Waspada, Jumat 5 Maret 2010

Page 25

Opini

C6

WASPADA Jumat 5 Maret 2010

KegagalanPengurusanNegara Oleh Fajar As Kegagalan serius itu sangat terlihat dari krisis listrik yang sedang terjadi, banyaknya jumlah anak terlantar dan orang miskin

S TAJUK RENCANA

Dampak Demokrat Kalah

P

ansus Bank Century berakhir sudah dengan kekalahan di kubu Partai Demokratdenganskor:325suaramenyatakanprosesdanprosedur‘’bailout’’ bermasalah dan hanya 212 suara yang menyatakan tidak bermasalah. Alot perjalanan menuju pemungutan suara berlangsung kemarin malam setelah kubu Demokrat masih berupaya mengulur waktu dan bergerilya politik dengan lobi-lobi menjelang ‘’deadline’’ namun hasilnya tetap tidak mampu memecah suara fraksi yang menentang. Upaya Demokrat memengaruhi fraksi Golkar, PKS, dan PPP memang sudah optimal, namun nasib berkata lain sehingga ketiga partai itu tidak terpengaruhi dengan berbagai tekanan dan iming-iming politik sehingga senang atau tidak senang harus mengakui kekalahannya. Apakah ada dampak yang timbul dari sikap masing-masing fraksi yang menjatuhkan pilihan opsi A dan C? Hemat kita pasti ada, namun karena waktu Pemilu masih sangat jauh (2014) kekhawatiran itu akan dilupakan rakyat sejalan dengan bergulirnya waktu. Masalahnya, konstituen Demokrat maupun PKB dan PAN tidak semua setuju dengan kebijakan ‘’bailout’’, begitu pula sebaliknya bagi fraksi memilih opsi C. Pasca sidang paripurna Century suasana politik diperkirakan tetap hangat karena Demokrat pasti tidak tinggal diam melihat runtuhnya bangunan koalisi yang mereka buat pasca kemenangan Pilpres, khususnya pada Partai Golkar, PPP, dan PKS. Ketiga partaiiniterang-teranganmembelotdarikoalisipemerintahsehinggabesarkemungkinan menteri dari PPP, Golkar, dan PKS bakal dicopot dari jabatannya. Desakan ke arah itu sudah muncul dari internal Demokrat. Apalagi dalam pertemuan dengan Presiden SBY sehari sebelum paripurna berlangsung Menkominfo Tifatul Sembiring sudah tidak diundang. Begitu pula menteri dari Golkar. Yang hadir hanya Menakertrans Muhaimin Iskandar yang juga ketua umum DPP PKB dan Menag Suryadharma Ali (ketua umum DPP PPP). Melihat hasil paripurna yang berlangsung hingar bingar, posisi Muhaimin di kaIntisari binet pasti aman karena hanya satu suara PKB yang lari (Lily Wahid), sementara PPP Melakukan ’’reshuf- seluruhnya membelot memilih opsi C (bailout salah) setelah upaya PPP menyatukan fle’’ bahaya, tak di’’re- opsi A dan C mengalami kegagalan. Seshuffle’’ menjadi ‘’duri hingga posisi Suryadharma Ali di kabinet menjadi riskan. Tidak enak hati dengan dalam daging’’. Presiden SBY. Padahal, Suryadharma Ali diberitakan sudah memerintahkan anak buahnya di DPR untuk memilih opsi A, sayangnya perintah sang ketua umum tidak disahuti anak buahnya di legislatif. Sama halnya dengan PAN, harapan mantan ketua umum DPP PAN Amien Rais kandas. Amien pun merasa dilecehkan karena anak-anak asuhannya tidak lagi mendengar titahnya. Rupanya suara ketua umum DPP PAN Hatta Radjasa yang menjadi orang dekat Presiden SBY lebih didengar oleh anggota fraksinya sehingga dari 40 anggotanya yang hadir dalam paripurna 39 di antaranya memilih opsi A (bailout sah). Amien sendiri tegas menyatakan bailout Century sama dengan ‘’perampokan uang rakyat’’. Efek dari sikap fraksi PAN yang diperlihatkan di paripurna DPR jelas mempermalukan dan menginjak-injak nama besar Amien Rais sang deklarator PAN sehingga sangat wajar kalau tokoh reformasi itu menyatakan segera mundur dari PAN karena sangat kecewa dengan sikap PAN yang sudah menjadi ‘’antekanteknya’’ pemerintah, tidak lagi sebagai partai reformis sebagaimana cita-cita PAN semula. Suara PAN pun akan anjlok pada Pemilu mendatang jika Amien benar-benar patah arang dengan PAN dengan memutuskan hubungan dengan partainya. Meskipun banyak pihak yang meragukan Amien akan kembali membesarkan Muhammadiyah namun semuanya itu bisa jadi hanya melepaskan rasa kecewa, atau sebagai pelarian saja. Hemat kita, Presiden SBY pasti mempertimbangkan secara matang untungrugi memecat menteri dari PPP, PKS dan Golkar. Sebab, hal itu bisa memperburuk hubungan pemerintah dengan DPR dan makin menyulitkan posisinya menjalankan roda pemerintahan secara nasional. Berbagai program pemerintah bisa terganjal atau tersendat jika hubungannya dengan DPR bermasalah. Oleh karena itu, desakan untuk melakukan ‘’reshuffle’’ menjadi pertimbangan sulit buat SBY yang dikenal lambat dalam bertindak maupun membuat keputusan itu. Lebih ‘’elegant’’ kalau sang menteri yang fraksinya membelot (ke luar dari koalisi) ikut mengundurkan diri sehingga hubungan presiden dengan para pembantunya tetap baik, tidak ada ganjalan seperti ‘’duri dalam daging’’. Tak pelak lagi pasca paripurna Century PR berat menanti Presiden SBY dan Demokrat. Apalagi desakan mundur atau nonaktif sudah bergulir ditujukan kepada Boediono dan Sri Mulyani. Bisa saja Presiden tetap mempertahankan orangorangnya, namun desakan dari berbagai elemen masyarakat yang tergabung dalam ‘’pressure group’’ dipastikan akan mengalir deras dari hari ke hari karena cap bersalah hasil Pansus, ditambah lagi kalau KPK segera turun tangan memanggil mereka yang namanya disebut untuk diperiksa.+

