Waspada, Kamis 6 Mei 2010

Page 26

Opini

C6

WASPADA Kamis 6 Mei 2010

Syarat Tidak Zina Dalam Pilkada Oleh Arfanda Siregar Apa salahnya tidak cacat moral, seperti tidak pezina dimasukkan ke dalam syarat calon kepala daerah?

J TAJUK RENCANA

Dunia Mengakui, Di Indonesia Malah Terpuruk

M

enteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dipilih menjadi penasehat top bagi Presiden Bank Dunia, Robert Zoellick. Sri Mulyani mulai 1 Juni merupakan salah satu dari tiga direktur pelaksana, jabatan tertinggi di bawah Zoellick. Lantas, bagaimana tanggapan Sri Mulyani? Dia menjawab, “Ini adalah kehormatan besar bagi saya dan juga untuk negara saya karena mendapat kesempatan untuk berkontribusi pada misi yang sangat penting bank dalam mengubah dunia,” kata Sri Mulyani dalam pernyataannya seperti dikutip Blomberg, 4 Mei 2010. Sri Mulyani dan Wakil Presiden Boediono, mantan Gubernur BI menjadi target kampanye oposisi menuduh mereka menyalahgunakan kekuasaan terkait dengan bail out PT Bank Century Tbk senilai Rp 6,7 triliun pada 2008. Sebaliknya, Bank Dunia malah memuji Sri Mulyani mampu memimpin kebijakan ekonomi Indonesia.“Ia berhasil menavigasi ekonomi RI di tengah-tengah krisis ekonomi global, menerapkan reformasi kunci, serta mendapatkan rasa hormat dari rekan-rekannya di seluruh dunia,” kata Bank Dunia dalam pernyataannya, yang dirilis 4 Mei 2010. Sri Mulyani mulai 1 Juni 2010 ini merupakan salah satu dari tiga direktur pelaksana, jabatan tertinggi di bawah Zoellick. Dia dianggap akan membawa keterampilan dan pengalaman yang unik bagi Bank Dunia. “Posisinya akan menguntungkan karena berasal dari negara dengan pendapatan menengah dan masih menghadapi tantangan yang signifikan dari kemiskinan,” kata Zoellick dalam sebuah pernyataan e-mail seperti ditulis Blomberg, 4 Mei 2010. Pemilihan ini didasarkan pada meningkatnya peran Indonesia di dunia, bangsa terpadat keempat dunia, anggota Kelompok G-20 yang mewakili negara berkembang dan maju. Sri Mulyani, 47, akan menggantikan Juan Jose Daboub, yang akan menuntaskan empat tahun masa kerjanya pada 30 Juni. Juan mengawasi 74 negara di Amerika Latin, Karibia, Asia Timur dan Pasifik, Timur Tengah dan Afrika Utara. Daboub adalah mantan menteri keuangan El Salvador. Direktur Pelaksana terakhir yang ditunjuk Zoellick adalah Ngozi Okonjo-Iweala. Dia adalah mantan menteri keuangan dan menteri luar negeri Nigeria pada Oktober 2007. Direktur pelaksana ketiga, Graeme Wheeler, pada Januari lalu mengatakan akan meninggalkan lembaga pada akhir bulan depan.Wheeler bekerja di Departemen Keuangan Selandia Baru sebelum bergabung dengan bank pembangunan berbasis di Washington Tentunya ini sebuah hal yang sangat mengejutkan apalagi kemudian Sri Mulyani disebutsebut mengajukan surat pengunduran diri sebagai Menteri Keuangan. Tidak dapat dibayangkan bagaimana kemudian nakhoda keuangan di Indonesia. Apalagi kondisi keuangan Indonesia masih harus ada nakhoda yang benar-benar mumpuni dalam menanganinya. Kita bukannya membela Sri Mulyani Indrawati namun dari pengakuan Bank Dunia tentunya sudah menunjukkan kemampuan seorang wanita tangguh ini adalah sangat benar-benar tangguh. Bahkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung melorot lebih dari 2 persensetelahmunculnyakabarmundurnyaMenkeu Sri Mulyani Indrawati. IHSG jatuh semakin dalam Intisari setelah sempat