Waspada, Jumat 23 Maret 2012

Page 26

Mimbar Jumat

B12

WASPADA Jumat 23 Maret 2012

Menimbun BBM Perspektif Hukum Islam Azhari Akmal Tarigan

Pria Pakai Cincin Emas, Buanglah…(2) Dalam riwayat yang lain, terdapat tambahan, “… halal bagi wanita di kalangan umatku.” Sedangkan antinganting merupakan kekhususan bagi wanita. Karenanya, anting-anting tidak boleh dipakai oleh lelaki karena Nabi SAW melarang lelaki untuk menyerupai gaya wanita, dan begitu pula sebaliknya. Mengacu pada kemashalatan umat maka seorang pria hendaknya menafkahkan hartanya seperti emas di jalan Allah. Bukan cuma jadi hiasan belaka. Sebab, emas yang dipakai untuk hiasan atau pamer pada tetangga, apalagi diperoleh dari perbuatan tidak halal (korupsi) bisa menjadi bala bagi pemiliknya, seperti ayat berikut ini: “Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” [At Taubah 35] Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah menjelaskan ajaran Islam dan memberi contoh cara hidup Islami. Pada mulanya memang cincin emas tidak dilarang. Namun setelah itu Nabi Muhammad SAW membuangnya. Para sahabat juga ikut membuang cincin emas mereka. Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra, ia berkata: Rasulullah SAW menyuruh untuk membuatkan cincin dari emas. Beliau meletakkan mata cincinnya pada bagian dalam telapak tangan bila beliau memakainya. Orang-orang pun berbuat serupa. Kemudian suatu ketika, beliau duduk di atas mimbar lalu mencopot cincin itu seraya bersabda: Aku pernah memakai cincin ini dan meletakkan mata cincinnya di bagian dalam. Lalu beliau membuang cincin itu dan bersabda: Demi Allah, aku tidak akan memakainya lagi untuk selamanya! Orang-orang juga ikut membuang cincin-cincin mereka. (HR Muslim) (Sumber hadis shahih, penjelasan Ustadz Ammi Nur Baits, syariahonline, media Islam)

Ketua Prodi Ekonomi Islam Fak. Syari’ah IAIN.SU

R

encana pemerintah yang akan menaikkan harga BBM pada awal April mendatang telah menimbulkan kekhawatiran di tengah-tengah masyarakat. Bahkan kekhawatiran yang berlebihan menyebabkan sebagian masyarakat mengambil jalan pintas demi menyelamatkan diri. Merekapun memilih untuk melakukan penimbunan BBM. Pertanyaannya adalah, bagaimana hukum menimbun barang atau lebih spesifiknya lagi BBM dalam perspektif hukum Islam. Artikel ini mencoba akan menjawab persoalan di atas. Penimbunan harta dalam literatur Fikih Mu’amalat disebut dengan ihtikar, yang berasal dari kata hakara. Di dalam kamus arti asal kata ini adalah aqz-zulm (zhalim atau aniaya) dan isa’ah al-mu’asyarah (merusak pergaulan). Dalam ilmu sharaf ketika kata hakara mengambil bentuk ihtakara, yahtakiru, ihtikaran, maka arti kata ini adalah upaya penimbunan barang dagangan untuk menunggu kenaikan atau menunggu melonjaknya harga. Pada saat itulah ia akan melepas barang yang ditimbunnya ke pasar. Para ulama fikih memberikan definisi ihtikar dengan re-daksi yang berbeda-beda. Imam AsySyaukani menyatakan, ihtikar sebagai penimbunan atau penahanan barang dagangan dari peredarannya. Imam Al-Ghazali mendefinisikannya dengan, Penyimpanan barang dagangan oleh penjual makanan untuk menunggu melonjaknya harga dan dia akan menjualnya dengan harga yang melonjak pula. (Haroen,2007:158).

