Waspada, Jumat 16 Maret 2012

Page 28

Mimbar Jumat

C6

Perselingkuhan Virus Dalam Rumah Tangga Oleh H.M. Nasir, Lc., MA Pimpinan Pondok Pesantren Tahfiz Alquran Al Mukhlisin Batubara, Wakil Sekretaris Dewan Fatwa Pengurus Besar Alwashliyah.

D

i dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perselingkuhan diartikan menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri, tidak berterus terang, tidak jujur, korup, suka menyeleweng”. Secara semantik, selingkuh dipahami sebagai “hubungan pribadi di luar nikah, yang melibatkan satu orang atau lebih yang berstatus nikah yang didasari atas saling ketertarikan, ketergantungan dan saling memenuhi kebutuhan baik secara emosional maupun seksual. Dalam pengertian kebahasaan, selingkuh tidak saja berlaku pada persoalan rumah tangga akan tetapi selingkuh juga berlaku pada pekerjaan, manajemen, administrasi dan lain-lain, yang pada prinsipnya dilakukan oleh orang-orang yang tidak memiliki sifat jujur dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Ada banyak hal yang membuat seorang suami atau isteri berselingkuh. Antara lain, disebabkan persoalan yang sepele, yaitu ketertarikan baik secara fisik, suara ataupun emosional, yang diawali dengan pandangan atau pendengaran. Memandang kepada laki-laki atau perempuan yang bukan mahram pada prinsipnya dilarang di dalam Islam, terkecuali ada hajat yang tidak dapat dihindarkan, seperti berjual beli, belajar dan mengajar, menjadi saksi dan lain-lain yang telah ditentukan di Fikih Islam. Demikian pula dalam hal suara, dibenarkan di dalam Islam untuk berbicara dengan wanita yang bukan mahram sekedar hajat yang dibenarkan oleh syariat Islam, karena suara perempuan tidak termasuk aurat. Oleh sebab itu Alquran menganjurkan kepada laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangan di saat berpapasan dengan wanita yang bukan mahram. Allah SWT berfirman: Katakanlah kepada orang laki-laki, agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya

Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. (QS. AnNuur: 30) Dan untuk kaum wanita Allah SWT memerintah-kan hal yang sama. Allah berfirman: Dan katakanlah kepada para perempuan agar mereka menjaga pandangannya dan menjaga kemaluan mereka dan janganlah memperlihatkan perhiasannya (auratnya) kecuali yang biasa terlihat (seperti cincin)... (QS. An-Nuur: 31) Dan lebih signifikan lagi untuk kaum wanita

keluarga menimbulkan kebosanan dalam menjalankan kehidupan rumah tangga secara meraton. Pada gilirannya salah satu atau kedua pasangan suami isteri akan terdorong untuk berkomunikasi dan melampiaskan emosionalnya kepada orang lain. Untuk memenuhi kebutuhannya termasuk kebutuhan seksual, dan hal ini sangat rentan terjadi bagi keluarga yang tidak ada atau kurang basic agamanya, sehingga mencari solusi terha-

Jarang melakukan komunikasi yang baik antara keluarga menimbulkan kebosanan dalam menjalankan kehidupan rumah tangga untuk tidak melemah-lembutkan suaranya kepada laki-laki yang bukan mahramnya karena akan menimbulkan rasa ketertarikan bagi laki-laki yang bukan mahramnya. Allah SWT berfirman: Janganlah kamu (kaum wanita) melembut-lembutkan suara dalam berbicara sehingga membangkitkan nafsu orang yang mengidap penyakit hati dan ucapkanlah perkataan yang baik. (QS. Al-Ahzab: 32). Penyair Arab mengatakan: Nadzratun, nazdratun, fasalamun, fakalamun, faman’idun, faliqanun (pandangan bertemu pandangan, lalu bibir senyum, dan lidah mengucapkan salam, disambut dengan pembicaraan, dan ditutup dengan janji untuk ketemu saling memenuhi kebutuhan, karena sudah ada keterkaitan dan ketergantungan). Faktor lain yang menyebabkan terjadinya perselingkuhan adalah faktor internal rumah tangga adalah emosional yang berantakan, tak dapat dikendalikan, sehingga mengendorkan rasa cinta di dalam rumah tangga, dan konsekwensinya tidak terjalin komunikasi yang baik, dan boleh jadi juga sebaliknya akibat tidak atau jarang melakukan komunikasi yang baik antara

