Waspada, Jumat 28 Oktober 2011

Page 29

WASPADA Jumat 28 Oktober 2011

Mimbar Jumat

C11

Manajemen Kurban Jangan Memandang Ke Atas Lihatlah Orang Di Bawahmu (2) Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Bukhari dan Muslim).Mengapa kita disuruh melihat ke bawah? Tentu supaya kita bersyukur. Jika seseorang melihat orang yang di atasnya (dalam masalah harta dan dunia), dia akan menganggap kecil nikmat Allah yang ada pada dirinya dan dia selalu ingin mendapatkan yang lebih. Sehingga dirinya tak pernah puas karena tidak akan pernah habis-habisnya mengikuti nafsu duniawi. Cara mengobati nafsu duniawi atau penyakit tamak ini, hendaklah seseorang melihat orang yang berada di bawahnya (dalam masalah harta dan dunia). Sadarlah semakin banyak harta kita akan semakin berat mempertanggungjawabkannya kelak di akhirat. Dengan begitu, seseorang akan ridho dan bersyukur dan rasa tamaknya (terhadap harta dan dunia) juga akan berkurang. Oleh karena itu, jika seseorang sering memandang orang yang berada di atasnya, dia akan mengingkari dan murka terhadap nikmat yang diberikan. Namun, jika dia mengalihkan pandangannya kepada orang yang berada di bawahnya, hal ini akan membuatnya ridho dan bersyukur atas nikmat Allah pada dirinya.” Ya, ternyata masih banyak orang-orang yang hidupnya lebih susah, sehingga kita menjadi sadar dan bersyukur. Kita juga perlu memperbanyak syukur atas segala nikmat Allah SWT karena apa yang kita peroleh selama ini sesungguhnya tidak ternilai harganya, seperti udara (oksigen) yang kita hirup selama puluhan tahun. JIka kita sakit berobat ke dokter dan harus memperoleh oksigen satu tabung saja harganya mencapai ratusan ribu rupiah. Maka dari itu perbanyak syukur dan insya Allah akan ditambahNya.(Sumber: dari berbagai buku agama/hadis shahih).

Nasehat Bagi Manusia Yang Lupa Dra. Hj. Rayani Hanum Srg, MH. Penulis adalah ketua Komisi Pemberdayaan Perempuan DP MUI Kota Medan, Dosen Kopertis Wil II Sumut dan NAD Dpk Perguruan Tinggi Swadaya Medan

