Waspada, Kamis 2 Desember 2010

Page 22

Opini

B8

WASPADA Kamis 2 Desember 2010

Mafia Jakarta Telah Terbentuk Oleh Fajar As Sungguh sangat sulit mempercayai tidak terlihatnya para pejabat yang berada di atas porsi Gayus itu

P TAJUK RENCANA

Komitmen SBY-KPK Berantas Korupsi Tanpa Pandang Bulu

K

onferensi Nasional Pemberantasan Korupsi 2010 digelar KPK di Balai Kartini, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (1/12). Acara ini dihadiri oleh para menteri dan pejabat negara. Kita mencatat sejumlah ucapan menarik dari kepala negara sbb: 1. Pemberantasan korupsi itu akan efektif kalau penegak hukum bersih. 2. ‘’Saya prihatin karena banyak pejabat daerah terjerat kasus korupsi.’’ 3. SBY minta bea cukai, pajak dan BUMN diawasi ketat. Sehari sebelumnya KPK sudah menyampaikan statement kalau penyimpangan anggaran pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintah mencapai sekitar 40 persen. Mungkin saja itu yang membuat korupsi sulit diberantas karena sudah menjadi ‘’gawean’’ para pejabat kita selama ini. Masalahnya, ketika mengikuti Pilkada umumnya mereka harus mengeluarkan uang banyak, puluhan bahkan ratusan miliar rupiah sehingga segala macam cara dilakukan untuk mengembalikan modal, termasuk dengan cara mengganti dan melantik para pejabat eselon dan kepala dinas yang nilainya bisa mencapai Rp1-2 miliar untuk mendapatkan jabatan di sebuah institusi basah, seperti Dinas PU, Dinas Pendapatan, Dinas Pendidikan, Kesehatan dll. Sistem ‘’kocok ulang’’ itulah yang terjadi saat ini. Sarat KKN! Baik Presiden SBY maupun KPK sepertinya sepakat bahwa korupsi dalam bentuk apa pun, di mana pun juga harus diberantas sampai ke akar-akarnya. Uang negara harus diselamatkan. Bayangkan kalau satu proyek sarana jalan Rp10 miliar, berarti hanya Rp6 miliar saja yang digunakan. Sisanya Rp4 miliar masuk ke kantong-kantong pribadi pimpro/pemborong dan kroninya. Dengan banyaknya anggaran yang dikorup maka kekuatan jalan yang seharusnya sampai 10 tahun hanya bertahan 6 tahun saja, sudah rusak. Bahkan, sering kedapatan proyek baru beberapa bulan selesai dibangun sudah terlihat kerusakan di sana-sini karena memang kualitasnya sangat rendah. Sudah menjadi rahasia umum jauh Intisari sebelum KPK mengidentifikasi kasus penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa di berbagai instansi pemerintah sebaKorupsi sudah meng- gaimana diutarakanWakil Ketua KPK M Jasin gurita di segala lini lem- (Waspada A2, 01/12). Kalau mau mendaproyek harus berani membayar uang baga pemerintahan.Perlu patkan jutaan rupiah untuk kontraktor kelas teri, komitmen SBY – KPK dll. sedangkan kontraktor kelas kakap tentu saja mencapai miliaran rupiah uang pelicinnya. Jangan harap bisa mendapatkan proyek kalau tidak menggunakan duit, bisa gigit jari selamanya, sekalipun sang pemborong bekerja dengan baik. Artinya, berjanji tidak mengurangi dan menyalahi bestek. Sejak pemerintahan Orde Baru hingga sekarang ini, para pejabat kita seperti Presiden,Wakil Presiden, para Menteri, Gubernur, Bupati, danWalikota, serta anggota dewannya hanya ‘’lips service’’ dalam pemberantasan korupsi. Begitu juga dengan pejabat di judikatif, seperti hakim, jaksa, dan polisi. Belum sungguh-sungguh memberantas korupsi. Terbukti, angka korupsi di Indonesia tidak menurun, masih tetap rangking atas dari tahun ke tahun. Di dunia Indonesia masuk peringkat papan atas, di Asia – Pasifik nomor 1 dengan skor nyaris sempurna 9,07 —Survei Political Risk Consultancy (PERC) 2010. Wajar saja kalau negara kita masuk dalam katagori negara miskin dan berkembang, tak pernah bisa naik kelas. Jumlah rakyat miskin semakin bertambah, sekalipun pemerintah mengaku semakin berkurang ,di kisaran 31 juta jiwa saja sampai November 2010. Padahal, data BLT saja terdapat 19 juta lebih keluarga miskin. Berarti, kalau satu keluarga itu dihuni empat orang saja suamiistri dan dua anak maka jumlahnya sudah mencapai hampir 76 juta jiwa. Justru itu, kita sangat prihatin karena pemberantasan korupsi sepertinya hanya untuk diomongkan, diseminarkan, dijadikan bahan studi banding yang tidak memberi manfaat bagi penegakan hukum. Kondisi itu terus berlangsung hingga saat ini. Padahal, rakyat berharap banyak pada pemerintahan Presiden SBY, tapi tandatanda korupsi akan dibabat habis belum tampak jelas, sekalipun KPK sudah menghukum puluhan bahkan ratusan pejabat dan mantan pejabat. Sekalipun Presiden berjanji akan memimpin langsung pemberantasan korupsi di negeri ini. Mengapa tak berhasil? Jawabnya karena hukumannya terlalu ringan di kisaran 4-5 tahun saja, maka korupsi menjadi tidak ditakuti oleh para koruptor. Apalagi kalau lagi ’’apes’’ dan ketahuan akhirnya dihukum masuk penjara mereka bisa mengatur orang-orang sipir untuk mendapatkan fasilitas kamar seperti hotel berbintang. Bahkan sewaktu-waktu bisa ke luar dari terali besi secara legal maupun ilegal. Pidato Presiden SBY pada Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi 2010 digelar KPK memberikan semangat baru dalam pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu. Tentu harus dari atas. Jangan hanya ‘NATO’ (no action talk only). Kalau Presidennya bersih, para Menteri pasti takut korupsi, dan para pejabat di bawahnya ikut bersih. Oleh karena itulah, komitmen SBY dan KPK harus didukung semua lembaga pemerintah, BUMN, Polri, Kejaksaan,Kehakiman, Satgas Mafia Hukum dll.+