mendapatkan sentimen negatif pelemahan bursa-bursa regional di awal perdagangan.Pada perdagangan Rabu (5/5) pukul 10.25waktuJATS,IHSGtercatatmerosothingga83,669 poin (2,83%) ke level 2.875,346. Coba kita lihat pendapat ekonom Analis pasar saham, Pardomoan Sihombing mengatakan, pasar masih menunggu kelanjutan kabar tentang Sri Mulyani karena belum ada kepastian apakah Sri Mulyaniakanmengambilposisitersebut.”Kitasampai saat ini belum tahu apakah jabatan itu akan diambil oleh enggak oleh Sri Mulyani. Kalau tidak tentu tidak berpengaruh besar pada market, malah bisa menambah confident,” ujarnya.“Tapi kalau misalnya itubenarterjadi,yangpentingadalahkitaharusbangga sebagai bangsa Indonesia bahwa salah satu putrinya bisa memimpin Bank Dunia,” imbuh Pardomoan saat dihubungi sebuah media online. Jika memang Sri Mulyani mengundurkan diri, lanjut dia, maka pemerintah harus segera mencari penggantinya.”Tapi dengan catatan memiliki kredibilitias dan kompetensi yang setara karena market sudah sangat confident dengan kebijakan Sri Mulyani,” katanya.Selain itu, posisi Menteri Keuangan diharapkan tidak kosong dalam waktu yang lama karena dikhawatirkan bisa menimbulkan gejolak di pasar.Siapa tokoh yang cocok menggantikan Sri Mulyani? “Ya, sebenarnya banyak, tapi kalau bisa dari orang pasar juga karena supaya tidak berat sebelah supaya kebijakan yang diambil benarbenar mengerti karakter pasar modal,” pungkas Pardomoan Kita harus sadar saat ini kita dalam keterpurukan. Bangsa ini butuh sebuah kebangkitan yang total. Kebangkitan nasional pada intinya adalah kebangkitan dari sebuah kondisi bangsa kepada kondisi yang lebih baik. Kondisi keprihatinan hidup rakyat saat ini, harus mampu digerakkan dan diubah kepada kondisi hidup yang lebih layak.Tidak bermakna kebangkitan nasional, jika kebangkitan itu tidak bermuara pada kemerdekaan dan keadilan. Tidak bermakna smbol-simbol kebangkitan jika cara berpikir kita masih dicekoki oleh arogansi kekuasaan. Sepanjang elite kita masih bertengger pada “indahnya” kekuasaan dan berjuang penuh mempertahankan kekuasaan itu dengan segala cara, maka penindasan dan kekerasan dengan segala bentuknya akan terjadi. Yang patut menjadi perhatian kita adalah bukan pada ketidakmampuan kita untuk menjadi bangsa yang besar dan setara dengan negara-negara lainnya, namun sebenarnya kitalah yang tidak memiliki kemauan untuk itu. Kini ‘bola panas’ untuk menyelamatkan gerakan pemberantasan korupsi ada di tangan pemerintah. Dalam keadaan normal memang negara atau pemerintah lah yang seharusnya memimpin gerakan pemberantasan korupsi (top down, state-led anticorruption strategy). Pengakuan dunia tentang keberadaan angka korupsi di Indoesia tentunya harus menjadi sebuah pukulan yang teramat dahsyat. Apalagi kemudian di saat perekonomian masih bergantung kepada dana-dana dari luar, semakin menunjukkan betapa besarnya ketergantungan negeri ini pada langkah-langkah kaum kapitalis. Lalu dengan pengakuan terhadap kemampuan Sri Mulyani Indrawati tentunya akan menjadi sebuah tantangan besar bagaimana mengatur keuangan negeri ini kalau salah memilih nakhoda. Oleh karena itu, jika kemudian di Indonesia mempurukkannya dan dunia mengakui, jangan sampai keuangan di Indonesia malah semakin terpuruk. Harus disadari perbaikan sistem keuanganlah yang paling dinanti agar investasi luar dapat terjaga masuk ke negeri ini.****

