Waspada, Kamis 13 Oktober 2011

Page 8

Opini

A6 TAJUK RENCANA

Koruptor Daerah Unjuk Gigi

M

ajelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung tak berkutik melawan koruptor dan membebaskan terdakwa Wali Kota Bekasi nonaktif Mochtar Mohammad atas kasus korupsi terkait pengesahan APBD tahun anggaran 2010 dan pengelolaan serta pertanggungjawaban APBD Kota Bekasi 2009. Walaupun jaksa KPK menuntut hukuman 12 tahun penjara serta denda Rp300 juta. KPK menyatakan Mochtar bersalah dalam empat perkara korupsi sekaligus yang menimbulkan kerugian keuangan negara mencapai Rp5,5 miliar, tetap saja majelis hakim yang menyidangkan kasus korupsi ini menyatakan Mochtar tidak bersalah. Sepertinya ada kesalahan persepsi dan logika berpikir di antara jaksa dan hakim sehingga pembuktian jaksa dianggap ngawur. Sungguh menyakitkan bagi jaksa dan KPK. Dalam sidang pengadilan Tipikor yang ditangani KPK kasus Mochtar tercatat yang pertama divonis bebas, sebagaimana pengakuan humas KPK Johan Budi. Namun sebenarnya kasus serupa sudah pernah terjadi sebelumnya. Dalam catatan Pengadilan Tipikor Bandung saja, kasus Mochtar menjadi kasus ketiga yang diputus tidak bersalah. Sebelumnya pengadilan yang sama membebaskan Wakil Wali Kota Bogor Achmad Ru’yat dan Bupati Subang Eep Hidayat. Terdakwa kasus korupsi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) On-line Cilacap Oei Sindhu Stefanus juga divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah. Wajar saja kalau menimbulkan tanda tanya, apakah hakim Tipikor di daerah-daerah tidak mampu atau kalah kilat saat melawan para koruptor. Jika dalam pengadilanTipikor di Jakarta semua terdakwa kasus korupsi dihukum penjara, sementara di daerah-daerah sepertinya para koruptor melakukan perlawanan sengit alias unjuk gigi. Dan berhasil membobol benteng pertahanan KPK sekaligus mempermalukan/menurunkan citra dan kredibilitas lembaga KPK yang selama ini dianggap paling solid dan menakutkan para pejabat sampai Intisari anggota dewan, setelah aparat penegak hukum, seperti polisi dan jaksa dianggap gagal melawan para koruptor. Masyarakat harus ikut Memang upaya yang dilakukan para mengawal jalannya si- koruptor melawan kinerja KPK tak pernah baik di pusat maupun di daerahdang di pengadilan agar berhenti, daerah. Kalau di pusat para koruptor agak vonis aneh tidak terulang sulit mengkriminalisasi KPK karena dukungan masyarakat demikian tinggi, tidak demikian halnya di daerah-daerah. Banyak terdakwa kasus korupsi yang bebas dan itu jelas menginjak-injak wibawa hukum dan hati nurani rakyat, seakan mereka bisa mengatur dan membeli hukum sehingga tidak bisa dipenjarakan. Sejumlah pejabat di daerah malah menganggap hukum di daerah bisa diatur sehingga tidak perlu takut. Dan mereka baru angkat tangan, pasrah, jika kasus korupsinya sudah diambil alih KPK. Memang kekuatan KPK demikian besar dan menakutkan para koruptor sehingga bisa saja KPK mengambil alih kasus hukum yang sedang ditangani polisi dan jaksa di daerah-daerah. Namun jumlah personal KPK sangat terbatas, sementara kasus korupsi semakin banyak bermunculan, menggurita di daerahdaerah, sehingga KPK mau tidak mau harus melebarkan sayap dengan membuka cabang pengadilan Tipikor di sejumlah daerah. Tercatat, pengadilan tindak pidana korupsi baru dibuka di sejumlah daerah atau kota besar, seperti Bandung mulai beroperasi sejak Januari 2011. Begitu pula di Medan, Surabaya, dan Surabaya rata-rata baru setahun beroperasi. Jumlah hakimnya pun terbatas. Kita berharap walau sedikit tapi berkualitas. Sayang harapan masyarakat itu tidak terbukti. Kalau melihat kualitas hakim yang membebaskan Mochtar kita patut mempertanyakan kesungguhan dan komitmen mereka dalam upaya pemberantasan korupsi. Masalahnya, kerja keras jaksa dinilai sudah maksimal, dan bisa menghadirkan saksi-saksi terkait dengan tuntutan, serta menyita uang Rp200 juta sebagai barang bukti. Namun semua itu belum cukup di mata hakim Tipikor Bandung. Sehingga rekrutmen hakim Tipikor di daerah khususnya harus lebih ketat lagi, jangan sampai hakim bermasalah menjadi hakimTipikor sehingga memunculkan vonis neh yang menyakitkan hati mayarakat. Jaksa pun demikian, harus mengerti membuat dakwaan berlapis, tuntutan dll. Tegasnya, kualitas hakim dan jaksa yang bakal memeriksa perkara korupsi harus semakin ditingkatkan. Hemat kita, kasus putusan mengejutkan koruptor di Bandung perlu mendapat perhatian dari Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Jika terdapat kesalahan dalam tata tertib mengambil keputusan, etikanya, apalagi berbau sogokan, para hakim yang nakal perlu mendapat sanksi berat, dipecat dan dihukum penjara sehingga menimbulkan efek jera bagi hakim nakal lainnya. Shock teraphy perlu dilakukan agar hakim tidak seenaknya mengabaikan temuan polisi dan jaksa karena putusan hakim selalu dinyatakan mutlak, tidak bisa diganggu gugat. Yang pasti, kita tidak berharap kasus Mochtar merusak citra KPK di pusat dan pengadilan Tipikor di daerah. Semakin sering vonis aneh membebaskan para koruptor tanpa memberi alasan yang logis membuat upaya pemberantasan koruptor semakin sulit dan bisa gagal. Stop vonis yang memenangkan koruptor, jangan sampai kasus Mochtar menjadi preseden buruk bagi dunia pengadilan kita, khususnya kasus korupsi.+