Hubungi kami KANTOR PUSAT Jalan Letjen Suprapto/Brigjen Katamso No. 1 Medan 20151 Tel: (061) 4150858, Faks Redaksi: (061) 4510025, Faks Tata Usaha: (061) 4531010. E-mail Redaksi: redaksiwaspada@gmail.com KANTOR PERWAKILAN � Bumi Warta Jaya Jalan Kebon Sirih Timur Dalam No. 3 Jakarta 10340 Tel: (021) 31922216, Faks: (021) 3140817. � Jalan Ratu Syafiatuddin No. 21 C Banda Aceh 23122 Tel & Faks: (0651) 22385 � Jalan Iskandar Muda No. 65 Lhokseumawe Tel: (0645) 42109 � Jalan Sutami No. 30 Kisaran. Tel: (0623) 41412

Penerbit: PT Penerbitan Harian Waspada Komisaris Utama: Tribuana Said Direktur Utama: dr. Hj. Rayati Syafrin, MBA, MM SIUPP: 065/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/198 tanggal 25 Februari 1988 Anggota SPS No. 13/1947/02/A/2002 Percetakan: PT Prakarsa Abadi Press Jalan Letjen Suprapto/Brigjen Katamso No. 1 Medan 20151 Tel: (061) 6612681 Isi di luar tanggung jawab percetakan Harga iklan per mm kolom: BW Rp. 11.000,FC Rp. 30.000,Halaman depan BW Rp. 33.000,Halaman depan FC Rp. 90.000,Ukuran kolom: 40,5 mm