Pengakuan Bank Dunia kepada Sri Mulyani Indrawati harusnya menjadi kebanggaan bagi bangsa ini dan harus dicari pengganti sepadan.

Hubungi kami KANTOR PUSAT Jalan Letjen Suprapto/Brigjen Katamso No. 1 Medan 20151 Tel: (061) 4150858, Faks Redaksi: (061) 4510025, Faks Tata Usaha: (061) 4531010. E-mail Redaksi: redaksi@waspadamedan.com KANTOR PERWAKILAN � Bumi Warta Jaya Jalan Kebon Sirih Timur Dalam No. 3 Jakarta 10340 Tel: (021) 31922216, Faks: (021) 3140817. � Jalan Ratu Syafiatuddin No. 21 C Banda Aceh 23122 Tel & Faks: (0651) 22385 � Jalan Iskandar Muda No. 65 Lhokseumawe Tel: (0645) 42109 � Jalan Sutami No. 30 Kisaran. Tel: (0623) 41412

Penerbit: PT Penerbitan Harian Waspada Komisaris Utama: Tribuana Said Direktur Utama: dr. Hj. Rayati Syafrin, MBA, MM SIUPP: 065/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/198 tanggal 25 Februari 1988 Anggota SPS No. 13/1947/02/A/2002 Percetakan: PT Prakarsa Abadi Press Jalan Letjen Suprapto/Brigjen Katamso No. 1 Medan 20151 Tel: (061) 6612681 Isi di luar tanggung jawab percetakan Harga iklan per mm kolom: Hitam-putih Rp. 11.000,-, berwarna Rp. 30.000,Halaman depan hitam-putih Rp. 33.000,Halaman depan berwarna Rp. 90.000,Ukuran kolom: 40,5 mm E-mail Iklan: iklan@waspadamedan.com

angan salahkan Julia Perez, Maria Eva, Zarima atau bintang film porno yang kepengen jadi kepala daerah. Meski Mendagri Gamawan Fauzi perlu merevisi UU No 32 tentang Pemerintah Daerah dengan menambahkan syarat tidak cacat moral bagi para calon kepala daerah. Asosiasi pendengar ketika menginterprestasikan tidak cacat moral adalah hubungan badan antara sepasang anak manusia tanpa diikat dengan tali perkawinan alias zina. Mendagri sendiri pun menjadikan zina salah satu contoh dari cacat moral yang dijadikan sebagai syarat calon kepala daerah. Banyak pihak yang menanggapi miring zina dibawa-bawa dalam Pemilihan Kepala Daerah. Seperti celetukan anak muda kita,“hari gini bicara zina!” Bukan karena subtansinya, lalu meremehkan zina sebagai syarat kepala daerah. Zaman sekarang, perzinahan sudah lumrah, tak perlu dipersoalkan, apalagi diseret-seret ke pentas politik. Demokrasi sebagai alasan Lalu disorongkanlah demokrasi sebagai “perisai” mementalkan ide Gamawan Fauzi. Campur tangan negara dalam demokrasi tidak boleh berlebihlebihan, biarkanlah rakyat yang menentukan pilihannya. Rakyat sudah tahu apa maunya, jangan didikte seperti zaman Soeharto. Tidak perlu zina dibawa-bawa ke dalam bilik pemilihan. Semua anak bangsa berhak menjadi kepala daerah, bahkan Capres. Demokrasi membuka

kebebasan itu, dan seleksi pemimpin merupakan dominasi rakyat. Banyak yang lupa bahwa demokrasi hanya merupakan alat atau mekanisme mencapai tujuan negara seperti yang terukir indah di dalam konstitusi negara. Mekanisme demokrasi sebaiknya selalu pararel dengan konstitusi negara. Inilah yang sering kali dilupakan, demokrasi selalu didentikkan dengan kebebasan,tanpa proteksi,dan dominasi suara terbanyak. Padahal pada konstitusi negara dengan jelas mengatakan bahwa negeri ini berdasarkan kepada Ketuhahan Yang Maha Esa. Kemudian pada klausal lain mengatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan penduduk dalam melaksanakan ibadah menurut agama serta kepercayaan yang dianut.Lalu,dimana salahnya kalau sesuatu yang “berbau” agama dimasukkan ke dalam salah satu syarat menjadi kepala daerah. Apa salahnya tidak cacat moral, seperti tidak pezina dimasukkan ke dalam syarat calon kepala daerah? Orang Mesir Kuno saja telah membuat diskriminasi antara pezina dengan nonpezina . Dalam undang-undang mereka dibedakan antara “pria yang berzina

