Waspada, Jumat 30 September 2011

Page 30

Mimbar Jumat

C12

WASPADA Jumat 30September 2011

Arsitektur Islam Di Asia Selatan Contoh-contoh arsitektur Muslim di Asia Selatan membentuk satu pembaharuan kondisi Muslim masa lalu dan sekarang. Bangunan tersebut memiliki jangka waktu dan ruang.

Benteng Agra dibangun Raja Akbar pada abad ke 15 dijadikan situs warisan dunia oleh UNESCO. Taj Mahal Adalah bangunan berarsitektur indah dan menakjubkan sebagai refleksi kegemilangan kerajaan Mughal di India, bangunan lain juga menjadi bukti kebesaran Islam di ka-wasan Asia Selatan. Taj Mahal menjadi salah satu bangunan yang menakjubkan di dunia. Taj Mahal melambangkan kejayaan dinasti Mughal dan memantulkan kekuatan stabilitas dan keyakinan. Taj Mahal adalah makam yang dibangun Shah Jahan untuk istrinya Mumtaz Mahal dan bangunan itu menjadi simbol kekuatan cinta dua manusia. Taj Mahal sangat disenangi orang-orang Muslim dan Hindu karena bangunan itu mengekspresikan cinta yang begitu mendalam yaitu rasa cinta suami terhadap istrinya. Kematian istrinya Arjumand Bano yang kemudian diberi gelar Mumtaz Mahal membuat sang suami Shah Jahan sangat terpukul. Kepergian istrinya yang tidak kembali lagi sangat menyedihkan Raja Shah Jahan. Setelah lama mengalami depresi, Jahan membangun kuburan Mumtaz

Mahal agar ia terus dapat mengenang sang istri tercinta. Nama Taj Mahal sendiri diambil dari kependekan Mumtaz Mahal yang artinya permata istana. Masjid Badshahi Masjid Badshahi di Lahore dibangun Aurangzeb, kaisar keenam Mughal yang disebut-sebut sebagai kaisar sangat populer dinasti Mughal bahkan di dunia. Masjid Badshahi merupakan bangunan paling indah dan bernilai arsitektur tinggi kekaisaran Mughal terakhir. Naik turunnya kekuatan Muslim mempengaruhi masjid Badshahi. Ketika orang-orang Sikh memerintah Lahore dan kemudian Inggris menjajah India pada abad ke 19, masjid itu digunakan sebagai tempat pembuangan sampah amunisi. Terkadang masjid ini dijadikan barak tempat penampungan serdadu Inggris. Menara masjid ini dirusak dan karya-karya seni di dalam masjid juga dirusak. Tapi sekarang di Pakistan, masjid Badshahi menjadi permata dalam khasanah sederetan bangunan indah bernilai arsitektur tinggi di Pakistan. Pemerintah Pakistan mengeluarkan dana

Taj Mahal dibangun Raja Shah Jahan untuk mengenang istrinya Mumtaz Mahal. Bangunan ini dijadikan simbol kekuatan cinta manusia. besar untuk merawat dan merehab masjid ini. Saat ini banyak jamaah shalat di masjid yang kini menjadi simbol dan kebanggan rakyat Pakistan. Bagi masyarakat negeri Asia Selatan itu masjid Badshahi memiliki kenangan sejarah akan kebesaran dinasti Mughal dan melegetimasi klaim Pakistan sebagai ahli waris kerajaan Mughal. Gerbang masuk ke masjid Badshahi dikuburkan pejuang kemerdekaan Pakistan Allama Iqbal. Arsitektur pusara berhubu-

ngan dengan masjid. Koneksi yang rapi antara karya seni dan kebesaran kekaisaran Mughal tampak jelas pada masjid ini sehingga kedua bangunan menonjolkan bagian penting budaya Muslim di Asia Selatan. Muhammad Ali Jinnah atau Quaid-i-Azam mendirikan negara Muslim Pakistan pada tahun 1947. Bapak bangsa Pakistan itu wafat tak lama setelah Pakistan merdeka Makam Jinnah luasnya 60 hektar yang juga disebut pusara Turki karena makam Jinnah