ebelum kita sampai ke pokok pembahasan ini, perlu dipahami bahwa fungsi negara terutama di negara-negara demokratis adalah untuk mengurus negara, bangsa, dan segenap kawasan negara itu. Terutama sekali untuk menciptakan dengan pasti kenyamanan setiap warga negara. Kenyamanan inilah yang disebut kesejahteraan umum, kecerdasan kehidupan bangsa, dan kemakmuran yang merata sebagaimana diperintahkan Pembukaan UUD-NKRI. Bahwa yang memegang tanggung jawab sentral mengurus negara, adalah Presiden. Oleh karena itu siapapun Presiden absolut harus mampu menciptakan kenyamanan hidup setiap warga negara. Kenyamanan hidup dimaksud harus berhasil dengan nyata yang berkembang maju dari satu hari ke hari berikutnya, dan dapat dirasakan dengan langsung oleh setiap warga negara. Dirasakan dengan langsung oleh setiap warga negara, dan mutlak bukan hanya retorika dan rakayasa pertumbuhan ekonomi yang semata berbasis makro ekonomi yang diajarkan oleh para pemikir dan perancang konsep ekonomi neo liberal. Salah satu malapetaka besar dari konsep makro ekonomi yang diajarkan oleh perancang konsep neo liberal adalah terciptanya jurang kesenjangan kemakmuran. Sebagian warga negara berhasil membangun kekayaan yang berlimpah, dan pada saat yang sama sebagian lain warga negara hidup penuh ketidakpastian, terancam kemiskinan, miskin, fakir miskin, terlantar, kekurangan gizi, kelaparan, dan sekarat. Lingkaran kegagalan Harus dikemukakan dengan jujur, bahwa perjalanan pengurus negara Indonesia sejak merdeka adalah lingkaran kegagalan atau yang bergerak dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya. Pasca Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memang tidak memiliki peluang menciptakan kenyamanan setiap warga negara, karena dari tahun 1945 sampai 1949 berada dalam keadaan darurat dalam bentuk perang kemerdekaan. Pasca pengakuan kedaulatan bangsa Indonesia tanggal 27 Desember 1949 terutama setelah bubarnya Republik Indonesia Serikat dan berdirinya kembali NKRI, Presiden NKRI telah dalam kekuatan dan peluang

untuk menciptakan kenyamanan hidup setiap warga NKRI. Kenyataannya Presiden Sukarno gagal total menciptakan kesejahteraan umum, kecerdasan kehidupan bangsa, kemakmuran yang merata, dan kenyamanan hidup setiap warga negara. Presiden Sukarno memang berhasil menciptakan caucus dan kesatupadauan bagian terbesar negara-negara yang baru merdeka, akan tetapi kebijaksanaan ini menelan ongkos yang mahabesar yang langsung maupun tidak langsung telah sangat menyulitkan kehidupan bagian terbesar warga NKRI. Perekonomian terserang bottle neck dan keruntuhan di mana inflasi pernah mencapai 400%. Bagian terbesar warga NKRI harus antri untuk mendapatkan gula pasir, minyak tanah, dan bahan pokok lainnya. Dalam keadaan yang terpuruk tersebut maka akan sangat sulitlah bagi Sukarno untuk mampu bertahan, dan Sukarno runtuh dengan mengenaskan. Pengurusan negara diambilalih oleh Soeharto dan bangsa Indonesia diurus dengan caracara diktator dan totaliter. Warga NKRI diurus dengan cara-cara penuh kekerasan yang diwarnai penculikan, penghilangan warga dengan cara paksa, penahanan, penghukuman, dan pembunuhan di luar pengadilan. Sumber-sumber minyak dan gas bumi serta sumber emas (disebut tembaga) diserahkan kepada perusahaan raksasa Amerika Serikat yang dikendalikan tokoh-tokoh Yahudi. Hutan tropis basah hujan dan hutan mangrove dihancurkan secara sistematis. Industri yang merajalela adalah industri yang direkayasa dan digelembungkan negara dan tidak memiliki kekuatan kapital memadai. Pada masa inilah mulai terbangun konsep makro ekonomi neoklasik yang dirancang para pemikir neo liberalism yang berpusat di Amerika Serikat. Pertumbuhan ekonomi yang direkayasa

