Waspada, Sabtu 5 Februari 2011

Page 22

Opini

B8 TAJUK RENCANA

Rusuh Mesir, Kemana Harga Minyak

K

risis Mesir telah mendorong harga minyak ke level yang sangat tinggi. Akibatnya kenaikan harga bahan bakar non subsidi di dalam negeri pun patut dipertimbangkan. Minyak mentah brent sempat naik satu persen menjadi 103,37 dolar AS per barel, tertinggi dalam 28 bulan, sebelum diperdagangkan pada 102,90 dolar AS di New York. Tembaga juga menuju level 10.000 dolar AS per metriks ton dan kapas melonjak 2,3 persen. Stoxx Europe 600 Index tergelincir 0,3 persen dan Standard & Poor’s 500 Index berjangka berfluktuasi. Kerusuhan di Tahrir Square Kairo hari ini menuntut diakhirinya pemerintahan 30 tahun rezim Mobarak. Harga minyak mentah Brent melampaui 100 dolar Amerika Serikat per barrel untuk pertama kalinya sejak 2008. Presiden Mesir Hosni Mubarak merombak pemerintahannya dalam upaya untuk meredakan pemberontakan populer yang telah menaikkan kekhawatiran tentang pengiriman minyak melalui Terusan Suez dan sebuah jalur pipa utama yang melalui negeri itu. Lonjakan pada Brent, yang telah naik dari 70 dolar per AS barel pada Agustus karena peningkatan permintaan global, juga menggerakkan kekhawatiran di negara konsumen bahwa kenaikan harga bahan bakar bisa mengganggu pemulihan ekonomi global. Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) menegaskan tidak ada kekurangan minyak di pasar dan tidak perlu meningkatkan produksi sekarang. Di London, minyak mentah Brent ICE untuk Maret naik 1,59 menjadi berakhir pada 101,01 dollar per barel dan intraday mencapai 101,73 dollar, tertinggi sejak harga menyentuh 103,29 dollar pada 29 September 2008. Intisari Minyak mentah AS untuk pengiriman Maret naik 2,85 dollar, atau 3,19 persen, menjadi menetap di 92,19 dolar AS per barel, Untuk menjaga pa- mencapai 92,84 dollar pada intraday, sokan, pemerintah berte- keduanya yang tertinggi sejak Oktober 2008. Pedagang membeli minyak di tengah kad menggenjot produk- kekhawatiran bahwa segala hal bisa mesi minyak. Namun harga ningkat lebih jauh di Timur Tengah dan Pertamax tentu saja pasti menyebar ke negara-negara lain. Kekuatharga mempersempit kesenjangan akan lebih berluktuasi an acuan minyak mentah West Texas Intersetiap bulan. mediate terhadap Brent menjadi kurang dari sembilan dollar per barel setelah melebar ke rekor mendekati rekor di atas 12 dollar per barrel minggu lalu. Produksi Brent North Sea semakin berkurang dan persediaan minyak mentah AS tinggi, terutama pada saat Cushing, Oklahoma, poin penyerahan WTI, telah dilihat sebagai faktor yang menyebabkan kesenjangan melebar, bersama dengan daya tarik investor ‘dengan momentum bullish. Destilasi (sulingan) AS terlihat jatuh untuk pekan hingga 28 Januari akibat cuaca dingin di raksasa pasar minyak pemanas Northeast AS, sedangkan kenaikan impor AS terlihat meningkatkan cadangan minyak mentah, menurut jajak pendapat Reuters terhadap para analis menjelang data persediaan AS pada Selasa dan Rabu. Mesir bukan merupakan penghasil minyak utama tetapi protes dan tuntutan untuk perubahan politik di sana datang dua minggu setelah presiden Tunisia digulingkan dan investor khawatir bahwa negara-negara produsen minyak di kawasan tersebut mungkin menghadapi protes serupa. Mesir mengontrol Terusan Suez dan jalur pipa Suez-Mediterania(SUMED), yang bersama-sama memindahkan lebih dari dua juta barel per hari (bpd) dari produk minyak mentah dan produk minyak pada 2009. Pengiriman sejauh ini berjalan seperti biasa melalui Terusan Suez 192-km (120 mil) namun operasi pelabuhan telah melambat oleh protes. Apa pun itu kenaikan harga minyak dunia pasti akan mengimbas dalam negeri. Kisruh Mesir pasti membuat pemerintah cemas. Paling tidak karena produksi minyak dalam negeri selama ini pun terus merosot. Pemerintah, menurut Menko Perekonomian, mulai menyiapkan langkah untuk mewaspadai lonjakan harga minyak tersebut. Rencananya paling tidak akan mencapai beberapa hal seperti pengelolaan pasokan dan permintaan minyak dalam negeri. Untuk menjaga pasokan, pemerintah bertekad menggenjot produksi minyak. Namun harga Pertamax tentu saja pasti akan lebih berluktuasi setiap bulan. Kita lihat saja mulai bulan depan revisi harga akan tercapai di level berapa.*