Hubungi kami Penerbit: PT Penerbitan Harian Waspada Komisaris Utama: Tribuana Said Direktur Utama: dr. Hj. Rayati Syafrin, MBA, MM SIUPP: 065/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/198 tanggal 25 Februari 1988 Anggota SPS No. 13/1947/02/A/2002 KANTOR PUSAT Jalan Letjen Suprapto/Brigjen Katamso No. 1 Medan 20151 Tel: (061) 4150858, Faks Redaksi: (061) 4510025, Faks Tata Usaha: (061) 4531010. E-mail Redaksi: redaksi@waspadamedan.com KANTOR PERWAKILAN DAN BIRO � Perwakilan dan Biro Jakarta: Bumi Warta Jaya Jalan Kebon Sirih Timur Dalam No. 3 Jakarta Pusat 10340 Tel: (021) 31922216, Faks: (021) 3140817.

� Perwakilan dan Biro Banda Aceh: Jalan Ratu Syafiatuddin No. 21 C Banda Aceh 23122 Tel & Faks: (0651) 22385 � Perwakilan dan Biro Lhokseumawe: Jalan Iskandar Muda No. 65 Lhokseumawe Tel: (0645) 42109 � Biro Asahan: Jalan Sutami No. 30 Kisaran. Tel: (0623) 41412 Harga iklan per mm kolom: Hitam-putih Rp. 11.000,-, berwarna Rp. 30.000,Halaman depan hitam-putih Rp. 33.000,Halaman depan berwarna Rp. 90.000,Ukuran kolom: 40,5 mm E-mail Iklan: iklan@waspadamedan.com Pencetak: PT Prakarsa Abadi Press Isi di luar tanggung jawab percetakan