dengan wanita bersuami” dan antara “pria dan wanita yang belum bersuami”. Pelaku yang pertama mendapat hukuman, pelaku yang kedua tak mendapat sanksi apa pun. Prinsip undangundang Mesir kuno dalam hal zina itu sama dengan sikap masyarakat Babilonia dan Assiria terhadap zina. Bahkan, agama Islam, Kristen, Yahudi, Hindu dan Budha pun sangat menantang perzinahan. Agama Islam tidak saja mengharamkan zina, juga menghukum keras pelakunya. Dalam agama Yahudi, pria yang berzina dengan anak perawan akan dihukum gantung. Sedangkan agama Hindu menghukum si laki-laki dengan menidurkannya di papan besi yang dikelilingi nyala api, dan si wanitanya dilepaskan di tengah-tengah kerumunan anjing galak. Larangan berzina itu juga ditemukan dalam Kitab Perjanjian Baru, misalnya pada Korintus 6:11 yang mengatakan bahwa bagi para pelaku zina tidak mendapat bagian di Kerajaan Allah. Siapa yang salah Memang orang-orang moderen, demokrat sejati, berpendidikan tinggi, apalagi tamatan luar negeri agak jerih menyaksikan kalau agama dibawa-bawa dalam kehidupan politik dan negara. Agama cukup digunakan sebagai alat komunikasi hamba denganTuhan, mengatur cara peribadatan dan keimanan pribadi. Sementara itu ketika hal-hal berbau

agama, seperti kriteria calon kepala daerah mulai masuk ke sektor publik, maka banyak yang menentang dengan alasan nila-nilai demokrasi, kebebasan manusia dan kemudian menyerahkan semuanya kepada pilihan publik. Apakah publik bisa menentukan baik dan buruk? Sementara publik sendiri sudah begitu bias dan memiliki keinginan, kepentingan, dan pola pikir yang bermacam-macam. Penyair terkenal Mohammad Iqbal, dalam satu puisinya menyatakan, bahwa bagaimana pun, para semut tidak akan mampu melampui kepintaran seorang Sulaiman. Ia mengajak meninggalkan metode demokrasi, sebab pemikiran manusia tidak akan keluar dari 200 ‘keledai’. Ini ditulisnya dalam syairnya, Payam-e-Masyriq: “Do you seek the wealth of meaning from low natured men? From ants cannot proceed the brilliance of a Solomon. Flee from the methods of democracy because human thinking can not issue out of the brains of two hundred asses.” Jadi, kalau suatu waktu kita mendengar ada pejabat tinggi negeri ini yang keperogok sedang bercinta dengan selingkuhannya atau anak-anak kita yang sebagian besar tidak perawan lagi, maka jangan salahkan Julia Perez, Maria Eva, Zarima atau bintang film porno sebagai biang kerusakan moral. Yang salah adalah “orang-orang pintar” yang kebelinger, merasa kebebasan adalah segala-galanya, sedangkan urusan moral dan agama masalah sepele, sehingga tidak merasa turut bertanggungjawab atas kejatuhan moral bangsa ini. Penulis adalah Dosen Politeknik Negeri Medan

Fenomena Pilkada Kita Oleh Syamsir Pohan Dalam Pilkada, pemenang sebenarnya adalah pemilik modal