APA KOMENTAR ANDA SMS 08974718101

Faks 061 4510025

Email komentar@waspada.co.id

+6285658002937 Sebaiknya atau akan lebih terkenal apabila dr, Arifin S.Siregar Spesialis Kulit dan Kelamin, mengembangkan dan menyebarluaskan bidang study mengenai kulit dan kelamin, agar wajah dan kulit anak bangsa Indonesia mulus dan cerah ceria indah dipandang sekaligus dapat menggeser posisi Mak Erot menangani masalah kelamin. Biarkan masalah Agama Islam diurus orang-orang yang ahli tentang agama Islam agar segala sesuatunya berjalan diatas jalurnya masing-masing atau tidak amburadul. Barangkali kita harus selalu saling mengingatkan apapun fungsi dan kegiatan kita, tentang Hadist Rasulullah Muhammad SAW, Bahwa, Apabila mengurusi sesuatu tidak ahli dalam bidangnya, maka tunggulah kehancurannya. Maka agar NKRI ini dan seluruh anak Bangsa Indonesia hidup harmonis, adil dan sejahtera, serahkan tugas kepada yang ahli dibidangnya masingmasing atau tidak saling menyalahkan atau merasa benar sendiri atau paling hebat. +6285371087167 Sudah sepantasnya dr. Arifin Sakti diangkat jadi guru besar dan dosen di Universitas Keagamaan, untuk memberi pencerahan bagi mahasiswa agar terhindar dari bid’ah. +6281396785488 Kepada yth Bapak Bupati Langkat, ketua DPRD Langkat dan dinas instansi terkait.mohon kontrol pembangunan pengaspalan jalan Binjai -Telagah, agar cara pengerjaannya tidak asal asalan dan tidak sesuai tender yg di tetapkan. Buat harian waspada tetaplah suarakan hati nurani rakyat. +6281362402708 Assalamu’alaikum.Wr.Wb Sudah berpuluh tahun keberadaan satu-satunya jalan Tol di Sumatera yaitu Tol Belawan - Tanjung Morawa, baru sekarang pintu gerbang keluar masuk Tol di Tj.Morawa dilebarkan, mohon Gubsu/Pemprovsu utk segera melebarkan Gerbang Perbatasan masuk kota Medan yg berbatasan dgn T.Morawa, karena jalannya mengecil & sangat membahayakan semua pengendara kendaraan, baik yang datang dari arah Medan maupun dari Tj.Morawa, jangan tunggu ada korban Wassalam. +6281362022227 Syukuri apa adanya.. Hidup adalah anugerah. +6283199572197 Tidak memaksakan kehendak . Sungguh tidak thoyib ! Memak a orang supaya percaya , tetapi Bukti- saksi dan Bukti-barang , sangat nyata ada ! Melotot Mata Kiroman wa Katibin Al Malak memandangnya dan perkara ini sebagai balasan erhadap Perkara Kedurhakaannya to his Uncle ; GusDur . He is Muhaimin Iskandar. +6287749213064 Menurut pengamat masarakat, korban ledakan galon Rantau Prapat, terhadap korban pemerintah setempat seakan tutup mata, kami berharap kepada bapak bupati yg terhormat, kami manusia pak bukan kambing.

