adalah dzikir amal (taqwa). Taqwa itulah hakikat dzikir sebenarnya. Semua ini merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan. Berangkat dari kekuatan hati ditangkap oleh akal dan diucapkan dengan lisan lalu dibuktikan dengan ketaqwaan, amal nyata di dunia ini. Mengapa berdzikir? Berdzikir bagi orang yang taat kepada Allah merupakan kebutuhan,karenadzikiradalahpenghubungantarahambadan khaliqnya.Selama berdzikirselamaitulahseoranghambaberhubungandengan-Nya.Meninggalkannya sama dengan melepaskan hubungan dengan Sang Khaliq. Dampaknya syaitan akan mudah mengusainya, bahkan akan menjadikannya sebagai kawan. Kawan syaitan adalah orang yang lupa berdzikir (QS. Az-Zukhruf [43]: 36). Sedangkan buah dzikir adalah ketaatan. Berarti semakin tekun dan khusyu seorang hamba berdzikir diharapkan akan semakin taat (bertaqwa). Firman Allah : “Hai orangorang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada kepada-Nya di waktu pagi dan petang” (QS. Al-Ahzab [33]: 41-42). Acara dzikir akan dipimpin langsung oleh Ketua Az-Zikra Sumut H. Rizal Mahaputra. Acara diawali dengan sholat Tasbih dilanjutkan dengan pembacaan ayat-ayat suci al-Qur’an oleh qori/hafiz Saleh Daulay. Dan setelah dzikir, diteruskan dengan doa oleh H.M. Saleh Daulay, S.Hi kemudian acara dilanjutkan kembali untuk mendengarkan tausiyah dari ustadz Syarifuddin. (rel)

CALON jamaah haji kloter I asal Labuhanbatu, yang ikut manasik haji di KBIH Al-Muhajirin pimpinan Drs H Hasyim Sahid mengaku akan mengutamakan solidaritas sesama calhaj saat berada di Madinah maupun saat di Makkah. Hal itu mereka katakan sesaat sebelum berangkat ke tanah suci Jumat lalu dalam perbincangan dengan wartawan. H Hasyim Syahid mengatakan, dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 1430 H/2009 ini, KBIH Al-Muhajirin memberangkatkan 93 orang jamaah seluruhnya dari Kab. Labuhanbatu Induk. Jumlah ini bertambah dibanding tahun 2008 sebanyak 78 orang. Dari jumlah 93 orang tersebut, lanjutnya, hanya47orangyangbergabungdalamKloter1.Sedangkanselebihnyabergabung dengan Kloter lain. Hal ini, sambungnya, atas permintaan jamaahnya sendiri yang mungkin ingin bergabung dengan keluarga atau saudaranya di Kloter lain. Sebab, pihaknya tidak mengikat jamaahnya, karena mereka sudah cukup matang dalam bimbingan. Sehingga, tidak perlu diragukan meski tidak bergabung bersama jamaah KBIH Al-Muhajirin. “Jadi, 99 persen jamaah kita paham tentang praktik haji. Bimbingan yang diberikan selama 6 bulan di Jalan Padang Pasir/Jalan Dewi Sartika No 121 Rantauprapat, cukup bagi jamaah untuk menguasai secara teori maupun praktik. Insyaallah, mereka akan lancar dalam beribadah,” sebutnya seraya menambahkan untuk tahun 1431 H/2010, jumlah jamaah Calhaj KBIH AlMuhajirin ada 15 orang, karena masuk daftar tunggu (waiting list) tahun ini. Dia mengimbau kepada masyarakat Labuhanbatu yang ingin menunaikan ibadah haji agar betul-betul mengikuti bim-bingan manasik haji dan jangan salah pilih KBIH. Artinya, masukilah KBIH yang resmi terdaftar dan mendapat izin operasional dari Kakanwil Depagsu. (m36)

Waspada/Anum

BERSAMA JAMAAH: Pimpinan KBIH Al-Muhajirin Drs H Hasyim Syahid (berdiri di belakang) foto bersama jamaahnya tergabung dalam Kloter 1 Embarkasi Medan setibanya di Aula King Abdul Aziz Asrama Haji Medan. Turut bergabung, mantan Kajari Rantauprapat Abdul Karim Akil SH.