M

otifasi penulisan artikel ini berawal dari adanya fenomena perpolitikan yang janggal yang terjadidinegarakita,jugadiSumateraUtara. Fenomena perpolitikan yang tidak sehat – yang saya paparkan dalam tulisan ini – meski tidak memaparkan data faktual, tapi kita semua dapat merasakan apa yang saya sebut kejanggalan proses demokrasi; yaitu fenomena elite politik yang “kemaruk jabatan”, fenomena politik uang serta bosisme politik. Berbicara persoalan pemilihan kepala daerah (Pilkada), selain faktor figur calon, kita tidak bisa menegasikan faktor-faktor yang terlibat di dalam suksesi Pilkada; seperti faktor partai politik, elit politik, uang dan bosisme politik atau biasa disebut investasi politik. Apa hubungan Pilkada dengan ruling elite, uang dan bosisme politik? Mari sama-sama kita lihat dan telaah hubungan dan konkordansi antarfaktor tersebut di atas. Ruling elite Kata‘elite’ telah digunakan pada abad ke-17untukmenggambarkankualitasyang sempurna.Penggunaankataitukemudian diperluasuntukmenunjukkelompoksosial yang unggul, misalnya unit militer kelas satu atau tingkatan bangsawan yang tinggi. Itu menurutT.B Bottomore dalam kamus Oxford English Dictionary. Jika demikian, istilah elite politik dapat bermakna orangorang—tidak hanya tokoh partai—yang berada di puncak piramida perpolitikan. Apakah yang saya maksud dengan ruling elite dalam tulisan ini adalah elite partaipolitik?Tidakhanyaelitepartaipolitik, tapi semua kelompok yang berpengaruh. Ruling elite, yang saya kutip dari tulisan Anies Baswedan dalam artikelnya yang dikutip juga oleh M. Alfan Alfian dalam bukunya ‘Menjadi Pemimpin Politik’, mengatakan bahwa “ruling elite adalah sekelompok elite–di antara kaum elite-elite lain–yang berkuasa menentukan arah kehidupan bangsa dan negara. Yang saya maksud dengan ruling elite, dalam hal ini terkait Pilkada, adalah sekelompok orang yang sangat berpengaruh secara politik–tidak hanya tokoh partai politik–yang ikut menentukan proses pemilihan kepala daerah. Apakah itu tokohtokoh partai politik, pengusaha, pemerintah/birokrat/incumbent, tokoh ormas, tokoh agama, tokoh adat, maupun tokohtokoh kelompok masyarakat lainnya. TerkaitPilkadadibeberapakabupaten/ kota di Sumatera Utara yang sebentar lagi diselenggarakan, seberapa besar pengaruh ruling elite dalam suksesi Pilkada nanti? Tentu sangat besar. Karena ruling elite mempunyai pengaruh politik yang cukup signifikan, menguasai basis massa berupa pengikut, mempunyai dana dan akses modal yang cukup besar, dan menguasai kontur maupun kultur masyarakat sekelilingnya. Dengan kekuasaannya tersebut ruling elite akan sangat mempengaruhi calon pemilih untuk memilih pasangan calon walikota/wakil dan bupati/wakil.

Rulingelitetentunyapunyakepentingan politik terhadap Pilkada. Dengan terpilihnya pasangan calon yang didukungnya, kepentingan politik dan ekonominya akan dapat terakomodasi. Itu keniscayaan atau ekses politik yang gampang ditebak bukan? Dukungan ruling elite terhadap pasangan calon tertentu selalu berprinsip ‘take and give’seperti prinsip ekonomi. Itu kecenderungan negatifnya. Apakah ruling elite punya pengaruh positif terhadap pemilihan kepala daerah? Tentu, sama besar pengaruh negatif dan positifnya.Rulingelitedapatmenggunakan pengaruh politiknya untuk mengajak pengikutnya, kelompoknya, serta kekuasaan politik maupun dananya untuk mewujudkan Pilkada yang lebih baik. Mereka dapat melakukan pencerahan kepada calon pemilih, mempengaruhi pilihannya untuk memilih pasangan calon kepala daerah yang baik track record-nya. Mereka juga dapat menyumbangkan dananya untuk keperluan kampanye pasangan calon kepala daerah tanpa‘deal’mengharap proyek atau kemudahan birokrasi untuk kepentingan politik dan bisnisnya. Uang Benarkah politik itu mahal? Menurut M. Alfan Alfian, mahal atau tidak itu tergantung dari mana kita memandangnya. Namun, jika diukur dari jumlah uang yang harus dikeluarkan, kita harus akui bahwa ongkos praktik politik di Indonsia memang tinggi, lebih-lebih untuk komponen tak resminya.Meskipuntakadayangmaumenyebut besarannya, ongkos pendekatan dan “ijab-kabul” seorang calon kepala daerah dengan partai politik pasti tinggi. Partai-partai kita masih cenderung memposisikan diri sebagai “kendaraan” untuk calon bermodal besar. Sebaliknya, yangbermodalcekak,silakanminggir.Biaya itu belum termasuk ongkos sosialisasi politik dan kampanye, apalagi kalau sang kandidat“rela” melakukan money politics atau politik uang. Istilah“alatyanglazimditempuhuntuk memenangkansuara”dalamperkembangannya mengalami penafsiran yang berbeda-beda dan menimbulkan perdebatan yang tajam. Namun, orang kemudian membedakan antara yang legal dan tidak legal.Yang legal atau yang termasuk dalam kategori financial politics adalah biaya atau ongkos yang tercatat dan dapat diaudit. Sedangkan yang haram alias tidak legal adalah yang tersembunyi dari audit atau melanggar ketentuan, dan ini termasuk dalam kategori money politics. Bosisme Politik Kapital atau modal tampak saling berkaitan. Dalam Pilkada, pemenang sebenarnya adalah pemilik modal? Pertanyaan ini selalu mencuat di kalangan masyarakat. Memang demokrasi kita kerap memunculkan anekdot getir. Misalnya, dikatakan bahwa pemenang Pilkada kabupaten atau kota A sebenarnya bukanlah pasanganX-Y,melainkanbandarnya.Atau,