M

anusia diciptakan Allah sebagai makh- di dunia ini adalah nafsu. Banyak manusia luk yang paling sempurna di antara menjadi celaka karena menuruti hawa nafsu. makhluk lainnya. Pada manusia Allah Segala cara di halalkan demi demi mendapatkan memberikan akal yang bisa dijadikan alat untuk hawa nafsu. Sebab itulah mengapa disebutkan bahwa memikirkan mana yang baik dan yang tidak baik, pantas dan tidak pantas. Dan manusia mampu manusia yang paling berhasil dalam hidupnya memilih jalan yang terbaik untuk hidupnya. Sebab adalah mahasiswa yang bisa mengelola hawa itu pulalah bagi manusia akan dikenakan nafsunya, bukan menahannya, tapi menempatkan keinginan nafsu pada tempatnya. ganjaran, baik syurga maupun neraka. Nafsu bukanlah musuh manusia, namun Kesempurnnaan manusia tidak selamanya menjadi nilai baik bagi kehidupannya. Itulah manusia yang mengedepakan keinginan nafsu bemengapa manusia senantiasa disuruh bertafakkur laka akan tertindas dengan kearifan dan kebaikan atas apa yang sudah dilakukannya, dan berjanji yang seharusnya dia lakukan. Maka, permasalahan besar manusia bukanlah agar kedepannya tidak mengulangi serta mengisi pertentangan orang, tapi permasalahan besar hidupnya dengan perbuatan baik. manusia adalah hawa Alquran menenafsunya. Itulah megaskan dengan sebutan “Tauba-tannasu- yang paling berat bagi manusia ngapa Rasul mengatakan setelah pulang dari hah”. Bagi manusia adalah berjanji. Sebab janji adalah perang Badar, “ kita yang bertaqwa senantiasa dibukakan Allah hal yang mudah di ucapkan tapi sudah pulang dari perang kecil dan menuju pintu penyesalan dan perang yang besar yapertaubatan. Dan itu sulit dilakukan. itu perang melawan menjadi jalan terakhir hawa nafsu”. manusia untuk mendapatkan kebenarannya. Keempat, lanjut guru tersebut. Apa yang palAda sebuah dialog antara seorang guru dan santri yang bisa menjadi I’tibar bagi umat Islam ing berat di dunia ini, lalu santrinya menjawab yang ingin agar hidupnya lebih baik lagi. Di- baja, besi, dan gajah. Lalu ustadz menjawab, yang jelaskannya ada enam pertanyaan yang mu- paling berat bagi manusia adalah berjanji. Sebab dah tapi sulit menjawabnya dan cenderung janji adalah hal yang mudah di ucapkan tapi sulit dilakukan. kita lupakan. Banyak orang yang putus kerabat karena janji, Pertama, apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?, lalu santri menjawab, orang tua, dan terjadinya disharmoni antar golongan dan sahabat dan kerabat. Salah jawab guru tersebut. kelompok juga karena janji, sebab janji melibatkan Yang dekat dengan kita di dunia ini adalah kepercayaan (trust). Dan jika kepercayaan kematian. Sebab kematian pasti adanya bagi diingkari, maka tak ada satu pekerjaanpun yang akan bermakna. semua manusia dan kapanpun bisa terjadi. Inilah mengapa janji adalah hal yang paling Itulah mengapa dalam tasawuf ada istilah yang dikenal dengan zikir kematian. Maksudnya, bagi berat dilakukan. Untuk itu, berjanjilah jika merasa manusia, melihat kematian, bertakziah adalah mampu dengan melibatkan kekuasaan Allah nasehat diri yang sangat ampuh untuk menya- sebagai sang maha penentu. Dan berusahalah darkan diri bahwa ada saatnya hidup ini berhenti tanpa berjanji jika diragukan janji tersebut sulit dilaksanakan. dan usailah segalanya. Kelima, apa yang paling ringan di dunia ini, lalu Kematian adalah nasehat yang paling ampuh bagi setiap manusia. Kealpaan kita mengingat santri menjawab, kapas, angin, dan debu. Lalu mati, menyebabkan kita sering terjerumus dalam guru menjawab, yang paling ringan di dunia ini dosa. Dan orang yang selalu menyandarkan adalah meninggalkan ibadah. Ibadah seharusnya kematian sebagai teguran bagi hidupnya tidak menjadi sarana kedekatan manusia terhadap akan pernah memberikan peluang kepada dirinya Tuhannya yang sangat tulus dan ikhlas tanpa ada keberatan dalam melaksanakannya. Jika seorang berlaku dosa dan tercela di sisi Allah SWT. Kedua, apa yang paling jauh dari diri kita hamba sudah merasa ibadah adalah sesuatu yang di dunia ini. Santri menjawab, Negara Cina, bu- memberatkan, maka akan sangat ringanlah untuk lan dan matahari. Salah jawab ustadz terse- meninggalkan ibadah. Oleh karenanya, bagi seseorang yang sudah but. Yang paling jauh dari diri kita saat ini terbiasa meninggalkan ibadah, maka pelatihannya adalah masa lalu. Siapapun kita, bagaimanapun kita dan betapa adalah berusaha menyadari bahwa ibadah yang hebatnya kita, tetap kita tak akan pernah kembali dilakukan dengan kekhusyukan akan melahirkan ke masa lalu. Sebab itulah mengapa kita harus kenikmatan dan kedekatan kepada Allah SWT. Keenam, apakah yang paling tajam di dunia ini, memastikan hari ini dan akan datang menjadi hari lalu siswa menjawab dengan serentak pisau. Guru yang terbaik kita. Masa lalu hanya akan menghadirkan ke- pun menjawab lagi, yang paling tajam di dunia nangan, apakah yang baik atau buruk, yang ini adalah lidah. Karena melalui lidah, manusia dengan mumenimbulkan penyesalan atau senyuman. Namun, betapa hebatnya masa lalu, tetap ti- dahnya memfitnah dan menyakiti hati, melukai dak ada seseorangpun yang bisa kembali ke perasaan orang. Dan luka yang disebabkan lidah akan sangat sulit terobati jika belum ada ketulusan masa lalu. Untuk itulah mengapa ketika berkaitan meminta maaf dan memaafkan. Lalu, guru pun menutup pertanyaannya dedengan masa lalu, kita seharusnya menyesali jika itu berkaitan dengan dosa, dan mempertahankan ngan sebuah kesimpulan, bahwa keenam hal jika itu berkaitan dengan kebaikan. Sebab masa inilah yang sebenarnya sangat mudah bagi kita lalu yang baik, seharusnya menjadi pembelajaran namun sangat sulit menerapkan dan memanfaatkannya dengan baik. yang hebat bagi semua orang. Itulah mengapa dijelaskan, manusia yang semKetiga, apa yang paling besar di dunia ini Tanya guru tersebut melanjutkan, lalu siswa purna adalah manusia yang mengambil hikmah menjawab, gunung, bumi dan matahari. Bu- dari setiap hal yang ia dengarkan. Semoga kita kan, jawab guru tersebut, yang paling besar menjadi orang-orang yang beruntung. Amin