WASPADA Kamis 13 Oktober 2011

Indeks Pelayanan Publik & Mental Birokrasi Oleh Farid Wajdi Indeks pelayanan publik kota Medan di bawah kelas kota Bandar Lampung dan Jayapura tentu cukup memalukan atau bahkan memilukan.

P

ublikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktur Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan Ombudsman RI—dengan kesimpulan Indeks Pelayanan Publik di Sumut terus mengalami penurunan sejak dua tahun terakhir. Bahkan khusus Kota Medan komitmen dan pengawasan pejabatnya sangat rendah untuk memperbaiki pelayanan publik. Penurunan ini disebabkan dua faktor utama, yakni rendahnya komitmen pejabat dan minimnya pengawasan di lapangan. Indikator KPK adalah evaluasi supervisi pelayanan publik yang diselenggarakan KPK di Medan, indeks pelayanan publiknya masih berada di atas angka 5. Saat ini indeks yang mencerminkan integritas layanan publik di kota Medan hanya 3,66. Posisi ini bahkan lebih rendah jika dibandingkan dengan kota Bandar Lampung dan Jayapura dengan masing-masing indeks lima dan empat. Dimaksudkan dengan pelayanan publik adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik—yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan BUMN/BUMD—dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan (wikipedia.og). Lalu, menurut Ade Hermawan disebut pelayanan publik yang tidak memuaskan apabila dalam berurusan dengan birokrasi—masyarakat sebagai pihak yang dilayani merasakan berhubungan dengan birokrasi berarti berhubungan dengan prosedur berbelit dan makan waktu. Maksudnya adalah untuk mendapatkan pelayanan dari birokrasi mereka harus menjalani tahap begitu panjang dan membingungkan. Sehingga setiap urusan yang seharusnya diselesaikan dalam satu hari molor menjadi beberapa hari (www.stiabinabanua.ac.id/). Kembali pada survei KPK, pencapaian pelayanan publik kota Medan sudah sempat membaik di tahun 2009. Tetapi kemudian semakin turun hingga kondisinya sangat memprihatinkan seperti saat ini. Paparan KPK menun-

jukkan temuan terbanyak masalah pelayanan publik tersebut ada di dinas kependudukan dan catatan sipil. Kemudian pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), proses uji KIR di Dinas Perhubungan dan sejumlah proses administrasi keimigrasian. Mengusik kesadaran Terlepas dari polemik temuan KPK dan Ombudsman RI tentang rendahnya indeks integritas moral pelayanan publik kota Medan, paparan itu sangat mengusik kesadaran kolektif warga. Walikota Medan dan jajarannya harus menggunakan indeks rapor merah itu sebagai pintu masuk untuk terus mendorong reformasi birokrasi yang lebih terukur dan baik. Tidak sekadar reformasi basa basi, apalagi sekadar wacana pemanis bibir belaka. Nomor urut kota Medan di bawah kelaskota Bandar Lampung dan Jayapura tentu cukup memalukan atau bahkan memilukan. Konteks reformasi birokrasi Medan sebagai kota Metropolitan di posisi urutanklasemenbawahitujelas‘tamparan keras’. Medan harus segera berbenah dan taktidakperlumembuatberagamapologi. Kalau kesehatan indeks pelayanan publik terus melorot pertanda reformasi birokrasi mengalami stagnasi bahkan berada dijurang kegagalan. Upaya meningkatkan pelayanan publik, seperti membangun ruang tunggu yang bagus dan memasang kamera pengintai (CCTV) cuma alat bantu belaka. Memang pengadaan sarana dan prasarana yang memadai dapat mengurangi potensi penyelewengan pelayanan publik, seperti pungutan liar dan pencaloan. Tetapi itu saja tidak cukup. Karena lebih jauh dari itu adalah soal reformasi mental penyelenggara pelayanan. Mengubah mental minta dilayani dan harus menjadi pelayan atau abdi, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Mental itu sudah sangat terlalu jauh ditinggalkan. Budaya ada uang semua urusan beres, telah menyandera dan melilit birokrasi publik. Selama ini tak dapat dipungkiri bahwa sejak mulai manusia Indonesia dilahirkan di muka bumi sampai dengan perjalanannya ke liang kubur sarat dengan perlakuan koruptif. Suasana seperti