sangat tinggi dalam kenyataannya tidak berhasil menciptakan kenyamanan hidup setiap warga negara. Justru yang terjadi adalah melebarnya jurang kehidupan antara sekelompok sangat kecil warga NKRI yang berhasil menjadi kaya dengan cara-cara yang cacat dengan bagian terbanyak warga NKRI yang hidup terancam dan dilanda kemiskinan. Sebagaimana Sukarno, Soeharto runtuh berantakan dan kebijaksanaannya memicu klimaks krisis ekonomi Indonesia. Pasca keruntuhan Soeharto maka muncullah kepengurusan B.J. Habibie, K.H. AbdurrahmanWahid, dan Megawati Soekarnoputri. Kepengurusan bangsa Indonesia beralih ke demokrasi yang dirancang memberi kenikmatan hidup kepada setiap warga NKRI. Akan tetapi betapa mengecewakannya proses demokrasi ini karena yang berlangsung adalah demokrasi politik praktis yang berjalan berlawanan dengan demokrasi ekonomi. B.J. Habibie, K.H. AbdurrahmanWahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono sedikitpun tidak merubah paradigma pembangunan ekonomi Soeharto malahan bergerak memperkuatnya. Kaum elit puncak yang dibentuk Soeharto dan para elit yang timbul pasca keruntuhan Soeharto ternyata bermain memanfaatkan demokrasi politik praktis dengan semata mengendalikan kekuatan uang. Yang terjadi adalah pertarungan merebut kekuasaan politik dengan melakukan tindakan negatif dan sistematik terhadap bagian terbanyak warga NKRI. Lingkaran kegagalan pengurusan negara terlihat semakin serius. Sangat serius Kegagalan pengurusan negara yang semakin serius adalah pertama, krisis pemadaman listrik yang telah melanda seluruh wilayah NKRI. Aliran listrik adalah infrastruktur yang paling strategis dari satu negara. Segenap industri, pergerakan perdagangan, pendidikan, dan rumah tangga warga negara terikat energi listrik. Pemadaman listrik bila berlangsung maka kehidupan bangsa akan menjadi lumpuh. Dan oleh karena itu pemadaman listrik ini tidak boleh ditangani dengan retorika dan janji-janji kosong.