istilah halusnya pemodal atau investor. Sebagian lagi menyebut pemodal atau investor tersebut dengan istilah kerennya“don”,mungkin singkatan dari donator. Pada kenyataannya, bandar sangat lihai bermain di segala lini dengan memodali semua kandidat yang berpeluang menang. Itulah sebabnya mengapa hampir seluruh kandidat pilkada di kabupaten atau kota A tidak mempersoalkan kasus kontroversial yang merugikan rakyat. Dan itulah sebabnya mengapa para kandidat bisa berlomba membagi “fasilitas” ke simpul-simpul strategis bak sinterklas. Fenomena ini mengingatkan kita pada wacana tentang bosisme politik (political bossism). Bosisme politik menurut Fred J. Cook dalam bukunya American Political Bosses and Machines, diartikan sebagai sebuah sistem politik yang menempatkan sosok tunggal yang dengan kekuatan penuh mengontrol jalannya politik.Si bos membawahi organisasi yang kompleks serta memadukan kepentingan ekonomi dan politiksekaligus.DiAmerika,bosismemenjadi isu politik penting pada sekitar abad ke-19 dan awal abad ke-20. Dan di Sumatera Utara, fenomena bosisme politik sepertinya sudah mulai terasa dan bahkan mencuat. Siapa pelakunya? Kita tidak tahu persis. Seperti lagu satu kuis di acara televisi kitadulu;“o’osiapadia?”.Tebakankitaboleh jadicenderungseragammengarahkepada satu atau mungkin beberapa kelompok yang punya kepentingan di beberapa pilkada di kabupaten/kota di Sumut. Di ranah ekonomi, si bos banyak memilikiusaha,sertalincahmengembangkan modal dan menyiasati sistim, baik secara legal-etis maupun secara nakal. Sang kapitalis selalu eksis di tengah cuaca politik apapunkarenapunyasahamdikekuasaan. Dengan kekuatan modal dan jejaring yang kuatdisegalaliniserta denganteknikcanggih tertentu, si bos bisa mendiktekan kemauan politiknya kepada kandidat, bahkan mengatur perilaku pemilih. Memodali politik itu kan boleh-boleh saja? Memang tidak salah, tapi mestinya etis, taat aturan, dan sewajarnya saja.Yang dimodaliwajibmenegakkanprinsipakuntabilitas dan transparansi. Persaingan politik harus wajar dan etis pula. Soal etis dan taat aturan memang normatif. Padahal, kultur kita masih sering salah kaprah: kalau aturan masih bisa dilanggar, mengapa harus ditaati. Nah, lho? Yang harus kita lakukan adalah memperbaiki sistem, meningkatkan kualitas kesadaranmasyarakatdantanggungjawab nyata para aktor serta partai politik. Euforia politik masih terasa sekali, di mana ”kemaruk kekuasaan” lebih mengemuka ketimbang berpolitik untuk mengabdi. Penutup Pemilihan kepala daerah di beberapa kabupaten/kota di Sumatera Utara yang sebentar lagi digelar tentu tidak hanya merupakan rutinitas demokrasi. Di sana dipertaruhkanharapanrakyatyangmerindukan perubahan dan perbaikan. Di sana dipertaruhkanarahpembangunandaerah selama lima tahun ke depan. Meski sudah banyak rakyat yang apatis dengan pergantian dan pemilihan kepala daerah, namun tidak sedikit yang optimis dan berharap akan lahir pemimpin yang jujur dan adil.