ini tercipta akibat kultur birokrasi bermental feodal (warisan kolonial). Aparat birokrasi lebih sibuk melayani penguasa ketimbang melayani masyarakat umum yang berhak mendapatkan pelayanan bukan malah melayani aparat. Tidak ada pilihan lain, walikota dan segenap jajarannya harus berani memakai ‘jurus mabuk’ dan siap untuk tidak populer dalam mengembalikan reformasi birokrasi itu kembali ke relnya. Tradisi setoran harus dihilangkan. Standar pelayanan harus lebih dimaksimalkan dan sikap terbuka dalam setiap lini birokrasi merupakan pintu masuk guna memulihkan indeks pelayanan yang sakit itu. Pelayanan birokrasi yang cenderung sakit karena berbelit-belit dan makan waktu dapat disebabkan ciri berikut. Pelayanan kurang adil, aparatur birokrasi tidak menyadari fungsinya, sikap aparatur yang beranggapan bekerja dengan rajin atau tidak toh mereka tetap mendapatkan gaji sama setiap bulannya, atau sebab lainnya adalah buruknya tata kerja

dalam birokrasi dan sikap birokrasi yang terlalu berorientasi dikenal pada pertanggungjawaban formal (Ade Hermawan melalaui www.stiabinabanua. ac.id/). Dalam bingkai reformasi birokrasi harus dipahamkan pemberian pelayanan umum oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat adalah perwujudan dari fungsi aparat negara. Hal itu dilaku-kan agar terciptanya suatu keseragaman pola dan langkah pelayanan umum oleh aparatur pemerintah perlu adanya suatu landasan yang bersifat umum dalam bentuk pedoman tata laksana pelayanan umum. Pedoman ini merupakan penjabaran dari hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam prosedur operasionalisasi pelayanan umum yang diberikan oleh instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah secara terbuka dan transparan. Penulis Dekan FH UMSU, Direktur LAPK.

Kelas Sosial Dan Korupsi Pada Kekuasaan Oleh M.Arif Efendi Hasibuan, S.Sos.I, M.A Persinggungan jabatan dengan korupsi dijelaskan Robert Klitgaard (2002) bahwa potensi korupsi memang melekat erat dalam kekuasaan.Seiring hal itu LordActon menyebut pada kekuasaan cenderung ada korupsi.

P

erubahan sosial yang melibatkan tatanan sosial dan nilai budaya telah mengubah gambaran masyarakat tradisional menjadi masyarakat kolonial yang di-gambarkan Boeke sebagai dual societies. Tatanan kultural masyarakat menjadi dualisme yang masing-masing mem-punyai kejiwaan, organisasi dan tekno-logi tersendiri. Masyarakat menjadi semakin komunal, subordinasi ekonomi kepada agama, dan dominasi dari ber-bagai kepentingan sosial. Banyak literatur di dunia akademik telah menjelaskan korupsi erat berkait dengan kekuasaan atau tepatnya kekuasaan yang diselewengkan. Relasi-relasi dalam kekuasaan rentan diselewengkan manakala tidak ada kontrol yang melekat. Lord Acton mengemukakan adagium sangat terkemuka dalam kekuasaan cenderung korup. Jika semula kekuasaan ditafsirkan hanya kalangan elit politik saja tetapi kian didasarkan bahwa hampir semua lini kehidupan terjamah korupsi. Memang budaya Indonesia khususnya telah menjadi pecahan dari kepingan korupsi yang sangat halus bahkan kadang tidak terasa sebagai korupsi. Istilahnyapun sangat sopan seperti uang administrasi, tanda terima kasih, uang lelah, bahkan dengan lantang terlihat di lingkungan kita hubungan kekerabatan menjadi suatu jalan tol dalam mencapai kekuasaan. Penggunaan istilah makin diperluas tidak hanya menjadikan budaya yang biasa di masyarakat tetapi dalam masyarakat sendiri muncul perasaan tidak enak dan keharusan menyuap, menyogok, sekalipun itu penyelewengan. Badan-badan pelayanan masyarakat yang seharusnya melakukan tugasnya dengan jujur, justru banyak terdapat aparat yang menempatkan kekuasaannya sebagai alat memeras masyarakat yang ingin mendapat pelayanan yang baik dan mudah. Dari hal itu kemudian berkembang hubungan simbiosa mutualisme yang saling menguntungkan. Aparat membutuhkan uang, sementara masyarakat membutuhkan pelayanan serta cepat, kendati harus mengeluarkan sejumlah uang untuk urusan yang dibutuhkan. Memang dalam jangka pendek dan dalam skala terbatas hal ini masih bisa ditoleransi, namun dalam jangka panjang tindakan itu merusak mental aparat dan juga mental rakyat. Kemunculan penyelewengan kekuasaan ini dapat mengakibatkan sukarnya membedakan mana masyarakat