eran media massa dengan jitu membongkar kelakuan Gayus Halomoan Partahanan Tambunan (Gayus). Dia di Bali menonton pertandingan tenis internasional dengan wajah disamarkan. Terdakwa pencoleng besar ini dalam status ditahan di rumah tahanan Mako Brimob Depok menunjukkan data-data sangat kuat telah terbentuknya Mafia Jakarta. Mafia Jakarta ini menjadi kuat dan menjadi kejahatan terorganisir sebagaimana terjadi di Amerika Serikat pada akhir tahun 1920-an dan awal tahun 1930-an dandiMeksikosaatini.Makaakanmenjadi malapetaka besar bagi segenap warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mafia sebagai organisasi kejahatan besar tidak terbentuk seketika tetapi melalui tahap-tahap yang sistematis. Dimanapun mafia ini terbentuk dengan melibatkanpejabat-pejabatpentingnegara baik terang-terangan maupun sembunyisembunyi. OknumGayusbiladicermatiaktingnya di depan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mampu menangis terisakisak dan kemudian menebar senyum sangat cerah di hadapan para wartawan. Maka dapat disimpulkan bahwa Gayus iniadalah tipe penjahat berbaju putih yang sangat berbahaya. Kesimpulan lainnya adalah terlihatnya perasaan tidak takut dan sangat santai oknum ini. Ini menunjukkan adanya satu kekuatan besar yang berusaha melindunginya maksimal dengan syarat tidak boleh berbicara membongkar kejahatan kekuatan besar tersebut. Mafia Berkeley Pada masa rezim Soeharto yang terkenal sangat sadis. Seorang wartawan senior,politisi,danpejuangIndonesiayang memangkunama Burhanuddin Mohammad Diah melalui harian Merdeka telah dengan sangat berani membongkar“kejahatan tingkat tinggi” yang disebutnya Mafia Berkeley. Disebut Mafia Berkeley karena para organisatornyaadalah alumni perguruan tinggi Berkeley, Amerika Serikat yang memangkunamaWidjojo Nitisastro, AliWardhana, Emil Salim, Mochammad Sadli, dan Subroto.Tokoh-tokoh ini adalah menteri-menteri dalam posisi paling menentukan dalam rezim Soeaharto dan

berperan menjadi arsitek pembangunan perekonomian rezim Soeharto. Kejadian ini kendati sudah berlaku berpuluh tahun akan tetapi masalahnya tetap aktual karena tidak pernah mendapatkan penyelesaian yang benar. Malahan tetapberlangsungdalambentukyanglebih heboh dalam masa-masa administrasi B.J.Habibie, Gus Dur, Megawati Sukarnoputri, dan terutama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Mencermati dengan serius Mafia Berkeley ini adalah pengkhianatan besar terhadap Bangsa Indonesia dan adalah perbuatan distorsi dan pembusukan ilmu pengetahuan. Karena industri-industri manufakturyangdigerakkan oleh Mafia Berekeley tersebut berbahan baku barangbarang dari luar Indonesia di mana peran Indonesia hanyalah penjahit dan perakit saja. Karena itu yang mendapatkan keuntungan sangat-sangat besar dari proses industri manufaktur ini adalah orang-orang di luar Indonesia. Bagian Indonesia sangat kecil yaitu lapangan kerja bagi buruh-buruh kasar berpendapatan sangat rendah yang diikuti rusaknya lingkungan hidup yang sangat luas serta membanjirnya limbah dan racun yang berasal dari industri manufaktur tersebut. Pada sisi lain, terbentuknya kota metropolitan Jakarta yang sangat mewah merupakan dorongan dari indusrti manufaktur yang lokasinya berada di sekitar pusat dan pinggiran Jakarta. Konsentrasi uangdannilaitambahekonomimencapai 70% dari seluruh nilai ekonomi Indonesia berada di Jakarta. Maka Jakarta itu sendiri menjadi tidak terkendali sama sekali dan bergerak menjadi kota yang lalu lintasnya macat. Perekonomian Indonesia yang dipujipuji berlebih-lebihan sebagai Macan Asia olehpara“majikan”daritokoh-tokohMafia Berkeley tersebut ternyata adalah perekonomian yang sangat busuk dan hancur berantakan—pada 1997 dan 1998 berakibat runtuhnya rezim Soeharto dan