dap problem keluarganya keluar dari jalur agama. Faktor lain yang tak kalah pentingnya adalah, faktor ekster-nal, yaitu paradigma atau cara pandang hubungan perkawinan semata-mata bersifat seksual bukan untuk melestarikan keturunan dan mengikuti sunnah Nabi SAW. Dengan kata lain, perkawinan hanya dipandang muamalah atau interaksi sosial bukan dipandang sebagai ibadah dan ikatan sakral untuk membangun rumah tangga sakinah, mawaddah dan rahmah. Cara pandang seperti ini adalah cara pandang kapitalis yang memandang kebutuhan naluri, kebutuhan psikis hanya dapat dipenuhi dengan yang bersifat material, dan jika kebutuhan tersebut tidak dipenuhi dapat menimbulkan penyakit baik pada fisik maupun psikis. Oleh sebab itu, kebutuhan emosional, kebutuhan seksual yang dijalani secara monoton pasti menimbulkan kebosanan dan pada gilirannya kaum kapitalis terus berupaya menciptakan sesuatu yang fantastis yang menimbulkan hasrat, gairah, tanpa memandang norma-norma agama. Islam memandang perkawinan sebagai ibadah dengan melaksanakan perkawinan kualitas ibadah menjadi meningkat, di

dalam hadis Nabi Muhammad SAW yang selalu dibaca oleh Tuan Qadhi sebelum melangsungkan perkawinan, “dua raka’at shalat orang yang sudah menikah lebih baik dari 70 raka’at orang yang belum menikah. (alhadis). Oleh sebab itu, rumah tangga yang didasari dengan paradigma islami tidak akan mengalami kebosanan menjalankan bahtera rumah tangganya secara monoton, sebagaimana ibadah shalat yang dijalani secara monoton dari dahulu hingga kini, bahkan sampai hari kiamat tidak pernah dan tidak akan berobah, dan kita tidak akan memilih cara shalat agama lain. Lebih dari itu, Nabi Muhammad SAWmemandang rumah tangganya sebagai surga duniawinya. Beliau bersabda: Rumahku surgaku. (alhadis) Padahal secara material rumah tangga Nabi Muhammad SAW jauh dari kebanyakan rumah tangga ratarata masyarakat Arab. Diceritakan oleh Aisyah ra, ketika wafat Nabi Muhammad SAW, para sahabat bertanya apa yang ditinggalkanoleh Nabi Muhammad SAW berupa makanan pokok? Aisyah melihat tempat simpanan gandumnya, dia hanya menjumpai sebutir biji gandum yang telah terbelah dua, yang tidak dapat dimakan oleh makhluk hidup. (alhadis) Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, perselingkuhan dapat menimpa siapa saja, baik keluarga muslim maupun non muslim, mengingat pernikpernik yang menggoda yang dapat memporak-porandakan rumah tangga pada saat ini cukup besar. Apalagi pembekalan pra perkawinan bagi masyarakat muslim tidak optimal, plus paradigma terhadap perkawinan menjadi peluang besar terjadi perselingkuhan, hanya orang yang membekali keluarganya dengan bekal agama yang dapat selamat dari perselingkuhan yang merupakan virus dalam rumah tangga. Wallahua’lam bil ash-shawab