Majelis Zikir Az-Zikra Kab. Karo Dilantik

Waspada/Anum Saskia

PERTEMUAN: Ketua Komisi Dakwah MUI Sumut KH Zulfiqar Hajar (tengah) didampingi unsur pengurus LDII Medan dipimpin Ketuanya Ir H Agus Purwanto (kelima dari kanan) ketika bertemu di kediamannya Jalan Ngalengko No.13 Medan, Kamis (29/10).

LDII Dan MUI Silaturrahmi MAJELIS Ulama Indonesia (MUI) dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kota Medan mengadakan kegiatan silaturrahmi di kediaman Ketua Komisi Dakwah MUI Kota Medan KH Zufiqar Hajar Lc, Jalan Ngalengko No.13 Medan, Kamis pagi (29/10). Dalampertemuanitudibahasberbagaiproblemyangadaditengahmasyarakat khususnya tentang SMS yang menyudutkan LDII serta meminta pihak berwajib menyelidikinya. Ketua Dewan Pimpinan Daerah LDII Kota Medan Ir H Agus Purwantomengharapkankepadaaparatpenegakhukumdanterkaitagarmenyelidiki, mengusuttuntasdanmenindaktegasoknumyangtidakbertanggungjawabpenyebar SMSgelapyangmenyudutkanLDIIsertatelahmeresahkanmasyarakatdanberpotensi dapat menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam. Dalam pertemuan silaturahmi dan kekeluargaan itu, Ketua LDII Medan H AgusPurwantodidampingiunsurpenguruslainnyayakniHMardi,IlhamDaharo, H Karsono, AA Mubarok Zubedi, Syofyan SH, H Kasmut SE dan H Hamim Syaifuddin.Menurutnya,diamengetahuiberedarnyaSMSgelapyangmenyudutkan LDII Medan setelah menerima SMS lanjutan dari Ketua Umum MUI Kota Medan Prof Dr H Mohd Hatta yang menerima SMS gelap dari seseorang melalui nomor kontak 083197111172 pada 22 Oktober 2009 pukul 18.47WIB. Sedangkan bunyi SMS gelap itu, lanjutnya, “As.ww. kami mengudang para ulama/ustaz/ah/cendik/rektorPTislam/mhsw&pemerhatiakidah/ibdh/mu’amit untuk tasykuran buku: “pintu-pintu kesesatan Tuan Guru Babussalam Besilam Langkat” olh: Dt.Dr M JaminYahya Kasim MA LC PhD (dosen senior Ilmu Filsafat Univ.Kebangsaan Malaysia) pd hr Kamis, 5 Nov 09 pukul 14.00 wib. Di Ht J.W Marriot, jln.Putri hijau Medan. Und. Dapat dikonf. Di masjid2 binaan LDII se Kota Mdn, Tempat TERBATAS.Almaklumat center LDII”. “Kami telah mengecek kebenaran rencana acara itu ke Hotel JW Marriot, ternyata pada 5 November 2009 tidak ada kegiatan sebagaimana tertera dalam SMSgelapitu.Selanjutnya,kamimelaporkanhalinikepadaPolsektaMedanTimur dan Poltabes Medan pada 23 Oktober 2009,” jelas H Agus Purwanto.(m36)