tersingkirnya para tokoh Mafia Berkeley— terkecuali tokoh Emil Salim yang ternyata tetap eksis sampai masa administrasi SBY saat ini. Mafia Jakarta ProseskeruntuhanrezimSoehartodan tersingkirnya tokoh-tokoh Mafia Berkeley ternyata telah menimbulkan malapetaka sangat mengerikan kepada bagian terbanyak warga NKRI dengan terbentuknya Mafia Jakarta. Mafia Jakarta ini adalah langkah sangat bodoh dan sangat kejam darisisa-sisakekuatanMafiaBerkeleyyang mengorganisir apa yang disebut bantuan likuiditas bank Indonesia (BLBI). Terlihat petunjuk yang sangat kuat, bahwa mulai dari Gubernur/Deputi Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan, Menteri Perekonomian, Kepala Kepolisian RI, Jaksa AgungdanPresidenternyata gagal melakukan tindakan keras terhadap para bajingan perampok uang rakyat.ParapejabatNKRI tersebut ternyata aman sentosa dan makmur. Terlihat petunjuk sangat kuat kendati para merekatelahberadadiluarIndonesia, pergerakan bisnisnya tetap merajalela di Indonesia dalam bentuk-bentuk yang disamarkan. Gerakan-gerakan para bajingan tersebut telah sangat jelas dalam bentuk mafia. Salah seorang kaki tangan mereka yang bergerak di Jakarta dan telah sedemikian rupa mengandalkan Kejaksaan Agung dan mengorbankan beberapa pejabat Kejaksaan Agung.Ternyataketikadipenjaramengendalikan pejabat teras Lembaga Pemasyarakatan dan berhasil menciptakan ruang hubungannya menjadi ruang dengan fasilitas hotel bintang lima, dan dari penjara itu bisnis besarnya dikendalikan oleh narapidana ini. Sungguh suatu bentuk dari gerakan mafia yang sangat berbahaya dan nyata-nyata menghancurkan kewibawaan NKRI. Gayus sendiri yang adalah pejabat di eselon bawah dengan bakat khususnya ternyata berhasil tampil menjadi ujung tombak dari satu kejahatan yang mulai terorganisir di Kementerian Keuangan RI. Dengan pangkat dan jabatan yang sangat rendah, Gayus berhasil mencuri uang dalam jumlah setidaknya Rp 100 miliar. Maka sungguh sangat sulit untuk mempercayai tidak terlihatnya para pejabat yang berada di atas porsi Gayus itu. Dapat diperkirakan, ketika pencurian Ga-

yus itu diproses penyidik Polri, kemudian ditangani Kejaksaan Agung dalam proses penuntutan, dan diajukan ke pengadilan maka kelompok pencuri uang rakyat Indonesia tersebut pasti bergerak untuk meloloskan Gayus agar kasus dapat ditutup. Operasiinijugamelibatkanpengacaradan oknum makelar kasus dan berhasil maksimal dengan pembebasan Gayus. Sungguhsuatupetunjukterbentuknya kejahatan yang terorganisir. Gayus tersandung dengan munculnya tindakan Komjenpol Susno Duadji yang membongkar praktikmafiatersebut.Sangatdisayangkan karena langkah Susno tidak berjalan rapi dan tidak hati-hati malahan terlihat asalasalan dan penuh emosi yang berakibat dirinya menjadi salah satu yang dikorbankan. Apa yang telah dibongkar Gayus pada mulanya tentang peran dari beberapa Jenderal Polisi, Jaksa, dan para pengusaha besar ternyata tidak mendapat penanganan sebagaimana harusnya mengacu ke hukum acara pidana. Justru yang dikorbankan adalah penyidik Polri eselon terbawah. KapolridanJaksaAgungterlihatseperti ditelikung dan dikebiri. Sungguh menyedihkan asal usul kekayaan yang luar biasa yang telah sempat diungkap ternyata dipeti-eskansajadanpura-puratidakpernah didengar. Para pengusaha yang terdengar menghindari kewajiban pajak mencapai triliunan rupiah sedikitpun tidak pernah mendapat penyidikan resmi. Pejabat puncak Polri selalu menjawab ketika ditanya wartawan dengan kata-kata : mana bukti, jangan menzholimi, dan jangan memfitnah. Sungguh sangat mengenaskan ketika PresidenSBYmenekankantidakbolehnya beliau mencampuri sisi-sisi penyidikan, penuntutan, dan pengadilan. Sungguh suatu sikap yang tidak jelas. Justru yang tidakbolehdilakukanpresidenadalahmenyidik, menuntut, dan mengadili. Tetapi adalahkewajibanabsolutpresidenmengacu ke Undang-Undang Dasar NKRI untuk mengawasi ketat proses penyidikan dan penuntutan, agar kejahatan terhadap rakyat dan NKRI mendapat hukuman yang seberat-beratnya. Presiden seharusnya memberi hukuman sangat keras kepada Kapolri karena terkesan mendistorsi penyidikan, dan kepada Jaksa Agung karena melindungi jaksa yang seharusnya menjadi tersangka. Justru presiden SBY harus sangat cerdas mencermati terbentuknya mafiaJakartayangsangatmembahayakan keselamatanbangsadanNKRI.MenghancurkanMafiadalamtingkatembrioadalah suatu langkah yang sangat mendesak. Penulis adalah Pengamat Ekonomi Politik Internasional