Presiden NKRI tidak boleh menjadi tidak tahu terutama seluk beluk listrik. Bila memang belum tahu maka absolut harus dibentuk Komite NKRI untuk menghentikan krisis listrik yang langsung dipimpin Presiden. Komite ini mempelajari penyebab krisis listrik, pembangkit listrik yang perlu dibangun dan menyebar di seluruh wilayah NKRI, menghitung biaya yang diperlukan menyeluruh, dan bahan bakar yang dimiliki Indonesia untuk menggerakkan aliran listrik. Siapapun tokoh Presiden NKRI bila tidak berhasil dengan tuntas dan segera menghentikan krisis listrik maka posisi Presiden ini menjadi tidak legal. Kedua, adalah kenyataan semakin membesarnya jumlah anak-anak terlantar. Mereka tumpah di jalan raya mengemis dengan berbagai cara. Anak-anak ini terlihat meningkat jumlahnya dari hari ke hari dan kawasan operasinya se-makin menyebar. Anak-anak terlantar ini juga diwarnai dengan ditempatkan-nya mereka di jermal di laut, di pabrik-pabrik, di perkebunan, dan di pertanian. Pengurusan anak-anak terlantar ini telah menjadi perintah Pasal 34 UUD NKRI, maka Presiden NKRI terikat absolut menciptakan konsep meniadakan terjadinya anak-anak yang terlantar. Bila Presiden belum mampu meniadakan, maka anak-anak yang terlantar harus dipe-lihara negara. Memelihara adalah perbu-atan yang mulia sebagaimana orang tua memelihara anaknya dengan segenap kekuatannya. Sebelum Presiden memberi kemewahan kepada para Menteri, Pejabat Negara, Anggota Legislatif, maka dana yang tersedia harus dirancang dan di-supply untuk memelihara anak-anak terlantar. Ketiga, di berbagai tempat, warga NKRI telah terpaksa memakan nasi aking, dan singkong tanpa lauk-pauk. Para pejabat negara yang menikmati hidup mewah dan berlebihan sungguh tidak bermoral bila tidak menangani malapetaka yang menimpa warga NKRI ini. Sebagaimana terhadap anak-anak yang terlantar, bahwa Presiden harus memberi penanganan tuntas terhadap warga miskin tersebut. Banyak lagi kenyataan kegagalan sangat serius pengurusan negara, antara lain terjadinya banjir aneh berulang-ulang di berbagai kawasan, dan terjadinya longsor yang mengakibatkan meninggalnya warga NKRI. Presiden mutlak harus merubah dan memperbaharui gugus cara berpikir dan gugus cara bekerjanya. Bahwa menghentikan kega-galan penanganan krisis listrik, anak-anak terlantar, fakir miskin, banjir, dan longsor absolut harus menjadi prioritas puncak. Penulis adalah Pengamat Ekonomi – Politik Internasional

Pelajaran Dari Kinerja Pansus

G

Oleh Rahmat Hidayat Nasution

rand final Pansus Angket Bank Century telah usai, dan terpilih opsi C sebagai hasil akhirnya. Artinya, bahwa terdapat penyimpangan dan pelanggaran hukum dalam proses bailout Bank Century yang diakui oleh parlemen secara aklamasi. Selain itu, terpilihnya opsi C juga menjadikan lahirnya harapan baru bahwa parlemen yang kuat akan mampu menepis transaksi politik “dagang sapi”, yang selama ini begitu rentan terjadi dalam perpolitikan Indonesia. Fenomena ini patut menjadi pelajaran penting dan berharga bagi penguasa dan partainya yang selalu berupaya membungkamkan suara kritis wakil rakyat, demi menjaga citra dan keberlangsungan kekuasaan meski tak memihak kepada rakyat. Selain itu, aktivitas yang dilakukan penguasa selama perjalanan Pansus Angket Century juga menjadi pelajaran penting bagi kita selaku khalayak. Bahwa demi kepentingan, penguasa, terkadang, bisa lalai untuk tidak memihak kepada rakyat. Namun dengan mudahnya publik mengakses perjalanan Pansus Angket Century, tekanan dan ancaman reshuffle kabinet terhadap partai-partai koalisi yang kerap didengungkan oleh partai pendukung penguasa demi membungkam suara. Di antara pernyataanya, bahwa parta-partai koalisi sudah saatnya berhenti memerankan politik akrobatik dan sudah waktunya kembali ke pangkuan koalisi. Tentunya, kita dapat menilai adanya pendiktean dalam berpolitik dilakukan oleh partai penguasa terhadap rekan-rekan koalisi. Hal ini menjadi titik terang yang baru bagi publik, mana partai yang tak ‘ciut’ membela kepentingan dan memihak kepada rakyat dan mana partai yang tak sungguh-sungguh atau ‘ciut’ dalam membela dan memihak kepada rakyat. Selain itu, dapat kita saksikan, kala para penguasa tak berhasil melakukan ancaman-ancaman, upaya lobi yang menggiurkan pun dilakuan. Inilah yang, menurut penulis, bagian yang lucu. Awalnya mengancam, tapi bisa berubah