kelas kaya dan mana masyarakat kelas miskin. Kebanyakan kasus korupsi di Indonesia terjadi karena adanya saling kebergantungan dan kondisi sukar hanya dapat dipecahkan jika ada uang. Tanpa uang segala sesuatunya menjadi macat, tidak lancar dan berbelit-belit. Ibarat virus, sel-sel korupsi akan merasuki sendi-sendi kehidupan manusia. Anak yang dibesarkan dalam lingkungan korupsi tidak pernah merasakan bagaimana pahit getirnya hidup susah, menderita, serba kekurangan. Tahunya beres untuk segala urusan, mental lembek dan tidak ada semangat perjuangan. Implikasinya dalam berbagai pelayanan hanya akan lancar ketika tersedia dana dalam jumlah memadai. Maka dana tak terduga yang mestinya abnormal dalam pembukuan akuntansi menjadi biasa dikerjakan karena praktik kotor semacam itu. Begitu cerdasnya aparat pemerintah di masa lalu dalam mengemas dan menyosialisasikan korupsi dengan bahasa yang cerdas pula—menyebabkan masyarakat sering bertanya jumlah biaya administrasinya—ketika berhubungan dengan aparat pemerintah. Begitu parahnya korupsi yang melanda masyarakat kita sampai kita sendiri kebingungan tidak tahu harus memulai dari mana melakukan pemberantasan. Jika korupsi bukanlah sebagai ancaman yang mesti ditakutkan, malahan dalam beberapa hal menjadi gerakan efektif. Jika ada kemauan kuat dari pemerintah dan parlemen pun kemudian tidak akan berdaya guna mengingat sebagian besar birokrat pemerintah dan parlemen sekarang melakukan hal sama. Persinggungan jabatan dengan korupsi dijelaskan Robert Klitgaard (2002) bahwa potensi korupsi memang melekat erat dalam kekuasaan. Seiring hal itu Lord Acton menyebut pada kekuasaan cenderung ada korupsi. Ciri khas kekuasaan dapat diselewengkan. Pertama, kekuasaan yang terpusat atau sentralistis. Kekuasaan yang hanya berada dalam satu tangan, tidak tersedia kontrol memadai cenderung disalahgunakan. Referensi kekuasaan terpusat yang disalahgunakan dapat diambil pada masa orde baru ketika dengan kekuasaan yang memusat kontrol dari rakyat bahwa wakil rakyat cenderung dikebiri. Dalam kekuasaan memusat ada kecenderungan pengambilan keputusan secara memusat dan tidak bisa diketahui orang lain. Karena pada saat yang sama suara masyarakat yang berbeda,