Gayus Dan Mentalitas Kita Oleh Muhammad Furqan Amal Dalam perspektif yang lebih luas, saya melihat pembentukan karakter adalah sebuah persoalan dalam mentalitas kita

M

engingat kesaktiannya yang luar biasa, saya berpikir Gayus layak menjadi salah satu super hero yang ada. Tak perlu digambarkan bertangan besi, berotot baja, bahkan dengan memakai sayap. Cukup dengan fisik yang biasa, namun bergelimpangan uang menjadikannya luar biasa. Sejak“tertangkap” sedang menonton pertandingan tennis 5 November di Bali dan ketika media mempublikasikannya, semua tercengang, sedih, geram, dan marah.Segalaekspresidanopinidisampaikan publik dalam berbagai kesempatan yang ada. Mulai terkuak bukti-bukti apa, bagaimana, dan dengan siapa sang Gayus pergi. Gayus sang fenomenal Kata fenomenal jika dilihat dari kamus adalah luar biasa, hebat, dapat dilihat. Saya mendefinisikan Gayus sang fenomenal dikarenakan Gayus mempunyai insting dan keberanian yang luar biasa. Dia mempunyai insting dan logika yang kuat, berani mengambil risiko, dengan kemampuan dan kewenangan yang sangat terbatas yang di milikinya, dia mampu membius dan menaklukkan orang lain. Bahkan orang di atasnya untuk berbuat sesuai yang ia mau, dengan iming-iming uang tentunya. Tentutaksemuaorangbisamelakukan peran itu, dan dia berhasil melakukannya. Adayangmengatakaniaorangyangberani mengambil risiko atau seorang fatalis. Dan keberaniannya itu terus terasah seiring pengalamannya dalam mengurus manipulasi pajak dari perusahaan-perusahaan besar. Pengalaman yang sering, yang banyak memberi hasil dan penghasilan buat Gayus, menjadikannya lebih matang dan memang di persiapkan oleh orangorangdisekelilingnyauntukmenjadiujung tombak memanipulasi pewajib pajak di kantornya, bahkan untuk memenangkan sengketa pajak di pengadilan. Fenomenal bukan? Yang dilakukan Gayus dengan Kepolisian untuk bisa keluar Rutan Brimob—