jadi lobi-lobian. Lobinya bernafas akan menjanjikan adanya tambahan kekuasaan, nyatanya tetap tidak bisa dijadikan senjata pamungkas. Untungnya, menurut penulis, Pansus Century menyadari, jika melakukan kesalahan, makian tak layak didengar pun akan dilontarkan publik kepada DPR. Selain itu, mitra partai koalisi pemerintah, barangkali, juga sudah terlebih dahulu sakit hati atas statement maupun ancaman-ancaman yang telah dilontarkan. Tak berhenti sampai di situ. Tak berhasil dengan lobi yang menggiurkan, ada upaya aneh lagi yang kita saksikan kemarin sepanjang perjalanan kinerja Pansus Century. Aktivitas merayu. Rayuan yang dilakonkan juga terkesan membuat kita ‘geli’, karena perannya dilakukan oleh salah satu staf khusus Presiden, Andi Arief. Dari sini, kita temukan bahwa ketika target yang dicapai tak berhasil, maka para elit politik yang kecewa akan melakukan segala hal, meskipun itu telah keluar jalur. Sehingga, pada area inilah publik melihat kualitas DPR yang murni. Pansus benar-benar telah menjadi ujian bagi kualitas DPR. Sekaligus juga membuktikan bahwa “kompromi politik” tak hanya dilakukan di awal-awal saja namun hingga di akhir masa kerja. Sehingga pantas, bila kita sambut usulan Muruarar Sirait, Anggota DPR dari PDIP yang menyambung suara para anggota Pansus Century di akhir sidang paripurna Pansus Bank Century tadi malam. Usulan tersebut bernada, pentingnya membentuk tim pemantau (forensic audit) yang akan memantau tindak lanjut rekomendasi yang telah dihasilkan. Karena usulan itu memang penting diejawantahkan sebagai wujud

konsistensi Pansus. Tentunya, forensic audit, seperti yang pernah didengungkan para anggota Pansus yang waktu itu dilontarkan partai Golkar dalam rapat Pansus, dipilih dari akuntan publik independen yang diharapkan mampu melakukan penelusuran indikasi penyimpangan dana yang dinilai belum sepenuhnya terungkap. Selain itu, tim pemantau juga berperan untuk melakukan recovery aset yang dikorup oleh mantan pemilik dan direksi Bank Century. Selain itu, dari perjalanan panjang Pansus Bank Century ini juga kita memetik pelajaran baru. Tirai pemberantasan korupsi juga mulai terbuka lebar dan terang benderang dengan adanya ‘titipan’ kepentingan politik di balik nama pemberantasan korupsi. Malah ini menjadi pandangan indah, karena begitu intens dan cukup panas. Panas, karena adanya ‘balutan’ keinginan sebagian kelompok agar pengusutan segera dilakukan, bahkan ada nada keinginan untuk selesai sebelum Pansus Century usai bekerja. Padahal, kasus korupsi yang dilakukan sudah lama berjalan, namun anehnya kenapa baru diungkap pasca sedang semangatnya wakil rakyat dari masing-masing partai menjalankan tugasnya mengusut kasus Bank Century? Karena itu, manuver politik yang dilakukan partai penguasa, dapat diklaim, belum berakhir sampai di sini. Karena penguasa sendiri belum‘mengeluh’ kepada publik soal sikap partai koalisi yang tak searah untuk menentukan langkah politik ke depan. Artinya, jika Presiden benar-benar merealisasikan reshuffle, tentunya kita selaku publik akan dapat menilai bahwa SBY benar-benar, tengah dalam kegamangan. Kini, kita hanya tinggal menanti episode ‘skenario’ perjalanan rekomendasi hasil akhir Pansus Century.