Oleh Azhari Akmal Tarigan Koordinator Tim Penulis Tafsir Alquran Ulama Tiga Serangkai.

P

ernahkan anda mendengar berita tentang warga miskin yang tidak dapat daging kurban, pada hal tempat penyembelihan hewan kurban hanya berjarak 50 meter dari rumahnya yang reot itu. Ada pula peserta kurban yang hanya mendapatkan tulang dalam jumlah besar dan daging yang tidak seberapa. Ia mendapatkan bagian yang tidak wajar sehingga keikhlasannya terganggu. Tidak kalah menariknya cerita tentang panitia yang “tekor” karena salah menghitung biaya. Ada pula panitia kurban yang harus mencari hewan kurban di bawah harga yang telah ditetapkan, karena tidak memiliki biaya operasional. Mereka tidak punya biaya untuk membeli pelastik. Honor tukang potong dan uang bensin petugas distribusi, jangan di tanya. Di mana masalahnya ? Manajemen kurbannya tidak baik. Ibadah qurban sesungguhnya memerlukan manajemen seperti manajemen zakat dan wakaf. Dalam konteks ibadah qurban, tentu tidak sepenuhnya manajemen sekuler dapat diterapkan apa adanya. Ilmu manajemen kontemporer, yang berbasis sekuler, diyakini sebagai bagian dari faktor yang menyebabkan terjadinya krisis ekonomi di dunia. Manajemen konvensional telah ditahbis mengabaikan nilainilai spiritual dan etika. Dalam hal ini kita memerlukan manajemen berbasis spiritual atau tegasnya manajemen berbasis syari’ah. Manajemen tidak sekedar the art of getting things done throug the others, melainkan Getting God – Will done by the people. Intinya, manajemen syari’ah itu, secara sederhana bagaimana melaksanakan keridhaan Tuhan melalui orang lain. Selanjutnya, proses manajemen kurban secara sederhana melingkupi perencanaan, pengoganisasian, pengarahan dan pengendalian. Perencanaan adalah usaha untuk menetapkan tujuan organisasi dan memilih cara terbaik untuk mewujudkan tujuan tersebut. Dalam konteks kurban, dipandang perlu untuk menegaskan bahwa kurban memiliki tujuan vertikal dan horizontal. Secara vertikal, qurban bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam bahasa yang berbeda, qurban adalah media untuk mempromosikan ketakwaan seorang hamba dihadapan Allah SWT. Sedangkan

secara horizontal, qurban bertujuan untuk membangun solidaritas umat. Kurban merupakan media sederhana untuk berbagi kesyukuran dan kenikmatan dengan orangorang fakir dan miskin. Selanjutnya, bagaimana caranya agar kedua tujuan tersebut bisa diwujudkan ? Jawabnya, qurban harus dikelola secara profesional. Selanjutnya, Pengorganisasian adalah kegiatan mengkoordinir sumber daya, tugas, dan otoritas di antara anggota agar tujuan dapat diperoleh dengan efektif dan efisien. Kita tentu saja dapat membentuk bidang-bidang. Bidang administrasi

menata kerjanya, mulai menetapkan petugas penyembelih tentu saja yang sudah terlatih, waktu penyembelihan dan perangkat-perangkat yang dibutuhkan untuk itu. Hari dan jamnya perlu ditetapkan dan untuk selanjutnya diberitahukan kepada orang-orang yang berkurban. Hal ini penting agar orang yang berkurban mengetahui jadwal penyembelihan hewan kurbannya. Bukankah menurut hadis Rasul, orang yang berkurban disunnahkan untuk melihat hewan sembelihannya. Dan itu menjadi mungkin, jika panitia telah menata waktu sedemikian rupa tentang jadwal penyembelihannya. Termasuk men-