13

Ustadz Samin Pane dalam tausiyahnya di hadapan pengurus baru Az-Zikra Kab. Karo, di Masjid Barakoh Berastagi Minggu (25/1) baru-baru ini antara lain mengupas tentang arti infak merupakan “tabungan akhirat. Sekecil apapun sedekah, wakaf dan infak, akan sangat bermanfaat bagi banyak pihak dan kelak juga akan menolong dirinya di akhirat kelak.” Ketua Majelis Zikir Az-Zikra Sumut H. Rizal Mahaputra mengatakan, dengan dilantiknya pengurus Az-Zikra cabang Kab. Karo, sampai kini telah terbentuk 11 cabang Az-Zikra di Provinsi Sumut. Pengurus tersebut terdiri dari Drs. Abdul Gani Panjaitan, S.Ag, Ketua, M. Fathoni, SE,Wakil Ketua, Marlan Faista, Sekretaris, Nur Habibah Bendahara. Kepengurusan dilengkapi dengan 15 anggota. Sebelas cabang Az-Zikra dimaksud yakni di Medan, Binjai, Tebingtinggi, Sergai, Deli Serdang, Batubara, Perdagangan, Tapsel, Tapteng, Labuhan Batu, Tanah Karo. “Eksistensi dari cabang-cabang Az-Zikra ini bertujuan untuk mengkoordinir kegiatan zikir bersama. Dari sisi lain, kita berupaya untuk makin memperbanyak jamaah yang memperdalam dan melakukan zikir. Makin mendekatkan diri kepada Allah SWT, diharapkan jamaah dan daerah itu akan mendapat limpahan rahmatNya dan dijauhkan dari musibah,” ucap Rizal. Diharapkan pengurus cabang melakukan kegiatan zikir bersama hingga di tingkat kecamatan. Nanti, tiap tiga bulan direncanakan zikir bersama yang akan dihadiri pengurus Az-Zikra tingkat Sumut. Acara dilanjutkan dengan gerakan amal saleh yakni menghimpun dana untuk menambah biaya pembangunan Masjid Al Barokah yang sedang dikerjakan. Saat itu terkumpul Rp 4 juta lebih. (rel)

Foto bersama usai pelantikan dari kiri, ustadz Bahrum, Drs. Abdul Gani Panjaitan S.Ag, H. Rizal Mahaputra, H. Denni Ilham Panggabean dan ustadz Samin Pane, sesaat usai pelantikan pengurus Az-Zikra Kabupaten Karo di Masjid Al Barokah Berastagi Minggu (25/10) baru-baru ini. (foto: ist).

Oleh H. Syarifuddin Elhayat Ketika usai dibaiat menjadi khalifah di Bashrah, tokoh muda dari kala-ngan Tabi’in Umar Bin Abdul Azis pun mengucapkan,”Inna Lillah Wa Inna Ilaihi Rooji’un,”. Malammalam usai pelantikan, keluarganyapun pesta. Pesta air mata di mihrab masjid,— Fathimah siterinya bertanya,”Kakanda,— baru saja kakanda dilantikjadiKhalifah,kenapakakanda menangisberpestaairmatasaatini,— Fathimah, kata Umar,—Justru sejak diangkat jadi khalifah inilah aku menangis, yang terbayang dalam pikiranku adalah anak-anak yatim, orang-orang terlantar, janda dan jompo serta dhuafa masakin, aku takut kalau-kalau jadi khalifah ini berlaku zolim dan tidak ingat lagi kepada mereka. Di sisi lain malam-malam berikut setelah dilantik jadi Khalifah— (ecek-eceknya,— temu ramah, lepas sambut Presiden baru),— tak urung para pembesar negarapun ramailah datang, bahkan menemui isterinya Fathimah.-Padaacarastormukaini,—afwantuan,biasanya begitu—para tetamu yang datangpun ‘datang’ dengan buah tangan siluah dan ingot-ingot,—hadiah, emas, intan, berlian bahkan sutera halus.—begitu kata shohibul hikayah.Ketika satu hari, Umar Bin Abdul Azis melihat ibu negara (isterinya) banyak mengumpulkan harta dan khalifahpun bertanya darimana harta sebanyak itu. Sang Ibu negarapun menjawab, harta yang dia dapat itu dia sebut dari tamu yang datang, memberikan cendera mata baginya sebagai ibu negara yang baru. Tak urung, baginda Khalifahpun bertanya,”Banyak hadiah yang adinda terima, apakah adinda senang menerima harta yang begitu kemilau, andai saja adinda senang dan sayang dengan harta itu, besok kita berpisah (cerai),tapi jika sebaliknya adinda senang dan sayang kepada saya sebagai suamimu, maka juallah seluruh harta yang terkumpul itu masukkan ke Baitul Maal (kas negara) untuk dibagikan kepentingan rakyat banyak,” kata baginda. Kata Fathimah,”Umar Bin Abdul Azis, bagiku adalah segalanya,—melebihi harta yang ada, karena dia telah memberiku ‘harta’ keteladanan, kasih sayang dan tuntunan yang bisa membawaku bersamanya ke sorga,— apalah artinya harta yang begitu menumpuk jika Umar ‘menampikku’ sebagai isteri yang mendampinginya selama ini,— Sami’na Wa Atho’na ya Khalifah,-- saya tunduk dengan titah dan akan mengumpul hadiah ini untuk dijual yang kemudian diserahkan pada baitul Maal demi kepentingan rakyat” kata Fathimah.