Jilbab Gaul Oleh Junaidi Dosen FU IAIN Dan UMSU

J

ilbab diartikan dengan kain lebar yang diselimutkan ke pakaian luar, yang menutupi kepala, punggung, dan dada yang biasa dipakai wanita ketika keluar dari rumahnya. Memakai jilbab merupakan perintah Allah SWT kepada Muslimah. Perintah Allah ini tertera dalam Alquran surat Al-Ahzab ayat 59 yang artinya “Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anakanak perempuanmu, dan istri-istri orang Mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan kain jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”. Memakai jilbab di samping kewajiban bagi perempuan Muslimah, juga dapat menjadikan perempuan lebih cantik dan berwibawa. Pesona kecantikan perempuan saat memakai jilbab sebenarnya tidak kalah

dibandingkan dengan perempuan yang memakai pakaian seksi alias “bukabukaan”. Sebelum tahun 1990-an belum banyak ditemukan kaum perempuan memakai jilbab. Bahkan perempuan yang memakai jilbab sering dianggap sebagai perempuan aneh, kurang gaul dan kurang modis, khususnya oleh perempuan yang tidak memakainya. Anggapan ini mengakibatkan perempuan berjilbab merasa kurang percaya diri ketika sedang berkumpul dengan perempuan yang tidak berjilbab. Pa-dahal, gaul dan modis tidak berarti harus melepas jilbab dan memamerkan aurat, tetapi lebih cenderung ditentukan oleh pilihan cerdas dalam menentukan pakaian yang sesuai dengan tuntutan zaman yang tetap mengedepankan nilai-nilai agama. Kesadaran berjilbab mulai marak sejak tahun 1990-an. Perlahan, namun pasti banyak perempuan

Konsultasi Alquran Ikatan Persaudaraan Qari-Qariah & Hafizh Hafizah (IPQAH Kota Medan) KONSULTASI AL-QURAN adalah tanya jawab sekitar Al-Quran, yang meliputi: tajwid, fashohah, menghafal Al-Quran, Ghina (lagu) Al-Quran, Hukum dan ulumul Al-Quran. Kontak person. 08126387967 (Drs. Abdul Wahid), 081396217956 (H.Yusdarli Amar), 08126395413 (H. Ismail Hasyim, MA) 0819860172 (Mustafa Kamal Rokan).

Assalamu’alaikum Wr.Wb. Saya mau bertanya, Apa sebab Nabi Muhammad disebut “SAW” sedang Nabi lain memakaki “AS”. Dan apa sebab ketika tahiyyat yang disholawatkan hanya Nabi Muhammad dan Ibrahim. Dari Hamba Allah. 081362155246. Terima Kasih Jawab : Terimakasih atas pertanyaanya. Kami memang belum mendapatkan buku khusus untuk menjawab pertanyaan ini. Setahu kami adalah bahwa Allah sendiri dan para malaikat memberikan Shalawat beserta salam kepada Rasulullah Muhammad. Sedang dengan para Nabi yang lain Allah hanya nyatakan dengan salam saja. Mari kita lihat surat Al-ahzab ayat 56: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi (Muhammad). Wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya”. Dari ayat ini kita diperintahkan Allah untuk mengucapkan shalawat dan salam, bukan shalawat saja dan bukan salam saja. Maka sudah tepat shollallahu alaihi wasallam. Sedang Nabi yang lain Allah hanya katakan: “Selamat sejahtera bagi Ibrahim” (As-shoffat 109). Selamat sejahtera bagi Musa dan Harun” (As-shoffat 120). Selamat sejahtera bagi Nuh ” (As-shoffat 79), Jadi tampaknya untuk Nabi yang lain Allah hanya memberikan salam saja. Maka sudah tepat juga diberikan ‘alaihissalam. Kami hanya melihat dua Nabi yang Allah berikan kepada keduanya kata-kata “uswatun hasanah”. Pertama untuk Rasulullah Muhammad saw yaitu pada surat Al-Ahzab ayat 21, “ laqod kana lakum fi Rasululilah uswatun hasanah”. Yang kedua adalah Nabi Ibrahim AS Qs. AlMumtahanah ayat 4. Kemungkinan, karena kedua Nabi ini disebut uswatun hasanah, maka keduanya saja yang disebut dalam tahiyyat. Jawaban pasti apa sebab ketika tahiyyat yang disholawatkan hanya Nabi Muhammad dan Ibrahim adalah karena begitu yang diajarkan Rasulullah. Walluhu A’lam. Al-Ustadz H. Ismail Hasyim, MA