sengaja dirancang untuk menonjolkan identitas Muslim Pakistan yang berbeda dari India. Masjid Raja Faisal Masjid Raja Faisal di Islamabad adalah salah satu masjid terbesar di Pakistan yang merefleksikan percobaan negara itu untuk mengidentifikasikan dirinya sendiri dengan dunia Islam kontemporer pada tahun 1960an. Islamabad dibangun sebagai kota Islam. Masjid itu dinamai King Faisal of Saudi Arabia. Arsi-

teknya didatangkan dari Turki. Arsitektur masjid Faisal tidak menonjolkan bangunan-bangunan yang ada di Asia Selatan dan tidak terlihat adanya ciri khas arsitektur bangunan masa dinasti Mughal. Benteng Agra Benteng Agra termasuk dalam daftar situs warisan dunia UNES-CO. Letaknya di pusat kota Agra, tepatnya dua setengah kilometer barat laut Taj Mahal. Benteng ini merupakan bangunan bersejarah kerajaan

Mughal didirikan abad ke 15. Pembangunan besar-besaran baru dilakukan sejak zaman pemerintahan Raja Ak-bar pada tahun 1565. Dibutuhkan waktu delapan tahun menyelesaikan pembangunan benteng ini. Renovasi dan pengembangan wilayah benteng ini selanjutnya diteruskan generasi keturunannya se-perti Raja Jehan. Nurhayati Baheramsyah/ islam today

Harmonisasi Ramadhan, ‘Idul Fitri & Haji Distorsi Ilmu Agama Di Pendidikan Umum Oleh Sugeng Wanto, MA

Oleh Teuku Zulkhairi

Dosen Dan Kepala Laboratorium Prodi Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN-SU

Mahasiswa Prodi Pendidikan Islam PPs IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh

D

P

alam Islam, ajaran-ajarannya selalu berhubungan antara satu dengan lainnya. Secara normatifitas masing-masing bagian memang berdiri sendiri. Namun, pada hakikatnya semua bagian saling berkorelasi untuk membina, membimbing, membentuk umatnya menjadi insan kamil (manusia paripurna). Satu hal yang menarik saat ini, kita sudah meninggalkan puasa Ramadhan (wadah penggemblengan diri), kemudian memasuki Syawal (bulan peningkatan) yang berarti kembali kepada kefitrahan (‘idul fitri) dan puncaknya perjalanan spiritual ke tanah suci menjadi dhuyufurrahman (tamu Allah) melalui pelaksanaan ibadah haji. Pelaksanaan ibadah haji merupakan rukun Islam yang terakhir. Jadi, kalau kita maknakan teoritis merupakan puncak ajaran. Tapi, tidak menjadi ukuran kalau sudah melaksanakan ibadah haji menjadi kaaffah orangnya. Teoritisnya merupakan akhir (ending) tapi hakikat (substansinya) merupakan proses pembuktian diri sebagai hamba Allah. Maka menarik sekali kajian titik temu antara puasa Ramadhan, ‘Idul fitri dan haji. Puasa Ramadhan mendidik umat Islam untuk terlatih dalam pengendalian diri dan menghiasi diri dengan amal ibadah. Setelah dididik atau melewati masa training Ramadhan maka seyogyanya kita menjadi orang yang fitrah yang selalu berada dalam kebenaran, melakukan kebaikan dan mengindahkan kehidupan dengan berbuat ihsan. Maka Syawalpun menjadi ajang aktualisasi nilai ketakwaan. Menjadi orang yang fitrah bukan bermakna statis tapi progressif. Artinya, kondisi fitrah itu tercermin dalam perbuatannya sehari-hari. Kalau selama Ramadhan menjadi orang yang sabar, ikhlash, disiplin, jujur, amanah, dan konsisten beribadah maka pada bulan Syawal pun demikian juga. Bila kondisi seperti ini sudah terwujud, maka puncaknya adalah ibadah haji. Berarti kesiapan ruhaniah sebagai modal utama dalam berhaji sudah benar-benar tertanam ke dalam diri para tamu Allah (dhuyufurrahman). Akhirnya, haji mabrurlah bagi dhuyufurrahman yang seperti itu. Namun, seandainya ada di antara dhuyufurrahman (tamu-tamu Allah) itu yang mau berangkat saja sudah menyakiti hati orang tuanya, keluarganya, temantemannya, tetangga-tentangganya, memamerkan diri dan memproklamirkan bahwa ia adalah orang yang mampu ke Makkah dan pantas akan dipanggil dengan gelar al-Hajj alias wak haji/hajjah. Kalau seperti ini kondisinya, berarti rangkaian ibadah dari sejak puasa Ramadhan, kemudian ‘Idul fitri tidak berjalan dengan benar sehingga berakhir dengan kegagalan. Korelasi biologis, spritual dan sosial Pertama, korelasi biologis. Kesehatan badan adalah kunci dasar membangun kedekatan diri kepada Allah dengan penuh kekhusyu’an. Tidak salah kalau ada pepatah mengatakan, “mensano incorporisano=dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat pula”. Contoh: seandainya kita sakit kepala atau sakit perut shalat pun jadi tidak khusyu’. Puasa Ramadhan kalau kita sakit tidak wajib puasa, ‘Idul fitri kalau kita sakit tidak bisa sillaturrahmi, apatahlagi kalau ibadah haji seandainya kita sakit Sesuai sabda Rasulullah SAW: “shumu tasihhu=puasalah agar kamu menjadi sehat.” Dengan demikian, kesehatan biologis kita harus senantiasa dipelihara.