Akankah para wakil rakyat terus berjuang untuk tetap mendahulukan kepentingan rakyat, menyelamatkan uang rakyat, bukan memprioritaskan kepentingan kekuasaan atau alasan-alasan yang tidak masuk akal? Publik hanya bisa melihat, menonton dan memantau dari jauh ihwal keseriusan wakil rakyat melakonkan semua itu dan tentunya akan menjadikan penilaian: apakah perjuangan wakil rakyat yang dipilih dan berakhir pada rekomendasi opsi C akan bermuara pada happy ending atau sad ending? Mari kita tunggu dan pantau bersama! Penulis adalah Tenaga Edukatif MTs Muallimin UNIVA Medan dan Pengurus Lembaga Baca Tulis (eLBeTe) SUMUT

Pengumuman Redaksi menerima kiriman karya tulis berupa artikel/opini, surat pembaca. Kirim ke alamat redaksi dengan tujuan ‘Redaktur Opini Waspada’ disertai CD atau melalui email: opiniwaspada@yahoo. com. Panjang artikel 5.000-10.000 karakter dengan dilengkapi biodata penulis dan kartu pengenal (KTP). Naskah yang dikirim menjadi milik Waspada dan isi tulisan menjadi tanggungjawab penulis.

SUDUT BATUAH * Ketua MUI: Politik uang haram - Jadi pilihlah dengan ikhlas * Saatnya Medan dipimpin orang muda - Lebih bagus lagi tua muda, he...he...he * Pembangunan Fly Over Jamin Ginting macet - Dengan kata lain tetaplah macet el