Perempuan yang memakai jilbab gaul dan disertai pakaian tipis, transparan, ketat dan menampakkan lekuk tubuhnya, diibaratkan seperti perempuan yang berpakaian tapi telanjang. Muslimah yang memakai jilbab di depan publik seperti sekolah, kampus, pasar, jalan raya dan pusatpusat keramaian lainnya. Namun, seiring semakin maraknya penggunaan jilbab, terjadi pula pergeseran makna jilbab. Banyak perempuan yang mengunakan jilbab hanya sebatas pada tujuan mode dan aksesoris dalam berpakaian agar terlihat cantik dan menarik. Fenomena jilbab gaul Jilbab gaul merupakan jilbab yang tidak menutupi dada serta ujungnya diikat ke belakang, ditambah pakaian ketat, transparan, dan membentuk lekuk tubuh. Jilbab, selain sebagai penutup aurat juga berfungsi sebagai penguat identitas seorang Muslimah. Hal ini karena ketika seorang perempuan memakai jilbab, maka secara tidak langsung ia sudah menunjukkan jati dirinya sebagai orang Islam dan orang yang bermoral. Sebab itu, bagi perempuan yang memakai jilbab dia harus menyesuaikan perilakunya dan memakai pakaian yang sesuai dengan jilbabnya alias sopan. Saat ini, fenomena jilbab gaul memang lagi ngetrend, melanda hampir semua usia, khususnya para remaja. Penggunaan jilbab gaul biasanya hanya untuk melengkapi penampilan dengan dandanan menor, minyak wangi yang khas, serta aksesoris yang mencolok, seperti gelang kaki, tato di tangan dan lain-lain. Di antara fenomena jilbab gaul bisa kita jumpai di dunia kampus. Di kampus banyak mahasiswi yang memakai jilbab, namun celananya ketat, ada juga yang roknya hanya sebatas betis, bajunya pendek dan transparan, sehingga terkesan bukabukaan. Fenomena ini muncul karena mahasiswi yang memakai jilbab bukan dari kesadaran sendiri, namun karena terpaksa (takut dengan dosen dan takut tidak dilayani saat urusan administrasi). Pandangan Islam Jilbab gaul tidak memenuhi ketentuan jilbab seperti pada pengertian jilbab di atas, dan bertentangan dengan firman Allah dalam surat AnNur ayat 31 yang artinya “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hen-

daklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putraputra mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau puteraputera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.” Dalam ayat tersebut, Allah memerintahkan para perempuan menutupkan kain kerudung ke dada. Hal ini berarti selain kepala dan rambut, dada juga termasuk aurat yang harus ditutupi. Perempuan yang memakai jilbab gaul dan disertai pakaian tipis, transparan, ketat dan menampakkan lekuk tubuhnya, diibaratkan seperti perempuan yang berpakaian tapi telanjang sebagaimana yang pernah disampaikan Rasulululah dalam hadisnya. Di samping itu, mereka disebut sebagai orang yang melakukan perbuatan tabarruj (menampakkan perhiasan dan anggota tubuh untuk menarik perhatian laki-laki yang bukan mahram) yang jelas-jelas dilarang Allah sebagaimana firmanNya dalam surat Al-Ahzab ayat 33 yang artinya “dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah” Bagi kaum perempuan yang sudah mantap niatnya untuk memakai jilbab, maka hendaknya harus berhati-hati dalam memilih pakaian lainnya. Mengikuti mode agar bisa tampil modis memang tak ada salahnya, namun sebagai Muslimah hendaklah memilih mode yang benar-benar sesuai aturan Islam. Sebagai seorang Muslimah hendaklah tidak hanya jangan mengikuti trend yang hanya membuat keren di dunia, karena keren di dunia tidak ada artinya di hadapan Allah. Wallahu A’lam