Jika semuanya di tata dengan menjunjung prinsif akuntabilitas dan transparansi, niscaya keikhlasan semua komponen yang terlibat dalam ibadah qurban akan terjaga dengan baik. bertugas untuk melayani pendaftaran peserta kurban. Mereka juga bekerja untuk mendata para fakir miskin yang berhak menerima qurban. Sedapat mungkin tidak ada orang-orang yang fakir dan miskin tertinggal, lebih-lebih jika mereka berada dilingkungan tempat diselenggarakannya pemotongan hewan kurban. Termasuk tugas bidang ini mengumumkan biaya yang diperlukan –setelah berkoordinasi dengan bidang pengadaan hewan kurban. Tidak kalah pentingnya, menetapkan biaya operasional qurban. Sebaiknya, biaya qurban dan biaya operasional qurban tidak dicampur untuk menghindarkan syubhat. Saya kerap menyebutnya, menghindarkan pelaksanaan ibadah kurban yang “abu-abu.” Bidang pengadaan hewan qurban, harus membuat perencanaan tentang jenis kambing atau lembu yang akan dibeli. Termasuk harga hewan kurban tersebut. Lebih baik lagi jika hewan qurbannya di buat bertingkat. Dari kategori A dengan harga yang paling mahal, B dengan harga yang sedang, sampai D yang mungkin harganya lebih murah. Di sam-ping itu, kemampuan setiap orang berbeda-beda. Jika peserta di beri berbagai alternatif, mereka lebih bisa memilih yang sesuai dengan kesanggupan –bahasa hadis kelapangan – yang ada pada mereka. Bidang penyembelihan juga

jadi tugas bidang penyembe-lihan untuk mengklasifikasikan anatomi hewan kurban, daging, tulang, kulit dan lain-lain. Gunanya agar bidang distribusi mudah melaksanakan tugasnya. Kemudian bidang distribusi bertugas untuk membagi daging kurban tersebut. Di dalam hadis tidak ditemukan ketentuan jumlah pembagian tersebut. Rasul hanya menggariskan bahwa daging kurban itu boleh dimakan oleh yang berkurban, disimpan dan disedekahkan. Para ulama memberi ketentuan dengan sepertiga untuk dimakan, sepertiga disedekahkan dan sepertiga disimpan. Tentu ketentuan ini bukan sesuatu yang rigid (kaku). Menurut hemat saya, bagiannya fleksibel saja tergantung kesepakatan panitia. Namun yang perlu diperhatikan adalah, untuk pembagian daging buat peserta qurban harus dibangun kesepakatan terlebih dahulu. Saya kerap menyebut, keikhlasan bukan sesuatu yang datang begitu saja, melainkan harus dibentuk dan disuasanakan. Inilah yang disebut transparansi. Namun harus dicatat, peserta kurban tidak boleh “bernafsu” dengan daging kurbannya. Kendati mereka disunnahkan untuk memakannya, itu tidak lebih turut merasakan daging tersebut. Ada yang menarik untuk diperhatikan. Di dalam fikih di atur tentang kulit. Misalnya, di dalam mazhab