APA KOMENTAR ANDA SMS 081265134674

Faks 061 4510025

Email komentar@waspada.co.id

Saya setuju kalau gayus dihipnotis sama uya kuya, seru tu kayaknya,,, kalau uya kuya dapat menghipnotis gayus, saya berikan 4 jempol sekaligus,,,,go go go uya...salam anti korupsi Ummi A-biqir Khair +628126003609 Camat Sunggal tolong dilihat PKL di simpang stasiun Kapung Lalang karena sudah sampai ke jalan mengakibatkan pukul 5.30 sudah macet takkaruan dan kalau bisa para PKL-nya pindahkan ke arah stasiun. +628126469623 Membaca keluhan keluarga Afrika Ayu, 16,Waspada, Sabtu 29 Jan 2011 kepada KAPOLRI saya prihatin, tapi buat aja pengaduan FB dan mana pelaku jangan singkat NF tapi jelas aja agar orang lain nggak korban berikutnya. Tksh. +6281396987022 Pembiaran PKL di trotoar dan badan jalan di Tanjungbalai adalah investasi masalah buat penegakan Perda. +628153195774 Mobil-mobil dinas Aceh banyak berkeliaran di Medan, terutama BL kode F, U, I, R, dan TB, seperti sengaja ditinggalkan di Medan untuk keluarga dan anak-anak pejabat Aceh yang ada di Medan, mobil Doubel Gabien Logo Perhubungan sering ditinggal di door smeer Titipapan Medan. +6281396399738 Kami warga jalan.Penguin Raya 1 Perumnas Mandala memohon kepada instansi agar memperbaiki jalan kami yang rusak karena mengganggu aktivitas sehari-hari. +628126329716 WaspadaYth,Mengapa hasil pertandingan PSMS lawan Persipasi tidak dimuat diWaspada yang dikirim ke Aceh? Saya penggemar dan pendukung PSMS merasa KECEWA,mohon setiap kegiatan PSMS ditulis. trmkh dari HSy-Lsk. +6285296034353 Kab.Sergai..Yang masih banyak pengangguran, karena sedikitnya peluang kerja di Kab.Sergai.perhatian pemerintah untuk memberantas pengangguran sangat minim, pak Eri yang terhormat tingkatkan dan perhatikan nasib masyarakat bapak. +6282170162184 Assalamu’alaikum...selamat siang bapak pimpinan Waspada? bapak, saya mau tanya kenapa ZODIAK ngak ada lagi di surat kabar Waspada? makasih bapak... +6281396987022 Kolaborasi nakal oknum Dinas Tata Kota dan Satpol PP Kota Tanjungbalai dalam penegakan Perda IMB eleminier PAD. +6281397369442 Kepada Bapak pimpinan Waspada yang terhormat, saya mau nanya anak saya Destri Yanti br Nababan dilarikan terdakwa RM pada tanggal 10 Desember 2010 saya sudah buat pengaduan ke Poltabes pada hal si pelaku sudah mengakui semua perbuatannya tapi sampai sekarang belum pernah disidang padahal anak saya masih 14 tahun kog bisa gitu pak? trimakasih atas informasinya pak. dari Alex Nababan bapak si korban.