Hikmah Tamparan Kearifan Agusman Damanik, MA Dosen Fakultas Agama Islam Univ. Al Washliyah (UNIVA) Medan

B

eragam Jawaban dari orang yang sukses ketika ditanya tentang kesuksesan yang diraihnya. Ada yang menjawab bahwa kesuksesan yang diraihnya karena padunya antara usaha, ikhtiar dan tawakkal. Ada juga yang menjawab” bahwa kesuksesan yang diraihnya disebabkan sering dimarahi gurunya ketika ia melanggar berbagai disiplin yang telah ditetapkan”. Tidak sedikit juga yang memberikan jawaban” bahwa kesuksesan yang diraihnya disebabkan tamparan gurunya akibat melanggar disiplin ketika kegiatan belajar berlangsung. Jawaban yang terakhir ini membuka kembali memori saya tentang cerita teman saya berdasar nasehat gurunya yang disertai cerita. Dimana gurunya bercerita” bahwa ada seorang pemuda yang lama sekolah di negeri Sam kembali ke tanah air. Sesampainya di rumah ia meminta kepada orang tuanya untuk mencari seorang Guru Agama, siapapun yang boleh menjawab 3 (tiga) pertanyaannya. Akhirnya Orang tua pemuda itu mendapatkan orang tersebut. Begitu bertemu dengan Guru Agama sang pemuda bertanya”Anda siapa? Dan apakah anda mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan saya?” tanya Sang Pemuda. Dengan rendah hati Guru Agama berkata “Saya hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan saudara.” Sang Pemuda berkata “Anda yakin? sedang Profesor dan banyak orang pintar saja tidak mampu menjawab pertanyaan saya.” Guru Agama berkata “Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya”. Pemuda itupun menyampaikan 3 (tiga ) pertanyaan yaitu; Pertama, Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukan kewujudan Tuhan kepada saya. Kedua,. Apakah yang dimaksudkan dengan takdir ? dan Ketiga, Kalau syaitan diciptakan dari api kenapa dimasukan ke neraka yang dibuat dari api?, tentu tidak menyakitkan buat syaitan, sebab mereka memiliki unsur yang sama. Usai mendengar ketiga pertanyaan yang disampaikan sang pemuda, Guru Agama itu pun berkata” Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh itu?”. Kemudian Tanpa diduga-duga sang pemuda, Guru Agama tersebut menampar pipi si Pemuda dengan kuat. Sambil menahan kesakitan pemuda berkata “Kenapa anda marah kepada saya?” Jawab Guru Agama “Saya tidak marah, tamparan itu adalah jawaban saya kepada 3 (tiga) pertanyaan yang anda ajukan kepada saya”. Mendengar ucapan Guru Agama itu, sang pemuda bertambah bingung sambil berkata “Saya sungguh-sungguh tidak mengerti wahai Tuan guru. Melihat sang pemuda yang kebingungan Guru Agama bertanya “Bagaimana rasanya tamparan saya?”. Sang pemuda menjawab”Tentu saja saya merasakan sakit”. Guru Agama kembali bertanya “ Jadi anda percaya bahwa sakit itu ada?”. Dengan mengangguk sang pemuda memberi isyarat percaya bahwa sakit itu ada. Guru Agama bertanya lagi, “Tunjukan pada saya wujud sakit itu!”. Sang pemuda menjawab “ saya tidak tahu dan tidak mampu”. Guru Agama berkata “Itulah jawaban pertanyaan pertama: kita semua merasakan kewujudan Tuhan tanpa mampu melihat wujudnya.” Guru Agama kembali bertanya , “Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya?”. Sang pemuda menjawab”saya tidak bermimpi tentang hal itu”. Guru Agama melanjutkan pertanyaan “Apakah pernah terfikir oleh anda akan menerima sebuah tamparan dari saya hari ini?”. Sang Pemuda lanjut menjawab “tidak pernah terpikir saya tentang hal tersebut “. Guru Agama berkata. “Itulah yang dinamakan Takdir” . Setelah menyampaikan 2 (dua) jawabannya, Guru Agama kembali bertanya “Diperbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda dan diperbuat dari apa pipi anda?”. Sang pemuda menjawab” dari kulit ya Tuan”. Guru Agama melanjutkan pertanyaannya “Bagaimana rasanya tamparan saya?”. Pemuda itupun menjawab “Sakit.”