disampaikan oleh anggota Komisi III bidang hukum DPR Eva Kusuma Sundari, Gayus sudah 68 kali keluar tahanan— adalahsebuahhasil“pembelajaran”Gayus selamabekerjamenjadipegawaidirektorat pajak. Bukan hal yang sulit baginya untuk mengatur“hanya” sampai kepala Rutan, dimana Gayus telah melakukan sampai setingkat orang-orang nomor satu di institusi nya dan di negeri ini. Walau pengadilan memerintahkan untuk menyita hartanya dalam rangka “memiskinkan” agar tidak bisa“refreshing” seperti yang dikatakan Gayus, sebenarnya tidak susah baginya untuk mencari duit walau mungkin dia sendiri sudah tidak adaduit.Yangperlubaginyamenghubungi kroni-kroninya dalam lingkaran mafianya, untukmembantunyajikadiamemerlukan duit. Bukankah sudah sedemikian banyak jumlah yang disetorkan Gayus kepada kroni-kroninya dalam bekerja, dan sudah sedemikian besar jumlah wajib pajak perusahaan-perusahaan besar yang dia “selamatkan” supaya tidak disetor ke negara? Mentalitas kita Kasus Gayus bukan merupakan satu kasus saja, ini merupakan puncak gunung es,yangmasihbanyaktaktereksposGayusGayus lain. Dalam perspektif yang lebih luas, saya melihat pembentukan karakter adalahsebuahpersoalandalammentalitas kita,setidaknyatigaparameterinibagisaya mewakili parameter lain yang banyak tentunya. Pertama, kejujuran dalam kebenaran. Begitu pentingnya kejujuran dan kebenaran dalam berbagai kegiatan, dan sistim apapun yang dibuat, tanpa kejujuran yang ditegakkan, akan meruntuhkan integritas kita. Banyak kebenaran yang telah dibuat dan disepakati bersama, tapi tidak ada kejujurandalammenjalankannya,sebaliknya tak berguna kejujuran yang dilakukan tanpa didasari kebenaran pula. Kejujuran adalah faktor yang paling utama dalam nilai, budaya organisasi, dan kompetisi. Meskipun semua menyadari

pentingnya hal ini, namun realitanya kita melihat betapa kejujuran dan kebenaran rawan bahkan suka untuk dilanggar. Padahal kita menuntut untuk menempah integritasindividuyangtangguh.Kejujuran dalam kebenaran tidak cukup hanya melalui slogan dan sosialisasi belaka tanpa transformasi komitmen yang harus di uji dalam aksi nyata. Kedua, loyalitas dan kredibilitas. Loyalitas adalah hal yang harus dilakukan dalam membangun organisasi maupun institusi yang kokoh. Tanpa loyalitas tak mampu membangun institusi yang mampu bersinergi membentuk tim yang kuat yang mampu melalui berbagai persoalan. Masalahnya adalah ketika loyalitas yang dibentuk adalah loyalitas kepada pimpinan atau atasan secara membabi buta, meskipun itu salah, bukan loyalitas kepada peraturan yang di buat dengan koreksi apakah ini sesuai peraturan dan hukum yang berlaku dan intropeksi bagi pimpinan atau bawahan bahwa ini tidak mempunyai permasalahan hari ini maupun nanti, karena ini mempertaruhkan kredibilitas kita. Dalam kasus Gayus menyatakan bukanhanyadiayangkeluar,namuntahanan lain, termasuk Susno danWiliardiWizard, yang dalam hal ini dianggap masih pimpinan“resmi”. Dan Kompol Iwan Siswanto menginstruksikan delapan anak buahnya untukmengeluarkanGayus,sehinggaPolri sudah mencopot Iwan dan delapan anak buahnya dari jabatannya. Inilah perwujudan loyalitas yang tidak benar. Dan kredibilitas adalah sebuah parameter kemampuan yang diukur pihak luar terhadap kinerja ataupun hasil karya. Ini menjadi faktor penentu menghasilkan sebuah kepercayaan. Ya, sebuah kepercayaan sangat bernilai sehingga apapun yang dilakukan menjadi lebih bermakna jika ada kepercayaan di dalamnya. Dalam kasus Gayus, semua masyarakat menilai sinis, tidak percaya akan adanya sebuah keadilan di negeri ini dan di mata internasional akan menilai betapa tegaknya hukum kita adalah sebuah harapan yang jauh panggang dari api. Untuk kesekian kali, kita terseokseok dalam membangun fondasi kredibilitas. Ketiga, pertanggungjawaban. Para pemimpin kita harus lebih menghayati kata-kata ini. Bukan yang pertama kali, namun sering disampaikan dalam train-