WASPADA Sabtu 5 Februari 2011

Wali Nanggroe Versi Romantisme Sejarah Oleh Alfiansyah Harus dimaklumi jika pada akhirnya rancangan qanun tersebut mendapatkan reaksi penolakan dari sejumlah kalangan di Aceh

S

orotan tentang Wali Nanggroe di Aceh menguat kembali setelah DPRA menyampaikan hak inisiatif penyusunan Qanun Lembaga Wali Nanggroe (LWN) awal Desember lalu. Sedangkan draft rancangan qanun (Raqan) kelembagaan Wali Nanggroe telah pula diselesaikan penyusunannya oleh Badan Legislasi DPRA. Lalu, apa yang salah ketika muncul beragam reaksi yang mengkritisi rencana tersebut? Untuk mengingatkan kembali dalam proses legislasi di DPRA tarik ulur Raqan Wali Nanggroe, sebenarnya pernah pula berkembang di ujung masa tugas para anggota DPRA periode 2004-2009. Di tengah harapan para anggota dewan waktu itu agar Rancangan Qanun Wali Nanggroe yang telah mereka susun dapat disahkan, sebelum mereka ‘lengser’ sebagai anggota dewan, ternyata pihak eksekutif selaku pemegang kendali Pemerintahan Aceh menganggap Qanun tersebut belum mendesak untuk ditetapkan. Penolakan pihak eksekutif waktu itu setidaknya memiliki dua alasan, yakni masih banyak hal lain di Aceh yang perlu untuk mendapatkan penanganan dan perhatian dengan segera yang lebih mendesak untuk diselesaikan daripada permasalahan Wali Nanggroe. Selain itu dari segi substansi, Irwandi Yusuf selaku Gubernur Aceh, juga menilai Raqan Wali Nanggroe yang disusun DPRA waktu itu dianggap masih perlu adanya penyempurnaan dan penyelarasan karena dikhawatirkan akan bersinggungan dengan Raqan yang sudah ada. Penyelarasan tersebut diantaranya terkait keberadaan Majelis Adat Aceh yang menjalankan salah satu fungsi Wali Nanggroe sebagaimana tercantum dalam Qanun No. 9 tahun 2008.

Dengan komposisi anggota legislatif (DPRA) saat ini yang telah jauh berbeda dengan periode 2004-2009, kembali isu tentang Lembaga Wali Nanggroe digulirkan untuk disetujui dalam sebuah Qanun. Dari segi dasar hukum, keberadaan Lembaga Wali Nanggroe di Aceh memang me-mungkinkan untuk dibentuk. Sesuai dengan kesepakatan Pemerintah RI dan GAM dalam MoU Helsinki,Wali Nanggroe di Aceh dimungkinkan keberadaannya sebagaimana tercantum dalam butir 1.1.7 yang menegaskan Lembaga Wali Nanggroe akan di-bentuk dengan segala perangkat upacara dan gelarnya. Selanjutnya secara formal, perumusan lemb a g a Wa l i Nanggroe diatur lebih lanjut pada Bab XII pasal 96 dan 97 Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA). Dalam ketentuan itu keberadaan dan fungsi Wali Nanggroe secara gamblang disebutkan sebagai kepemimpinan adat pemersatu masyarakat yang independen, berwibawa, dan berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat, adat istiadat, dan pemberian gelar/derajat dan upacara adat lainnya. Untuk lebih memperjelas lagi peran dan fungsi dari

Wali Nanggroe dalam dinamika Pemerintahan di Aceh, Pemerintah mengeluarkan PP No. 19 tahun 2010, yang menjadikan Wali Nanggroe sebagai salah satu unsur kepemimpinan di Aceh dan tergabung dalam forum koordinasi pimpinan daerah yang diketuai oleh Gubernur. Mengalir dari ketentuan yang ada dalam UUPA, sudah barang tentu PP yang mengatur Lembaga Wali Nanggroe tersebut memposisikan Wali Nanggroe sebagai unsur pimpinan adat di Aceh. Namun demikian ketika DPRA melalui Badan Legislasi DPRA menyusun ulang draft QanunWaliNang-groe dan merubah total draftyangtelahdisusun anggota DPRA periode sebelumnya, beragam reaksi penolakan bermunculan di Aceh. Rancangan Qanun yang diajukan sebagai inisiatif DPRA tersebut, dinilai banyak kalangan sarat kontroversial dan berpotensi ‘menabrak’ kaidah-kaidah konstitusi di wilayah hukum Indonesia. Kritikan keras elemen masyarakat, para politisi, praktisi, dan kalangan akademisi terjadi ketika berlangsung Seminar Nasional“Membedah Rancangan Qanun LembagaWali Nanggroe”, yang diselenggarakan di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh, Sabtu (18/12). Para peserta mengkritisi sejumlah pasal dalam raqan, diantaranya pasal kewenanganWali Nanggroe menguasai semuaasset(kekayaan)Acehdidalamdan luar negeri (pasal 5 poin 2d), dinilai bertentangan dengan UUD 45 yang menyebutkan semua kekayaan alam, laut dan udara dikuasai negara dan dimanfaatkan

sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Selain itu nuansa pemandulan atas demokratisasi yang telah berkembang di Aceh juga tampak dari pasal Pasal 5 poin 2n, dimana lembaga Wali Nanggroe mempunyai kewenangan untuk membubarkan parlemen ketika situasi berada dalam kekacauan. Kemunduran demokrasi di Aceh juga tampak dari penentuan masa jabatan Wali Nanggroe dalam pasal 16 poin 1, dimana disebutkan masa jabatanWali Nanggroe adalah seumur hidup. Dengan mencermati sebagian pasal dari RaqanWali Nanggroe tersebut, maka menjadi kejelasan dan harus dimaklumi jika pada akhirnya rancangan qanun tersebut mendapatkan reaksi penolakan dari sejumlah kalangan di Aceh. Selain bertentangan dengan konstitusi RI dan prinsip-prinsip demokrasi, perdamaian yang telah terbangun di Aceh juga dipertaruhkan dengan adanya pasal yang lebih mengakomodir kepentingan kelompok tertentu di Aceh, yakni pasal 14 tentang Tata Cara dan KriteriaWali Nanggroe. Sehingga menjadi sangat wajar pula ketika masyarakat Gayo di Aceh Tengah dan Bener Meriah, dalam reaksi penolakkannya juga menghembuskan kembali suara pemekaran Provinsi ALA (Aceh Leuser Antara) di Aceh. Sisi positif penyusunan Qanun Wali Nanggroe adalah berupaya mengangkat nilai-nilai budaya dan sejarah Aceh, untuk dapat dijalankan kembali dalam kehidupan masyarakat Aceh modern. Namun demikian tidak sedikit pula yang mengkhawatirkan qanun tersebut justeru akan menghidupkan sistem feodal di Aceh masa kini, dengan memberikan kekuasaan yang luas kepada figur sentral ‘Wali Nanggroe’. Romantisme sejarah Aceh masa lalu janganlah dijadikan cerita, yang hanya dapat meninabobokan masyarakat Aceh, sehingga terlena dan kembali terjebak dalam keterpurukkan di segala bidang. Sudah saatnya para elit politik di Aceh menghadapi dunia nyata, dengan melahirkan kebijakan-kebijakan yang real dan menyentuh bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Aceh seutuhnya. Penulis adalah Pemerhati Masalah Aceh

Persoalan Klasik Perguruan Tinggi Swasta Oleh Zulkarnain Lubis Sangat tidak logis jika kualitas lulusan ditentukan oleh kategori akreditasi program studinya tetapi ditentukan oleh kualitas individu yang bersangkutan

P

ersoalan statuta merupakan persoalan mendasar yang mestinya menjadi perhatian pimpinan perguruan tinggi dan yayasan pengelolanya. Statuta merupakan fondasi utama bagi sebuah perguruan tinggi yang isinya terutama mengatur hal-hal mendasar tentang segala sesuatu hal di perguruan tinggi tersebut termasuk fungsi dan tugas masingmasing unit dan hubungan antar unit yang ada di perguruan tinggi tersebut termasuk hubungan antara yayasan dengan perguruan tingginya. Persoalan selanjutnya yang sering menjadi momok bagi PTS namun sangat didambakan bahkan sering dengan segala cara dilakukan untuk mendapatkannya, yaitu persoalan akreditasi. Status terakreditasi sesungguhnya hanya merupakan salah satu indikator penilaian terhadap penyelenggaraan perguruan tinggi, namun sepertinya telah dijadikan “segala-galanya” oleh pengelola perguruan tinggi khususnya PTS. Salah kaprah pemahaman masyarakat termasuk dunia usaha dan kalangan pemerintahan terhadap akreditasi juga turut mendukung terlalu dipentingkannya akreditasi oleh kalangan perguruan tinggi bahkan mengabaikan indikator lainnya. Akreditasi telah dianggap sebagai legalitas sebuah program studi atau lembaga pendidikan tinggi bahkan dianggap sebagai jaminan terhadap mutu lulusannya, padahal sesungguhnya legalitas untuk sebuah perguruan tinggi bukanlah akreditasi tetapi berupa izin operasional dari pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional, persisnya melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang perpanjangan tangannya di daerah adalah Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis). Izin operasional ini secara periodik mesti diperbaharui dimana salah satu pertimbangan perpanjangan izin tersebut adalah pengisian laporan Evaluasi Program Studi Berbasis Evaluasi Diri (EPS-BEDS) yang dalam waktu dekat akan diganti dengan Pangkalan Data Pergurun Tinggi (PDPT). Selanjutnya untuk penentuan penerimaan lulusan perguruan tinggi bagi para penggunanya mestinya lebih ditekankan pada kompetensi, kapasitas kemampuan, dan kualitas individu lulusan yang bersangkutan yang ditentukan berdasarkan seleksi yang dilakukan. Jadi sangat tidak logis jika kualitas lulusan ditentukan oleh kategori akreditasi program studinya tetapi ditentukan oleh kualitas individu yang bersangkutan, sehingga diharapkan dunia usaha dan dunia industri tidak