Mendengar berbagai jawaban dari sang pemuda, akhirnya Guru Agama tersebut menjelaskan “Walaupun Syaitan terbuat dari api dan Neraka terbuat dari api, jika Tuhan berkehendak maka Neraka akan menjadi tempat menyakitkan untuk syaitan.” Terlepas dari kesahihan cerita Guru dari teman saya tersebut, ternyata satu tamparan telah memberikan hikmah kearifan, terutama bagi orang-orang yang beriman. Kearifan yang dimaksud bahwa cerita tersebut kembali mengajak kita untuk bernostalgia ilmiah mengingat beberapa hal yang telah diajarkan Guru kita khususnya tentang Tauhid. Tuhan dalam Islam Dalam konsep Islam, Tuhan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam. Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa (tauhid). Dia itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Menurut Alquran terdapat 99 Nama Allah (asma’ul husna artinya: “Nama-nama yang paling baik”) yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama tersebut mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di antara 99 nama Allah tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah “Maha Pengasih” (ar-rahman) dan “Maha Penyayang” (ar-rahim). Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang personal: Menurut Alquran, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat nadi manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang lurus, “jalan yang diridhai-Nya.” Memahami Takdir Taqdir adalah ketentuan suatu peristiwa yang terjadi di alam raya ini yang meliputi semua sisi kejadiannya baik itu mengenai kadar atau ukurannya, tempatnya maupun waktunya. Dengan demikian segala sesuatu yang terjadi tentu ada takdirnya, termasuk manusia. Berdasarkan berbagai referensi yang refresentatif, bahwa taqdir terbagi kepada 2 macam yaitu ; Pertama, Takdir umum mencakup segala yang ada. Takdir ini dicatat di Lauhul Mahfuzh. Dan Allah telah mencatat takdir segala sesuatu hingga hari kiamat. Takdir ini umum bagi seluruh makhluk. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan Allah adalah qalam (pena). Allah berfirman kepada qalam tersebut,”Tulislah”. Kemudian qalam berkata,”Wahai Rabbku, apa yang akan aku tulis?” Allah berfirman,”Tulislah takdir segala sesuatu yang terjadi hingga hari kiamat.” (HR. Abu Daud) . Kedua,. Takdir yang merupakan rincian dari takdir umum terbagi kepada dua yaitu ; (a) Takdir ‘Umri yaitu takdir sebagaimana terdapat pada hadits Ibnu Mas’ud, di mana janin yang sudah ditiupkan ruh di dalam rahim ibunya akan ditetapkan mengenai 4 hal : (1) rizki, (2) ajal, (3) amal, dan (4) sengsara atau berbahagia. (b) Takdir Tahunan yaitu takdir yang ditetapkan pada malam lailatul qadar mengenai kejadian dalam setahun. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),”Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan [44] : 4). Setan simbol kedurhakaan Setan didefinisikan oleh sebagian ulama sebagai segala yang durhaka dan mengajak kepada kedurhakaan, bagi manusia maupun jin (makhluk halus ). Ibnu Katsir menyatakan bahwa setan adalah semua yang keluar dari tabiat jenisnya dengan kejelekan. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-An’am ayat 112: “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataanperkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am: 112).

Takdir Tahunan yaitu takdir yang ditetapkan pada malam lailatul qadar mengenai kejadian dalam setahun.

Jika kita menyelami pemikiranpemikiran yang di dalam kitab-kitab fikih, khususnya yang berkenaan dengan ihtikar, kita akan menemukan ragam pemikiran yang berkembang. Di antara yang diperdebatkan ulama adalah berkaitan dengan jenis barang atau produk yang dilarang untuk menimbunnya. Ada yang membatasi diri pada jenis makanan. Alasannya, makanan termasuk ke dalam makanan pokok. Ada pula ulama yang tidak membatasinya hanya pada makanan, tetapi menyangkut semua produk yang menjadi hajat hidup orang banyak. Kata-kata kunci untuk memahami ihtikar adalah penimbunan, kelangkaan, melonjaknya harga. Motivasi ihtikar adalah meraih keuntungan yang sebesarbesarnya pada saat krisis. Dengan demikian, jika ada orang yang menimbun harta untuk dirinya sendiri maka hal itu tidak terlarang. Namun ada ulama yang lebih jauh melihat persoalan ihtikar. Bagi mereka ihtikar mengakibatkan kerugian, kesusahan atau kemudharatan bagi orang lain. Terle-pas apakah barang itu ditimbun untuk keperluan diri sendiri atau untuk bisnis. Intinya, penimbunan menyebabkan kelangkaan dan hal itu menimbulkan kemudharatan bagi orang lain. Menurut Adiwarman A Karim, monopoli tidak identik dengan ihtikar. Dalam Islam siapapun boleh berbisnis tanpa peduli apakah dia satu-satunya penjual (monopoli) atau ada penjual lain. Menyimpan stock barang untuk keperluan persediaanpun tidak dilarang dalam Islam. Jadi monopoli sah-sah saja. Yang dilarang adalah ihtikar, yaitu mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi, atau istilah ekonominya disebut dengan monopoly’s rent. Kesimpulannya monopoli boleh, sedangkan monopoly’s rent tidak boleh. (Adiwarman:2002). Menarik untuk mencermati pemikiran Al-Ghazali yang menyatakan penimbunan barang diharamkan apabila: Pertama, Barang yang ditimbun itu adalah kelebihan