Syafi’i dinyatakan, bahwa kulit hewan kurban tidak bileh dijual. Sedangkan menurut mazhab Hanafiah, kulitnya boleh dijual namun harganya atau hasil penjualan tersebut harus dikembalikan atau disedekahkan kepada fakir miskin. Lagi-lagi, jika semuanya di tata dengan menjunjung prinsif akuntabilitas dan transparansi, niscaya keikhlasan semua komponen yang terlibat dalam ibadah qurban akan terjaga dengan baik. Adapaun pengarahan adalah bagaimana membuat orang-orang yang telah ditunjuk bekerja untuk mencapai tujuan. Sampai di sini, manajer berperan untuk mengarahkan orang-orang tersebut. Dalam konteks ini, manajer tinggal memastikan bahwa semuanya berjalan dengan baik. Jika ditemukan hambatan di sana sini, manajer bertugas untuk menyelesaikan dengan baik. Manajemen kurban diperlukan agar dalam ibadah qurban tidak ada yang menjadi korban. Disebabkan qurban itu murni ibadah, maka sedapat mungkin, hal-hal yang merusak ibadah perlu dieliminasi atau setidaknya diminimalisir. Beberapa agenda yang perlu dirumuskan ulang adalah: Pertama, distribusi kurban di perumahan-perumahan elit yang biasanya sulit dijumpai fakir miskin, kalaupun ada, seperti pembantu rumah tangga yang tidak menetap di rumah majikannya, jumlahnya sedikit. Adalah tepat, jika distribusi daging kurban difokuskan di daerahdaerah minoritas muslim.Wilayah ini kerap terlupakan. Kedua, kebersihan dan hegenisitas daging tetap perlu dijaga. Oleh sebab itu, kita memerlukan tukang potong yang profesional, bukan saja memahami syari’ah, tetapi juga mengerti tentang kebersihan hewan sembelihan. Ketiga, pelaksanaan ibadah qurban tidak boleh menimbulkan korban baru. Tidak bijaksana, jika panitia inti yang bekerja maksimal tidak mendapatkan upah dari kerjanya. Akhirnya, ia harus berkorban untuk orang yang berqurban. Keempat, agar point ketiga dapat dipenuhi, perlu dibedakan biaya qurban dengan biaya operasional. Tegasnya, saya ingin mengatakan, peserta qurban harus memastikan pelaksanaan qurban dari hulu sampai hilir berjalan dengan baik. Tidak ada halhal yang dapat merusak keikhlasan kita kepada Allah SWT. Wal-lahu a’lam bi al-shawab.

Menyoal Haji Sunnah Oleh Ahmad Arif Ginting Livelihood Program Officer Qatar Charity Indonesia Cabang Aceh.

A

da dua hari raya yang disyariatkan dalam Islam; Idul Fithri dan Idul Adha. Secara historis keduanya juga saling melengkapi. Idul Fithri dirayakan di bulan Syawal setelah melaksanakan shiyam (puasa) sebulan lamanya sebagai sarana untuk men-tarbiyyah diri. Sementara Idul Adha sebagai simbolisasi penyembelihan ego dan kerakusan pribadi, selain sebagai saat turunnya ayat terakhir Alquran “alyauma akmaltu lakum dinakum.....( hari ini Aku sempurnakan bagimu agamamu), satu hari sebelum wukuf di arafah. Keduanya sama-sama menanamkan rasa kesetikawanan sosial (social responsibility). Haji sunnah Para imam madzhab utama bersepakat bahwa haji merupakan rukun Islam terakhir dan wajib hanya satu kali seumur hidup bagi yang mampu secara ekonomi dan fisik. Setelah itu, berubah menjadi sunnah biasa. Tujuan utama ibadah haji adalah untuk mempertinggi ketaatan kepada Tuhan dan kehendakNya, Selain itu, juga berfungsi sebagai pengingat tentang kesetaraan manusia. Ketika sampai di Makkah, para Hujjaj (penjiarah) “membuang” pakaian normalnya yang membawa perangkat status sosial dan hanya menyelempangkan dua pakaian sederhana. Jadi siapa saja, ketika mendekati pusat Islam di bumi, memakai pakaian yang sama. Perbedaan pangkat dan derajat terbuang, raja maupun pengemis berdiri sama di hadapan Tuhan dalam kemanusiaan mereka yang tak terbagi. Haji juga memberi keuntungan dalam hubungan internasional. la mengumpulkan orang dari seluruh penjuru dunia, yang menunjukkan bahwa m e re k a m e m i l i k i k e s e t i a a n yang sama yang melampaui kesetiaan pada bangsa dan etnik mereka (Huston Smith, Islam, 2001: 72-3). Namun demikian, ada sebuah kontradiksi sekaligus paradoksi, ternyata 20% di antara

hujjaj itu adalah mereka yang berhaji kedua kali atau bahkan lebih. Sementara di belahan dunia lainnya, sebagian muslim sedang meregang nyawa, dan kematian menghantui setiap desah nafas mereka karena ancaman bencana alam, tragedi kelaparan, tindakan kekerasan, atau pembunuhan massal terencana (state terrorism). Revisi Undang Undang (UU) No.17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Haji yang disahkan DPR pada 1 April 2008 silam mengamanatkan umat Islam Indonesia hanya wajib sekali menunaikan ibadah haji seumur

berada pada satu tingkat saja; ada yang besar ada yang kecil; ada ushul (pokok) ada furu’ (cabang); ada tsawabit (tetap, konstan) ada mutaghayyirat (berubah, variabel); ada yang menduduki peringkat utama (esensi) ada pula yang hanya persoalan pinggiran (Al Qaradhawi; 1995). Bila melihat kehidupan praksis ummat saat ini dari berbagai lininya maka kita akan menemukan bahwa pemahaman berdasarkan prioritas ‘amal sudah tidak seimbang lagi. Contoh dari masyarakat secara ‘ammah dapat diperhatikan bahwa permasalahan yang berkaitan dengan