WASPADA Jumat 16 Maret 2012

Yakini Dan Amalkanlah… (1) Bacaan ayat Kursi banyak diamalkan orang (umat Islam) saat melakukan perjalanan jauh, minta pertolongan pada Allah SWT agar selamat dalam perjalanan, sehat di saat berangkat dan sehat (selamat tiba kembali ke rumah). Tentu saja hal itu bagus untuk diamalkan oleh kita yang mengerti akan isi kandungannya. Tapi, membaca ayat Kursi bukan saja berpahala dan dapat diamalkan saat bepergian dengan kendaraan saja, tapi manfaatnya sangat luar biasa (Extra Powerful). Memberi semangat dan motivasi, karena dapat menjadi obat penyembuh penyakit secara luar biasa dengan izin-Nya. Sehingga Rasulullah SAW dalam kumpulan hadis shahih pun menganjurkan para sahabat untuk mengamalkannya, di mana dan kapan saja. Perlu disosialisasikan, diberitahu dan diajarkan pada mereka yang belum mengerti dan dihafalkan untuk diamalkan sehingga ayat ini memberi manfaat bagi umat Islam. Tidak sekadar jadi pajangan dalam pigura cantik di masjid dan rumah-rumah. Apakah Anda mau tahu, seberapa pentingnya ayat Kursi ini? Berikut kita kutip sejumlah hadis yang mengupas manfaat bagi mereka yang meyakini dan mengamalkannya sbb: Dari HR.Abu Hurairah ra. Rasulullah bersabda,”Barang siapa yang ketika keluar dari rumahnya membaca ayat Kursi,maka Allah akan mendatangkan kepadanya tujuh puluh ribu malaikat. Kemudian mereka memohonkan ampunan dan mendoakan kebaikan untuknya (orang yang meyakini dan mengamalkan/membaca ayat Kursi). Dan siapa saja yang ketika pulang ke rumahnya membaca ayat kursi pula,maka Allah SWT akan mencabut kefakiran yang menyelimutinya.’’(Dikutip dari berbagai sumber buku hadis shahih dan media dot.com)

Ujub/Bangga Pada Diri Sendiri Oleh Fachrurrozy Pulungan Sekretaris Majelis Dakwah Pimpinan Wilayah Al Washliyah Sumatera Utara.