Ihtikar adalah penimbunan, kelangkaan, melonjaknya harga. Motivasi ihtikar adalah meraih keuntungan yang sebesar-besarnya pada saat krisis. dari kebutuhannya berikut tanggungan untuk persediaan setahun penuh. Sebab orang boleh menimbun persediaan nafkah untuk dirinya dan keluarganya selama setahun penuh seperti yang dilakukan oleh Rasulullah. Kedua, Orang yang menimbun itu sengaja menunggu saat harga barang yang ditimbunnya itu memuncak (maximing profit), sehingga ia dapat menjualnya dengan harga tinggi. Ketiga, Penimbunan dilakukan pada saat orang banyak sangat membutuhkannya, seperti bahan makanan, pakaian dan kebutuhan pokok lainnya. Tetapi kalau barang yang ditimbun tersebut bukan termasuk kebutuhan pokok dan kurang diperlukan, maka hal ini tidak berdosa karena tidak menimbulkan kemu-dharatan (ihya ‘ulum al-dina). Lebih lanjut menurut Karim, yang masuk dalam kategori ihtikar adalah apabila komponen-komponen berikut ini terpenuhi. Pertama, Mengupayakan adakalanya kelangkaan barang baik dengan cara menimbun stock atau mengenakan entry-barries. Kedua, Menjual dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga sebelum munculnya kelangkaan. Ketiga, Mengambil keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan sebelum komponen 1 dan 2 dilakukan. Agaknya satu hal yang perlu diberi catatan bahwa keburukan yang ditimbulkan oleh monopoli, juga terjadi dalam peraktek ihtikar adalah penguasaannya terhadap harga (price maker) sehingga dapat mempengaruhi atau menentukan harga pada tingkat sedemikian rupa sehingga memaksimumkan labanya, tanpa memperhatikan keadaan konsumen. Produsen monopolis dapat mengambil keuntungan di atas normal (normal profit) sehingga merugikan konsumen.

Hemat penulis, semangat inilah yang terdapat dalam peraktek ihtikar sehingga dilarang Rasul. Di dalam hadis Rasul bersabda, siapa yang merusak harga pasar, sehingga harga itu melonjak tajam, maka Allah akan menempatkannya di dalam api neraka pada hari kiamat. (Riw-ayat Thabrani). Di dalam hadis yang lain Rasul bersabda, siapa yang melakukan penimbunan barang dengan tujuan merusak harga pasar, sehingga harga naik secara tajam, maka ia telah berbuat salah. (Riwayat Ibn Majah). Masih menurut hadis rasul, “para pedagang yang menimbun barang makanan (kperluan pokok manusia) selama 40 hari, maka ia terlepas dari (hubngan dengan ) Allah dan Allahpun melepaskan (hubungan dengan)-nya. Ihtikar bagaimanapun juga akan menimbulkan kemudharatan bagi ornag lain. Di samping itu, ihtikar juga menunjukkan egoisme diri yang tak berbatas, satu sifat yang dibenci oleh Allah SWT. Disebabkan kemudharatan yang ditimbulkan peraktek ihtikar, pemerintah sejatinya harus dapat menutup pintu (sadd al-zari’ah) bagi terjadinya ihtikar. Jika ihtikar telah terjadi maka pemerintah harus mampu mengurainya dan memberikan hukuman bagi pelakunya. Oleh sebab itu, pesan moral yang kita petik dari hadis adalah, jangan kita menggunakan kekayaan kita untuk menimbulkan kemudharatan orang lain. Tidak pula kita menggunakan kekuatan ekonomi kita untuk mengambil keuntungan tak terbatas pada saat orang lain mengalami kesulitan. Tetap saja yang utama adalah bagaimana kita bersikap moderat, tawassut, sederhana, dan inilah sesungguhnya inti dari ekonomi Islam yang terambil dari kata alqasd yang maknanya adalah kesederhanaan. Wallahu a’lam bi al-shawab.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.