Jagalah masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, sabda Rasulullah SAW. Korelasi ini mengajarkan kita bahwa manusia memang tidak bisa dipisahkan dari unsur biologisnya. Jadi, bagaimana kita mampu untuk mengendalikan keinginan biologis ini sesuai dengan fitrahnya. Kedua, korelasi spritual. Ramadhan sebagai bulan penggemblengan mental spritual. Umat Islam dimotivasi oleh Allah untuk giat beramal ibadah. Bulan Syawal kita kembali kepada kefitrahan. Hakikat kefitrahan akan tercermin dalam prilaku sehari-hari. Baik menyangkut diri sendiri, sesama umat manusia, keperdulian lingkungan dan hubungannya dengan Allah SWT. Orang yang kembali kepada fitrah akan senantiasa memelihara kefitrahannya itu. Hari ini, kefitrahan hanya sebagai slogan pasca Ramadhan. Setelah sholat ‘idul fitri kembali berbuat kesalahan dan kemaksiyatan. Ibadah haji adalah perjalanan spritual. Menempa diri menjadi haji mabrur dengan memperbaiki kualitas diri. Korelasi ini mengajarkan kita bahwa pembinaan mental spritual harus dilakukan setiap waktu. Hal itu dilakukan agar kita senantiasa menyadari kita dekat dengan Allah dan senantiasa dibawah pengawasan-Nya. Rasulullah saw. bersabda: “Beribadahlah kamu kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jikalau tidak mampu seolah-olah Allah melihatmu.” Ketiga, korelasi sosial. Puasa Ramadhan mendidik kita untuk peka terhadap kondisi orang lain. Banyak anak-anak yatim, fakir miskin yang hidup senantiasa dililit kelaparan. Orang berpuasa akan merasakan bagaimana rasanya menahan lapar akhirnya akan menumbuhkan rasa empati kepada saudara-saudaranya yang selalu menahan lapar bahkan tidak makan sampai batas waktu yang tidak tertentu. ‘Idul fitri adalah hari kebersamaan, berbagi antar sesama. Pada saat itu bagaimana kita mengkondisikan diri dan jiwa bahwa relakah kita berbahagia tapi banyak disekelililng kita yang bersedih?. Refleksi spiritual Manusia yang kamil adalah manusia yang menyadari potensi dirinya secara kaaffah/totalitas baik sebagai makhluk biologis, spritual dan sosial. Manusia akan betul-betul menjadi manusia yang sebenarnya bila ia mampu mengendalikan kebutuhan biologis sesuai fitrahnya, menghargai potensi rohaniyahnya untuk selalu dekat dengan Tuhan, ingin senantiasa bermanfaat bagi orang lain serta mampu untuk meminimalisir potensi-potensi buruknya. Janganlah kita menjadi orang pura-pura tidak tahu setelah diberitahu. Sebagai refleksi perlu untuk kita renungkan apa yang telah diperingatkan Allah kepada kita dalam Alquran Surat Al-A’raf (7) : 179 : “Dan sesungguhnya kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak digunakannya untuk memahami ayatayat Allah dan mereka mempunyai mata tapi tidak dipergunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mereka mempunyai telinga tapi tidak dipergunakannya untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu seperti binatang ternak bahkan lebih parah dari itu. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” Semoga! Wallahu a’lamu.