ing-training, ataupun ceramah-ceramah agama. Sadar sebentar akan pentingnya nilai ini, namun masih juga ini menjadi hilang tak bermakna ketika menjalankan pekerjaan. Individu yang berwawasan luas adalah pribadi yang memikirkan akibat atas setiap tindakan yang akan dilakukannya baik terhadap diri sendiri maupun terhadap manusia disekitarnya. Salah satu ciri pribadi yang bertanggung jawab adalah mempunyai wawasan yang luas. Wawasan yang luas dibentuk dari karakter pribadi yang tangguh, dan suka mempelajari hal-hal diluar dari dirinya dan lingkungannya dalam mendapatkan satu pola pikir. Penulis adalah Dosen IAIN Sumut dan alumni angkatan ITraining Program forYoung Leaders di Jepang

Pengumuman Redaksi menerima kiriman karya tulis berupa artikel/opini, surat pembaca. Kirim ke alamat redaksi dengan tujuan ‘Redaktur Opini Waspada’ disertai CD atau melalui email: opiniwaspada@yahoo. com. Panjang artikel 5.000-10.000 karakter dengan dilengkapi biodata penulis dan kartu pengenal (KTP). Naskah yang dikirim menjadi milik Waspada dan isi tulisan menjadi tanggungjawab penulis.

SUDUT BATUAH * Pejabat Pemprov tak ngerti bahasa Inggeris - Why? * Sukaramai ditender sebelum terbakar - Kayak percaya tak percaya * KPK: Penyimpangan anggaran pengadaan 40% - Biaya tinggi, he...he...he