Untuk menjawab harapan rakyat, ruling eliteharus melepaskan kepentingan politik maupun kepentingan bisnisnya. Marisama-samamengedepankannormanorma politik. Mari sama-sama mengusungperubahandanperbaikan.Kehausan akan jabatan sama seperti meneguk air laut, semakin diteguk semakin haus pula. Jabatan kepala daerah memang jabatan prestisius,tapi jangandiraihdenganmenghalalkan segala cara. Segala sesuatunya memang perlu uang,tapiuangbukansegala-galanya.Para pemilih dalam Pilkada nanti juga jangan sampai menggadaikan suaranya dengan uang atau fasilitas yang dijanjikan. Mari sama-sama mengawasi dan sama-sama membangun kesadaran untuk menjadi pemilih cerdas. Pemilih yang sadar akan pentingnya menggunakan hak suara.Tentunyadenganmemilihcalonkepaladaerah yangjujuradildantelahterbuktitrackrecord dan prestasinya. Para bos atau investor politik silakan saja menyumbangkan dana perjuangan untuk pasangan calon.Tapi jangan mengharap laba-investasi politik. Jangan membajak demokrasi dengan mengikat deal “proyek” dengan pasangan calon kepala daerah. Jadilah bos politik yang baik. Terakhir, penulis mengajak kita semua untuk mengawasi proses perjalanan pilkada dan dapat selektif dalam menentukan pilihan dengan mengenal lebih dekat profil kandidat. Penulis adalah Ketua Umum Badko HMI Sumut

Pengumuman Redaksi menerima kiriman karya tulis berupa artikel/opini, surat pembaca. Kirim ke alamat redaksi dengan tujuan ‘Redaktur Opini Waspada’ disertai CD atau melalui email: opiniwaspada@yahoo. com. Panjang artikel 5.000-10.000 karakter dengan dilengkapi biodata penulis dan kartu pengenal (KTP). Naskah yang dikirim menjadi milik Waspada dan isi tulisan menjadi tanggungjawab penulis.

SUDUT BATUAH * Dispenda Medan dinilai tak transparan - Berarti ada dusta diantara kita * Erry-Soekirman tidak mengumbar janji - Kayak kampanye aja, he...he...he * Perpanjangan Inalum harus ditolak - Kalau tak bermanfaatnya?