lagi mensyaratkan kategori hasil akreditasi lembaga pendidikan tinggi sebagai penentu diterima atau tidak diterimanya seseorang mengisi lowongan pekerjaan yang ada. Terlepas dari salah kaprah tentang pemahaman akreditasi tersebut, hal lain yang terkait dengan akreditasi adalah lamanya waktu yang dibutuhkan sampai keluar hasilnya yang antara lain disebabkan oleh terbatasnya tenaga asesor, luasnya wilayah yang digarap, serta banyaknya program studi yang jumlahnya juga terus bertambah, padahal mulai 2012 nanti setiap program studi sudah wajib terakreditasi. Tentu ini juga menjadi kekhawatiran bagi kalangan PTS yang selama ini sangat membutuhkan status akreditasi tersebut sebagai modal promosi dan selalu dijadikan sebagai “objek pengawasan secara ketat”, tidak seperti PTN yang kelihatannya “tenang-tenang saja” dengan akreditasi ini. Wacana untuk “mendesentralisasi” akreditasi dengan catatan tetap di bawah koordinasi BAN pusat rasanya menjadi salah satu alternatif dalam upaya mempercepat proses akreditasi tersebut. Persoalan PTS lainnya adalah persoalan yang saling terkait antara rendahnya atmosfir akademik, persoalan kuantitas dan kualitas tenaga akademik termasuk jenjang jabatan akademik dan gelar akademinya, ketersediaan fasilitas pendukung, dan mutu pembelajaran. Rendahnya atmosfir akademik terkait dengan kualitas tenaga pengajar yang masih sebahagian besar bergelar S-1 dan rendahnya jumlah dosen yang jabatan akademiknya lektor ke atas. Rendahnya dosen yang memiliki gelar S-2 dan S-3 terkait dengan kurangnya program perguruan tinggi untuk menyekolahkan dosennya yang berkaitan dengan rendahnya alokasi dana PTS untuk menyekolahkan dosennya, dan rendahnya alokasi dana ini terkait dengan lemahnya keuangan PTS. Lemahnya keuangan PTS terkait dengan rendahnya rata-rata jumlah mahasiswa per program studi, rendahnya kemampuan mendapatkan dana, serta kurangnya perhatian pimpinan yayasan dan pimpinan PTS untuk memprogramkan pendidikan lanjutan bagi dosennya. Rendahnya atmosfir akademik terkait pula dengan rendahnya fasilitas penunjang seperti perpustakaan dan laboratorium yang biasanya di banyak PTS hanya untuk sekedar memenuhi pesyaratan formal, bukan untuk memenuhi kebutuhan dosen dan mahasiswa dalam aktivitas akademik mere-