Manusia akan menjadi manusia yang sebenarnya bila mampu mengendalikan kebutuhan biologis sesuai fitrahnya... Puasa Ramadhan, ‘Idul fitri dan haji adalah jembatan yang diberikan Allah kepada umat manusia untuk menjadi insan kamil (manusia paripurna).

emberian judul tulisan ini merupakan hasil analisa panjang penulis setelah melihat kondisi pendidikan di Aceh selama ini. Telah terjadi dikotomi dan distorsi pendidikan yang begitu parah. Dikotomi karena lembaga pendidikan umum di Aceh secara tidak langsung realita resisten dengan kurikulum pendidikan agama. Dan di sisi lain, beberapa lembaga pendidikan agama juga masih menganggap kurikulum pendidikan umum bukan bagian dari agama. Distorsi karena kurikulum pendidikan agama dianggap tidak layak diajarkan secara maksimal di sekolahsekolah atau perguruan tinggi umum. Lihatlah faktanya, hingga hari ini, berapa lama jam pengajaran pendidikan Islam diajarkan? Misalnya mata pelajaran pokok Islam seperti Sirah Nabawiyah, Tauhid/Akidah, Alquran/Ulumul Quran, Tafsir, Hadist/ Ulumul Hadist, Ushul Fikh/Fikih dan sebagainya. Ada sekolah yang bahkan hanya memberikan waktu sebanyak 2 jam untuk kuota pengajaran agama Islam per pekannya. Bahkan, beberapa mata pelajaran pokok Islam ini cenderung menjadi mata pelajaran kelas dua pada sekolahsekolah umum dan bahkan di madrasah agama sekalipun. Maka kemudian munculnya komunitas masyarakat atau mahasiswa yang mengartikan Islam secara serampangan yang berakhir dengan goyahnya akidah mereka adalah sebuah konsekuensi logis. Kasus-kasus seperti ini misalnya terlihat dari pemaknaan konsep Ad-Din yang tidak dimaknai sebagai ‘Agama’ oleh komunitas Millata Abraham. Begitu juga dengan tekad komunitas tersebut untuk menggabungkan ajaran agama-agama samawi seperti Kristen dan Yahudi di dunia ke dalam agama tersebut. Kasus lainnya misalnya terlihat dari pola pikir komunitas Islam liberal yang menganggap kebenaran itu relatif. Semua agama mengajarkan kebenaran. Inilah efek ketika pelajaran pendidikan Islam tidak lagi menjadi perhatian lembaga pendidikan formal, diperhatikan namun masih begitu minim. Di sisi lain, selama ini mata pelajaran umum juga belum disajikan secara Islami. Misalnya

mata pelajaran IPA, IPS, belum ada petunjuk yang konkrit untuk para guru bagaimana menyajikan pendidikan umum yang selalu relevan dengan nilai-nilai Islam, sehingga para peserta didik memahami betul bahwa pelajaran yang diajari juga memiliki kaitan dengan pendidikan Islam. Dengan realita seperti ini, alhasil, sekali lagi, lahirnya produk-produk pendidikan yang buta dengan agamanya, atau hanya beragama dengan pikirannya menjadi konsekuensi yang sangat logis. Selain itu, berbagai ketimpangan yang terjadi selama ini, baik pada ranah individual, masyarakat maupun ta-

d i i m p i k a n . Ha n y a d e n g a n masuknya nilai-nilai Islam di semua level lembaga pendidikan akidah umat bisa terus dikawal. Secara normatif, Islamisasi pendidikan di Aceh seperti ini sesuai dengan kultur masyarakat Aceh yang kental dengan nilai-nilai keIslaman. Secara yuridis, Islamisasi pendidikan ini di Aceh bisa dimulai dari kurikulum pembelajaran karena didukung oleh Qanun Pendidikan yang merupakan turunan dari UUPA (Undang-undang pemerintahan Aceh). Dalam Qanun nomor 5 tahun 2008, pada pasal 35 disebutkan; (1)