oel

D Wak

WASPADA

Dewan Redaksi: H. Prabudi Said, H. Teruna Jasa Said, H. Azwir Thahir, H. Sofyan Harahap, H. Akmal Ali Zaini, H. Muhammad Joni, Edward Thahir, M. Zeini Zen, Hendra DS. Redaktur Berita: H. Akmal Ali Zaini. Redaktur Kota: Edward Thahir. Redaktur Sumatera Utara: M. Zeini Zen. Redaktur Aceh: Rizaldi Anwar. Redaktur Luar Negeri: H. Muhammad Joni. Redaktur Nusantara & Features: Gito Agus Pramono. Plt. Redaktur Opini: Dedi Sahputra. Redaktur Ekonomi: Armin Rahmansyah Nasution. Redaktur Olahraga: Johnny Ramadhan Silalahi. Redaktur Minggu/Humas: Hendra DS, Redaktur Agama: H. Syarifuddin Elhayat. Asisten Redaktur: Rudi Faliskan (Berita) Zulkifli Harahap, Muhammad Thariq (Kota Medan), Feirizal Purba, H. Halim Hasan, Diurna Wantana (Sumatera Utara), T. Donny Paridi (Aceh), Armansyah Thahir (Aceh, Otomotif), Austin Antariksa (Olahraga, Kreasi), Syafriwani Harahap (Luar Negeri, Popular, Pariwisata), Hj. Hoyriah Siregar (Ekonomi), T. Junaidi (Hiburan), Hj. Erma Sujianti Tarigan (Agama), Hj. Neneng Khairiah Zein (Remaja), Anum Purba (Keluarga)), Hj. Ayu Kesumaningtyas (Kesehatan). Sekretaris Redaksi: Hj. Hartati Zein. Iklan: Hj. Hilda Mulina, Rumondang Siagian (Medan), Lulu (Jakarta). Pemasaran: H. Subagio PN (Medan), Zultamsir (Sumut), Aji Wahyudi (NAD). Wartawan Kota Medan (Umum): H. Erwan Effendi, Muhammad Thariq, Zulkifli Harahap, David Swayana, Amir Syarifuddin, Ismanto Ismail, Rudi Arman, Feirizal Purba, Zulkifli Darwis, H. Abdullah Dadeh, H. Suyono, Ayu Kesumaningtyas, M. Ferdinan Sembiring, M. Edison Ginting, Surya Effendi, Anum Purba, Sahrizal, Sulaiman Hamzah, Sugiarto, Hasanul Hidayat, Aidi Yursal, Rustam Effendi. Wartawan Kota Medan (bidang khusus): H. Syahputra MS, Setia Budi Siregar, Austin Antariksa, Dedi Riono (Olahraga), Muhammad Faisal, Hang Tuah Jasa Said (Foto), Armansyah Thahir (Otomotif), Dedek Juliadi, Hajrul Azhari, Syahrial Siregar, Khairil Umri (Koran Masuk Sekolah/KMS). Wartawan Jakarta: Hermanto, H. Ramadhan Usman, Hasriwal AS, Nurhilal, Edi Supardi Emon, Agus Sumariyadi, Dian W, Aji K. Wartawan Sumatera Utara: H. Riswan Rika, Nazelian Tanjung (Binjai), H.M. Husni Siregar, Hotma Darwis Pasaribu (Deli Serdang), Eddi Gultom (Serdang Bedagai), H. Ibnu Kasir, Abdul Hakim (Stabat), Chairil Rusli, Asri Rais (Pangkalan Brandan), Dickson Pelawi (Berastagi), Muhammad Idris, Abdul Khalik (Tebing Tinggi), Mulia Siregar, Edoard Sinaga (Pematang Siantar), Ali Bey, Hasuna Damanik, Balas Sirait (Simalungun), Helmy Hasibuan, Agus Diansyah Hasibuan, Sahril, Iwan Hasibuan (Batubara), Nurkarim Nehe, Bustami Chie Pit, Sapriadi (Asahan), Rahmad Fansur Siregar (Tanjung Balai), Indra Muheri Simatupang (Aek Kanopan), H. Nazran Nazier, Armansyah Abdi, Neirul Nizam, Budi Surya Hasibuan (Rantau Prapat), Hasanuddin (Kota Pinang) Edison Samosir (Pangururan), Jimmy Sitinjak (Balige), Natar Manalu (Sidikalang), Arlius Tumanggor (Pakpak Bharat)Parlindungan Hutasoit, Marolop Panggabean (Tarutung), Zulfan Nasution, Alam Satriwal Tanjung (Sibolga/Tapanuli Tengah), H. Syarifuddin Nasution, Balyan Kadir Nasution, Mohot Lubis, Sukri Falah Harahap (Padang Sidimpuan), Sori Parlah Harahap (Gunung Tua), Idaham Butarbutar, Syarif Ali Usman (Sibuhuan), Iskandar Hasibuan, Munir Lubis (Panyabungan), Bothaniman Jaya Telaumbanua (Gunung Sitoli). Wartawan Aceh: H. Adnan NS, Aldin Nainggolan, Muhammad Zairin, Munawardi Ismail, Zafrullah, T. Mansursyah, T. Ardiansyah, Jaka Rasyid (Banda Aceh), Iskandarsyah (Aceh Besar), Bustami Saleh, M. Jakfar Ahmad, Jamali Sulaiman, Arafat Nur, M. Nasir Age, Fakhrurazi Araly, Zainal Abidin, Zainuddin Abdullah, Maimun (Lhokseumawe), Muhammad Hanafiah (Kuala Simpang), H. Syahrul Karim, H. Ibnu Sa’dan, Agusni AH, H. Samsuar (Langsa), Musyawir (Lhoksukon), Muhammad H. Ishak (Idi), HAR Djuli, Amiruddin (Bireuen), Bahtiar Gayo, Irwandi (Takengon), Muhammad Riza, H. Rusli Ismail (Sigli), T. Zakaria Al-Bahri (Sabang), Khairul Boang Manalu (Subulussalam), Zamzamy Surya (Tapak Tuan), Ali Amran, Mahadi Pinem (Kutacane), Bustanuddin , Wintoni (Blangkejeren), Khairul Akhyar, Irham Hakim (Bener Meriah), Tarmizi Ripan, Mansurdin (Singkil), Muhammad Rapyan (Sinabang).

� Semua wartawan Waspada dilengkapi dengan kartu pers. Jangan layani dan segera laporkan ke pihak berwajib atau ke Sekretaris Redaksi bila ada oknum yang mengaku wartawan Waspada tetapi tidak bisa menunjukkan kartu pers yang sah, ditandatangani Pemimpin Redaksi �


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.