Jujur,—ketika membaca kisah yang saya nukilkan di atas,— pikiran saya juga menerawang, seakan bertanya,— apo botulnyo itu encek,—tapisetelahmelihatjejakrekam tokoh Umar Bin Abdul Azis,anapun Haqqul yaqin, kalau baginda adalah Khalifah Umar Bin Abdul Azis adalah tokoh yang alim, arif dan adil, bahkan wara’dantawadhu.Sejarahmencatat Umar Bin Abdul Azis hanya memerintah 3 tahun lebih dan dalam usia 37tahundiapunberpulangkehaderat Allah dengan meninggalkan rakyat makmur dalam kesejahteraannya, adil dalam kepemimpinan. Setidaknya ada dua mauizoh yang saya ambil dari kisah Umar,—pertama kefahamannya tentang jabatan,— dia tau jabatan adalah amanah yang sangat berat untuk dipikul,—Umar sadar sangkin beratnya amanah,—langit, bumi dan gunungpun tak sanggup untuk memikulnya.Padahal amanah bagi seorang Imam yang adil, balasannya, kata Rasul adalah Naungan Allah pada satu hari yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah.Ya allaaah.—Kedua,—kepatuhan seorang isteri terhadap suami,—usah-usah mempengaruhi untuk harta, harta yang dah jadi ‘miliknyapun’ dijual untuk kepentingan negara dan rakyat bukan malah sebaliknya uang rakyat pun ‘digiring’ untuk jadi harta pribadi.Subhanallaaah.— Ketika ana memperbandingkan dengan ‘amiramir’ negaraku yang baru dilantik Presiden,—besar harapan ana agar mereka memahami ma’na sebuah jabatan dan tanggung jawab,— tapi belum ‘kering ludah’ mengucap sumpah,—alih-alih,— gajipun dah diminta naik.—weleh-weleh,— ini mentri ato mantri (tukang suntik zaman dulu—he-he afwan tuan).— Alasannya keperluan semakin banyak, ekonomi bersaing, lapangan pekerjaan sempit harga-harga semua naik,— begitu kata sang mentri. Ana-renung-renung iya pula,— kinenni tak ada harga yang turun,— kecuali hari ini harga diri,—yaa harga dirilah yang turun melorot hingga nyaris dah terbenam ke perut bumi . Kata Dato Seri H.Syamsul Arifin,SE Gubernur Sumut,—”Ncek,—aku berhayal agar aku Allah bekhi sejuta kehebatan dan jabatan,tapi satu saje yang Allah bekhinipunntukawakdahlahlebehdakhicukup,melebihi jutaan jabatan,— karena beratnya amanah umatni,— Allah-allah, petuah yang dalam untuk dimaknai.— Ampun Tok, patek hanya mengutip titah. Ya Robb,—tidakkah ada tangis dalam jabatan,— ato hanya ada tawa aji mumpung dalam kesempatan.— terserah Nceklah yang menilai.