ka, bahkan ada PTS yang memajang buku dan menata laboratorium hanya saat akan ada visitasi asesor ataupun adanya kunjungan pihak berwenang dalam penentu kebijakan di bidang pendidikan. Rendahnya aktivitas akademik juga terkait dengan kurangnya program yang terencana dari pimpinan PTS dan kurangnya dukungan yayasan untuk melakukan kegiatan ilmiah yang terprogram dan berkelanjutan seperti diskusi ilmiah, seminar hasil penelitian, bedah buku, dan lainlain. Kalaupun ada kegiatan ilmiah, sebagian besar hanya ditujukan untuk tujuan promosi yang lebih ditekankan pada seremoninya daripada substansi keilmiahannya. Rendahnya sarana penunjang dan kegiatan ilmiah di PTS terkait dengan tiga hal yang disinggung di atas, yaitu kurangnya dana yang tersedia, rendahnya alokasi untuk kegiatan ilmiah, serta fokus utama yang hanya untuk penyelenggaraan perkuliahan. Kurangnya sarana pendukung kegiatan akademik, kurangnya kualitas tenaga dosen, atmosfir akademik yang lemah, dan kurangnya dana pendukung menjadi saling terkait yang mengakibatkan belum meningkatnya mutu pendidikan di sebagian besar PTS, ditambah lagi kualitas bahan baku mahasiswa yang rendah karena diperoleh tanpa melalui proses seleksi yang memadai bahkan lebih sering tanpa proses seleksi sama sekali. Persoalan terakhir adalah persoalan spesifik perguruan tinggi kesehatan yang yang sampai sekarang belum berujung. Menurut aturannya mestinya perguruan tinggi kesehatan khususnya keperawatan dan kebidanan sudah sepenuhnya berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, tetapi pada kenyataannya masih saja “diintervensi” oleh jajatan Kesehatan khususnya Dinas Kesehatan dengan alasan merekalah yang menjadi pengguna, bahkan sampai kepada hal yang sangat akademik seperti penentuan kelulusan, penentuan jumlah mahasiswa yang dapat diterima, dan pengeluaran ijazah yang mestinya sudah merupakan kewenangan mutlak institusi penyelenggaranya. Peran pemerintah daerah untuk menjembatani jajaran Dinas Kesehatan, Kopertis, dan PTS Bidang Kesehatan sangat diharapkan untuk mengahiri dualisme tersebut sehingga PTS Bidang Kesehatan tidak lagi merasa terombang ambing dalam ketidakpastian. Salah satu langkah yang mungkin bisa dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mereposisi peran kopertis agar dapat lebih meningkatkan pengawasan, pengendalian, dan pembinaannya terhadap dunia PTS termasuk membantu dalam fasilitas, pengembangan sumberdaya manusia, dan peningkatan kelembagaan serta mutu manajemen PTS. Kopertis perlu ditingkatkan kapasitas dan kewenangannya yang selama ini telah banyak ber-

kurang, walau belakangan sudah sedikit lebih diberdayakan. Untuk itu reorganisasi kopertis perlu dilakukan dengan memperbesar organisasinya dan melengkapi pejabat yang ada di dalamnya dengan pejabat yang berlatar belakang penguasaan akademis sehingga tidak hanya diisi oleh pejabat dengan kemampuan administratif saja karena yang dilayani adalah dunia perguruan tinggi. Upaya lainnya yang dapat dilakukan adalah peningkatan kerjasama antar PTS baik secara sendiri-sendiri maupun secara kolektif melalui organisasinya seperti APTISI. Kerjasama dimaksud tentu terkait dengaan penguatan posisi tawar ketika berhadapan dengan berbagai pihak, pembangunan kapasitas, maupun penguatan kelembagaan PTS secara keseluruhan. Sebetulnya masih banyak yang ingin diungkapkan mengenai persoalan dan hal yang mesti dilakukan untuk mengatasi, semoga bermanfaat dan semoga PTS betul-betul tumbuh sebagai penopang mutu pendidikan secara keseluruhan yang pada gilirannya dapat meghasilkan lulusan berkualitas untuk membangun bangsa ini dalam segala bidang. Semoga juga PTS menjadi lebih terangkat harkat dan martabatnya. Penulis adalah Mantan Rektor, Guru Besar, Kepala Sekolah, Anggota DRD Sumut

Pengumuman Redaksi menerima kiriman karya tulis berupa artikel/opini, surat pembaca. Kirim ke alamat redaksi dengan tujuan ‘Redaktur Opini Waspada’ disertai CD atau melalui email: opiniwaspada@yahoo. com. Panjang artikel 5.000-10.000 karakter dengan dilengkapi biodata penulis dan kartu pengenal (KTP). Naskah yang dikirim menjadi milik Waspada dan isi tulisan menjadi tanggungjawab penulis.

SUDUT BATUAH * IMF puji ekonomi Indone sia - Alamak perkara mengumbang * DPRDSU komit perjuangkan guru honor - Jangan cuma ‘talk only’ * Camat minta infrastruktur Medan Utara diperbaiki - Kayak permintaan ‘bersayap’, he...he...he

oel

D Wak


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.