Dalam sistem sekuler, aturan-aturan, pandangan dan nilai-nilai Islam memang tidak pernah secara sengaja digunakan untuk menata berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. tanan negara yang merongrong mimpi kita melihat Islam jaya di Aceh terjadi justru karena nilainilai pendidikan Islam belum diterapkan secara sempurna di lembaga pendidikan formal, atau bahkan tidak diterapkan sama sekali Di perguruan tinggi bahkan lebih ironis lagi, dengan alasan belajar di jurusan umum tertentu, pelajaran agama Islam hanya diajari saat semester pertama atau bahkan tidak pernah disentuh sama sekali. Para mahasiswa hanya mendapatkan ilmu-ilmu keislaman dari halaqah-halaqah, kajian-kajian keIslaman dan sebagainya. Itupun terbatas hanya bagi mahasiswa yang serius menuntut ilmu. Cukupkah? tentu tidak. Lembaga pendidikan seharusnya menyediakan ruang bagi mahasiswanya untuk mempelajari Islam hingga selesai perkuliahan. Karena Aceh membutuhkan produk-produk pendidikan yang tidak hanya menguasai bidang keilmuan umum saja. Tetapi juga memiliki wawasan keIslaman (tsaqafah Islamiyah) dan komitmen keIslaman(wala’ dan bara’) yang memadai. Di sisi lain, kondisi dengan segala carut marut ini ternyata merupakan buah dan produk dari sistem pendidikan sekuler

Kurikulum yang digunakan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan sesuai dengan standar isi nasional dan muatan lokal yang dilaksanakan secara Islami. (2) Kurikulum yang dilaksanakan secara islami sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah seluruh proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Menyimak ayat 1 dan 2 pasal 35 tersebut, sebenarnya sudah secara jelas meniscayakan agar semua stakeholder pendidikan di Aceh serius mewujudkan semua usaha Islamisasi pendidikan pada semua lembaga pendidikan di Aceh dan di semua levelnya yang dimulai dengan menata kembali kurikulum pendidikan Islam. Khususnya di lembaga pendidikan atau sekolah-sekolah dan perguruan ting-gi umum. Di sini, peran eksekutif dan legislatif juga sangat dituntut untuk benar-benar menaruh perhatian yang ekstra terhadap perjalanan pendidikan Islam di Aceh. Baik dari sektor finansial maupun sektor lainnya. Sebab, tujuan mereka diangkat sebagai legislatif dan eksekutif sendiri adalah untuk mewujudkan semua harapan rakyat yang dalam hal ini diterjemahkan ke dalam qanun-qanun dan aturan lain-

nya yang telah disepakati oleh rakyat. Dalam urusan pendidikan ini, dengan keistimewaan yang kita miliki, Aceh mestinya sudah meninggalkan total semua model pendidikan sekuleristikmaterialistik ala Indonesia. Secara paradigmatik, konsep pendidikan di Aceh harus dikembalikan pada asas aqidah Islam yang bakal menjadi dasar penentuan arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum, dan standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar mengajar, termasuk penentuan kualifikasi guru/dosen serta budaya sekolah/kampus yang akan dikembangkan. Sesuai amanah qanun di atas. Seklipun pengaruhnya tidak sebesar unsur pendidikan yang lain, penyediaan sarana dan prasarana juga harus mengacu pada asas di atas. Melihat kondisi obyektif pendidikan saat ini, langkah yang diperlukan adalah optimalisasi pada proses-proses pembentukan kepribadian Islam (syakhsiyyah Islamiyyah) dan penguasaan tsaqafah/wawasan Islam serta meningkatkan pengajaran sains-teknologi dan keahlian sebagaimana yang sudah ada dengan menata ontologi, epistemologi, dan aksiologi keilmuan yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam, sekaligus mengintegrasikan ketiganya. Dengan Islamisasi kurikulum di lembaga pendidikan ini, ke depan kita berharap agar paham-paham dan agama imporan yang merusak akidah umat bisa diantisipasi. Selain itu, Islamisasi kurikulum lembaga pendidikan ini nampaknya juga akan merubah paradigma kita bahwa syariat Islam di Aceh bukan hanya berbicara tentang pidana (jinayah) saja, tapi juga syariat Islam yang bisa membentuk manusia yang siap menjalani hukuman, syariat Islam yang bisa membawa umat ini menuju kemajuan dan kejayaan, kekokohan akidah, mental yang kuat, mandiri dan sejahtera secara ekonomi dan sebagainya. Tentunya, semua ini hanya bisa diwujudkan jika eksekutif dan legislatif kita menaruh perhatian yang ekstra, bukan hanya retorika menjelang pilkada. Wallahu a’lam bishshawab.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.