Berakad Syariah di “Hutan Rakyat” Oleh Mustafa Kamal Rokan TENTU judul di atas bukanlah bermakna harfiah, dengan menjadikan hutan rakyat tempat berakad atau berkontrak syariah. Judul di atas belumlah lengkap, “hutan rakyat” yang dimaksud adalah hutan tanaman rakyat yang selalu disingkat dengan HTR. Hutan tanaman rakyat adalah salah satu program pemerintah khususnya departemen kehutanan dengan sistem pengelolaan hutan yang memaksimalkan peran serta masyarakat untuk mengembangkan dan melestarikan hutan di sekitarnya. Saat ini, pemerintah melalui departemen kehutanan telah menggagas sebuahkebijakantentanghutandanpember-dayaannya. Program hutan tanaman rakyat (HTR) adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun dan dikelolaolehkelompokmasyarakatuntukmeningkatkan potensi dan kualitas hutan tersebut dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. Melalui seperangkat hukum, terutama semenjak keluarnya PP 6 Tahun 2007 sebagai revisi atas PP No. 34 tahun 2002, pemerintah memberikan akses yang luas kepada masyarakat baik secara hukum, lembaga keuangan dan pasar untuk memanfaatkan hutan produksi dalam rangka mensejahterakan masyarakat. Paling tidak terdapat tiga (3) tujuan dari program ini; Pertama, program ini dimaksudkan untuk mencegah kerusakan hutan yang akhir-akhir ini menjadi masalah serius di negeri ini. Kerusakan hutan akibat perambahan, pencurian kayu, kebakaran terhadap hutan yang berakibat sangat luas, tidak hanya bagi penduduk kita namun juga bagi masyarakat internasional. Maklum saja, hutan kita adalah hutan kedua terbesar di dunia setelah hutan Brasil, karenanya hutan Indonesia adalah “soko guru” dan “nafas” dunia yang harus dijaga dan dilestarikan. Kedua, program ini juga dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran. Dengan kata lain, program ini adalah program yang berorientasi rakyat miskin (propoor) dan pengangguran (pro-job) dengan program padat karyanya. Ketiga, program ini dilakukan dalam rangka merehabilitasi kawasan hutan yang kosong (fungsi ekologi). Karena itulah, program ini disebut lebih berpihakkepadamasyarakat“kecil”,danberbedadengan program Dephut lainnya, seperti Hutan Tanaman Industri (HTI) yang lebih banyak dikelola dan dibangun oleh kelompok industri yang biasanya didominasi oleh pengusaha bermodal besar dalam rangka pemenuhan kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Tidak tanggung-tanggung, saat ini pemerintah akan mengucurkandanaRp.1.69triliundan tahundepanakan bertambah 5,4 triliun dengan alokasi area sebesar 226.680 ribu hektar yang tersebar di 102 kabupaten di Sumatera dan Kalimantan.Yang menjadi menarik dari program iniadalahsistemyangdibuatpemerintahadalahdidasarkan atasdasarprinsippemberdayaanhutanbesertamasyarakat danpemerintahmemberikanpengakuan/rekognisidengan memberikanaspeklegal.Dengandemikianrakyatbertindak langsungsebagai“owner(baca:pemilik)”sekaliguspelaku langsung, sedangkan pemerintah adalah pemberi modal pengelolaannya. Nah, bagaimana pola pembiayaan bagi para pemegang izin hutan tanaman rakyat untuk mengembangkanhutanini?Salahsatupolayangstrategis adalah dengan pola atau instrumen akad syariah. Alternatif Pola Pengelolaan Hutan Tanaman Sebelum membicarakan pola pembiayaan syariah, terdapat tiga (3) pola alternatif pengelolaan hutan tanaman rakyat oleh pemerintah; Pertama, pola pembiayaan secara mandiri. Pola ini digunakan dengan memberdayakan rakyat dengan cara membentuk kelompok. Pemerintah akan mengalokasikan areal dan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK-HTR) untuk setiap individu dalam kelompok, dan masing-masing ketua kelompok bertanggungjawab atas pelaksanaan hutan tanaman rakyat ini, dari mulai pengajuan, pengembalian kredit, pasar serta pendampingan dari pemerintah daerah (Pemda). Kedua, dengan pola kemitraan Hutan Tanaman