o

D Wak

WASPADA

Dewan Redaksi: H. Prabudi Said, H. Teruna Jasa Said, H. Azwir Thahir, H. Sofyan Harahap, H. Akmal Ali Zaini, H. Muhammad Joni, Edward Thahir, M. Zeini Zen, Hendra DS. Redaktur Berita: H. Akmal Ali Zaini. Redaktur Kota: Edward Thahir. Redaktur Sumatera Utara: M. Zeini Zen. Redaktur Aceh: Rizaldi Anwar. Redaktur Luar Negeri: H. Muhammad Joni. Redaktur Nusantara & Features: Gito Agus Pramono. Plt. Redaktur Opini: Dedi Sahputra. Redaktur Ekonomi: Armin Rahmansyah Nasution. Redaktur Olahraga: Johnny Ramadhan Silalahi. Redaktur Minggu/Humas: Hendra DS, Redaktur Agama: H. Syarifuddin Elhayat. Asisten Redaktur: Rudi Faliskan (Berita) Zulkifli Harahap, Muhammad Thariq (Kota Medan), Feirizal Purba, H. Halim Hasan, Diurna Wantana (Sumatera Utara), T. Donny Paridi (Aceh), Armansyah Thahir (Aceh, Otomotif), Austin Antariksa (Olahraga, Kreasi), Syafriwani Harahap (Luar Negeri, Popular, Pariwisata), Hj. Hoyriah Siregar (Ekonomi), T. Junaidi (Hiburan), Hj. Erma Sujianti Tarigan (Agama), Hj. Neneng Khairiah Zein (Remaja), Anum Purba (Keluarga)), Hj. Ayu Kesumaningtyas (Kesehatan). Sekretaris Redaksi: Hj. Hartati Zein. Iklan: Hj. Hilda Mulina, Rumondang Siagian (Medan), Lulu (Jakarta). Pemasaran: H. Subagio PN (Medan), Zultamsir (Sumut), Aji Wahyudi (NAD). Wartawan Kota Medan (Umum): H. Erwan Effendi, Muhammad Thariq, Zulkifli Harahap, David Swayana, Amir Syarifuddin, Ismanto Ismail, Rudi Arman, Feirizal Purba, Zulkifli Darwis, H. Abdullah Dadeh, H. Suyono, Ayu Kesumaningtyas, M. Ferdinan Sembiring, M. Edison Ginting, Surya Effendi, Anum Purba, Sahrizal, Sulaiman Hamzah, Sugiarto, Hasanul Hidayat, Aidi Yursal, Rustam Effendi. Wartawan Kota Medan (bidang khusus): H. Syahputra MS, Setia Budi Siregar, Austin Antariksa, Dedi Riono (Olahraga), Muhammad Faisal, Hang Tuah Jasa Said (Foto), Armansyah Thahir (Otomotif), Dedi Sahputra (Penugasan Khusus). Dedek Juliadi, Handaya Wirayuga, Hajrul Azhari, Syahrial Siregar, Khairil Umri (Koran Masuk Sekolah/KMS). Wartawan Jakarta: Hermanto, H. Ramadhan Usman, Hasriwal AS, Nurhilal, Edi Supardi Emon, Agus Sumariyadi, Dian W, Aji K. Wartawan Sumatera Utara: H. Riswan Rika, Nazelian Tanjung (Binjai), H.M. Husni Siregar, Hotma Darwis Pasaribu (Deli Serdang), Eddi Gultom (Serdang Bedagai), H. Ibnu Kasir, Abdul Hakim (Stabat), Chairil Rusli, Asri Rais (Pangkalan Brandan), Dickson Pelawi (Berastagi), Muhammad Idris, Abdul Khalik (Tebing Tinggi), Mulia Siregar, Edoard Sinaga (Pematang Siantar), Ali Bey, Hasuna Damanik, Balas Sirait (Simalungun), Helmy Hasibuan, Agus Diansyah Hasibuan, Sahril, Iwan Hasibuan (Batubara), H. Abu Bakar Nasution, Nurkarim Nehe, Bustami Chie Pit (Asahan), Rahmad Fansur Siregar (Tanjung Balai), Indra Muheri Simatupang (Aek Kanopan), H. Nazran Nazier, Armansyah Abdi, Neirul Nizam, Budi Surya Hasibuan (Rantau Prapat), Hasanuddin (Kota Pinang) Edison Samosir (Pangururan), Jimmy Sitinjak (Balige), Natar Manalu (Sidikalang), Arlius Tumanggor (Pakpak Bharat)Parlindungan Hutasoit, Marolop Panggabean (Tarutung), Zulfan Nasution, Alam Satriwal Tanjung (Sibolga/Tapanuli Tengah), H. Syarifuddin Nasution, Mohot Lubis, Sukri Falah Harahap, Balyan Kadir Nasution (Padang Sidimpuan), Idaham Butarbutar (Gunung Tua), Iskandar Hasibuan, Munir Lubis (Panyabungan), Bothaniman Jaya Telaumbanua (Gunung Sitoli). Wartawan Aceh: H. Adnan NS, Aldin Nainggolan, Muhammad Zairin, Munawardi Ismail, Zafrullah, T. Mansursyah, T. Ardiansyah, Jaka Rasyid (Banda Aceh), Iskandarsyah (Aceh Besar), Bustami Saleh, M. Jakfar Ahmad, Jamali Sulaiman, Arafat Nur, M. Nasir Age, Fakhrurazi Araly, Zainal Abidin, Zainuddin Abdullah, Maimun (Lhokseumawe), Muhammad Hanafiah (Kuala Simpang), H. Syahrul Karim, H. Ibnu Sa’dan, Agusni AH, H. Samsuar (Langsa), Musyawir (Lhoksukon), Muhammad H. Ishak (Idi), HAR Djuli, Amiruddin (Bireuen), Bahtiar Gayo, Irwandi (Takengon), Muhammad Riza, H. Rusli Ismail (Sigli), T. Zakaria Al-Bahri (Sabang), Khairul Boang Manalu (Subulussalam), Zamzamy Surya (Tapak Tuan), Ali Amran, Mahadi Pinem (Kutacane), Bustanuddin , Wintoni (Blangkejeren), Khairul Akhyar, Irham Hakim (Bener Meriah), Tarmizi Ripan, Mansurdin (Singkil), Muhammad Rapyan (Sinabang).

� Semua wartawan Waspada dilengkapi dengan kartu pers. Jangan layani dan segera laporkan ke pihak berwajib atau ke Sekretaris Redaksi bila ada oknum yang mengaku wartawan Waspada tetapi tidak bisa menunjukkan kartu pers yang sah, ditandatangani Pemimpin Redaksi �


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.