Pekerjaan yang harus didahulukan berdasarkan penilaian syariah yang benar dan realistis. Sehingga, sesuatu yang tidak penting tidak didahulukan atas sesuatu yang penting. hidup. Inti tujuan revisi UU Haji baru ini salah satunya dapat menciptakan pemerataan bagi umat Islam Indonesia yang belum berhaji dapat berhaji tanpa menunggu waktu yang lama. Fikih prioritas Yang dimaksud dengan fiqh awlawiyyat di atas adalah meletakkan segala sesuatu pada peringkatnya secara proporsional dari segi hukum, nilai dan pelaksanaannya. Pekerjaan yang harus didahulukan berdasarkan penilaian syariah yang benar dan realistis. Sehingga, sesuatu yang tidak penting tidak didahulukan atas sesuatu yang penting. Sesuatu yang penting tidak didahulukan atas sesuatu yang lebih penting (urgen). Sesuatu yang kecil tidak perlu diperbesarkan, dan sesuatu yang urgen tidak boleh diabaikan. Dasar hukumnya adalah bahwa sesungguhnya nilai, hukum, pelaksanaan dan taklif (pemberian beban dan kewajiban) menurut Islam ialah berbeda satu dengan lainnya, tidak

dunia oleh raga, seni dan hiburan menjadi prioritas dan senantiasa didahulukan daripada hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Sesungguhnya upaya recovery ekonomi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan bersama itu lebih utama. Dan, syariah telah menetapkan, kewajiban yang perlu dilakukan dengan segara harus didahulukan atas kewajiban yang dapat ditangguhkan. Haji sunnah dalam hal ini merupakan ibadah yang mungkin ditangguhkan. Sementara upaya serius dalam rangka recovery kehidupan rakyat kecil yang dilanda kemiskinan, kelaparan, bencana alam, penyakit dan sebagainya merupakan kewajiban yang harus segera dilaksanakan. Tidak diragukan lagi bahwa melaksanakan syiar ibadah haji merupakan sebuah kewajiban yang tidak diperselisihkan oleh ummat ini. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah

para hujjaj yang telah berulangkali melaksanakannya. Jika diasumsikan dari 211.000 jamaah haji Indonesia tahun ini, 20%-nya adalah mereka yang telah pemah berhaji, maka potensi dana umat yang dapat dikumpulkan adalah Rp1,3 triliun; 42.200 jamaah dikalikan Rp30 juta ongkos naik haji perorang. Jumlah yang tidak sedikit bukan?! Jika saja potensi dana umat itu bisa disalurkan bagi mereka yang lebih membutuhkan guna menyambung tarikan demi tarikan nafas mereka, tentu akan lebih baik. Hanya saja, inilah kendala terbesar yang sedang kita hadapi. Ketika pintu mereka yang aghniya (kaya dan berkemampuan) diketuk untuk menggalang dana kemanusiaan, seribu satu alasan dilontarkan bahwa mereka sedang tidak punya. “Sesungguhnya kami ini, bila datang bulan Dzulhijjah merasa sangat gembira. Kami tidak dapat menahan kerinduan untuk melakukan ibadah haji. Kami merasa bahwa ruh-ruh k a m i dibawa ke sana. Kami merasa sangat bahagia bisa ikut melaksanakan ibadah liaji setiap tahun bersama para hujjaj yang lainnya”, merupakan ungkapan yang sering dilontarkan sebagai alasan. Sebagai penutup, mari kita renungkan bersama ungkapan Imam Bisyr al Hafi berikut; “Kalau kaum Muslimin mau memahami, mamiliki keimanan yang benar, dan mengetahui makna fikih prioritas, maka mereka akan merasakan kebahagiaan yang lebih besar dan suasana ruhiyyah yang lebih mantap, setiap kali mereka mengalihkan dana ibadah haji itu umuk memelihara anak-anak yatim, memberi makan mereka yang kelaparan, memberi perlindungan bagi mereka yang terlantar, mengobati mereka yang sakit, mendidik mereka yang bodoh, atau memberi kesempatan kerja bagi mereka yang menganggur”. Wallahu a’lam


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.