Industri dan BUMN/S. Pola ini dilakukan dengan cara membentuk kelompok masyarakat, selanjutnya pemerintah daerah setempat akan mengajukan kepada menteri kehutanan. Pemerintah memberikan izin ke individu sekaligus menetapkan mitra. Mitra inilah yang akan bertanggungjawab atas pendampingan, input, modal dan pasar. Ketiga, pola developer, yakni BUMN/S membangun hutan tanaman rakyat dan selanjutnya diserahkan pemerintah kepada masyarakat sebagai pemegang izin hutan tanaman rakyat yang mana biaya pembangunan-nya diperhitungkan sebagai peminjaman pemegang izin dan dikembalikan secara bertahap sesuai dengan akad kredit. Dengan melihat beberapa alternatif pola pembiayaan di atas, maka pola pembiayan dengan akad syariah menjadi strategis dilakukan. Adapun pola akad syariah yang dapat digunakan adalah dengan pola bagi hasil atau mudharabah dan juga dengan pola murabahah. Seperti diketahui bahwa pola mudharabah dapat dibagi dua macam yakni, mudharabah mutlaqah (pola pembiayaan bagi hasil dengan objek yang tidak ditentukan) dan pola mudharabah muqayyadah (pola pembiayaan bagi hasil dengan objek yang dibatasi atau sudah tertentu). Dalam pola mudharabah muqayyadah berarti pihak pemerintah (apakah dengan BLU atau bentuk lainnya) menjadi shohib al-mal (pemilik modal) dan masyarakat atau kelompok masyarakat menjadi mudharib (pelaksana modal). Sedangkan pihak bank adalah sebagai arranger atau konsultan. Pada posisi ini, bank hanya akan mendapatkan fee saja serta tidak menangguung resiko dan kewajiban melakukan penagihan. Sebab pemerintah (misalnya diwakili pusat pembiayaan pembangunan hutan P3H) sesungguhnya berhubungan langsung dengan masyarakat yakni hubungan antara shohib al-mal dengan mudharib. Hal ini berbeda dengan menggunakan lembaga intermediasi dengan bank, sebab akan menyebabkan pembiayaannya menjadi lebih mahal, sebab harus membayar bank dengan lebih mahal. Penggunaanakadmudharabahdapatsajadigunakan pada semua pola, namun terdapat plus-minus dari tiga alternatif pola pembiayaan. Pada pola mandiri akan menjadikan masyarakat lebih leluasa untuk melakukan pengelolaan hutan, namun pola ini minus pendampingan, input dan pasar sehingga dapat menjadikan sistem kontrol kurang efektif, dan dikhawatirkan masyarakat masih harus kerja “kedua’ yakni mencari pasar dan seterusnya. Sedangkan pola kemitraan akan menjadikan sistem input, pendampingan dan pasar dapat tertutupi namun harus “berbagi rezeki” dengan pihak kemitraan. Sedangkan yang pola diveloper dianggap “lebih aman” sebab masyarakat hanya tinggal melakukan pengelolaan secara baik dan mengembalikannya secara bertahap. Pola pembiayaan dengan model mudharabah muqayyadah ini mempunyai keuntungan tertentu terutama pembiayaan model ini akan terasa lebih murah sebab bank sebagai konsultan yang hanya mendapatkan fee. Namun lebih dari itu, pola ini akan lebih baik jika menempatkan bank sebagai konsultan dengan share fee. Artinya, bank mendapatkan fee sesuai dengan tingkat keuntungan yang didapatkan petani. Dengan demikian, bank akan merasa bertanggungjawabterhadappengelolaanhutanolehmasyarakat. Keuntungan dan kesuksesan petani dengan hitungan persentase tertentu akan mendapatkan fee tertentu pula, demikian juga sebaliknya. Dengan perkataaan lain, bank tidak hanya sebagai arranger dan konsultan dengan fee yang tetap namun, mendapatkan fee yang disesuaikan dengan keuntungan. Dengan demikian, semua pihak akan merasa bertangggungjawab atas pengelolaan hutan rakyat, baik rakyat, pemerintah dan juga pihak bank. Wallahu’alam. � Penulis adalah Dosen Fak. Syariah IAIN-SU dan STIH Graha Kirana serta Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) Sumatera Utara.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.