apalagi bermusuhan atau berseberangan pendapat akan dianggap musuh yang mesti disingkirkan. Demi kemasan stabilitas bersama, kecenderungan yang nampak membabat suara-suara kritis masyarakat. Banyak kasus yang telah tayang di hadapan kita, salah satu contoh yang masih terngiang di telinga kasus Gayus Tambunan (pelaku korupsi miliaran rupiah) yang sampai saat ini belum terselesaikan pengungkapannya. Kasus-kasus korupsi baik skala besar maupun kecil telah berkelit kelindan di tengah kehidupan kita. Realitanya hampir semua kasus korupsi sengaja dihilangkan dengan berbagai trik terpaksa ditempuh penguasa dengan maksud membungkam suara-suara kritis rakyat.Walaupun dengan secara tidak sadar bahwa semakin rakyat ditekan makin mereka resisten dan ingin tahu kejadian sesungguhnya. Media massa dibungkam agar menyuarakan dan memberitakan kebaikan para pejabat, negara dan elit politik dan bahkan diberangus tatkala sudah mengancam status qou yang berjalan. Dengan berbagai argumen seperti menjaga nama baik dimata internasional, juga menjaga nama baik di mata rakyatnya dalam melanggengkan status sebagai penguasa. Jika di era otonomi daerah ini korupsi makin terdesentralisasi seperti banyak disinyalir malahan mengotori parlemen tidak lain dan tidak bukan terjadi kesalahan menafsirkan UU No.22 dan 25 tahun 1999 bahwa lembaga parlemen menjadi lembaga superior yang anti kontrol, anti kritik serta boleh melakukan apa saja yang dalam pandangannya dianggap baik. Kedua, lembeknya mental menghadapi bujuk rayu korupsi. Pernah suatu ketika sebuah koran lokal di Semarang menulis mengenai 9 hal yang tidak disukai rakyat terhadap pejabat pemerintah, antara lain KKN. Perilaku KKN pada kenyataan menempati ranking pertama mengapa mereka tidak suka dengan pejabar pemerintah. Selanjutnya ketidakdisiplinan, memperjuangkan kepentingan sendiri, tidak setia janji, mempermudah segala urusan dengan uang, rekrutmen karyawan baru selalu mempergunakan koneksi, selingkuh, mengisap obat-obatan terlarang dan semaunya sendiri dan tidak mengikuti kehendak pimpinan. Ketiga, kemiskinan yang dialami sebagian besar masyarakat mendorong orang yang mencari cara termudah, tercepat melakukan korupsi. Jabatan sebagai pejabat pemerintah maupun anggota parlemen dianggapnya jabatan karier untuk memperkaya diri. Jika hal itu dilacak ke belakang yang salah bukan anggota parlemen atau pejabat yang bersangkutan tetapi sistemnya. Menempatkan perilaku korup sebagai perilaku amoral tetapi pada kenyataan untuk menjadi lurah, camat, bupati, tentara, polisi, PNS dan anggota parlemen mesti menyediakan sejumlah besar uang,

hampir tidak ada artinya melakukan pemberantasan korupsi. Selama pemerintahan tidak kuat, dipenuhi dengan praktik kompromi, hubungan pertalian darah, segala urusan UUD (Ujung Ujungnya Duit), ada perkara KUHP (Kasih Uang Habis Perkara) dan lain sebagainya persoalan korupsi tidak akan pernah terselesaikan. Rumitnya kasus korupsi yang telah bersejarah di negeri ini sudah membuat bangsa berkepulauan ini tidak akan bersinar. Dari luar kita digerogoti oleh terorisme, gerakan separatis, globalisasi sementara dari dalam sendiri korupsi yang makin tidak terkendali membuat negara tidak berwibawa. Ada banyak tawaran penyelesaian ditawarkan berbagai cendekiawan dan para pemikir di negeri ini. Dalam kesempatan kali ini tiga hal mendasar, Pertama, benahi sistem pemerintahan yang membuka peluang terjadinya korupsi. Kedua, ciptakan sistem hukum dan menempatkannya sebagai panglima dalam penyelesaian problem bangsa. Ketiga, pemerintah yang kuat yang mampu bertahan dalam segal keadaan. Wallohu’alambisshowab... Penulis adalah Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Barumun Raya (StaiBR) Padang Lawas.

Pengumuman Redaksi menerima kiriman karya tulis berupa artikel/opini, surat pembaca. Kirim ke alamat redaksi dengan tujuan ‘Redaktur Opini Waspada’ dengan disertai CD atau melalui email: opiniwaspada@yahoo. com. Panjang artikel 5.000-10.000 karakter dengan dilengkapi biodata penulis dan kartu pengenal (KTP). Naskah yang dikirim adalah karya orisinil, belum/tidak diterbitkan di Media manapun.Tulisan menjadi milik Waspada dan isi tulisan menjadi tanggungjawab penulis.

SUDUT BATUAH * Pengaduan wanita hamil ‘dibola-bola’ - Sungguh teganya...teganya! * Tol Kualanamu-T.Tinggi ditawarkan ke Hungaria - Jauh sekali sampai Hungaria * Pengadilan Tipikor vonis bebas Wali Kota Bekasi - Tak perlu dapat remisi, he...he...he

oel

D Wak


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.