oel

D Wak

WASPADA

Dewan Redaksi: H. Prabudi Said, H. Teruna Jasa Said, H. Azwir Thahir, H. Sofyan Harahap, H. Akmal Ali Zaini, H. Muhammad Joni, Edward Thahir, M. Zeini Zen, Hendra DS. Redaktur Berita: H. Akmal Ali Zaini. Redaktur Kota: Edward Thahir. Redaktur Sumatera Utara: M. Zeini Zen. Redaktur Aceh: Rizaldi Anwar. Redaktur Luar Negeri: H. Muhammad Joni. Redaktur Nusantara & Features: Gito Agus Pramono. Plt. Redaktur Opini: Dedi Sahputra. Redaktur Ekonomi: Armin Rahmansyah Nasution. Redaktur Olahraga: Johnny Ramadhan Silalahi. Redaktur Minggu/Humas: Hendra DS, Redaktur Agama: H. Syarifuddin Elhayat. Asisten Redaktur: Rudi Faliskan (Berita) Zulkifli Harahap, Muhammad Thariq (Kota Medan), Feirizal Purba, H. Halim Hasan, Diurna Wantana (Sumatera Utara), T. Donny Paridi (Aceh), Armansyah Thahir (Aceh, Otomotif), Austin Antariksa (Olahraga, Kreasi), Syafriwani Harahap (Luar Negeri, Popular, Pariwisata), Hj. Hoyriah Siregar (Ekonomi), T. Junaidi (Hiburan), Hj. Erma Sujianti Tarigan (Agama), Hj. Neneng Khairiah Zein (Remaja), Anum Purba (Keluarga)), Hj. Ayu Kesumaningtyas (Kesehatan). Sekretaris Redaksi: Hj. Hartati Zein. Iklan: Hj. Hilda Mulina, Rumondang Siagian (Medan), Lulu (Jakarta). Pemasaran: H. Subagio PN (Medan), Zultamsir (Sumut), Aji Wahyudi (NAD). Wartawan Kota Medan (Umum): H. Erwan Effendi, Muhammad Thariq, Zulkifli Harahap, David Swayana, Amir Syarifuddin, Ismanto Ismail, Rudi Arman, Feirizal Purba, Zulkifli Darwis, H. Abdullah Dadeh, H. Suyono, Ayu Kesumaningtyas, M. Ferdinan Sembiring, M. Edison Ginting, Surya Effendi, Anum Purba, Sahrizal, Sulaiman Hamzah, Sugiarto, Hasanul Hidayat, Aidi Yursal, Rustam Effendi. Wartawan Kota Medan (bidang khusus): H. Syahputra MS, Setia Budi Siregar, Austin Antariksa, Dedi Riono (Olahraga), Muhammad Faisal, Hang Tuah Jasa Said (Foto), Armansyah Thahir (Otomotif), Dedi Sahputra (Penugasan Khusus). Dedek Juliadi, Handaya Wirayuga, Hajrul Azhari, Syahrial Siregar, Khairil Umri (Koran Masuk Sekolah/KMS). Wartawan Jakarta: Hermanto, H. Ramadhan Usman, Hasriwal AS, Nurhilal, Edi Supardi Emon, Agus Sumariyadi, Dian W, Aji K. Wartawan Sumatera Utara: H. Riswan Rika, Nazelian Tanjung (Binjai), H.M. Husni Siregar, Hotma Darwis Pasaribu (Deli Serdang), Eddi Gultom (Serdang Bedagai), H. Ibnu Kasir, Abdul Hakim (Stabat), Chairil Rusli, Asri Rais (Pangkalan Brandan), Dickson Pelawi (Berastagi), Muhammad Idris, Abdul Khalik (Tebing Tinggi), Mulia Siregar, Edoard Sinaga (Pematang Siantar), Ali Bey, Hasuna Damanik, Balas Sirait (Simalungun), Helmy Hasibuan, Agus Diansyah Hasibuan, Sahril, Iwan Hasibuan (Batubara), H. Abu Bakar Nasution, Nurkarim Nehe, Bustami Chie Pit (Asahan), Rahmad Fansur Siregar (Tanjung Balai), Indra Muheri Simatupang (Aek Kanopan), H. Nazran Nazier, Armansyah Abdi, Neirul Nizam, Budi Surya Hasibuan (Rantau Prapat), Hasanuddin (Kota Pinang) Edison Samosir (Pangururan), Jimmy Sitinjak (Balige), Natar Manalu (Sidikalang), Arlius Tumanggor (Pakpak Bharat)Parlindungan Hutasoit, Marolop Panggabean (Tarutung), Zulfan Nasution, Alam Satriwal Tanjung (Sibolga/Tapanuli Tengah), H. Syarifuddin Nasution, Mohot Lubis, Sukri Falah Harahap, Balyan Kadir Nasution (Padang Sidimpuan), Idaham Butarbutar (Gunung Tua), Iskandar Hasibuan, Munir Lubis (Panyabungan), Bothaniman Jaya Telaumbanua (Gunung Sitoli). Wartawan Aceh: H. Adnan NS, Aldin Nainggolan, Muhammad Zairin, Munawardi Ismail, Zafrullah, T. Mansursyah, T. Ardiansyah, Jaka Rasyid (Banda Aceh), Iskandarsyah (Aceh Besar), Bustami Saleh, M. Jakfar Ahmad, Jamali Sulaiman, Arafat Nur, M. Nasir Age, Fakhrurazi Araly, Zainal Abidin, Zainuddin Abdullah, Maimun (Lhokseumawe), Muhammad Hanafiah (Kuala Simpang), H. Syahrul Karim, H. Ibnu Sa’dan, Agusni AH, H. Samsuar (Langsa), Musyawir (Lhoksukon), Muhammad H. Ishak (Idi), HAR Djuli, Amiruddin (Bireuen), Bahtiar Gayo, Irwandi (Takengon), Muhammad Riza, H. Rusli Ismail (Sigli), T. Zakaria Al-Bahri (Sabang), Khairul Boang Manalu (Subulussalam), Zamzamy Surya (Tapak Tuan), Ali Amran, Mahadi Pinem (Kutacane), Bustanuddin , Wintoni (Blangkejeren), Khairul Akhyar, Irham Hakim (Bener Meriah), Tarmizi Ripan, Mansurdin (Singkil), Muhammad Rapyan (Sinabang).

� Semua wartawan Waspada dilengkapi dengan kartu pers. Jangan layani dan segera laporkan ke pihak berwajib atau ke Sekretaris Redaksi bila ada oknum yang mengaku wartawan Waspada tetapi tidak bisa menunjukkan kartu pers yang sah, ditandatangani Pemimpin Redaksi �


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.