“D

ia ( Allah ) lebih mengetahui tentang keadaan mu, ketika Allah menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin diperut ibumu, maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Allah yang paling mengetahui tentang orang yang bertaqwa “ Qur’an surah an Najm ayat 32. Menurut istilah, kata ‘ujub diambil dari asal kata nya ‘ajaba, kalangan sufi menyebutnya i’jaab binnafsi yaitu ‘rasa bangga atau senang, baik pada diri pribadi, kata-kata, ataupun perbuatan yang dilakukan tanpa memperhitungkan orang lain’. Sama ada, berbangga atau kesenangan karena suatu kebaikan atau keburukan, yang terpuji atau tercela. Jika dalam rasa senangnya itu disertai sikap mengejek atau merendahkan perbuatan orang lain, maka hal tersebut disebut al kibr atau sombong. Bangga pada diri sendiri berawal dari perasaan lebih atas orang lain, yang selanjutnya memunculkan sikap takabur, dan dari sana lalu timbul sikap gampang menganggap rendah orang lain. Dan dari sinilah awal dari kerusakan tatanan sosial masyarakat. Islam datang guna menyempurnakan keadaan masyarakat dengan menata aliran dan perputaran interaksi sosial. Tanpa adanya kesamaan hak dan kewajiban setiap anggota masyarakat, niscaya yang berlaku pertama kali dalam masyarakat tersebut adalah ketimpangan. Segala peraturan dalam masyarakat yang didasarkan pada kontrak-sosial, tak akan berlangsung mulus tanpa adanya pengakuan martabat setiap peribadi anggotanya. Merasa diri paling berjasa atas suatu pekerjaan, atau merasa diri paling hebat dari orang lain. Orang yang terkena penyakit ujub akan memandang remeh dosa-dosa yang dilakukannya dan menganggapnya bagai angin lalu. Nabi SAW telah mengabarkan kepada kita dalam sebuah hadis sebagaimana diriwayatkan: ”Orang yang jahat akan melihat dosa-dosanya seperti lalat yang hinggap di hidungnya, dengan santai dapat diusirnya hanya dengan mengibaskan tangan. Adapun seorang mukmin melihat dosa-dosanya bagaikan duduk di bawah kaki gunung yang siap menimpanya.” HR. Bukhari. Kesetaraan dan kesejajaran sebagai modal utama kehidupan bermasyarakat akan segera hancur dengan keberadaan individu-individu anggota masyarakat yang mengedepankan perilaku ‘ujub yang diakhiri dengan sikap sombong. Nabi Muhammad SAW bersabda, “ Sesungguhnya Allah mewahyukan kepada ku supaya kamu bertawadlu/rendah hati’, sehingga tidak seorangpun menganiaya orang lain, dan tidak seorang-pun menyombongkan diri pada orang lain “. Hadis riawayat imam Muslim. Pada hadis lain Rasulullah SAW mengingatkan dalam sabdanya, “ Tiga hal yang merusak (diri seseeorang), pertama, pelit kedekut yang diperturuti, kedua, hasrat/keinginan yang diikuti, ketiga, keta’ajuban seseorang terhadap dirinya “. H.R. al Bazaar dari Abu Nu’aim. Hakikat ‘ujub adalah kesombongan yang terjadi dalam diri seseorang karena menganggap adanya kesempurnaan amal dan ilmunya. Apabila seseorang merasa takut kesempurnaan (ilmu dan amalnya), itu akan dicabut oleh Allah, maka berarti ia tidak bersifat ‘ujub. Demikian juga apabila ia merasa gembira karena menganggap dan mengakui bahwa kesempurnaan merupakan suatu nikmat dan karunia Allah, maka ia juga bukan masuk ke dalam jenis ‘ujub. Akan tetapi sebaliknya, apabila ia menganggap bahwa kesempurnaan itu sebagai sifat dirinya sendiri tanpa memikirkan tentang kemungkinan kesempurnaan itu lenyap, serta tidak pernah memikirkan siapa yang pemberi kesempurnaan tersebut, maka inilah yang dinamakan ‘ujub. Gejala paling dominan yang tampak pada orang yang terkena penyakit ujub adalah sikap suka melanggar hak dan menyepelekan orang lain. Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah mengatakan kepada muridmuridnya untuk mewaspadai sifat ‘ujub: “ Berhati-

hatilah kalian terhadap perasaan takjub terhadap diri sendiri hingga seolah-olah diri kalianlah yang paling utama daripada yang lain. Padahal boleh jadi ia tidak dapat beramal sebagus amal saudaranya itu dan boleh jadi saudaranya itu lebih wara’ dari perkara haram dan lebih suci jiwanya ketimbang dirinya”. Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata: “Iblis jika ia dapat melumpuhkan bani Adam, maka ia akan melumpuhkannya dengan salah satu dari tiga hal, yaitu ‘ujub terhadap diri sendiri, menganggap amalnya sudah banyak dan lupa terhadap dosa-dosanya”. Dia berkata: “Saya tidak akan mencari cara lain.” Semua perkara di atas adalah sumber kebinasaan. Berapa banyak lentera yang padam karena tiupan angin. Berapa banyak ibadah yang rusak karena penyakit ‘ujub. Dalam sebuah hadits qudsi disebutkan bahwa seorang lelaki berkata: “Allah tidak akan me-ngampuni si polan! Maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala pun berfirman: “Siapakah yang lancang bersumpah atas nama Ku bahwa Aku tidak mengampuni si polan?! Sungguh Aku telah mengampuninya dan menghapus amalan-mu!” (HR. Muslim). Faktor lain yang dapat menimbulkan sifat ‘ujub bisa datang dari keluarga dan lingkungan dimana seseorang itu tumbuh. Seseorang yang biasanya tumbuh dari polesan keluarga yang memang suka membangga-banggkan diri, bangga akan kedudukan status sosial nya, asal keturunannya, harta kekayaannya, kedermawanannya dan lain-lain. Hal ini akan dan sangat mudah diserap apalagi ia tidak memiliki dasar-dasar keimanan. Penyebab lainnya adalah sikap senang dipuji atas perbuatan atau pekerjaan nya, disamping lingkungan yang memang terkadang berlebih-lebihan dalam memuji. Berdiri ketika menyambut kedatangan seseorang, dapat menimbulkan sikaf ‘ujub pada diri orang yang disambut. Rasulullah SAW melarang berprilaku seperti itu, sebagaimana sabda nya, “ Barang siapa yang suka menyambut kedatangan orang lain dengan berdiri, maka hendaklah ia menempati tempat duduknya dari api neraka”. HR. Bukhari, Abu Daud, dan Turmudzi dalam kitab Al Adabul mufrad. Karena boleh jadi orang-orang yang menyambut itu cuma sekedar aktor (angkat telor atau cari muka). Para ulama ada sepakat, boleh menyambut dengan berdiri apabila yang disambut itu adalah kedua orang tua, ulama yang alim (mengamalkan ilmu nya), pemimpin yang adil, atau memang orang-orang terkemuka yang memang tidak suka menonjol-nonjolkan diri. Sifat ‘ujub sangat membahayakan bagi setiap manusia, karena ia mengajak kepada lupa dosa-dosa yang telah dibuatnya dan mengesampingkan nya (acuh) . Jalan untuk terhidar dari sifat ‘ujub ini, ialah dengan selalu mencoba mengingat kembali apa yang telah kita lakukan supaya cepat kembali ke pangkal jalan (insyaf). Bisyr Al-Hafi menyatakan bahwa ‘ujub “Yaitu menganggap hanya amalanmu saja yang banyak dan memandang remeh amalan orang lain.” Disamping itu, membabat habis batang ‘ujub dan mencabut akar-akarnya, yakni dengan menyadari keadaan diri dan lebih dekat kepada Allah, sebagaimana peringatan Alquran pada ayat di atas. Orang yang menyadari akan dirinya, asal kejadiannya dan asal dari segala yang diperolehnya, serta tidak merasa paling benar, paling paten amalnya. Rasulullah SAW bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, “ Sekali-kali amal salah seorang diantara kamu tidak bisa bisa memasukkannya kedalam surga”. ‘Tidak juga engkau ya Rasulullah?’, tanya seseorang, Nabi menjawab, “Tidak juga aku, kecuali Allah melipahkan kepada ku rahmat dan karunia Nya”. Janganlah mau disanjung-sanjung, engkau digelar manusia agung. Sadarlah diri tahu diuntung, sebelum mayat karenda diusung. Segala amal perbuatan adalah cahaya yang bersinar, namun ia akan redup dan padam jika ditutup awab ‘ujub. Wallahu a’lam.

Berapa banyak lentera yang padam karena tiupan angin. Berapa banyak ibadah yang rusak karena penyakit ‘ujub


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.